You are on page 1of 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Demam Thypoid

2.1.1. Definisi

Demam thypoidadalah penyakit infeksi akut yang mengenai saluran cerna, dengan

gejala demam kurang lebih satu minggu, biasanya terjadi gangguan pencernaan dan

gangguan kesadaran (Sodikin, 2011).

Demam thypoid merupakan penyakit infeksi menular yang terjadi pada anak

maupun dewasa. Anak merupakan yang paling rentan yang biasanya banyak terjadi

pada anak usia 5-19 tahun. Penyakit ini berhubungan erat dengan higiene

perorangan dan sanitasi lingkungan.kematian demam thypoid pada anak lebih

rendah bila di banding dengan dewasa (Dewi, 2011).

2.1.2. Klasifikasi demam thypoid menurut WHO (2003):

1. Demam thypoid akut non komplikasi

Penderita dikarakterisasi dengan demam berkepanjangan abnormalis fungsi

bowel (konstipasi pada pasien dewasa dan diare pada anak), sakit kepala,

malaise, dan anoreksia. Saat periode demam, sampai 25% penyakit

menunjukkan adanya resespot pada dada, abdomen dan punggung.

2. Demam thypoid dengan komplikasi

Keadaan penderita demam thypoid mungkin dapat berkembang menjadi

komplikasi parah. Bergantung pada kualitas pengobatan dan


6
7

keadaan kliniknya, hingga 10% pasien dapat mengalami komplikasi, mulai

dari melena, perforasi dan usus.

3. Keadaan karier

Keadaan karier thypoid terjadi pada 1-5% pasien, tergantung umur pasien.

Karier typhoid bersifat kronis dalam hal sekresi Salmenella typhi di feses.

2.1.3. Etiologi

(Rasmilah 2012) mengatakan sumber penularan utama demam thypoid adalah

penderita itu sendiri dan karier yang dapat mengeluarkan berjuta-juta kuman

Salmonella typhi dalam tinja, dan tinja inilah yang menjadi sumber penularan.

Bakteri ini dapat hidup sampai beberapa minggu di alam bebas seperti di dalam air,

es, sampah, dan debu. Bakteri ini dapat mati dengan pemanasan (suhu) 60oC selama

15 – 20 menit, pasteurisasi, pendidihan, dan khlorinisasi (Harahap, 2011).

Salmonella typhi mempunyai beberapa komponen antigen, yaitu:

1) Antigen O (Antigen Somatik), terletak pada lapisan luar dari tubuh kuman.

Mempunyai struktur kimia lipopolisakarida/endotoksin, tahan terhadap

panas dan alkohol tetapi tidak tahan terhadap formaldehid.

2) Antigen H (Antigen Flagella) yang terletak pada flagella, fimbriae atau pili

dari kuman. Mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan terhadap

formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas alkohol.


8

3) Antigen Vi yang terletak pada kapsul (envelope) dari kuman

yang dapat melindungi kuman terhadap fagositosis (Harahap,

2011). Selain itu, Salmonella typhi juga dapat menghambat

proses aglutinasi antigen O oleh anti O serum. Antigen Vi

berhubungan dengan daya invasif bakteri dan efektivitas

vaksin (Putra, 2012). Ketiga macam antigen tersebut di

dalam tubuh penderita akan

menimbulkan pula pembentukan 3 macam antibodi yang lazim

disebut aglutinin (Harahap, 2011).

2.1.4. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis pada anak umumnya bersifat lebih ringan, lebih

bervariasi bila dibandingkan dengan penderita dewasa. Bila hanya

berpegang pada gejala atau tanda klinis, akan lebih sulit untuk menegakkan

diagnosis demam thypoid pada anak, terutama pada penderita yang lebih

muda, seperti pada thypoid kongenital ataupun thypoid pada bayi. Masa

inkubasi rata-rata bervariasi antara 7-20 hari, dengan masa inkubasi

terpendek 3 hari dan terpanjang 60 hari.Dikatakan bahwa masa inkubasi

mempunyai korelasi dengan jumlah kuman yang ditelan, keadaan

umum atau status gizi serta status imunologis penderita.

