Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Etiologi
Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan
oleh virus dengue, yang termasuk genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Virus
mempunyai empat serotipe yang dikenal dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan
DEN-4; dengan serotipe DEN-3 yang dominan di Indonesia dan paling banyak
berkaitan dengan kasus berat. Terdapat reaksi silang antara serotipe Dengue dengan
Flavivirus lainnya. Infeksi oleh salah satu serotipe Dengue akan memberikan
imunitas seumur hidup, namun tidak ada imunitas silang dengan jenis serotipe lain.
2,3
2.3 Epidemiologi
Saat ini, infeksi virus dengue menyebabkan angka kesakitan dan kematian
paling banyak dibandingkan dengan infeksi arbovirus lainnya. Setiap tahun, di
seluruh dunia, dilaporkan angka kejadian infeksi dengue sekitar 20 juta kasus dan
angka kematian berkisar 24.000 jiwa. Sampai saat ini DBD telah ditemukan di
seluruh propinsi di Indonesia, dan 200 kota telah melaporkan adanya kejadian luar
biasa. Incidence rate meningkat dari 0,005 per 100,000 penduduk pada tahun 1968
menjadi berkisar antara 6-27 per 100,000 penduduk (1989-1995). Mortalitas DBD
cenderung menurun hingga 2% tahun 1999. 1,2,3,4,5
2.5 Patogenesis
Patogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial.
Dua teori yang banyak dianut adalah hipotesis infeksi sekunder (teori secondary
heterologous infection) dan hipotesis immune enhancement. Halstead (1973)
menyatakan mengenai hipotesis secondary heterologous infection. Pasien yang
mengalami infeksi berulang dengan serotipe virus dengue yang heterolog
mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD/Berat. Antibodi
heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan
menginfeksi dan membentuk kompleks antigen antibodi kemudian berikatan
dengan Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag. Oleh karena
antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan
bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag (respon antibodi anamnestik).
Dalam waktu beberapa hari terjadi proliferasi dan transformasi limfosit dengan
menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Terbentuknya virus kompleks
antigen-antibodi mengaktifkan sistem komplemen (C3 dan C5), melepaskan C3a
dan C5a menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah
sehingga plasma merembes ke ruang ekstravaskular. Volume plasma intravaskular
menurun hingga menyebabkan hipovolemia hingga syok. 1,2,3
3.4 Diagnosis
Menurut WHO yang dikutip oleh IDAI 2012, kriteria diagnosis DBD
ditegakkan melalui 2 kriteria:
A. Kriteria Klinis
1) Demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2 – 7 hari
2) Didapati uji tourniquet positif dengan salah satu bentuk perdarahan:
a) Petekie, ekimosis, atau purpura
b) Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau
perdarahan dari tempat lain.
c) Hematemesis dan atau melena
3) Nyeri kepala, mialgia, athralgia, nyeri retroorbital
4) Dijumpai kasus DBD baik dilingkungan sekolah, rumah atau sekitar rumah
5) Pembesaran hati
B. Kriteria Laboratorium
1) Terdapat kebocoran plasma yang ditandai dengan salah satu tanda/gejala:
- peningkatan nilai hematokrit>20% dari pemeriksaan awal atau data
populasi menurut umur
- ditemukan adanya efusi pleura atau ascites
- hipoalbuminemia, hipopreteinemia
2) Trombositopenia <100.000/mm3
Diagnosis DBD = Demam + ≥ 2 manifestasi klinis + bukti perembesan plasma
dan trombositopenia
Syok pada DBD di tandai dengan nadi lemah dan cepat disertai penurunan
tekanan nadi (=20 mmHg), tekanan darah menurun (tekanan sistolik =80 mmHg)
disertai kulit yang teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari dan
kaki, pasien menjadi gelisah, dan timbul sianosis di sekitar mulut.
Terdapat 4 derajat spektrum klinis DBD, yaitu: 4
• Derajat 1: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi
perdarahan adalah uji torniquet.
• Derajat 2: Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan
perdarahanlain.
