You are on page 1of 16

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN RISIKO PERILAKU KEKERASAN

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
Risiko perilaku kekerasan merupakan perilaku seseorang yang
menunjukkan bahwa ia dapat membahayakan diri sendiri atau orang lain
atau lingkungan, baik secara fisik, emosional, seksual, dan verbal
(NANDA, 2016). Risiko perilaku kekerasan terbagi menjadi dua, yaitu
risiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri (risk for self-directed
violence) dan risiko perilaku kekerasan terhadap orang lain (risk for other-
directed violence). NANDA 2016 menyatakan bahwa risiko perilaku
kekerasan terhadap diri sendiri merupakan perilaku yang renta dimana
seorang individu bisa menunjukkan atau mendemonstrasikan tindakan
yang membahayakan dirinya sendiri, baik secara fisik, emosional, maupun
seksual. Hal yang sama berlaku untuk risiko perilaku kekerasan terhadap
orang lain, hanya saja ditujukan langsung kepada orang lain.
Resiko perilaku kekerasan atau agresif adalah perilaku yang
menyertai marah dan merupakan dorongan untuk bertindak dalam bentuk
destruktif dan masih terkontrol (Yosep,2007)
2. Penyebab
Menurut (Keliat ,2011) penyebab Resiko Perilaku Kekerasan ada dua
faktor antara lain :
a. Faktor Predisposisi
1) Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang
kemudian dapat timbul agresif, masa kanak-kanak yang tidak
menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dan dianiaya.
Seseorang yang mengalami hambatan dalam mencapai
tujuan/keinginan yang diharapkannya menyebabkan ia menjadi
frustasi. Ia merasa terancam dan cemas. Jika tidak mampu
mengendalikan frustasi tersebut maka, dia meluapkannya dengan
cara kekerasan.
2) Perilaku
Reinforcement yang diterima pada saat melakukan
kekerasan,sering melihat kekerasan dirumah atau diluar rumah,
semua aspek ini memancing individu mengadopsi perilaku
kekerasan.
3) Sosial budaya
Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasifagresif) dan
kontrol social yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan
menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima(permisive).
4) Bioneurologis
Banyak pendapat bahwa kerusakan sistem limbik,
lobusfrontal, Lobustemporal dan ketidakseimbangan
neurotransmitter turut berperan dalam terjadinya perilaku
kekerasan.

b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dapat bersumber dari pasien, lingkungan atau
interaksi dengan orang lain. Kondisi pasien seperti kelemahan fisik
(penyakit fisik), keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri yang
kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula
dengan situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah
pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/pekerjaan dan
kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi sosial yang
provokatif dan konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan.
Hilangnya harga diri juga berpengaruh pada dasarnya manusia itu
mempunyai kebutuhan yang sama untuk dihargai. Jika kebutuhan ini
tidak terpenuhi akibatnya individu tersebut mungkin akan merasa
rendah diri, tidak berani bertindak, lekas tersinggung, lekas marah,
dan sebagainya. Harga diri adalah penilaian individu tentang
pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai
dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan
sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri,
merasa gagal mencapai keinginan.
3. Pohon masalah
Resiko mencederai diri dan lingkungan, orang lain, isolasii sosial,HDR Effect

C Kekerasan
Resiko Perilaku Core problem

Faktor presipitasi dan presdiposisi:


- kelemahan fisik (penyakit
fisik), keputusasaan,
- ketidakberdayaan, percaya cause
diri yang kurang
- Psikologis
- Sosial budaya
- Bioneurologis
- Halusinasi

( Sumber: Keliat, B. A., 2006)