Secara garis besar gejala-gejala yang timbul dapat dikelompokkan:

1) Demam satu minggu atau lebih

2) Gangguan saluran pencernaan

3) Gangguan kesadaran
Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai penyakit
9

infeksi akut pada umumnya, seperti demam, nyeri kepala, anoreksia,

mual, muntah, diare, konstipasi.Pada pemeriksaan fisik hanya

didapatkan suhu badan yang meningkat.Pada minggu kedua, gejala

atau tanda klinis menjadi makin jelas, berupa demam remiten,

pembesaran hati dan limpa, perut kembung mungkin disertai

gangguan kesadaran dari yang ringan

sampai berat.

Pemeriksaan Diagnostik

(Arif Mansjoer, 2003) mengatakan biakan darah yang positif memastikan

demam thypoid, sedangkan biakan darah negatif tidak menyingkirkan

demamthypoid.Peningkatan titer uji widal tes 4 kali lipat selama 2-3 minggu

memastikan diagnosis demam thypoid.Reaksi widal tes tunggal dengan titer

antibodi O 1/320 atau titer antibodi H 1/640 menyokong diagnosis demam

thypoid.

Widal Tes

Widal tes merupakan reaksi serologis yang digunakan untuk

membantu menegakkan diagnosa demam thypoid. Dasar widal tes

adalah reaksi aglutinasi antara antigen salmonella thypi dengan

antibodi yang terdapat pada serum penderita (Rampengan, 2008).

2) Pemeriksaan widal tes

Metode yang dikenal menurut (Rampengan, 2008), yaitu:

a) Widal cara tabung (konvensional)

b) Salmonella slide test (cara slide)


Nilai sensitifitas, spesifisitas serta reaksi widal tes sangat bervariasi
10

dari satu laboratorium dengan laboratorium lainnya.Disebut tidak

sensitif karena adanya sejumlah penderita dengan hasil biakan

positif tetapi tidak pernah dideteksi adanya antibodi dengan tes ini,

sehingga sulit untuk memperlihatkan kenaikan titer yang

berarti.Widal sebaiknya tidak dilakukan hanya satu kali saja

melainkan perlu satu seri pemeriksaan, kecuali bila hasil tersebut

sesuai atau melewati nilai standart setempat.

2.1.6. Patofisiologi

Proses infeksi diawali dengan masuknya kuman salmonella thypi

melalui makanan dan minuman yang sudah tercemar. Setelah sampai di

lambung, sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung.Sebagian

kuman yang masih bertahan hidup melintasi sawar lambung mencapai usus

halus dan mencapai jaringan limfoid plaque payeri yang mengalami

hipertrofi, setelah mengadakan multiplikasi di usus halus.Salmonella

thypiyang sudah mengadakan multiplikasi mengakibatkan inflamasi pada

daerah setempat yang dapat mempengaruhi mekanisme kerja usus dan

mengiritasi
pergerakan isimukosa usus.Peningkatan
usus lebih pristaltikusus
cepat, sehingga diruang ususmengakibatkan
terisi udara yang

berakibat pada lambung.Maka dapat terjadi peningkatan asam lambung dan

mengakibatkan mual, muntah dan anoreksia yang berdampak pada

penurunan nafsu makan sehingga pemasukan nutrisi peroral berkurang

(Rampengan, 2008).

Gambar 2.1 WOC demam thypoid


11

Bakteri Salmonella thypi

Masuk ke saluran cerna melalui


makanan dan minuman

Sebagian Peradangan pada saluran


dimusnahkan cerna
asam lambung

Merangsang pelepasan zat


pirogen dan leukosit
Peningkatan produksi asam
lambung
Zat pirogen beredar
beredar dalam darah
Mual, muntah

Berat badan Hipotalamus


menurun

Merespon dengan
MK : meningkatkan suhu
Ketidakseimbangan nutrisi : tubuh
kurang dari kebutuhan tubuh

Demam thypoid /
typus abdominalis

Inflamasi kuman
pada usus halus

Sebagian menetap dan sebagian


suhu tubuh menetap di ileum terminalis

MK:
Hipertermia Kurang Perdarahan dan
perforasi

MK : Tubuh banyak
Defisiensi kehilangan
cairan (darah)

