Professional Documents
Culture Documents
3
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
4
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
Tabel 1.1
Perkembangan Pendapatan Asli Daerah, Rata-Rata (Rp Juta)
dan Kontribusi Elemen PAD (%)
Jenis Pendapatan Asli Daerah Thn 2013 Thn 2014 Thn 2015 Thn 2016 Thn 2017 Rata-Rata Kontribusi
1. Pajak Daerah 1.085,16 1.354,54 1.445,61 1.522,12 1.626,92 1.406,87 77,55
2. Retribusi Daerah 34,60 15,53 20,37 19,36 22,91 22,55 1,24
3. Hasil Perusahaan Milik Daerah dan
Pengelolaan Kekayaan Daerah 93,87 94,21 85,12 89,99 94,61 91,56 5,05
yang Dipisahkan
4. Lain-lain PAD yang Sah 152,55 264,94 325,62 332,68 389,57 293,07 16,16
Jumlah 1.366,18 1.729,22 1.876,73 1.964,15 2.134,01 1.814,06 100,00
5
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
Salah satu cara untuk intensifikasi pajak daerah adalah dengan melakukan
penelitian tentang potensi pajak daerah dan upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi
permasalahannya. Karena, keterbatasan OPD dalam menghitung potensi penerimaan
yang sebenarnya masih menjadi kendala utama di banyak daerah. Disamping itu masih
banyak terdapat permasalahan yang dihadapi dalam upaya meningkatkan penerimaan
pajak daerah. seperti keterbatasan sumber daya manusia, kemampuan manajerial,
peraturan terkait, serta keterbatasan sarana dan prasarana yang dimiliki. Dalam upaya
meningkatkan penerimaan pajak daerah serta memecahkan permasalahan yang ada,
dirasa perlu dilakukan kegiatan penelitian potensi pajak daerah.
6
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
7
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
8
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
Untuk menghitung Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Rokok, dan
Pajak Air Permukaan juga akan dilakukan dengan menggunakan metode trend dengan
mempertimbangkan klasifikasi objek masing-masingnya.
9
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
BAB II
TINJAUAN LITERATUR
DAN METODE PERHITUNGAN POTENSI
Dalam era otonomi daerah, daerah diberikan kewenangan yang lebih besar untuk
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Tujuannya antara lain adalah untuk
lebih mendekatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat, memudahkan masyarakat
untuk memantau dan mengontrol penggunaan dana yang bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah.
Dalam rangka meningkatkan kemampuan keuangan daerah agar dapat
melaksanakan otonomi daerah, pemerintah melakukan berbagai kebijakan perpajakan,
diantaranya dengan menetapkan UU No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah. Pemberian kewenangan dalam pemungutan PAD, khususnya
dibidang pajak. diharapkan dapat lebih mendorong Pemerintah Daerah untuk untuk
mengoptimalkan PAD, khususnya yang berasal dari pajak daerah.
10
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pajak daerah adalah pungutan
yang dilakukan oleh daerah berdasarkan Undang-Undang/ Peraturan Daerah dan
pemungutannya dapat dipaksakan dengan tidak mendapat imbalan jasa, dan hasilnya
digunakan untuk membiayai pelaksanaan Pemerintahan Daerah dan Pembangunan
Daerah.
11
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
12
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
yang terdiri dari 14 jenis retribusi jasa umum, 11 jenis retribusi jasa usaha, dan 5
jenis perizinan tertentu.
2. Pemberian kewenangan yang lebih besar kepada daerah di bidang perpajakan
(penguatan local taxing power). Penguatan local taxing power dilakukan melalui
beberapa kebijakan, yaitu:
a. Memperluas basis pajak daerah yang sudah ada, seperti perluasan basis Pajak
Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Hotel, Pajak
Restoran, Retibusi Izin Gangguan;
b. Menambah jenis pajak daerah. seperti Pajak Rokok, Pajak Sarang Burung
Walet, Bea Perolehan Hakatas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Bumi
dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-PP), Retribusi Pelayanan
Tera/Tera Ulang, Retribusi Pelayanan Pendidikan, Retribusi Pengendalian
Menara Telekomunikasi, dan Retribusi Izin Usaha Perikanan;
c. Menaikkan tarif maksimum beberapa jenis pajak daerah, seperti Pajak
Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan
Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Hiburan, Pajak Parkir, dan Pajak Mineral
Bukan Logam dan Batuan; dan;
d. Memberikan diskresi penetapan tarif pajak kepada provinsi kecuali Pajak
Rokok. Daerah diberikan kewenangan sepenuhnya untuk menetapkan besaran
tarif pajak daerah yang diberlakukan di daerahnya (ditetapkan dalam Perda)
sepanjang tidak melampaui tarif minimum dan maksimum yang tercantum
dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009.
13
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
menciptakan jenis pungutan baru yang potensinya relatif kecil dan tidak sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
3. Memperbaiki sistem pengelolaan pajak daerah melalui kebijakan bagi hasil pajak
provinsi kepada kabupaten/kota yang lebih ideal dan kebijakan earmarking untuk
jenis pajak daerah tertentu. Setiap jenis pajak provinsi dibagihasilkan kepada
kabupaten/kota sesuai komposisi yang ditetapkan dalam Undang-undang.
Kebijakan bagi hasil pajak ini mencerminkan bentuk tanggungjawab pemerintah
provinsi untuk ikut serta menanggung beban biaya yang diperlukan oleh
kabupaten/kota dalam pelaksanaan fungsinya memberikan pelayanan kepada
masyarakat. Sementara itu, dengan adanya kebijakan earmarking, sebagian hasil
pendapatan pajak daerah tertentu dialokasikan untuk membiayai kegiatan yang
dapat dirasakan secara langsung oleh pembayar pajak tersebut. Kebijakan ini
dimaksudkan untuk memberikan pelayanan yang lebih baik kepada pembayar
pajak. Sebagai contoh kebijakan earmarking adalah sebagian pendapatan pajak
penerangan jalan harus dialokasikan untuk membiayai penerangan jalan umum,
10% dari pendapatan pajak kendaraan bermotor harus dialokasikan untuk
pembangunan dan/atau pemeliharaan jalan serta peningkatan moda dan sarana
transportasi umum, dan 50% dari pendapatan pajak rokok harus dialokasikan untuk
membiayai pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum.
4. Meningkatkan efektivitas pengawasan pungutan daerah dengan mengubah
mekanisme pengawasan dari sistim represif (berdasarkan Undang-Undang Nomor
34 Tahun 2000) menjadi sistem preventif dan korektif. Setiap rancangan peraturan
daerah (Raperda) tentang pajak daerah sebelum ditetapkan menjadi Perda harus
dievaluasi terlebih dahulu oleh Pemerintah. Perda yang sudah ditetapkan dapat
dibatalkan oleh Pemeritnah apabila bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan dan/atau kepentingan umum. Selain itu, terhadap daerah yang
melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang- undangan di bidang pajak
14
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
15
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
1. Pajak Daerah
Menurut UU No 28 tahun 2009 Pajak Daerah, pajak daerah adalah kontribusi wajib
pajak kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Jenis Pajak Daerah berdasarkan UU Nomor 28 Tahun 2009 dapat dilihat pada
Tabel berikut ini:
Tabel 2.1
Jenis Pajak Daerah
Jenis pajak daerah bersifat limitatif (close-list) yang berarti bahwa Pemerintah
Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota tidak dapat memungut pajak selain yang telah
ditetapkan dalam UU. Penetapan jenis pajak tersebut sebagai pajak daerah provinsi
atau pajak daerah kabupaten/kota didasarkan pada pertimbangan, antara lain adalah
mobilitas objek pajak yang bersangkutan.