Perilaku kekerasan berawal beberapa faktor presdiposisi dan presipitasi


yaitu kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri yang
kurang, psikologis, sosial budaya, bioneurologis serta halusinasi yang
merupakan gangguan persepsi yang dimana pasien mempersepsikan
sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Seperti halusinasi pendengaran
yang sebenarnya tidak didengar oleh orang lain yang normal namun
individu yang tidak normal mendengar sesuatu yang baik atau buruk
kemudian jika buruk yang terjadi misal individu mendengar bisikan untuk
memukul orang, maka akan dipersepsikan pada realita dengan individu
tampak menggenggam(mengepal) tangan, wajah merah, mata melotot,
otot tegang, bicara kasar, nada suara tinggi, merusak barang-barang, susah
diatur, banyak bicara, agresif. Apabila tidak dapat diatasi pasien akan
mengarah kepada perilaku kekerasandan akan berakibat pada risiko
menciderai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan, isolasi sosial, HDR.
4. Klasifikasi
Kemarahan yang ditekan atau pura-pura tidak marah akan
mempersulit diri sendiri dan menganggu hubungan interpersonal.
Pengungkapan kemarahan langsung dan konstruktif pada waktu terjadi
akan melegakan individu dan membantu orang lain untuk mengerti
perasaan yang sebenarnya. Oleh karenanya perawat harus pula
mengetahui tentang respon kemarahan seseorang dan fungsi positif
marah. (Muhith 2015)

Respon adaptif Respon maladaptif


Asertif Frustasi Pasif Agresif amuk

Kegagalan yang menimbulkan frustasi dapat menimbulkan


respon pasif dan melarikan diri atau respon melawan dan menantang.
Respon melawan dan menantang merupakan respon yang maladaptif,
yaitu agresif-kekerasan perilaku yang menampakkan mulai dari yang
rendah sampai yang tinggi, yaitu :
a. Asertif : mampu menyatakan rasa marah tanpa menyakiti orang lain
dan merasa lega.
b. Frustasi : Merasa gagal mencapai tujuan disebabkan karena tujuan
yang tidak realistis.
c. Pasif : Diam saja karena merasa tidak mampu mengungkapkan
perasaan yang sedang dialami.
d. Agresif: memperlihatkan permusuhan, keras dan menuntut, mendekati
orang lain dengan ancaman, memberi kata-kata ancaman tanpa niat
melukai. Umumnya pasien masih dapat mengontrol perilaku untuk
tidak melukai orang lain.
e. Amuk : Perilaku kekerasan ditandai dengan menyentuh orang lain
secara menakutkan, memberi kata-kata ancaman, melukai disertai
melukai pada tingkat ringan, dan yang paling berat adalah melukai
atau merusak secara serius. Pasien tidak mampu mengendalikan diri
(Muhith 2015 p.148).

5. Gejala Klinis
Menurut (Lilik, 2011), mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku
kekerasan adalah sebagai berikut:
a Fisik : muka merah dan tegang, mata melotot atau pandangan
tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, postur tubuh kaku dan
jalan mondar-mandir.
b Verbal : bicara kasar, suara tinggi, membentak atau berteriak,
mengancam secara verbal atau fisik, mengumpat dengan kata-kata
kotor, suara keras dan ketus.
c Perilaku : melempar atau memukul benda atau orang lain,
menyerang orang lain, melukai diri sendiri, orang lain,merusak
lingkungan, dan amuk atau agresif.
d Emosi : Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu,
dendam dan jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin
berkelahi, menyalahkan dan menuntut.
e Intelektual : Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan,
sarkasme.
f Spiritual : Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik
pendapat orang lain, menyinggung perasaan orang lain, tidak
perduli dan kasar.
g Sosial : Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan,
sindiran.
h Perhatian: Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual

- Data Mayor:
 Subjektif:
1. mengatakan pernah melakukan tindakan kekerasan
2. informasi dari keluarga tindak kekerasan yang pernah
dilakukan oleh pasien
 Objektif:
1. ada tanda jejas perilaku kekerasan pada anggota tubuh
- Data Minor:
 Subjektif:
1. mendengar suara-suara
2. merasa orang lain mengancam
3. menganggap orang lain jahat
 Objektif:
1. Tampak tegang saat bercerita
2. Pembicaraan kasar ketika menceritakan marahnya

6. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Depkes (2000), Pemeriksaan diagnostik pada pasien RPK
adalah :
a Psikoterapeutik
b Lingkungan terapeutik
c Kegiatan hidup sehari-hari
d Pendidikan kesehatan
7. Penatalaksanaan Medis
a. Terapi Medis
Psikofarmaka adalah terapi menggunakan obat dengan tujuan
untuk mengurangi atau menghilangkan gejala gangguan jiwa.
Menurut Depkes (2000), jenis obat psikofarmaka adalah :
1) Clorpromazine (CPZ, Largactile)
Indikasi untuk mensupresi gejala-gejala psikosa :agitasi,
ansietas, ketegangan, kebingungan, insomnia, halusinasi,
waham, dan gejala-gejala lain yang biasanya terdapat pada
penderita skizofrenia, mania depresif, gangguan personalitas,
psikosa involution, psikosa masa kecil.
2) Haloperidol (Haldol, Serenace)
Indikasinya yaitu manifestasi dari gangguan psikotik, sindroma
gilles de la toureette pada anak-anak dan dewasa maupun pada
gangguan perilaku berat pada anak-anak. Dosis oral untuk
dewasa 1-6 mg sehari yang terbagi 6-15 mg untuk keadaan
berat. Kontraindikasinya depresi sistem saraf pusat atau keadaan
koma, penyakit parkinson, hipersensitif terhadap haloperidol.
Efek samping nya sering mengantuk, kaku, tremor lesu, letih,
gelisah.
3) Trihexiphenidyl (TXP, Artane, Tremin)
Indikasi untuk penatalaksanan manifestasi psikosa khususnya
gejala skizofrenia.

4) ECT (Electro Convulsive Therapy)


ECT adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang granmall
secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui
elektrode yang dipasang satu atau dua temples. Therapi kejang
listrik diberikan pada skizofrenia yang tidak mempan denga
terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-
5 joule/detik.
b. Tindakan Keperawatan
Penatalaksanaan pada pasien dengan perilaku kekerasan meliputi
(Videbeck, 2001) :
1) Terapi Modalitas
a) Terapi lingkungan
Begitu pentingnya bagi perawat untuk
mempertimbangkan lingkungan bagi semua pasien ketika
mencoba mengurangi atau menghilangkan agresif. Aktivitas
atau kelompok yang direncanakan seperti permainan kartu,
menonton dan mendiskusikan sebuah film, atau diskusi
informal memberikan pasien kesempatan untuk
membicarakan peristiwa atau isu ketika pasien tenang.
Aktivitas juga melibatkan pasien dalam proses terapeutik dan
meminimalkan kebosanan.
Penjadwalan interaksi satu-satu dengan pasien
menunjukkan perhatian perawat yang tulus terhadap pasien
dan kesiapan untuk mendengarkan masalah pikiran serta
perasaan pasien. Mengetahui apa yang diharapkan dapat
meningkatkan rasa aman pasien (Videbeck, 2001).
b) Terapi Kelompok
Pada terapi kelompok, pasien berpartisipasi dalam sesi
bersama dalam kelompok individu. Para anggota kelompok
bertujuan sama dan diharapkan memberi kontribusi kepada
kelompok untuk membantu yang lain dan juga mendapat
bantuan dari yang lain. Peraturan kelompok ditetapkan dan
harus dipatuhi oleh semua anggota kelompok. Dengan
menjadi anggota kelompok, pasien dapat mempelajari cara
baru memandang masalah atau cara koping atau
menyelesaikan masalah dan juga membantunya mempelajari
keterampilan interpersonal yang penting (Videbeck, 2001).
c) Terapi Keluarga
Terapi keluarga adalah bentuk terapi kelompok yang
mengikut sertakan pasien dan anggota keluarganya.
Tujuannya ialah memahami bagaimana dinamika keluarga
memengaruhi psikopatologi pasien, memobilisasi kekuatan
dan sumber fungsional keluarga, merestrukturisasi gaya
perilaku keluarga yang maladaptive, dan menguatkan perilaku
penyelesaian masalah keluarga (Steinglass dalam Videbeck,
2001).
d) Terapi Individual
Psikoterapi individu adalah metode yang menimbulkan
perubahan pada individu dengan cara mengkaji perasaan,
sikap, cara pikir, dan perilakunya. Terapi ini memiliki
hubungan personal antara ahli terapi dan pasien. Tujuan dari
terapi individu yaitu memahami diri dan perilaku mereka
sendiri, membuat hubungan personal, memperbaiki hubungan
interpersonal, atau berusaha lepas dari sakit hati atau
ketidakbahagiaan.
Hubungan antara pasien dan ahli terapi terbina melalui
tahap yang sama dengan tahap hubungan perawat-pasien yaitu
introduksi, kerja, dan terminasi. Upaya pengendalian biaya
yang ditetapkan oleh organisasi pemeliharaan kesehatan dan
lembaga asuransi lain mendorong upaya mempercepat pasien
ke fase kerja sehingga memperoleh manfaat maksimal yang
mungkin dari terapi (Videbeck, 2001).