MK :
Kekurangan volume
cairan

2.1.7. Komplikasi

Komplikasi demam thypoid dapat dibagi dalam 2 bagian menurut


12

(Rampengan, 2008) yaitu:

1) Komplikasi pada usus halus

a) Perdarahan usus

b) Perforasi usus

c) Peritonitis

Komplikasi di luar usus halus

Bronkitis

Bronkopnemonia

Ensepalopati

Kolesistitis

Meningitis

Miokarditis

Karier kronik

2.1.8. Penatalaksanaan

Penanganan demam thypoid menurut (Rampengan, 2008) adalah:

Penderita yang dirawat dengan diagnosis demam thypoid harus dianggap

dan dirawat sebagai penderita demam thypoid yang secara garis

besar ada 3 bagian, yaitu:

1) Perawatan

Penderita perlu dirawat di rumah sakit untuk

observasi serta pengobatan.

Penderita harus istirahat 5-7 hari bebas panas, tetapi tidak harus

tirah baring. Mobilisasi dilakukan sewajarnya, pada penderita

dengan kesadaran yang menurun harus diobservasi agar tidak


13

terjadi aspirasi.Untuk lamanya perawatan sampai saat ini sangat

bervariasi tidak ada keseragaman, tergantung kondisi penderita

adanya komplikasi atau tidak.

adanya obat antimikroba terutama kloramfenikol angka

kematian menurun secara drastis (1-4%).

a) Kloramfenikol

Adanya resistensi kuman salmonella terhadap

kloramfenikol di berbagai daerah, tapi tetap digunakan

sebagai obat pilihan.Dalam

pemberiankloramfenikol tidak terdapat kesamaan dosis.

Dosis yang

dianjurkan ialah 50-100 mg/kgBB/hari, selama 10-14 hari.

Untuk neonates, penggunaan obat ini sebaiknya dihindari dan

b) Tiamfenikol
bila terpaksa, dosis tidak boleh melebihi 25 mg/kgBB/hari,

selama10 hari.

resisten terhadap kloramfenikol.Dosis yang dianjurkan adalah:

1) Ampisilin 100-200 mg/kgBB/hari, selama 10-14 hari.

2) Amoksilin 100 mg/kgBB/hari, selama 10-14 hari.

Pengobatan demam thypoid yang menggunakan obat

kombinasi tidak memberikan keuntungan yang lebih baik


bila diberikan obat tunggal.

1) Seftriakson

Dosis yang dianjurkan adalah 50-100 mg/kgBB/hari,

tunggal atau dibagi dalam 2 dosis IV.

2)Sefotaksim

Dosis yang dianjurkan adalah 150-200 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4

dosis IV.

3)Siprofloksasin

Dosis yang dianjurkam 2x200-400 mg oral pada anak berumur lebih dari

10 tahun.

4)Kortikosteroid

Diberikan dengan indikasi yang tepat karena dapat menyebabkan

perdarahan usus dan relaps. Tetapi, pada kasus berat penggunaan

kortikosteroid secara bermakna menurunkan angka kematian.

2.1.9 Pencegahan
Pencegahan menurut (Rampengan, 2008) dapat dibagi atas:

1) Usaha terhadap lingkungan hidup:

a) Penyediaan air minum yang memenuhi syarat

Air minum bersih tidak mengandung kuman atau racun,

atau minuman Ringan yang tidak mengandung zat mineral.

b) Pembuangan kotoran manusia yang higienis

Manusia yang sehat dapat terpapar dengan bakteri atau

kuman pada kotoran sehingga dapat menimbulkan berbagai

penyakit jika lingkungan tidak higienis.


c) Pemberantasan lalat

b) Menemukan dan mengobati karier

Jika dapat megetahui dan menemui penyebab pembawa

penyakit akan lebih mudah untuk mengobati.

c) Pendidikan kesehatan masyarakat

Lalat merupakan salah satu hewan yang lebih cepat dalam penyebaran

kuman, karena setelah hinggap ditempat kotor lalat dapat terbang dan

hinggap di makanan yang akan dikonsumsi.

d) Pengawasan terhadap penjual makanan

Anak-anak yang khususnya harus lebih memperhatikan makanan yang akan

dibeli dan dimakan, karena anak-anak belum tau mana makanan yang layak

dikonsumsi atau tidak.

