You are on page 1of 30

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III

PENYAKIT KATARAK

Disusun oleh :
Kelompok 3
AULIA MUSTIKAWATI
IHWAYUNI
NURAFNI OKTAVIANA
REZA FAHLEFI

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIKES PAYUNG NEGERI
PEKANBARU
2018
KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji syukur atas kehadirat Allah Swt, yang


memberikan nikmat serta hidayah-Nya terutama nikmat kesehatan dan
kesempatan sehingga dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul Penyakit
Katarak. Makalah ini tidak tersusun dengan sempurna dan masih terdapat
kekurangan-kekurangan dalam penulisannya. Maka penulis mengharapkan kritik
dan saran dari pembaca agar dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan
benar, bahkan bisa tersusun dengan sempurna.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu
pengetahuannya. Mudah-mudahan makalah yang sederhana ini bisa dipahami bagi
siapapun yang membacanya,dengan pemahaman yang di dapatkan pembaca dari
makalah ini tentunya penulis akan memperbanyak ilmu pengetahuan agar bisa
menyelesaikan makalah berikutnya dengan sempurna tanpa ada kesalahan,demi
peningkatan mutu pendidikan kita bersama. Akhirnya penulis mengucapkan
terima kasih atas perhatian, kritik, serta saran yang akan pembaca berikan kepada
penulis nantinya.

Pekanbaru, 28 September 2018

` Kelompok 3

1
Keperawatan Medikal Bedah III
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................. i


DAFTAR ISI ............................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 3
A. Latar Belakang ............................................................................... 3
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 3
C. Tujuan ............................................................................................ 3
BAB II TINJAUAN TEORITIS ............................................................. 4
A. Anatomi dan Fisiologi .................................................................... 4
B. Konsep Penyakit
a. Definisi Katarak ................................................................. 11
b. Etiologi Katarak ................................................................. 12
c. Patofisiologi Katarak .......................................................... 12
d. Manifestasi Klinis Katarak ................................................. 13
e. Pemeriksaan Diagnostik Katarak ....................................... 14
f. Komplikasi ......................................................................... 14
g. Penatalaksanaan ................................................................. 14
C. Asuhan Keperawatan ..................................................................... 18
BAB IV PENUTUP .................................................................................. 28
A. Kesimpulan .................................................................................... 28
B. Saran ............................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA

2
Keperawatan Medikal Bedah III
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Katarak adalah perubahan lensa mata yang tadinya jernih dan tembus
cahaya menjadi keruh. Lensa mata yang normal adalah jernih. Bila terjadi
proses katarak, lensa menjadi buram seperti kaca susu. Katarak menyebabkan
penderita tidak bisa melihat dengan jelas. Lensa mata penderita menjadi
keruh dan tak tembus cahaya sehingga sulit mencapai retina dan akan
menghasilkan bayangan yang kabur pada retina.

Sebagian besar katarak terjadi akibat adanya perubahan komposisi


kimia lensa mata yang mengakibatkan lensa mata menjadi keruh.
Penyebabnya dapat faktor usia, paparan sinar ultraviolet dan faktor gizi.

Gejala gangguan penglihatan penderita katarak tergantung dari letak


kekeruhan lensa mata. Bila katarak terdapat dibagian pinggir lensa, maka
penderitanya akan merasa adanya gangguan penglihatan. Bila kekeruhan
terdapat pada bagian tengah lensa, maka tajam penglihatan akan terganggu.
Gejala awal biasanya ditandai adanya penglihatan ganda, peka atau silau
terhadap cahaya sehingga mata hanya merasa nyaman bila melihat pada
mallam hari. Dan biasanya mata mengalami perubahan tajam penglihatan
sehingga sering mengganti ukuran kacamata.

Katarak harus diangkat sesegera mungkin agar fungsi penglihatan


bisa berkembang secara norma. Katarak dibuang melalui pembedahan, yang
diikuti dengan pemasangan lensa intraokuler. Jika penyebabnya diketahui,
maka dilakukan pengobatan terhadap penyebab terjadinya katarak congenital.