• Derajat 3: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan
nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut
kulit dingin dan lembab, tampak gelisah.
• Derajat 4: Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.
Setelah resusitasi awal, pantau pasien 1 sampai 4 jam. Apabila tetesan tidak
dapat dikurangi menjadi <10ml/kg/jam karena tanda vital tidak stabil (tekanan nadi
sempit, cepat dan lemah), ulangi pemeriksaan Ht. Dalam keadaan seperti ini, dapat
dipertimbangkan pemberian koloid (diindikasikan pada keadaan syok berulang atau
syok berkepanjangan). Apabila ada kenaikan Ht, ganti cairan dengan koloid yang
sesuai, dengan tetesan 10ml/kg/jam. Siapkan darah dan nilai kembali pasien untuk
kemungkinan pemberian transfusi apabila diperlukan. Apabila nilai awal Ht rendah,
pikirkan kemungkinan perdarahan internal dan pantau nilai Ht lebih sering. Berikan
transfusi darah sesuai kebutuhan bila perlu. Hentikan perdarahan dengan tindakan
yang tepat. Indikasi transfusi darah adalah bila terdapat kehilangan darah bermakna,
misalnya >10% volume darah total. (T\total volume darah= 80 ml/kg). Berikan
darah sesuai kebutuhan. Setelah 6 jam, apabila Ht menurun, meski telah diberikan
sejumlah besar cairan pengganti dan tetesan tidak dapat diturunkan sampai <10
ml/kg/ jam, pertimbangkan untuk pemberian transfusi darah segera 4,8,14.
Apabila syok masih berkepanjangan meski telah diberikan cairan memadai
dan didapatkan penurunan Ht, maka mungkin terdapat perdarahan bermakna yang
memerlukan transfusi darah. Pasien dengan perdarahan tersembunyi dicurigai
apabila ada penurunan Ht dan tanda vital yang tidak stabil meski telah diberi cairan
pengganti dengan volume cukup banyak. Pada keadaan demikian, berikan packed
red cell (PRC) 5 ml/kg/kali. Apabila tidaktersedia, dapat diberikan sediaan darah
segar 10 ml/kg/kali. Transfusi trombosit hanya diberikan pada perdarahan masif
untuk menghentikan perdarahan yang terjadi. Dosis transfusi trombosit adalah 0,2
U/kg/dosis. Pemberian trombosit sebagai upaya pencegahan perdarahan atau untuk
menaikkan jumlah trombosit tidak dianjurkan. Perdarahan massif dengue
disebabkan terutama oleh syok berkepanjangan atau syok berulang. Meski jumlah
trombosit rendah, dengan pemberian cairan pengganti yang seksama dalam fase
kritis, perdarahan masif sangat jarang terjadi 4,8,15.
Koreksi gangguan metabolit dan elektrolit, seperti hipoglikemia,
hiponatremia, hipokalsemia and asidosis harus diperhatikan. Penggantian volume
cairan harus dipantau dengan ketat bergantung beratnya derajat kebocoran plasma
yang dapat dilihat dari nilai Ht, tanda vital, dan luaran urin, untuk menghindari
kelebihan cairan (kebocoran lebih cepat pada 6-12 jam pertama). Apabila pasien
mengalami syok berkepanjangan atau syok berulang maka peluang untuk terjadinya
perdarahan semakin besar. Hindari tindakan prosedur yang tidak perlu, seperti
pemasangan pipa nasogastrik pada perdarahan saluran cerna..Upayakan lama
pemberi cairan jangan melebihi 24-48 jam. Segera hentikan pemberian cairan
apabila pasien sudah masuk fase penyembuhan untuk menghindari terjadinya
kelebihan cairan yang dapat mengakibatkan bendungan/edema paru karena
reabsorpsi ekstravasasi plasma 4,8.16.