Salah satu perbedaan mendasar antara UU No. 28 tahun 2009 dengan undang-
undang tentang pajak daerah dan retribusi daerah yaitu adanya larangan untuk
16
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
memungut pajak daerah selain yang disebutkan di atas. Suatu jenis pajak tertentu
dapat tidak dipungut apabila potensinya kurang memadai dan/atau disesuaikan
dengan kebijakan daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Penentuan objek pajak daerah saat ini dapat dilihat pada Peraturan Pemerintah
No. 65 Tahun 2001 tentang pajak daerah, yang merupakan penentuan objek pajak secara
umum, dimana yang menjadi objek pajak daerah harus dilihat apa yang ditetapkan
peraturan daerah. Sedangkan subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang dapat
dikenakan pajak daerah. UU No. 28 tahun 2009 telah menentukan secara tegas orang
atau dan badan yang menjadi wajib pajak secara tegas sesuai dengan jenis pajak daerah.
2. Retribusi Daerah
Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian
izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk
kepentingan orang pribadi atau badan. Berlakunya UU No. 28 tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah dari satu sisi memberikan keuntungan daerah dengan
adanya sumber-sumber pendapatan baru, namun disisi lain ada beberapa sumber
pendapatan asli daerah yang harus dihapus karena tidak boleh lagi dipungut oleh daerah,
terutama berasal dari retribusi daerah. Menurut UU Nomor 28 Tahun 2009 secara
keseluruhan terdapat 30 jenis retribusi yang dapat dipungut oleh daerah yang
dikelompokkan ke dalam 3 golongan jenis retribusi, yaitu retribusi jasa umum, retribusi
jasa usaha, dan retribusi perizinan tertentu.
a. Retribusi Jasa Umum yaitu pelayanan yang disediakan atau diberikan pemerintah
daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh
orang pribadi atau badan.
b. Retribusi Jasa Usaha adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa usaha
yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk
kepentingan orang pribadi atau badan.
17
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
18
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
19
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
20
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
21
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
kewajiban perpajakan bagi yang telah memenuhi kriteria sebagai wajib pajak menurut
peraturan daerah tentang pajak daerah. Orang pribadi atau badan yang sudah memenuhi
kriteria menurut peraturan daerah akan ditentukan untuk melakukan kewajiban
perpajakan.
Kebijakan pengelolaan pajak daerah dilakukan melalui dikeluarkannya
peraturan-peraturan oleh Pemerintah Daerah sendiri maupun yang dikeluarkan oleh
Pemerintah Pusat. Peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah
berbentuk Peraturan Daerah dan Undang-undang Daerah. Sementara peraturan-peraturan
yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat berbentuk Undang-Undang, Peraturan
Pemerintah, dan juga Keputusan Menteri Dalam Negeri.
Peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat biasanya berlaku
seragam untuk seluruh wilyah setiap Pemerintah Daerah di Indonesia. Meskipun ada
beberapa peratutan dari Pemerintah Pusat yang berlaku khusus bagi daerah tertentu
karena berbagai pertimbangan. Sebagai contoh yaitu Keputusan Menteri Dalam Negeri
Nomor 43 tahun 1999 tentang sistem dan prosedur administrasi pajak daerah, retribusi
daerah, dan penerimaan pendapatan lain-lain. Kepmendagri ini berlaku seragam di setiap
daerah Kabupaten dan Kota di seluruh Indonesia.
Administrasi pengelolaan pajak daerah dilakukan dalam tahapan-tahapan
kegiatan yang dilakukan oleh petugas pajak daerah/ fiskus dari Dinas Pendapatan
Daerah (Dispenda) dalam memungut pajak guna menjamin masuknya pajak ke kas
daerah. Kebijakan pengelolaan pajak daerah kabupaten dan kota diatur melalui suatu
keputusan menteri dalam negeri tentang sistem dan prosedur pengelolaan pajak daerah
dan pedoman organisasi dan tata kerja dinas pendapatan daerah kabupaten dan kota,
yang berlaku seragam di seluruh Indonesia.
Sebelum diberlakukannya Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 tahun
1999 tentang sistem dan prosedur administrasi pajak daerah, retribusi daerah dan
penerimaan pendapatan lain-lain, di Indonesia pernah diberlakukan Sistem Manual
Pendapatan Daerah (Mapatda) dan Sistem Manual Penerimaan Daerah (Mapenda).
22
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
23
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
24
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
Tanzi dan Pallechio (1995) dalam Ott (2001:3) menyatakan bahwa tugas utama
administrasi perpajakan melibatkan: (a) informasi dan instruksi kepada wajib pajak; (b)
pendaftaran, pengorganisasian dan pemrosesan surat pemberitahuan (memasukkan data,
pemrosesan deklarasi dan pembayaran); (c) tahap pemungutan (lebih menyerupai dan
berhubungan dengan pendaftaran, penghitungan, dan pemrosesan surat pemberitahuan);
(d) mengontrol dan menyupervisi (menemukan ketidaklengkapan surat pemberitahuan
dan kontrol terhadap data dalam kantor administrasi pajak atau aktivitas bisnis dan data
dari wajib pajak, sementara penelitian yang rutin telah dilakukan dalam tahap
pendaftaran, penghitungan dan pemrosesan surat pemberitahuan); (e) pelayanan hukum
dan ketidakpuasan wajib pajak (keberatan, banding dan pengurangan).
Mikesell (1995: 392-397) menyatakan bahwa administrasi perpajakan meliputi
enam langkah umum, yaitu (a) persiapan inventarisasi; (b) dasar penilaian; (c)
perhitungan dan pengumpulan pajak; (d) audit; (e) keberatan-permohonan; (f)
penegakan hukum. Setiap aktivitas khusus di dalam langkah-langkah tersebut bervariasi
mengikuti sifat pajak yang ada. Adapun enam langkah tersebut yang dipertimbangkan
sebagai berikut:
a. Persiapan inventarisasi tax eligibles. Sebagai contoh, di dalam proses inventarisasi
Pajak Penghasilan akan melibatkan pengembangan administrasi daftar Surat
Pemberitahuan Pajak yang dikirim oleh wajib pajak. Surat Pemberitahuan akan
berfungsi sebagai master file yang digunakan sebagai pembanding pihak-pihak yang
telah membayar pajak dan pihak yang diharapkan akan membayar pajak. Surat
Pemeritahuan tersebut merupakan data yang sangat bermanfaat dalam rangka
membangun sistem kontrol.
b. Dasar penilaian. Kepemilikan individual yang digunakan sebagai dasar pengenaan
pajak harus dinilai untuk menentukan besarnya pajak yang terutang. Untuk beberapa
jenis pajak, khususnya pajak pendapatan orang pribadi dan pajak penjualan, dasar
25
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
26
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
ini. Penegakan hukum adalah usaha terakhir dari sistem kepatuhan sukarela.
Penegakan hukum ini antara lain melibatkan kegiatan seperti penyitaan dan penjualan
kekayaan wajib pajak.
27
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
c. Pemerintah tidak ingin menegakkan sistem yang ada. Pendekatan yang dilakukan di
sini adalah menunggu krisis sehingga pemerintah dipaksa untuk melakukan perbaikan
sistem perpajakan atau menunggu bantuan dari luar untuk menggunakan paksaan
(menutup celah pinjaman) atau insentif (membuka celah pinjaman) atau membantu
prosesnya.
