You are on page 1of 6

LAPORANPENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

KELUARGA PADA PASIEN TB PARU

1. Pengertian
TB paru (Tuberculosis paru) merupakan penyakit infeksi menular pada sistem
pernapasan yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang dapat mengenai bagian
paru (Hidayat, 2008: 79).
Smeltzer dan Bare (2001: 584) mendefinisikan TB paru (Tuberkulosis paru) adalah
penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru, dengan agen infeksius
utama Mycobacterium tuberculosis.
Menurut Price dan Wilson (2005: 852) TB paru adalah penyakit infeksi menular
yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.
2. Etiologi
Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, kuman batang aerobik
dan tahan asam (BTA) (Price dan Wilson, 2005: 852). Kuman TB cepat mati dengan sinar
matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan
lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur lama selama beberapa tahun
(Judarwanto, 2009).
3. Klasifikasi
TB (Tuberculosis) paru dalam Hidayat (2008: 79) dikelompokkan menjadi dua
kelompok, yaitu :
a. Tuberculosis paru primer yang sering terjadi pada anak. Proses ini dapat dimulai dari
proses yang disebut droplet nuclei yaitu suatu proses terinfeksinya partikel yang mengandung
dua atau lebih kuman tuberculosis yang hidup dan terhirup serta diendapkan pada permukaan
alveoli. Kemudian terjadi eksudasi dan dilatasi pada kapiler, pembengkakan sel endotel dan
alveolar, keluar fibrin, makrofag ke dalam ruang alveolar.
b. Tuberculosis pascaprimer, terjadi pada klien yang sebelumnya terinfeksi oleh
kuman Mycobacterium tuberculosa.
4. Patofisiologi
Penularan TBC terjadi karena individu rentan yang menghirup udara yang
mengandung Mycobacterium tuberculosis. Segera setelah menghirup basil tuberkulosis hidup
ke dalam paru-paru, maka terjadi eksudasi dan konsolidasi yang terbatas disebut fokus
primer. Basil tuberkulosis akan menyebar, histosit mulai mengangkut organisme tersebut ke
kelenjar limpe regional melalui saluran getah bening menuju kelenjar regional sehingga
terbentuk komplek primer dan mengadakan reaksi eksudasi terjadi sekitar 2-10 minggu (6-8
minggu) pasca infeksi.
Bersamaan dengan terbentuknya kompleks primer terjadi pula hypersensitivitas
terhadap tuberkuloprotein yang dapat diketahui melalui uji tuberkulin. Masa terjadinya
infeksi sampai terbentuknya kompleks primer disebut masa inkubasi.
Pada anak yang mengalami lesi dalam paru dapat terjadi dimanapun terutama di
perifer dekat pleura, tetapi banyak terjadi di lapangan bawah paru dibanding lapangan atas.
Juga terdapat pembesaran kelenjar regional serta penyembuhannya mengarah ke kalsifikasi
dan penyebarannya lebih banyak terjadi melalui hematogen.
Pada reaksi radang dimana lekosit polimorfonuklear tampak pada alveoli dan
memfagosit bakteri namun tidak membunuhnya. Kemudian basil menyebar ke limfe dan
sirkulasi. Dalam beberapa minggu limfosit T menjadi sensitif terhadap organisme TB dan
membebaskan limfokin yang merubah makrofag atau mengaktifkan makrofag. Alveoli yang
terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler
ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa nekrosis yang tertinggal, atau
proses dapat berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau berkembang diak di dalam sel.
Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga
membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit. Nekrosis pada bagian sentral
memberikan gambaran yang relatif padat pada keju, yang disebut nekrosis kaseosa.
Masa keju dapat mencair dan Mycobacterium tuberculosis dapat berkembang biak
ekstra selular sehingga dapat meluas di jaringan paru dan terjadi pneumonia, lesi
endobronkial, pleuritis atau Tb milier. Juga dapat menyebar secara bertahap menyebabkan
lesi di organ-organ lainnya (Setiawati, dkk., 2012).
5. Pathway
Invasi bakteri tuberculosis

sembuh
Infeksi primer

Sembuh dengan focus ghon

Infeksi pasca primer


(reaktivitas)fibrotik
Bakteri dorman

Bakteri muncul berapa sembuh dengan


tahun kemudian fibrotik

Reaksi infeksi/inflamsi, kavitas


dan merusak parenkim paru

- Produksi secret Reaksi sistematis Ansietas

- Batuk produktif - Kurang tidur


Anoreksia, mual, BB Lemah - Tidak bisa tidur

Ketidakefektifan
bersihan jalan Intoleransi Gangguan
nafas Ketidakseimbangan
aktifitas pola tidur
nutrisi kurang dari
kebutuhan
6. Manifestasi Klinik
Gejala TB paru menurut Wong (2008: 955) antara lain :
a. Dapat bersifat asimptomatik atau menimbulkan bermacam-macam gejala yaitu :
1) Demam lama/berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifus, malaria atau infeksi saluran
nafas akut), dapat disertai keringat malam.
2) Malaise
3) Nafsu makan tidak ada (anoreksia) dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik
(failure to thrive) dengan adekuat.
4) Penurunan berat badan atau malnutrisi tanpa sebab yang jelas atau tidak naik dalam 1 bulan
dengan penanganan gizi.
5) Batuk ada atau tidak (berkembang secara perlahan selama bermingu-minggu sampai
berbulan-bulan)
6) Nyeri menusuk dan rasa sesak didada
7) Haemoptisis

b. Sejalan dengan perkembangan


1) Peningkatan frekuensi napas
2) Ekspansi paru buruk pada tempat yang sakit
3) Bunyi napas hilang dan ronki kasar
4) Pekak pada saat perkusi
5) Demam persisten
6) Pucat, anemia, kelemahan dan penurunan berat badan.

7. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk TB menurut Sulaifi (2010) adalah sebagai berikut :
a. Uji Mantoux atau Tuberkulin
Ada 2 macam tuberkulin yaitu Old tuberkulin dan Purified Protein Derivat (PPD). Caranya
adalah dengan menyuntikkan 0,1 ml tuberkulin PPD intrakutan di volar lengan bawah.
Hasilnya dapat dilihat 48 – 72 jam setelah penyuntikan. Berniai positif jika indurasi lebih
dari 10 mm pada anak dengan gizi baik atau lebih dari 5 mm pada anak dengan gizi buruk.
b. Reaksi cepat BCG
Bila dalam penyuntikan BCG terjadi reaksi cepat (dalam 3-7 hari) berupa kemerahan lebih
dari 5 mm, maka anak dicurigai terinfeksi Mycobaterium tbc.
c. Laju Endap Darah
Pada TB, terdapat kenaikan Laju Endap Darah (LED).
d. Pemeriksaan mikrobiologis
Pemeriksaan BTA pada anak dilakukan dari bilasan lambung karena sulitnya menggunakan
hasil dahak.
e. Pemeriksaan BTA cara baru seperti: PCR (Polymerase Chain Reaction), Bactec, ELISA,
PAP dan Mycodots masih belum banyak dipakai dalam klinis praktis
f. Pemeriksaan radiologis
1) Gambaram x-foto dada pada TB paru tidak khas
2) Paling mungkin kalau ditemukan pembesaran kelenjar hilus dan kelenjar paratrakeal.
3) Foto lain : milier, atelektasis, infiltrat, bronkiektasis, efusi pleura, konsolidasi, destroyed
lung dan lain-lain.

8. Komplikasi
Menurut Smeltzer dan Bare (2001: 588) komplikasi TB mencakup :
a. Malnutrisi
b. Efek samping terapi obat-obatan : hepatitis, ruam kulit, gangguan gastrointestinal.
c. Resistensi banyak obat
d. Penyebaran infeksi TB (TB miliaris)

9. Pengobatan
a. Penatalaksanaan medis
Obat harus diminum teratur, setiap hari, dan dalam waktu yang cukup lama. Dosis obat harus
disesuaikan dengan berat badan. Menurut Setiawati, dkk. (2012) secara garis besar dapat
dibagi menjadi tata laksana untuk :
1) TB Paru tidak berat
Pada TB paru yang tidak berat cukup diberikan 3 jenis obat anti b tuberkulosis (OAT) dengan
jangka waktu terapi 6 bulan. Tahap intensif terdiri dari isoniazid (H), Rifampisin (R) dan
Pyrazinamid (Z) selama 2 bulan diberikan setiap hari (2HRZ). Tahap lanjutan terdiri dari
Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) selama 4 bulan diberikan setiap hari (4HR).
2) TB paru berat atau TB ekstrapulmonal
Pada TB berat (TB milier, meningitis, dan TB tulang) maka juga diberikan Streptomisin atau
Etambutol pada permulaan pengobatan. Jadi pada TBC berat biasanya pengobatan dimulai
dengan kombinasi 4-5 obat selama 2 bulan, kemudian dilanjutkan dengan Isoniazid dan
Rifampisin selama 10 bulan lagi atau lebih, sesuai dengan perkembangan klinisnya. Kalau
ada kegagalan karena resistensi obat, maka obat diganti sesuai dengan hasil uji resistensi,
atau tambah dan ubah kombinasi OAT.
Obat anti Tuberculosis yang digunakan adalah :
1) Isoniazid (INH) : selama 6-12 bulan
a) Dosis terapi : 5-10 mg/kgBB/hari diberikan sekali sehari
b) Dosis profilaksis : 5-10 mg/kgBB/hari diberikan sekali sehari
c) Dosis maksimum : 300 mg/hari
2) Rifampisin ( R ) : selama 6-12 bulan
a) Dosis : 10-20 mg/kgBB/hari sekali sehari
b) Dosis maksimum : 600 mg/hari

3) Pirazinamid (Z) : selama 2-3 bulan pertama


a) Dosis : 25-35 mg/kgBB/hari diberikan 2 kali sehari
b) Dosis maksimum : 2 gram/hari
4) Etambutol (E) : selama 2-3 bulan pertama
a) Dosis : 15-20 mg/kgBB/hari diberikan sekali atau 2 kali sehari
b) Dosis maksimum : 1250 mg/hari
5) Streptomisin (S) : selama 1-2 bulan pertama
a) Dosis : 15-40 mg/kg/hari diberikan sekali sehari intra muskular
b) Dosis maksimum : 1 gram/hari
Kortikosteroid diberikan pada keadaan khusus seperti : Tb milier, meningitis Tb,
endobronkial Tb, pleuritis Tb, perikarditis Tb, peritonitis Tb. Boleh diberikan prednison 1-2
mg/kg BB/hari selama 1-2 bulan
b. Penatalaksanaan perawatan
Penatalaksanaa perawatan untuk klien ditujukan agar :
1) Klien dapat mempertahankan jalan napas dengan mengeluarkan secret tanpa bantuan.
2) Kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi
3) Kebutuhan istirahat tidur klien dapat terpenuhi
4) Klien dapat beraktivitas secara efektif/
5) Klien dapat lebih mendapatkan pengetahuan tentang TB
6) Klien tidak terjadi infeksi terhadap penyebaran penyakitnya ke organ lain.

You might also like