8. Komplikasi
Akibat perilaku kekerasan yang dilakukan oleh individu yaitu
dapat melakukan tindakan-tindakan berbahaya bagi dirinya,orang lain
maupun lingkungannya,seperti menyerang orang lain,bahkan sampai
mencederai, memecah perabot, dan membakar rumah.
a. Hal-hal yang dapat dilakukan apabila Mempunyai Keluarga dengan
Perilaku kekerasan
1) Mengadakan kegiatan bermanfaat yang dapat menampung
potensi dan minat bakat anggota keluarga yang mengalami
perilaku kekerasansehingga diharapkan dapat meminimalisir
kejadian perilaku kekerasan.
2) Bekerja sama dengan pihak yang berhubungan dekat dengan
pihak-pihak terkait contohnya badan konseling, RT, atau RW
dalam membantu menyelesaiakan konflik sebelum terjadi
tindakan kekerasan.
3) Mengadakan kontrol khusus dengan perawat /dokter yang dapat
membahas dan melaporkan perkembangan anggota keluarga
yang mengalami risiko pelaku kekerasan terutama dari segi
kejiwaan antara pengajar dengan pihak keluarga terutama
orangtua.
b. Peran Keluarga dalam Penanganan Perilaku Kekerasan
1) Mencegah terjadinya perilaku amuk :
a) Menjalin komunikasi yang harmonis dan efektif antar
anggota keluarga
b) Saling memberi dukungan secara moril apabila ada anggota
keluarga yang berada dalam kesulitan
c) Saling menghargai pendapat dan pola pikir
d) Menjalin keterbukaan
e) Saling memaafkan apabila melakukan kesalahan
f) Menyadari setiap kekurangan diri dan orang lain dan
berusaha memperbaiki kekurangan tersebut
g) Apabila terjadi konflik sebaiknya keluarga memberi
kesempatan pada anggota keluarga untuk mengugkapkan
perasaannya untuk membantu kien dalam menyelesaikan
masalah yang konstruktif.
h) Keluarga dapat mengevaluasi sejauh mana keteraturan
minum obat anggota dengan risiko pelaku kekerasan dan
mendiskusikan tentang pentingnya minum obat dalam
mempercepat penyembuhan.
i) Keluarga dapat mengevaluasi jadwal kegiatan harian atas
kegiatan yang telah dilatih di rumah sakit.
j) Keluarga memberi pujian atas keberhasilan pasien untu
mengendalikan marah.
k) Keluarga memberikan dukungan selama masa pengobatan
anggota keluarga risiko pelaku kekerasan.
l) keluarga menyiapkan lingkungan di rumah agar
meminimalisir kesempatan melakukan perilaku kekerasan
2) Mengontrol Perilaku Kekerasaan dengan mengajarkan pasien :
a) Menarik nafas dalam
b) Memukul-mukul bantal
c) Bila ada sesuatu yang tidak disukai anjurkan pasien
mengucapkan apa yang tidak disukai pasien
d) Melakukan kegiatan keagamaan seperti sembahyang.
e) Mendampingi pasien dalam minum obat secara teratur.
3) Bila Pasien dalam PK
Meminta bantuan petugas terkait dan terdekat untuk
membantu membawa pasien ke rumah sakit jiwa terdekat.
Sebelum dibawa usahakan dan utamakan keselamatan diri pasien
dan penolong.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian Keperawatan
a. Faktor Predisposisi
1) Riwayat Kelahiran dan tumbuh kembang (biologis)
2) Trauma karena aniaya fisik, seksual/tindakan aniaya fisik
3) Tindakan anti sosial
4) Penyakit yang pernah diderita
5) Gangguan jiwa dimasa lalu
6) Pengadaan sebelumnya:
a) Faktor Biologis
b) Faktor Psikologis
c) Faktor Sosiokultural