Secara umum, sebagian besar pasien DBD akan sembuh tanpa komplikasi
dalam waktu 24-48 jam setelah syok. Tanda pasien masuk ke dalam fase
penyembuhan adalah keadaan umum membaik, meningkatnya nafsu makan, tanda
vital stabil, Ht stabil dan menurun sampai 35-40%, dan diuresis cukup. Pada fase
penyembuhan dapat ditemukan confluent petechial rash (30%) atau sinus
bradikardi akibat mikokarditis yang umumnya tidak memerlukan pengobatan.
Cairan intravena harus dihentikan segera apabila memasuki fase ini. Apabila nafsu
makan tidak meningkat dan dan perut terlihat kembung dengan atau tanpa
penurunan atau menghilangnya bising usus, kadar kalium harus diperiksa karena
sering terjadi hipokalemia (fase diuresis). Buah-buahan, jus buah atau larutan oralit
dapat diberikan untuk menanggulangi gangguan elektrolit 3,4,8.13
Penderita dapai dipulangkan apabila paling tidak dalam 24 jam tidak
terdapat demam tanpa antipiretik, kondisi klinis membaik, nafsu makan baik, nilai
Ht stabil,tiga hari sesudah syok teratasi, tidak ada sesak napas atau takipnea, dan
junlah trombosit >50.000/mm3. Kegagalan tata laksana umumnya disebabkan oleh
kegagalan untuk memantau tetesan dan jumlah cairan pengganti selama fase kritis.
Pemberian cairan yang berkelebihan atau lebih lama dari masa kebocoran plasma,
kegagalan mengenal perdarahan internal/tersembunyi, pemberian transfusi
trombosit yang tidak perlu, serta kegagalan memantau pasien berobat jalan, dan
penggunaan pipa lambung (nasogastric tube) untuk menentukan adanya perdarahan
seringkali menjadi penyebab tata laksana yang tidak tepat 4,8.11
Tatalaksana Kasus DBD derajat III dan IV atau DSS
Dalam tata laksana sindrom syok dengue, perlu difikirkan keadaan yang
seringkali terjadi bersamaan dengan syok. Keadaan yang perlu dan penting
diperhatikan dirumuskan dalam singkatan A-B-C-S yang berarti A= acidosis,
B=bleeding, C= calcium, dan S= sugar. Artinya, apabila kita menghadapi pasien
infeksi dengue yang disertai syok maka A-B-C-S harus segera diatasi dengan segera
untuk memperbaiki prognosis. 18
Asidosis
Hampir semua pasien demam berdarah dengue (DBD) mengalami asidosis dari
derajat ringan sampai berat seiring dengan derajat penyakit. Oleh karena itu, pada
sindrom syok dengue selalu disertai asidosis metabolik. Pada SSD kompensata,
asidosis dapat diatasi dengan pemberian larutan ringer laktat atau ringer asetat
dengan kecepatan 10 ml/kgBB/jam. Namun pada syok yang berkepanjangan
diperlukan pemberian larutan bikarbonat.17
Perdarahan
Perdarahan yang berbahaya dan dapat mengancam jiwa pada DBD pada umumnya
terjadi setelah syok berkepanjangan. Dengan pemberian cairan dan oksigen yang
adekuat, syok hipovolemik pada SSD akan dapat diatasi sekitar 30 sampai 45 menit.
Hipoksia yang terjadi akan merangsang terjadinya KID pasca syok berkepanjangan.