28
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
29
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
30
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
Dengan persyaratan dasar tersebut dimuka maka akan di dapat suatu bentuk
pelayanan yang prima yaitu pemerintah sebagai pengendali atau steering dan masyarakat
Wajib Pajak sebagai pelaksana kewajiban perpajakan atau rowing, di sini pemerintah
dan masyarakat saling mengisi dengan asas kem itraan, saling percaya dan saling
menghormati sebagai filosopi dasar perpajakan yang menganut self assessment, karena
aparatur pajak bertindak sebagai abdi masyarakat dan sekaligus sebagai abdi negara disatu
pihak, dan kewajiban perpajakan adalah merupakan kewajiban kenegaraan dari setiap
Wajib Pajak.
31
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
tentang masa lalu dan informasi tersebut harus dapat dikuantitatifkan dalam bentuk data
numerik.
Estimasi (proyeksi) didasarkan kepada asumsi bahwa beberapa aspek pola masa
lalu akan terus berlanjut di masa mendatang. Diantara pola-pola masa lalu tersebut
adalah:
Pola horisontal (H) terjadi bilamana data berfluktuasi disekitar nilai rata-rata yg
konstan. Suatu produk yg penjualannya tidak meningkat atau menurun selama waktu
tertentu termasuk jenis ini. Pola khas dari data horizontal atau stasioner seperti ini
dapat dilihat dalam Gambar 1.1.
Pola musiman (S) terjadi bilamana suatu deret dipengaruhi oleh faktor musiman
(misalnya kuartal tahun tertentu, bulanan, atau hari-hari pada minggu tertentu).
Penjualan dari produk seperti minuman ringan, es krim, dan bahan bakar pemanas
ruang semuanya menunjukkan jenis pola ini. Untuk pola musiman kuartalan dapat
dilihat Gambar 1.2.
Pola siklis (C) terjadi bilamana datanya dipengaruhi oleh fluktuasi ekonomi jangka
panjang seperti yang berhubungan dengan siklus bisnis. Contoh: Penjualan produk
seperti mobil, baja, dan peralatan utama lainnya. Jenis pola ini dapat dilihat pada
Gambar 1.3.
Pola trend (T) terjadi bilamana terdapat kenaikan atau penurunan sekuler jangka
panjang dalam data. Contoh: Penjualan banyak perusahaan, GNP dan berbagai
indikator bisnis atau ekonomi lainnya. Jenis pola ini dapat dilihat pada Gambar 1.4.
32
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
Dalam statistik, metode estimasi yang terkenal adalah observasi ke depan dari
suatu rangkaian waktu (time series). Jenis lain dari metode penaksiran adalah
ekstrapolasi yang merupakan suatu perluasan dari trend saat ini ke masa depan. Cara ini
memungkinkan untuk menghasilkan penaksiran yang valid. Prakiraan harus
mempertimbangkan ketidakpastian di masa depan dan pembahasan bagaimana kejadian-
kejadian yang mungkin terjadi di masa depan dapat mempengaruhi suatu rangkaian
waktu (Matre & Gilbreath, 1987). Dalam prakteknya, suatu prakiraan mungkin
menjelaskan deskripsi trend, pendapat ahli, dan pertimbangan manejerial. Proses
subjektif ini mungkin menghasilkan suatu rangkaian nilai, ketimbang nilai tunggal,
33
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
sebagai suatu prakiraan. Prakiraan berdasarkan ekstrapolasi dibatasi pada jangka waktu
tidak lebih dari tiga sampai lima tahun dari sebagian besar rangkaian waktu.
Prakiraan statistik berkonsentrasi pada pemanfaatan masa lalu untuk
memprediksi masa depan dengan mengidentifikasi trend, pola dan penggerak bisnis
dalam suau data untuk mengembangkan prakiraan. Prakiraan ini disebut sebagai
prakiraan statistik karena menggunakan rumus matematika untuk mengidentifikasi pola
dan trend, sedangkan Pembahasan hasil untuk kejelasan dan kepercayaan dilakukan
secara matematika. Berikut ini adalah contoh-contoh dari berbagai macam metode
Prakiraan statistik1:
- Analisis Regresi Berganda digunakan ketika terdapat dua atau lebih variabel
independen. Metode ini digunakan secara luas untuk prakiraan jangka menengah.
Metode ini juga digunakan untuk menguji faktor mana perlu dimasukkan dan mana
yang perlu dikeluarkan. Metode ini juga digunakan untuk mengembangkan model
alternatif untuk faktor-faktor yang berbeda. Metode ini diterapkan untuk hubungan
non linear antara variabel dan seringkali digunakan ketika waktu adalah variabel
independen. Salah satu metode yang paling effektif sebagai bagian dari regresi adalah
Analisis Trend yang menggunakan analisis regresi linear dan non linear dengan
waktu sebagai variabel penjelas;
1
Bisa ditemukan pada http://www.statisticalforecasting.com/ diakses bulan Juli 2010.
34
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
nilai-nilai masa depan berdasarkan rata-rata nilai di masa lalu. Cara ini mudah di-
update. Yang kedua adalah Rata-Rata Bergerak Terbobot yang sangat ampuh dan
ekonomis. Rata-rata bergerak ini secara luas digunakan ketika prakiraan berulang
membutuhkan dan menggunakan metode seperti jumlah digit dan metode trend
penyesuaian. Yang terakhir adalah penyaringan adaptif, suatu jenis rata-rata bergerak
yang termasuk metode pembelajaran dari error masa lalu. Rata-rata bergerak ini
dapat merespon perubahan-perubahan penting trend yang relatif, musiman, dan faktor
random;
35
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
waktu tertentu mempunyai pola pertumbuhan yang sama/rata setiap periode. Oleh sebab
itu, apabila data urut waktu menunjukkan trend yang tidak/kurang berfluktuasi dari
waktu ke waktu maka dapat digunakan analisis tingkat pertumbuhan rata-rata per
periode.
Setiap metode statistik memiliki kelebihan dan kelemahan dalam
memprediksikan masa depan. Metode yang paling sering digunakan untuk perkiraan
yaitu analisis trend. Tetapi analisis trend sederhana bisa diperbaiki dengan metode rata-
rata (smoothing method). Metode ini mencoba untuk menghilangkan efek tidak umum
atau variasi acak dari nilai pada satu rangkaian waktu. Proses perataan dari variasi non
regular memberikan indikasi yang lebih jelas dari pergerakan dasar dalam suatu
rangkaian. Semua model perhitungan prakiraan memilki struktur kesalahan implisit dan
eksplisit, dimana kesalahan didefinisikan sebagai perbedaan antara prediksi model dan
nilai sebenarnya.
Penerapan metode proyeksi tertentu untuk prakiraan ke depan pajak daerah
membutuhkan analisis awal, khususnya deskripsi trend. Kemudian metode ini harus
disesuaikan dengan peraturan dan juga penilaian ahli. Oleh karena itu, setiap penaksiran
haruslah merupakan suatu kombinasi antara pendekatan berdasarkan peraturan, analisis,
dan metode perhitungan statistik yang relevan. Sebagai contoh prakiraan ke depan untuk
pajak daerah, perlu dimulai dengan suatu asumsi pertumbuhan ekonomi daerah,
pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor, dan lain-lain.
28.93+28.48+28.44+28.91+28.48 = 143.24
36
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
Untuk menghitung rata-rata SMA, kita bagi jumlah dari ke lima data dengan jumlah
periodenya (lima)
5-periode SMA = 143.24/5 = 28.65. Angka ini menjadi angka proyeksi untuk periode
mendatang
Persamaan ini adalah persamaan dasar dari metode perataan eksponensial dan konstanta
atau parameter disebut konstanta perataan (smoothing constant).