b. Faktor Fisik
1) Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, agama, diagnosa medis, pendidikan, dan
pekerjaan.
2) Keturunan
Apakah keluarga memiliki penyakit yang sama dengan pasien.
3) Proses Psikologis
a) Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Apakah pasien pernah merasa sakit/kecelakaan, apakah sakit
tersebut mendadak/menahun dan meninggalkan cacat.
b) Makan minum pasien
c) Istirahat tidur
d) Pola BAB/BAK
e) Latihan
f) Pemeriksaan Fisik
Fungsi sistem : pernapasan, kardiovaskuler, gastrointestinal,
genitourinary, integument, paru udara.
Penampilan fisik, berpakaian rapi/tidak rapi, bersih, faktor tubuh
(kaku, lemah, rileks, lemas).
4) Faktor Emosional (pasien merasa tidak aman, merasa terganggu,
dendam, jengkel).
5) Faktor Mental (cenderung mendominasi, cerewet, kasar,
meremehkan, dan suka berdebat)
6) Latihan (menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan,
sindiran).

Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi pada


pasien dan keluarga (pelaku rawat). Tanda dan gejala perilaku kekerasan
dapat ditemukan dengan wawancara melalui pertanyaan sebagai berikut:
a. Apa penyebab perasaan marah?
b. Apa yang dirasakan saat terjadi kejadian/penyebab marah?
c. Apa yang dilakukan saat marah?
d. Apa akibat dari cara marah yang dilakukan?
e. Apakah dengan cara yang digunakan penyebab marah hilang?

Tanda dan gejala perilaku kekerasan yang dapat ditemukan melalui


observasi adalah sebagai berikut:
a. Wajah memerah dan tegang
b. Pandangan tajam
c. Mengatupkan rahang dengan kuat
d. Mengepalkan tangan
e. Bicara kasar
f. Mondar mandir
g. Nada suara tinggi, menjerit atau berteriak
h. Melempar atau memukul benda/orang lain
2. Masalah Keperawatan
Langkah berikutnya adalah merumuskan diagnosis keperawatan.
Diagnosis keperawatan dirumuskan berdasarkan tanda dan gejala yang
diperoleh pada pengkajian. Berdasarkan data-data tersebut dapat
ditegakkan diagnosis keperawatan.
a. Risiko perilaku kekerasan
b. Perilaku Kekerasan
c. Gangguan Persepsi Sensori : halusinasi
3. Rencana Keperawatan
(Terlampir)

4. Implementasi
Menurut Keliat (2006), implementasi keperawatan disesuaikan
dengan rencana tindakan keperawatan dengan memperhatikan dan
mengutamakan masalah utama yang aktual dan mengancam integritas
pasien beserta lingkungannya. Sebelum melaksanakan tindakan
keperawatan yang sudah di rencanakan, perawat perlu memvalidasi apakah
rencana tindakan keperawatan masih di butuhkan dan sesuai dengan
kondisi pasien pada saat ini (here and now). Hubungan saling percaya
antara perawat dengan pasien merupakan dasar utama dalam pelaksanaan
tindakan keperawatan.