Perdarahan yang terjadi seringkali tidak tampak secara klinis (occult bleeding),
maka perlu dicurigai apabila pada syok yang telah dilakukan resusitasi cairan secara
adekuat (pemberian larutan kristaloid dan atau koloid) namun tidak berhasil.17
Kalsium
Kalsium memegang peran dalam pengaturan endothel-junction. Maka pada
peningkatan permeabilitas kapiler, perlu pemantauan kadar kalsium serum. Di
samping itu, kalsium diperlukan guna memperkuat miokard. Dosis Ca-glukonas
yang dianjurkan 1mg/kgBB dilarutkan dua kali, diberikan secara intravena perlahan
lahan, maksimal 10 ml (dapat diulang setiap 6 jam).17
Gula darah
Kadar gula darah perlu dipantau pada DBD sejak awal. Nafsu makan yang sangat
menurun disertai muntah berulang menyebabkan terjadinya hipoglikemia, terutama
pada DBD berat. Koreksi hipoglikemia akan memperbaiki prognosis DBD. Di lain
pihak, kelainan fungsi hati dilaporkan merupakan penyebab hipoglikemia pada
DBD, namun pada beberapa kasus dapat terjadi hiperglikemia.17
Tatalaksana syok perlu dilakukan secara agresif dan simultan mulai dari
ABC hingga resusitasi cairan untuk meningkatkan preload yang diberikan secara
cepat dan kurang dari sepuluh menit. Resusitasi cairan paling baik dilakukan pada
tahap syok hipovolemik kompensasi, sehingga mencegah terjadinya syok
dekompensasi dan ireversibel. Cairan kristaloid diberikan 10-30ml/kgBB/6-10
menit kemudian lihat tekanan darah apabila tekanan darah masih rendah (hipotensi)
ulangi pemberian cairan kristaloid apabila normotensi diberikan tetesan rumatan
kemudian dilakukan pemeriksaan urin apabila didapati >1ml/kgBB/jam maka
diberikan tetesan rumatan, apabila 10mmHg berarti terdapat disfungsi miokard atau
penurunan kontraktilitas ventrikel kanan, peningkatan resistensi vaskular paru
(afterload ventrikel kanan) atau syok kardiogenik sehingga diperlukan pemberian
obat-obatan resusitasi seperti epinefrin, sodium bikarbonat, dopamin, glukosa,
kalsium klorida, atropin, atau dobutamin.
Adapun kriteria memulangkan pasien adalah pasien dapat dipulangkan
apabila tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik, nafsu makan membaik,
tampak perbaikan secara klinis, hematokrit stabil, tiga hari setelah syok teratasi,
jumlah trombosit > 50.000/ul dan cenderung meningkat, serta tidak dijumpai distres
pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis). Pemberian cairan intravena
dapat dihentikan apabila hematokrit telah turun, sekitar 40%. Jumlah urin
12ml/kgBB/jam atau lebih merupakan indikasi bahwa keadaan sirkulasi membaik.
Sedatif dapat diberikan untuk menenangkan pasien tapi keadaan gelisah akan hilang
dengan sendiri nya apabila pemberian cairan sudah adekuat dan perfusi jaringan
membaik 4.
3.9. Komplikasi
3.11 Pencegahan
1. Upaya preventif, yaitu melaksanakan penyemprotan masal sebelum
musim penularan penyakit di desa/ kelurahan endemis DBD, yang
merupakan pusat-pusat penyebaran penyakit ke wilayah lainnya/ foging
fokus.
2. Melakukan “fogging” dengan malation atau fenitrotion dalam dosis 438
gram/ha; dilakukan dalam rumah dan di sekitar rumah dengan
menggunakan larutan 4% dalam solar atau minyak tanah.
3. Menggalakkan pembinaan peran serta masyarakat dalam kegiatan
pemberantasan sarang nyamuk (PSN).
4. Melaksanakan penanggulangan fokus di rumah pasien dan di sekitar
tempat tinggalnya guna mencegah terjadinya kejadian luar biasa (KLB).
5. Melaksanakan penyuluhan kepada masyarakat melalui berbagai media,
mengenai gejala DBD, cara mencegahnya melalui 3 M (menguras bak
mandi, menutup tempat penampungan air, dan mengubur barang bekas),
juga abatisasi selektif. Abatisasi bertujuan membunuh larva dengan butir-
butir abate sand granule (SG) 1% pada tempat penyimpanan air dengan
dosis ppm (part per million), yaitu 10 gram per 100 liter air.
BAB 4
PEMBAHASAN
Anamnesis
Teori Kasus
Kriteria klinis diagnosis DBD Demam sejak 5 hari SMRS,
demam muncul mendadak dan
1) Demam tinggi mendadak dan terus
dirasakan naik turun. Pasien
menerus selama 2 – 7 hari.
meminum obat penurun panas.