Catatan: Ada alternatif pendekatan perataan eksponensial yang mengganti yt-1 di dalam
persamaan dasar dengan with yt, sebagai observasi saat ini.
37
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
Menentukan EWMA yang pertama adalah pendekatan yang sangat populer untuk
menghasilkan sebuah rangkaian waktu perataan. Jika Rata-rata Bergerak Sederhana
(Single Moving Averages) observasi masa lalu diberi bobot yang sama, Perataan
Eksponensial ditandai dengan penurunan bobot untuk observasi yang semakin lama.
Dengan kata lain, observasi terbaru diberi bobot yang relatif besar dibandingkan dengan
observasi yang lebih tua. Dalam kasus rata-rata bergerak. Bobot untuk semua observasi
yang digunakan adalah sama dengan 1/N. Bagaimanapun juga dalam perataan
eksponensial, ada satu atau lebih parameter perataan yang harus ditentukan (diestimasi)
dan pilihan ini menentukan bobot bagi observasi.
d 't a bt t 1, 2, 3, .....
a
t d t td
2
t t
n t t
2 2
n td t t dt
b
n t 2 t
2
Dimana:
d’t = Proyeksi untuk saat t
a = konstanta (intercept)
b = kemiringan garis
t = time (independent variable)
dt = demand pada saat t
n = jumlah data
38
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
BAB III
GAMBARAN UMUM
PROVINSI SUMATERA BARAT
39
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
40
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
41
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
42
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
43
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
Provinsi Sumatera Barat menjadi gerbang masuk wilayah barat Indonesia yang
didukung oleh prasarana transportasi darat, laut dan udara yang memadai, seperti jalan
nasional Trans Sumatera, Bandara Internasional Minangkabau, dan pelabuhan laut
internasional Teluk Bayur. Selain itu secara geologis Provinsi Sumatera Barat
merupakan daerah rawan gempa bumi, terutama di jalur gunung berapi. Hal ini
terkait dengan kondisi fisik Pulau Sumatera sebagai Great Sumatra Fault di sepanjang
pesisir barat Sumatera dan Mentawai Fault di kepulauan Mentawai yang saling
mendesak sehingga terjadi gerakan di lempeng besar dan micro plate. Kondisi tersebut
menjadikan Provinsi Sumatera Barat rentan terhadap bencana alam seperti tanah
longsor, letusan gunung berapi, dan gempa bumi yang berpotensi terjadinya gelombang
tinggi dan/atau tsunami.
Lahan daratan Provinsi Sumatera Barat yang luas termasuk pulau-pulau kecil
menjadi modal pembangunan yang sangat potensial dimanfaatkan, tidak saja untuk
kegiatan pertanian dan kehutanan, tetapi juga pada beberapa bagian wilayahnya dapat
dikembangkan untuk permukiman maupun industri. Secara umum pemanfaatan lahan di
provinsi ini cukup intensif untuk pengembangan perekonomian, sementara daratan
kepulauan seperti Kepulauan Mentawai pemanfaatannya masih terbatas.
Provinsi Sumatera Barat merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang
memiliki tatanan geologi kompleks. Kondisi ini disebabkan letaknya yang berbeda pada
daerah tumbukan dua lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia di bagian
selatan dan lempeng Euroasia di bagian utara yang ditandai dengan terdapatnya
pusat-pusat gerakan tektonik di Kepulauan Mentawai dan sekitarnya. Akibat tumbukan
kedua lempeng besar ini selanjutnya muncul gejala tektonik lainnya yaitu busur
magmatik yang ditandai dengan munculnya rangkaian pegunungan Bukit Barisan beserta
gunung apinya dan sesar/patahan besar Sumatera yang memanjang searah dengan
zona tumbukan kedua lempeng yaitu utara-selatan.
Pada sisi lain, tatanan geologi ini berdampak positif bagi Provinsi Sumatera
Barat. Dampak positif tersebut berupa munculnya mineral-mineral berharga seperti
44
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
emas, perak, bijih besi, mangan, timah hitam, obsidian dan lain-lain; tanah yang subur
dan banyak sumber air bersih maupun air panas yang berasal dari kawasan geomorfologi
struktural namun dekat dengan sumber panas bumi yang berasal dari magma dangkal.
Dengan demikian Sumatera Barat merupakan provinsi yang mempunyai potensi sumber
daya alam yang memadai untuk dieksploitasi bagi pembangunan.
Struktur geologi yang berkembang adalah struktur perlipatan (antiklinorium)
dan struktur sesar dengan arah umum barat laut – tenggara, yang mengikuti struktur
regional Pulau Sumatera. Struktur yang terdapat berupa Great Sumatera Fault di
sepanjang pesisir barat Pulau Sumatera dan Mentawai Fault di Kepulauan Mentawai
yang saling mendesak sehingga terjadi gerakan di lempeng besar dan micro plate.
Selain geologi dasar laut, di daratan terdapat patahan semangka yang membujur dari
Solok Selatan sampai Pasaman. Kondisi ini menjadikan Provinsi Sumatera Barat
memiliki kerawanan bencana gempa bumi yang tinggi.
Kondisi hidrologi Provinsi Sumatera Barat memiliki sumberdaya air yang cukup
besar jika dilihat dari jumlah sungai dan danau. Jumlah sungai di Provinsi Sumatera
Barat mencapai 606 sungai yang sebahagian bermuara ke Samudera Hindia di Pantai
Barat dan sebahagian lagi ke arah Pantai Timur Pulau Sumatera. Wilayah Sumatera
Barat yang dialiri sungai ini dapat dibagi atas 9 Satuan Wilayah Sungai (SWS) yaitu
SWS Akuaman, Pulau Siberut, Natal-Batahan, Kampar, Batang Hari, Silaut, Rokan,
Indragiri dan Masang. Sumber air sungai tersebut berasal dari pegunungan dan danau
(Danau Diatas, Danau Dibawah, Danau Maninjau dan Danau Singkarak). Danau
Singkarak yang terletak di Kabupaten Solok dan Tanah Datar mempunyai luas 13.011
2 2
km , Danau Maninjau terdapat di Kabupaten Agam mempunyai luas 9.950 km ,
2 2
sedangkan Danau Diatas (3.150 km ), Danau Dibawah (1.400 km ), dan Danau Talang
2
(1,02 km ) terdapat di Kabupaten Solok.
Kondisi iklim Sumatera Barat secara umum dapat digambarkan dari curah hujan
dan suhu wilayahnya. Curah hujan tahunan berkisar antara 1.980 sampai lebih dari
5.000 mm/tahun dengan kecenderungan daerah bagian barat lebih basah bila
45
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
dibandingkan dengan bagian timur. Keadaan yang lebih basah dibagian barat ini
berkaitan dengan dibawanya uap air oleh tiupan angin laut yang membentur bukit dan
gunung sehingga hujan lebih banyak dan sering turun di belahan barat Bukit
Barisan. Tingginya curah hujan tersebut menyediakan air yang cukup banyak di bagian
barat provinsi ini sehingga sangat menunjang untuk budidaya pertanian antara lain untuk
tanaman pangan dan hortikultura.
Karakteristik iklim Provinsi Sumatera Barat termasuk iklim tropika basah.