2) Usaha terhadap manusia:

a) Imunisasi

Vaksin yang terbuat dari salmonella yang dilemahkan dari strain

Ty 21a pada pemberian oral memberikan perlindungan 87-95% selama 36

bulan.

Masyarakat dapat lebih mengenal demam thypoid itu sendiri

dan jika terjangkit dapat mengenali tanda gejala sehingga

dapat melakukan pencegahan awal.


BAB III
PEMBAHASAN

Pada pembahasan ini penulis akan membahas dan menjelaskan

kesenjangan yang terjadi antara praktik dan teori pada studi kasus yang

dilakukan di RSUD Pasar Minggu sesuai dengan teori yang ada.

Pembahasan ini dimaksudkan untuk memecahkan masalah dari

kesenjangan yang terjadi dan ditemukan, sehingga dapat digunakan

sebagai tindak lanjut dalam penerapan asuhan keperawatan:

3.1 Pengkajian

3.1.1 Data Subjektif

Pada data subjektif dari pengkajian Nn”B” didapatkan keluhan yaitu demam

+/- 8 hari, lemas, mual dan pusing dan diare selama 2 har SMRS. Menurut

Rampengan (2008) mengatakan bahwa manifestasi klinis thypoid adalah keluhan

dan gejala menyerupai penyakit infeksi akut pada umumnya, seperti demam, nyeri

kepala, anoreksia, mual, muntah, bibir kering, bibir pecah, diare atau konstipasi,

lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), abdomen kembung

(meteorismus) dan suhu badan yang meningkat, pembesaran hati dan limpa,

mungkin disertai gangguan kesadaran dari yang ringan sampai berat.

Berdasarkan antara teori dan fakta tidak ditemukan kesenjangan

yang mencolok. Hanya saja pada kasus Nn”B” tidak ditemukan adanya

peningktan suhu yang berarti.

3.1.2 Data Obyektif

Pemeriksaan fisik pada data obyektif ditemukan TD :100/60 mmhg N: 86

X/mnt

S: 36,8℃ RR: 20x/Menit , kesadaran composmentis, GCS 4-5-6,


klien hanya mau makan ½ porsi makan diet yang diberikan dar RS,

mukosa bibir kering, nyeri kepala skala 2, klien tampak lemah.

Menurut Aden (2010) bahwa pada pengkajian biasanya nafsu makan klien

berkurang karena terjadi gangguan pada usus halus, kemudian dijelaskan

Rampengan (2008) bahwa selama sakit klien mengalami merasakan sakit pada

perutnya karena mual, muantah, diare atau konstipasi.

Menurut peneliti ditemukan data yang sama antara teori dan kasus antara lain

mual, nyeri kepala, penurunan nafsu makan, lemas.

3.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa Keperawatan pada klien berdasarkan hasil pengkajian, hasil

pemeriksaan fisik dan hasil pemeriksaan diagnostik yang didapatkan

menunjukkan masalah yang dialami klien adalah resiko ketidakseimbangan

nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penuruan nafsu makan

dan mual, muntah

Menurut Herdman (2015) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan

tubuh berhubungan dengan tidak mau makan dan mual, muntah. Dengan data

subyektif: Kien mengatakan hanya dapat menghabiskan makanan ½ porsi saja

dari RS. Data obyektif: Mukosa kering, lidah kotor

Menurut peneliti klien dengan riwayat thypoid dengan masalah

ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh tidak segera diaatasi

akan mengalami penurunan berat badan yang berhubugan dengan asupan yang

tidak adekuat untuk kebutuhan metabolik. Diagnosa keperawatan ini diambil dari

batasan karakteristik yang muncul pada tanda gejala klien.