Pasien Keluarga
SP 1. SP 1.
1. Mengidentifikasi penyebab, tanda dan 1. Mengidentifikasi masalah yang
gejala serta akibat perilaku kekerasan. dirasakan keluarga dalam merawat
2. Melatih cara fisik 1 : tarik nafas pasien.
dalam. 2. Menjelaskan tentang perilaku
3. Memasukan dalam jadwal harian kekerasan :
pasien. a. Penyebab.
b. Akibat.
c. Cara merawat.
3. Melatih cara merawat.
4. RTL keluarga / jadwal untuk
merawat pasien.
SP 2. SP 2.
1. Mengevaluasi kegiatan yang lalu ( SP 1. Mengevaluasi kegiatan yang lalu (
1 ). SP 1 ).
2. Melatih cara fisik 2 : pukul kasur / 2. Melatih ( simulasi ) 2 cara lain
bantal. untuk merawat pasien.
3. Memasukan dalam jadwal harian 3. Melatih langsung ke pasien.
pasien. 4. RTL keluarga / jadwal keluarga
untuk merawat pasien.
SP 3. SP 3.
1. Mengevaluasi kegiatan yang lalu ( SP 1. Mengevaluasi SP 1 dan SP 2.
1 dan SP 2 ). 2. Melatih langsung ke pasien.
2. Melatih secara sosial / verbal. 3. RTL keluarga / jadwal keluarga
3. Menolak dengan baik. untuk merawat pasien.
4. Meminta dengan baik.
5. Mengungkapkan dengan baik.
6. Memasukan dalam jadwal harian
pasien.
SP 4. SP 4.
1. Mengevaluasi kegiatan yang lalu ( SP 1. Mengevaluasi SP 1, 2, & 3.
1, 2 & 3 ). 2. Melatih langsung ke pasien.
2.Melatih secara spiritual. 3. RTL keluarga.
a. Berdoa. a. Follow Up.
b. Sembahyang. b. Rujukan.
3. Memasukan dalam jadwal harian
pasien.
SP 5.
1. Mengevaluasi kegiatan yang lalu ( SP
1, 2, 3, & 4 ).
2. Melatih patuh obat :
a. Meminum obat secara teratur dengan
prinsip 5B.
b. Menyusun jadwal minum obat secara
teratur.
3. Memasukan dalam jadwal harian
pasien.

5. Evaluasi
Evaluasi menurut Keliat (2006) adalah proses yang berkelanjutan
untuk menilai efek dari tindakan keperawatan yang dilaksanakan. Evaluasi
dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu evaluasi proses atau formatif dan
evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan respon
pasien dengan tujuan yang telah ditentukan. Hasil evaluasi yang
diharapkan adalah:
a. Pasien dapat membina hubungan saling percaya
b. Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
c. Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
d. Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah
dilakukannya
e. Pasien dapat menyebutkan cara mencegah/mengontrol perilaku
kekerasan yang dilakukakannya
f. Pasien dapat mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya
g. Pasien dapat mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya secara
fisik, spiritual, sosial, dan dengan terapi psikofarmaka
DAFTAR PUSTAKA

Direja Ade Herman Surya .2011.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa.Nuha


Medika:Yogyakarta
Fitria,Nita.2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan ( LP & SP ) untuk 7
Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat bagi Program S1 Keperawatan.
Salemba Medika : Jakarta
Purba.2008.Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah Psikososial dan
Gangguan Jiwa.Medan;USU Press
Keliat Budi Anna, Panjaitan Ria Utami, Helena Novy. 2006. Proses Keperawatan
Kesehatan Jiwa Edisi 2. EGC: Jakarta.
Kusumawati & Hartono.2010.Buku Ajar Keperawatan Jiwa .Jakarta;Salemba
Medika

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN


PADA PASIEN DENGAN RISIKO PERILAKU KEKERASAN
OLEH :
I GUSTI AYU REGITA PRAMESTI CAHYANI
P07120215036
KELAS III.A PRODI D-IV KEPERAWATAN
SEMESTER VI

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2018
Mengetahui Bangli............................ 2018
Nama Pembimbing / CI : Nama Mahasiswa
............................................ I Gusti Ayu Regita Pramesti Cahyani
NIP. NIM. P07120215036

Nama Pembimbing / CT :

I Wayan Candra, S.Pd., S.Kep., Ns., M.Si.


NIP. 196510081986031001

You might also like