Klasifikasi iklim berdasarkan sistem Schmidt-Fergusson daerah ini dapat dibagi menjadi
3 tipe iklim yaitu tipe A, B dan C. Daerah sepanjang pantai barat tergolong kepada tipe
A dengan luas wilayah cakupannya mencapai 2.672.000 Ha. Daerah lereng timur Bukit
Barisan yang merupakan daerah bayangan hujan menerima curah hujan lebih kecil
tergolong kepada tipe B dengan 265.700 Ha dan tipe C dengan luas wilayah
cakupannya 100.800 Ha terdapat di lereng Timur Gunung Merapi yaitu sekitar Danau
Singkarak di Kabupaten Tanah Datar dan di selatan Gunung Talang meliputi di
Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok.
0 0
Suhu di Sumatera Barat tercatat antara 18 – 34 C dengan suhu rata-rata lebih
0 0 0
kurang 25,5 C. Perbedaan antara temperatur siang dan malam antara 5 – 7 C. Suhu
terendah biasanya terjadi antara bulan Oktober sampai dengan Desember dan suhu
tertinggi terjadi antara bulan Juli dan Agustus. Pada umumnya daerah dataran tinggi
0 60
mempunyai suhu 4 – C lebih rendah bila dibandingkan dengan daerah pesisir barat.
Lebih rendahnya suhu di daerah pegunungan menjadikan kawasan ini sebagai kawasan
sentra hortikultura dan dapat dikembangkan sebagai daerah agrowisata potensial
terutama dipegunungan yang terdapat di wilayah Agam, Tanah Datar, Bukittinggi dan
Padang Panjang serta pada kawasan Kayu Aro sampai ke Pantai Cermin di Kabupaten
Solok. Kelembaban udara antara 79 % – 87 % dengan kecepatan angin antara 1,25 –
7,72 knot. Daerah dengan kelembaban yang tinggi terjadi di daerah pesisir dan
Kepulauan Mentawai.
46
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
47
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
yang cukup luas untuk pengembangan usaha pertanian tanaman pangan dan hortikultura
yang tersebar di seluruh wilayah kabupaten/kota, Provinsi Sumatera Barat.
Kawasan perkebunan di Provinsi Sumatera Barat dikembangkan berdasarkan
fungsi kawasan dan potensi yang ada pada daerah masing-masing dan memiliki prospek
ekonomi cepat tumbuh. Pengembangan kawasan perkebunan diarahkan dengan
pemanfaatan potensi lahan yang memiliki kesesuaian untuk perkebunan, berada pada
kawasan budidaya, dan menghindarkan timbulnya konflik pemanfaatan lahan dengan
kawasan lindung, kawasan hutan produksi tetap dan produksi terbatas, kawasan industri,
dan kawasan permukiman.
48
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
Tabel 3.2
Luas Kawasan Hutan Provinsi Sumatera Barat
KABUPATEN/ Fungsi Hutan
No JUMLAH
KOTA KPA/KSA HL HPT HP HPK APL
Kabupaten
1 Kep. Mentawai 183,396,94 7.712,06 0.00 247.186,38 54.956,37 107.883,25 601.135,00
2 Pesisir Selatan 285.420,14 23.905,73 46.274,19 4.563,14 30.974,06 188.357,73 579.495,00
3 Solok 48.245,45 117.542,85 12.799,27 5.645,18 9.808,67 179.758,58 373.800,00
4 Sijunjung 40.048,87 78.663,69 29.923,48 21.916,46 15.601,80 126,925,70 313.080,00
5 Tanah Datar 20.125,40 19.682,90 0.00 9.317,98 96,53 84.337,19 133.600,00
6 Padang 16.118,20 15.624.54 0.00 0.00 0.00 101.136,25 132.879,00
7 Agam 26.513,66 22.679,11 7.696,34 3.133,52 8.449,83 154.757,54 223.230,00
8 Lima Puluh Kota 20.598,48 124.040,96 19.504,94 5.287,18 11.371,04 154.627,39 335.430,00
9 Pasaman 32.732,17 200.539,68 26.801,27 0.00 8.614,86 176.075,02 444.763,00
10 Solok Selatan 65.836,33 83.794,72 53.684,20 13.049,50 19.753,96 98.501,28 334.620,00
11 Dharmasraya 5.967,08 11.935,30 31.100,58 26.591,73 16.795,40 203.722,91 296.113,00
12 Pasaman Barat 59,46 72.070,74 5.041,84 18.838,68 6.986,93 235.779,35 338.777,00
Kota
13 Padang 23.938,32 12.066,08 245,36 0.00 0.00 33.246,24 69.496,00
14 Solok 770,01 342,99 0.00 0.00 0.00 4.651,00 5.764,00
15 Padang Panjang 4,14 601,77 0.00 0.00 0.00 1.694,09 2.300,00
16 Sawahlunto 0.00 120,60 139,11 5.078,25 4.219,54 17.787,51 27.345,00
17 Bukittinggi 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 2.524,00 2.524,00
18 Payakumbuh 0.00 347,28 0.00 0.00 0.00 7.695,72 8.043,00
19 Pariaman 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 7.336,00 7.336,00
JUMLAH 769.774,66 791.671,00 233.210,58 360.608,00 187.629,00 1.886.836,76 4.229.730,00
Sumber: Dinas Kehutanan, Tahun 2015
Catatan:
KPA/KSA : Kawasan Pelestarian Alam/Kawasan Suaka Alam/Nature
. Conservation Area/Nature SanctuaryArea
HL : Hutan Lindung
HPT : Hutan Produksi Terbatas
HP : Hutan Produksi Tetap
HPK : Hutan Produksi yang dapat dikonversi
APL : Areal Penggunaan Lain
49
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
50
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
yang terdiri dari Wilayah Usaha Pertambangan (WUP), Wilayah Pertambangan Rakyat
(WPR) dan Wilayah Pencadangan Negara (WPN).
Wilayah usaha pertambangan (WUP), adalah bagian dari wilayah
pertambangan (WP) yang telah memiliki ketersediaan data, potensi, dan/atau informasi
geologi. WUP ditetapkan oleh pemerintah pusat melalui koordinasi dengan pemerintah
provinsi. Wilayah yang telah mendapat Izin Usaha Pertambangan (IUP), yang
selanjutnya disebut WIUP di Provinsi Sumatera Barat terdapat di seluruh kabupaten
kecuali Kabupaten Kepulauan Mentawai, dan 2 (dua) kota, yaitu Kota Padang dan Kota
Sawahlunto, yang meliputi usaha pertambangan batubara dan pertambangan mineral.
Wilayah pertambangan rakyat (WPR), adalah bagian dari wilayah pertambangan
(WP) tempat dilakukannya usaha pertambangan rakyat. WPR ditetapkan oleh
bupati/walikota, sesuai pasal 21, Undang-Undang nomor 4 tahun 2009 tentang
Pertambangan. Kegiatan pertambangan tanpa izin yang dilakukan rakyat di Provinsi
Sumatera Barat cukup banyak dan tersebar hampir di seluruh kabupaten/kota. Lokasi ini
belum ditetapkan sebagai wilayah pertambangan rakyat (WPR). Selanjutnya sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
pengelolaan pertambangan beralih menjadi kewenangan provinsi. Oleh sebab itu
penetapan prioritas WPR akan menjadi kewenangan provinsi.
Wilayah pencadangan negara (WPN), adalah bagian dari wilayah
pertambangan (WP) yang dicadangkan untuk kepentingan strategis nasional. Penetapan
wilayah pencadangan negara (WPN) dilakukan oleh pemerintah pusat dengan tetap
memperhatikan aspirasi daerah sebagai daerah yang dicadangkan untuk komoditas
tertentu dan daerah konservasi dalam rangka menjaga keseimbangan ekosistem dan
lingkungan. WPN yang ditetapkan untuk komoditas tertentu dapat diusahakan sebagian
luasnya, sedangkan WPN yang ditetapkan untuk konservasi ditentukan batasan
waktunya. WPN yang diusakan sebagaian luasnya statusnya berubah menjadi wilayah
usaha pertambangan khusus (WUPK).