3.3 Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan yang diberikan pada klien adalah Obeservasi Tanda-tanda

vital, Observasi tanda-tanda dehidrasi, Beri makan sedikit tapi sering, Anjurkan

minum banyak,Pantau intake dan Output Kolaborasi dengan ahli gizi dalam

pemberian diet, Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi.

Menurut peneliti intervensi keperawatan digunakan sesuai dengan keluhan utama

dan tanda gejala yang dialami oleh klien . Intervensi keperawatan menurut NIC-

NOC (2013) dengan masalah ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan

tubuh

Nutrition Management: Kaji adanya alergi makanan, Kolaborasi dengan ahli gizi

untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien, Anjurkan

pasien untuk meningkatkan intake fe, Anjurkan pasien untuk meningkatkan

protein dan vitamin C. Nutrition Monitoring:, Monitor adanya penurunan berat

badan, Monitor lingkungan selama makan, Monitor kulit kering dan perubahan

pigmentasi, Monitor turgor kulit, Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan

kadar Ht.

Menurut teori dan fakta ditemukan adanya sedikit kesenjangan. Pada Nutrition

Monitoring dilakukan pengukuran BB untuk mengetahui penurunan BB. Pda

faktanya tidak dilakukan pengukuran BB selama perawatan.


3.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan yang diberikan pada klien : Mengbeservasi Tanda-

tanda vital, Mengbservasi tanda-tanda dehidrasi , Memberi makan sedikit tapi

sering, Menganjurkan minum banyak, Memantau intake dan Output, Kolaborasi

dengan ahli gizi dalam pemberian diet Kolaborasi dengan dokter dalam

pemberian terapi antara lain: Oxigen 3 LPM, IVFD RL 20 tpm, Ranitidine 1

Ampul (50mg/ampul), Betahsitin 12 mg ( PO ), Paracetamol 4x500 mg,

Domperidone 3x1 tablet (PO), Cefriaxon 1x3gr / IV, Diet lunak 1500 kkal, D10%

500cc/24 jam, NaCl 0,9 %500 cc/12 jam.

Menurut Hidayat Alimul (2012), merupakan tahap keempat dalam proses

keperawatan dengan melaksanakan berbagai tindakan keperawatan yang telah

disusun pada tahap perencanaan. Jenis tindakan pasa implementasi ini terdairi

dari tindakan mandiri dan kolaborasi. Menurut peneliti implementasi yang

dilakukan pada studi kasus pada klien dengan masalah ketidakseimbangan nutrisi:

kurang dari kebutuhan tubuh sudah sesuai dengan intervensi. Jika ada

penambahan pada implementasi untuk kolaborasi dengan tim dokter itu dilakukan

untuk mempercepat kesembuhan klien dalam pemenuhan nutrisi.

3.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan pada klien yang dilakukan selama 3 hari, pada hari pertama

tgl 22-2-2019 dan hari kedua tgl 23-2-2019 yang belum mencapai kriteria hasil

karena keluhan dan tanda gejala yang dialami klien masih teratasi sebagian dan

masih sama dengan saat pengkajian dilakukan yaknia klien masih mengalami

penurunan nafsu makan, rasa mual masih muncul dan lemas. Pada evaluasi hari
ketiga ya i t u t a n gg a l 2 4 / 2/ 2 0 1 9 klien mengalami perubahan evaluasi

keperawatan yang menunjukkan adanya peningkatan nafsu makan, tidak lagi

mual, keadaan umum kedua klien juga baik. Bahkan klien menurut visite dokter

sudah diperbolehkan pulang.

Menurut Nikmatur & Saiful (2102), ini adalah tahap akhir dari proses

keperawatan dengan menilai sejauh mana rencana dan tindakan perawat yang

telah dilakukan. Serta perbandingan keadaan pasien dan kriteria hasil yang telah

dibuat pada tahap perencanaan.

Menurut peneliti klien menunjukkan ada hasil yang sesuai dengan tahap

pernecanaan antara lain tidak ada penurunan BB yang berarti, tidak ada tanda

tanda mal nutrisi, Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi, Menunjukkan

peningkatan fungsi pengecapan dari menelan. Dan ada beberapa kriteria hasil

yang tidak tercapai adalah: Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan.

You might also like