2) Didapati uji tourniquet positif dengan salah
satu bentuk perdarahan: Badan nya semakin bertambah
lemas.
Petekie, ekimosis, atau purpura .
Mual.
Perdarahan mukosa (tersering epistaksis
atau perdarahan gusi), atau perdarahan Nyeri perit dialami 1 hari SMRS.
dari tempat lain. Tidak ada sesak napas, tidak ada
Hematemesis dan atau melena. mimisan, tidak ada gusi berdarah
3) Nyeri kepala, mialgia, athralgia, nyeri dan tidak ada BAB hitam, tidak
retroorbital. terdapat bintik-bintik merah pada
4) Dijumpai kasus DBD baik dilingkungan badan pasien.
sekolah, rumah atau sekitar rumah.
5) Pembesaran hati.
Pemeriksaan Fisik
Teori Kasus
Didapati uji tourniquet positif dengan Kesadaran: Composmentis
salah satu bentuk perdarahan: Tekanan Darah 100/70 mmHg
a) Petekie, ekimosis, atau purpura Nadi 105x/menit, regular, lemah
b) Perdarahan mukosa (tersering Pernafasan 24x/menit
epistaksis atau perdarahan gusi), atau Temperatur 38,7o C
perdarahan dari tempat lain.
c) Hematemesis dan atau melena Berat Badan: 22 kg
Pembesaran hati Tinggi Badan: 123 cm
Status Gizi: Gizi Kurang
Fase II – Fase Kritis Pada tahap ini, demam
masih berlangsung pada hari ke 3 – 7 namun Manifestasi perdarahan Kutis
temperatur sedikit menurun yaitu 37.5 – anserina (+)
38oC atau lebih rendah dan peningkatan
permeabilitas kapiler dengan level Thorax: Paru Vesikuler (+/+), rho (-
hematokrit yang meningkat. Efusi pleura /-), wheezing(-/-)
(dengan klinis sesak, suara paru ↓) dan
ascites. Abdomen Hepatomegali (+) 2 cm
dibawah arcus costa.
Derajat DBD
• Derajat 1: Demam disertai gejala tidak Ekstremitas Kutis anserina pada
khas dan satu-satunya manifestasi antebraci dan cruris.
perdarahan adalah uji torniquet.
• Derajat 2: Seperti derajat 1, disertai
perdarahan spontan di kulit dan
perdarahanlain.
Pemeriksaan Penunjang
Teori Kasus
Trombosit mulai mengalami
perbaikan pada panas hari ke 7
menunjukkan pasien berada pada fase
penyembuhan.
150000 T R O M B O S I T S E R I A L A N .
M R (ul)
Trombosit
100000
50000
0
Penatalaksanaan
Teori Kasus
Cairan intravena diberikan apabila terlihat - IVFD RL 1540 cc/hari
adanya kebocoran plasma yang ditandai - Dehaf 3x1 sachet
dengan peningkatan Ht 10-20% atau pasien - Ranitidin 2x40 mg
tidak mau makan dan minum melalui oral. - Antasida 3x1/2 cth
Cairan yang dipilih adalah golongan
kristaloid (ringer laktat dan ringer asetat).
Selama fase kritis pasien harus menerima
cairan rumatan ditambah defisit 5-8% atau
setara dehidrasi sedang. Pada pasien dengan
berat badan lebih dari 40 kg, total cairan
intravena setara dewasa, yaitu 3000 ml/24
jam. Pada pasien obesitas, perhitungkan
cairan intravena berdasarkanberat badan
idéal. Pada kasus non syok, untuk pasien
dengan berat badan (BB) <15 kg, pemberian
cairan diawali dengan tetesan 6-7 ml/
kg/jam, antara 15-40 kg dengan 5 ml/kg/jam,
dan pada anak dengan BB >40 kg, cairan
cukup diberikan dengan tetesan 3-4
ml/kg/jam