51
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
3.2. Demografi
Berdasarkan data Sumatera Barat Dalam Angka (2018) total penduduk Provinsi
Sumatera Barat tahun 2013 berjumlah 5.066.476 jiwa yang terdiri dari penduduk laki-
laki 2.515.942 jiwa dan perempuan 2.550.534 jiwa. Hasil proyeksi penduduk Sumatera
Barat tahun 2017 berjumlah 5.321.489 jiwa yang terdiri dari penduduk laki-laki
2.649.599 jiwa dan penduduk perempuan berjumlah 2.671.890 jiwa. Sebaran
penduduk Sumatera Barat menurut Kabupaten/Kota dapat dilihat pada Tabel 3.3 dan
Tabel 3.4.
52
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
Tabel 3.3
Jumlah Penduduk Sumatera Barat Menurut Kabupaten/Kota
Tahun 2013 – 2017
No Kabupaten/Kota Thn 2013 Thn 2014 Thn 2015 Thn 2016 Thn 2017
Kabupaten :
1 Kep.Mentawai 81.840 83.603 85.295 86.981 88.692
2 Pesisir Selatan 442.681 446.479 450.186 453.822 457.285
3 Solok 358.383 361.095 363.684 366.213 368.691
4 Sijunjung 214.560 218.588 222.512 226.300 230.104
5 Tanah Datar 342.864 343.875 344.828 345.706 346.578
6, Padang Pariaman 400.890 403.530 406.076 408.612 411.003
7 Agam 468.970 472.995 476.881 480.722 484.288
8 Lima Puluh Kota 361.645 365.389 368.985 372.568 376.072
9 Pasaman 263.838 266.888 269.883 272.804 275.728
10 Solok Selatan 153.943 156.901 159.796 162.724 165.603
11 Dharmasraya 210.686 216.928 223.112 229.313 235.476
12 Pasaman Barat 392.907 401.624 410.307 418.785 427.295
Kota :
13 Padang 876.670 889.561 902.413 914.968 927.011
14 Solok 63.541 64.819 66.106 67.307 68.602
15 Sawahlunto 58.972 59.608 60.186 60.778 61.398
16 Padang Panjang 49.536 50.208 50.883 51.712 52.422
17 Bukittinggi 118.260 120.491 122.621 124.715 126.804
18 Payakumbuh 123.654 125.690 127.826 129.807 131.819
19 Pariaman 82.636 83.610 84.709 85.691 86.618
SUMBAR 5.066.476 5.131.882 5.196.289 5.259.528 5.321.489
Sumber : BPS Provisi Sumatera Barat Dalam Angkat 2018 (diolah)
53
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
Tabel 3.4
Struktur Penduduk Provinsi Sumatera Barat Menurut Jenis Kelamin (jiwa)
No Uraian Thn 2013 Thn 2014 Thn 2015 Thn 2016 Thn 2017
1 Jumlah penduduk 5.066.476 5.131.882 5.196.289 5.259.528 5.321.489
Laki-laki 2.515.942 2.550.392 2.584.192 2.617.273 2.649.599
Perempuan 2.550.534 2.581.490 2.612.097 2.642.255 2.671.890
Laju Pertumbuhan
2 1,33 1,30 1,26 1,22 1,18
Penduduk (%)
54
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
kedua dan ketiga adalah Jasa Pendidikan, serta Transportasi dan Pergudangan dengan
tingkat pertumbuhan rata-rata pertahun sebesar 8,49% dan 8,00%. Perbedaan tingkat
pertumbuhan dan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh masing-masing sektor secara
tidak langsung mengambarkan terjadinya pergeseran kontribusi dari masing-masing
sektor ekonomi yang membentuk PDRB. Tabel 3.5 memperlihatkan nilai tambah yang
dihasilkan masing-masing Lapangan Usaha dan tingkat pertumbuhan rata-rata per tahun.
55
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
Tabel 3.5
PDRB Sumatera Barat Periode 2010-2017 atas Dasar Harga Konstan (RpMilar)
c
Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha (Milar Rupiah)
Pertum-
Lapangan Usaha Harga Konstan 2010 buhan (%)
Thn 2010 Thn 2011 Thn 2012 Thn 2013 Thn 2014 Thn 2015 Thn 2016 Thn 2017
A. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 27.277,72 28.535,02 29.284,90 30.372,99 32.151,49 33.546,76 34.222,56 35.387,63 3,79
1. Pertanian, Peternakan, Perburuan dan Jasa
22.274,88 23.334,18 23.868,22 24.582,36 25.984,16 26.871,15 27.322,33 28.305,76 3,48
Pertanian
a. Tanaman Pangan 7.693,82 8.002,57 8.359,61 8.598,11 9.143,50 9.482,45 9.468,38 9.791,99 3,50
b. Tanaman Hortikultura 4.588,45 4.976,59 4.659,55 4.739,59 5.030,68 5.167,77 5.249,13 5.426,10 2,42
c. Tanaman Perkebunan 7.578,29 7.851,21 8.240,19 8.564,09 9.064,92 9.389,70 9.721,35 10.077,51 4,16
d. Peternakan 1.824,14 1.897,21 1.974,02 2.020,91 2.063,43 2.103,86 2.140,75 2.238,97 2,97
e. Jasa Pertanian dan Perburuan 590,18 606,60 634,86 659,65 681,62 727,37 742,71 771,19 3,90
2. Kehutanan dan Penebangan Kayu 1.613,11 1.652,25 1.690,93 1.804,44 1.841,31 1.969,17 2.020,03 1.949,71 2,74
3. Perikanan 3.389,74 3.548,59 3.725,75 3.986,20 4.326,03 4.706,44 4.880,21 5.132,17 6,10
B. Pertambangan dan Penggalian 4.782,07 5.028,19 5.321,01 5.722,82 5.923,57 6.144,58 6.267,61 6.338,27 4,11
1. Pertambangan Minyak, Gas dan Panas Bumi - - - - - - - - -
2. Pertambangan Batubara dan Lignit 664,62 776,57 759,56 801,32 807,01 790,65 636,55 548,77 (2,70)
3. Pertambangan Bijih Logam 0,20 0,21 0,19 0,17 0,19 0,17 0,17 0,17 (2,06)
4. Pertambangan dan Penggalian Lainnya 4.117,26 4.251,41 4.561,26 4.921,32 5.116,36 5.353,76 5.630,89 5.789,33 4,99
56
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
57
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
58
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
59
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
60
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
yang mengatur tentang Pajak dan Retribusi Daerah, yaitu dari UU No. 34 tahun 2000
menjadi UU No. 28 tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah.
Perkembangan realisasi pendapatan daerah dan pertumbuhan rata-rata per tahun
dapat lihat pada tabel 3.6 dan pada tabel 3.7 dapat dilihat perkembangan kontribusi
masing-masing pendapatan daerah:
61
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
Tabel 3.6
Jumlah dan Pertumbuhan Realisasi Pendapatan Daerah
Provinsi Sumatera Barat, tahun 2013 - tahun 2017 (Rp Juta)
Jenis Pendapatan Thn 2013 Thn 2014 Thn 2015 Thn 2016 Thn 2017 Pertumbuhan
1. Pendapatan Asli Daerah 1.366,18 1.729,22 1.876,73 1.964,15 2.134,01 11,79
1.1 Pajak Daerah 1.085,16 1.354,54 1.445,61 1.522,12 1.626,92 10,65
1.2 Retribusi Daerah 34,60 15,53 20,37 19,36 22,91 (9,80)
1.3 Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Pengelolaan
93,87 94,21 85,12 89,99 94,61 0,20
Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
1.4 Lain-lain PAD yang Sah 152,55 264,94 325,62 332,68 389,57 26,41
2. Dana Perimbangan 1.510,88 1.333,06 1.390,88 2.576,75 3.866,66 26,48
2.1 Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak n.a 149,06 107,02 134,50 152,44 0,75
2.1.1 Bagi Hasil Pajak 131,40 132,68 94,45 130,15 139,09 1,43
2.1.2 Hasil Bukan Pajak/Sumber Daya Alam 5,61 16,39 12,57 4,35 13,34 24,18
2.2 Dana Alokasi Umum 1.309,92 1.129,89 1.221,13 1.261,92 2.014,65 11,36
2.3 Dana Alokasi Khusus 63,94 54,11 62,73 1.180,34 1.699,58 127,06
3. Lain-lain Pendapatan yang Sah 540,78 573,56 784,64 83,77 66,15 (40,86)
3.1 Pendapatan Hibah 8,93 11,61 31,60 5,53 15,80 15,34
3.2 Dana Darurat
3.3 Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemerintah
Daerah Lainnya
3.4 Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus 531,85 561,95 753,04 41,85 50,35 (44,53)
3.5 Bantuan Keuangan dari Provinsi atau Pemerintah
12,50
Daerah Lainnya
3.6 Lainnya 23,88
Jumlah/Total 3.417,84 3.635,84 4.052,25 4.624,67 6.066,83 15,43
62
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
Tabel 3.7
Kontribusi Pendapatan Daerah
Provinsi Sumatera Barat, tahun 2013 - tahun 2017 (Rp Juta)
Jenis Pendapatan Thn 2013 Thn 2014 Thn 2015 Thn 2016 Thn 2017 Pertumbuhan
1. Pendapatan Asli Daerah 39,97 47,56 46,31 42,47 35,18 (3,15)
1.1 Pajak Daerah 31,75 37,26 35,67 32,91 26,82 (4,13)
1.2 Retribusi Daerah 1,01 0,43 0,50 0,42 0,38 (21,85)
1.3 Hasil Perusahaan Milik Daerah dan
2,75 2,59 2,10 1,95 1,56 (13,19)
Pengelolaan Kekayaan Daerah yang
1.4 Lain-lain PAD yang Sah 4,46 7,29 8,04 7,19 6,42 9,52
2. Dana Perimbangan 44,21 36,66 34,32 55,72 63,73 9,58
2.1 Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak n.a 4,10 2,64 2,91 2,51 (15,06)
2.1.1 Bagi Hasil Pajak 3,84 3,65 2,33 2,81 2,29 (12,12)
2.1.2 Hasil Bukan Pajak/Sumber Daya Alam 0,16 0,45 0,31 0,09 0,22 7,59
2.2 Dana Alokasi Umum 38,33 31,08 30,13 27,29 33,21 (3,52)
2.3 Dana Alokasi Khusus 1,87 1,49 1,55 25,52 28,01 96,72
3. Lain-lain Pendapatan yang Sah 15,82 15,78 19,36 1,81 1,09 (48,76)
3.1 Pendapatan Hibah 0,26 0,32 0,78 0,12 0,26 (0,07)
3.2 Dana Darurat
3.3 Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan
Pemerintah Daerah Lainnya
3.4 Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus 15,56 15,46 18,58 0,90 0,83 (51,94)
3.5 Bantuan Keuangan dari Provinsi atau
- - - 0,27 -
Pemerintah Daerah Lainnya
3.6 Lainnya - - - 0,52 -
Jumlah/Total 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
63
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
BAB IV
ANALISIS POTENSI PAJAK DAERAH
Pembahasan pada bagian ini dibagi atas empat bagian, yaitu tentang Bea Balik Nama
Kendaraan Bemotor, Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Air Permukaan, Pajak Rokok,
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, dan Total Proyeksi Pajak.
64
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
Tabel 4.5
Proyeksi BBNKB Berdasarkan Metode
Pertumbuhan Rata-Rata Per Tahun
76
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
bermotor yang dioperasikan di air dengan ukuran isi kotor GT 5 (lima Gross Tonnage)
sampai dengan GT 7 (tujuh Gross Tonnage). Dikecualikan sebagai objek PKB adalah
a. kereta api;
b. kendaraan bermotor yang semata-mata digunakan untuk keperluan pertahanan dan
keamanan negara;
c. kendaraan bermotor yang dimiliki dan/atau dikuasai kedutaan, konsulat, perwakilan
negara asing dengan asas timbal balik dan lembaga-lembaga internasional yang
memperoleh fasilitas pembebasan pajak dari pemerintah;
d. kendaraan bermotor dalam keadaan rusak berat sehingga tidak dapat dioperasikan
dan telah dilaporkan terlebih dahului pada dinas;
e. kendaraan bermotor yang dimiliki dan/atau dikuasai pabrikan atau importir yang
semata-mata untuk dipamerkan atau dijual;
f. kendaraan bermotor yang karena sesuatu dan lain hal dikuasai/disita oleh Negara;
Subjek PKB adalah orang pribadi atau badan yang memiliki dan/atau menguasai
kendaraan bermotor. Sementara itu Wajib PKB adalah orang pribadi atau badan yang
memiliki kendaraan bermotor, sehingga yang bertanggung jawab atas pembayaran PKB
adalah :
a. untuk orang pribadi adalah orang yang bersangkutan, kuasanya dan/atau ahli
warisnya.
b. untuk badan adalah pengurus atau kuasanya.
c. untuk instansi pemerintah adalah pejabat pengguna anggaran/kuasa pengguna
anggaran
Dasar pengenaan pajak kendaraan bermotor adalah hasil perkalian dari 2 (Dua)
unsur pokok, yaitu Nilai Jual Kendaraan Bermotor; dan Bobot yang mencerminkan
secara relatif kadar kerusakan jalan dan pencemaran lingkungan akibat penggunaan
kendaraan bermotor tersebut. Penghitungan dasar pengenaan pajak kendaraan
77
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
bermotor dinyatakan dalam suatu daftar yang ditetapkan dengan Peraturan Gubernur.
Khusus untuk kendaraan bermotor yang digunakan diluar jalan umum, termasuk
alat-alat berat dan alat-alat besar serta kendaraan di air, dasar pengenaan PKB
adalah Nilai Jual kendaraan bermotor.
Pemerintah Provinsi Sumatera Barat telah menetapkan Tarif Pajak Kendaraan
Bermotor melalui Peraturan Daerah No. 4 Tahun 2003, dan pada tahun 2011 telah
direvisi sesuai dengan UU No. 28 tahun 2009. Berdasarkan perda tersebut, terhadap
kendaraan bermotor dikenakan tarif PKB sebagai berikut:
a. 1,5% (satu koma lima persen) untuk kepemilikan pertama kendaraan bermotor
pribadi;
b. 1% (satu persen) untuk kendaraan bermotor angkutan umum;
c. 0,5 % (nol koma lima persen) untuk kendaraan ambulans, pemadam
kebakaran, sosial keagamaan, lembaga sosial dan keagamaan, pemerintah
atau TNI atau Polri dan Pemerintah Daerah;dan
d. 0,2% (nol koma dua persen) untuk kendaraan bermotor alat -alat berat dan
alat-alat besar.
Melalui Perda No. 4 Tahun 2018 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan
Daerah Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah, Provinsi Sumatera Barat juga telah
melakukan perubahan tariff PKB. Khususnya, pasal 7 Perda Pajak Daerah Provinsi
Sumatera Barat diganti menjadi:
1. Tarif Pajak Kendaraan Bermotor pribadi ditetapkan sebagai berikut :
a. untuk kepemilikan Kendaraan Bermotor pertama sebesar 1,65 % (satu koma enam
puluh lima persen);
b. untuk kepemilikan Kendaraan Bermotor kedua dan seterusnya ditetapkan secara
progresif yaitu :
kendaraan kepemilikan kedua sebesar 2,5 % (dua koma lima persen),
kendaraan kepemilikan ketiga sebesar 3 % (tiga persen),
78
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
Dalam Perda No. 4 tahun 2018 ini juga dikukan perubahan mengenai sanksi
administrasi, khususnya pasal 11 dengan bunyi sebagai berikut:
1. Pajak terutang pada saat diterbitkan SKPD.
2. SKPD diterbitkan setelah melalui tahapan pendaftaran.
3. Setiap Wajib Pajak yang terlambat atau tidak membayar Pajak Kendaraan Bermotor
dikenakan sanksi administratif sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari pokok
pajak.
4. Setiap kendaraan bermotor yang mengalami perubahan bentuk dan/atau penggantian
mesin dalam masa pajak, wajib melaporkan kepada Badan paling lambat 30 (tiga
puluh) hari sejak perubahan bentuk dan/atau penggantian mesin.
79
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
80
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
menunjukkan perkembangan yang relatif stabil; sepeda motor maupun kendaraan roda 4
atau lebih. Namun demikian, jumlah kendaraan plat kuning, dari tahun ke tahun
menunjukkan penurunan kecuali untuk kendaraan jenis pick up, light truck, dan truck.
Lebih khusus, di Sumatera Barat terjadi penurunan kendaraan penumpang umum, tetapi
kendaraan barang umum masih mengalami peningkatan. Penurunan jumlah kendaraan
penumpang umum antara lain disebabkan kurang baiknya pelayanan kendaraan umum
tersebut dan murahnya cara dan harga kendaraan (terutama sepeda motor) sehingga
banyak masyarakat yang beralih menggunakan kendaraan pribadi.
Sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya pada bagian pembahasan BBNKB
bahwa jumlah setiap tahun jumlah sepeda motor mengalami penambahan yang lebih
banyak dibandingkan dengan kendaraan roda 4 atau lebih. Secara komulatif penambahan
per tahun yang lebih tinggi tersebut mengakibatkan porsi sepeda motor semakin besar
dan pada tahun 2017 porsinya mencapai 74,96% dari jumlah subjek PKB, atau hanya
25,04% adalah pemilik kendaraan roda 4 atau lebih. Dari semua subjek PKB tersebut,
lebih kurang sebanyak 97% adalah kendaraan pribadi (plat hitam) dan hanya sekitar 3%
yang merupakan kendaraan penumbang & barang umum (plat kuning). Rincian
perkembangan jumlah kendaraan menurut jenisnya dapat dilihat pada Tabel 4.6 berikut.
81
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
Tabel 4.6
Perkembangan Jumlah Kendaraan PKB (unit)
Dan Pertumbuhan Rata-Rata Per Tahun (%)
Jenis Kendaraan Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016 Tahun 2017 Pertumbuhan
Sedan 17.718 17.475 16.637 16.559 15.545 (3,22)
Jeep 12.373 12.865 12.830 13.738 14.133 3,38
S.W/Mini Bus 112.721 123.285 130.506 141.483 149.078 7,24
Mic. Bus 2.125 2.180 2.112 2.248 2.327 2,30
Bus 203 202 184 199 188 (1,90)
Pickup 38.364 40.416 41.115 41.443 41.225 1,81
Light Truck 19.843 19.547 18.413 18.185 17.758 (2,74)
Truck 9.055 8.864 8.433 8.155 8.171 (2,54)
Sepeda Motor 766.756 781.139 760.071 768.518 744.185 (0,74)
Alat Berat 102 134 159 179 174 14,28
Jumlah 979.260 1.006.107 990.460 1.010.707 992.784 0,34
82
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
Tabel 4.7
Perkembangan Dasar Perhitungan/Pengenaan PKB (Rp)
Dan Pertumbuhan Rata-Rata Per Tahun (%)
Jenis Kendaraan Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016 Tahun 2017 Pertumbuhan
Sedan 875.152 931.045 996.744 1.099.361 1.198.292 8,78
Jeep 1.660.246 1.859.059 1.998.835 2.282.308 2.589.389 11,75
S.W/Mini Bus 1.259.217 1.347.706 1.422.896 1.521.685 1.644.047 6,89
Mic. Bus 699.531 778.320 824.061 839.139 986.981 8,99
Bus 1.050.971 1.220.931 1.230.867 1.211.014 1.435.133 8,10
Pickup 1.287.985 1.410.288 1.442.305 1.481.679 1.304.488 0,32
Light Truck 1.828.337 1.931.707 2.102.549 2.234.073 2.313.028 6,06
Truck 2.578.617 2.742.221 2.989.981 3.079.761 3.536.382 8,22
Sepeda Motor 164.379 171.718 176.770 187.198 183.801 2,83
Alat Berat 1.833.251 1.682.801 1.658.306 1.580.060 1.626.100 (2,95)
Jumlah 13.237.685 14.075.796 14.843.314 15.516.277 16.817.642 6,17
83
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
Motor dan S.W/Mini Bus jauh lebih tinggi dibandingkan jenis kendaraan lainnya, maka
kedua sumber PKB lebih mendominasi penerimaan PKB provinsi Sumatera Barat, yaitu
sebesar 65,38% dari penerimaan total PKB. Table 4.8 berikut memperlihatkan
perkembangan penerimaan PKB provinsi Sumatera barat dari tahun 2013 – tahun 2017.
84
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
Tabel 4.8
Perkembangan Penerimaan PKB (Rp juta)
Dan Pertumbuhan Rata-Rata Per Tahun (%)
85
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
86
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
Analisis proyeksi yang lebih rinci, yaitu jenis kendaraan, dan berdasarkan kelompok
pemilikkan, akan dilakukan berdasarkan metode trend dan metode moving average.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka proyeksi PKB akan dilakukan berdasarkan
jenis kendaraan, untuk kendaraan (a) plat hitam, (b) kuning, dan (c) merah, Hasil
proyeksi potensi PKB tahun 2019 – 2021 secara total dapat dilihat pada Lampiran 2,
Lampiran 3, dan Lampiran 4. Ringkasan Hasil proyeksi berdasarkan Total dan Rincian
dapat dilihat pada Tabel 4.9.
Tabel 4.9
Proyeksi Potensi PKB
Berdasarkan Metode Trend Tahun 2019-2021
Selain dengan menggunakan metode trend, metode lain yang dapat digunakan
untuk memproyeksikan potensi PKB Provinsi Sumatera Barat adalah berdasarkan
tingkat pertumbuhan rata-rata yang dihasilkan dalam 5 tahun terakhir tetapi dengan
87
Perhitungan Potensi Pajak Daerah
melakukan penyesuan dengan dasar pertumbuhan maksmal adlah 5%. Hasil proyeksi
PKB tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel 4.10
Proyeksi PKB Berdasarkan Metode
Pertumbuhan Rata-Rata Per Tahun (Rp Juta)
88