B. Rumusan masalah
Apa itu Katarak ?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum

3
Keperawatan Medikal Bedah III
Untuk mengetahui tentang apa itu katarak.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang anatomi dan fisiologi
mata.
b. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang definisi penyakit katarak.
c. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang etiologi penyakit katarak.
d. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang patofisiologi penyakit
katarak.
e. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang manifestasi klinis
penyakit katarak.
f. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang pemeriksaan diagnostic
penyakit katarak.
g. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang komplikasi penyakit
katarak.
h. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang penatalaksanaan.
i. Mahasiswa mampu menjelaskan MCP kasus terkait.
j. Mahasiswa mampu menjelaskan asuhan keperawatan terkait kasus.
k. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang jurnal terkait.
l. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang terapi modalitas.
m. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang trend dan issue evidance
based practice.

4
Keperawatan Medikal Bedah III
BAB II
PEMBAHASAN

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI


Organ penglihatan dirancang secara khusus untuk mendeteksi cahaya.
Cahaya menjalar melewati kornea,, cairan mata (aqueous humor), lensa dann
humor bening (vitreous humor) sebelum jatuh ke retina. Reseptor cahaya –
sel batang dan kerucut – memberikan data mengenai intensitas dan panjang
gelombang cahaya. Informasi ini diproses dan di transmisikan melalui sel-sel
saraf pada retina, nervus optikus, dan thalamus sebelum sampai di korteks
visual. Informasi ini dikonstruksikan didaerah korteks visual asosiasi dan
korteks visual primer menjadi suatu persepsi sadar.

Struktur sistem visual :

a. Struktur Eksternal
Sistem visual merupakan kelompok kompleks dari struktur-
struktur yang meliputi bola mata, otot-otot, saraf, lemak, dan
tulang.
1. Adneksa ocular merupakan struktur tambahan dari mata
(otot, lemak dan tulang) yang menyokong dan melindungi
mata. Tulang orbita (rongga mata) mengelilingi dan
melindungi mata sehingga hanya sebagian kecil mata yang
tampak. Orbita dibentuk dari sebagiann tulang frontal,
lakrimal, etmoid, maksila, zigomatikus, sphenoid, dan
palatina. Tulang-tulang ini adalah tulang tipis dan rapuh,
sehingga mudah patah bila terdapat tekanan pada mata
(seperti pada perkelahian). Selain tulang, orbita uga tersusun
atas lemak, bermacam jaringan ikat, pembuluh darah, dan
saraf.
2. Bola mata digerakkan oleh enam otot ocular yang dilekatkan
pada permukaan bola mata dan menggerakkan mata melalui

5
Keperawatan Medikal Bedah III
enam lirikkan utama. Empat otot rektus (medial, lateral,
superior dan inferior) menggerakkan bola mata secara
horizontal dan vertical. Dua otot oblik (superior dan inferior)
memutar bola mata dalam gerakan sirkular untuk
memudahkan melihat ke segala sudut.
3. Kelopak mata atas dan bawah adalah lipatan kulit yang
menutup untuk melindungi bola mata bagian depan. Ketika
kelopak mata tertutup, kelopak mata mendistribusikan air
mata yang mencegah penguapan dan keringnya epithelium
permukaan. Ruangan elips diantara kedua kelopak mata yang
terbuka adalah fisura palpebralis. Pojok fisura ini disebut
sebagai kantus. Kantus medialis (bagian dalam) terletak dekat
dengan hidung, kantus lateralis (bagian luar) merupakan
pojok yang terletak diluar. Kelenjar penghasil minyak
(kelenjar meibom) terletak dikedua kelopak mata yaitu atas
dan bawah.

b. Struktur Internal

6
Keperawatan Medikal Bedah III
1) Konjungtiva
Merupakan suatu lapisan mukosa tipis transparan yang
melapisi bola mata dan kelompok mata.
2) Kornea
Merupakan struktur transparan avaskular dengan
permukaan yang mengkilat, bentuknya cembung dengan tebal
sekitar 0,5 mm dan berperan sebagai lensa kuat yang
membengkokkan serta membiaskan berkas cahaya (refraksi).
Kornea tersusun atas 5 lapis. Kornea menghantarkan

7
Keperawatan Medikal Bedah III
sebagian dari atmosfer. Serangkaian serabut saraf pada
lapisan luar retina (epithelium) menghasilkan sensasi nyeri
ketika serabut ini terekspos atau terstimulasi.
3) Sclera
Merupakan selubung fibrosa pelindunng mata. Sclera
berwarna putih, padat dan berlanjut ke kornea. Pada anak-
anak, sclera tipis dan tampak kebiruan karena struktur
berpigmen dibawahnya. Pada umur yang lebih tua, sclera
dapat berwarna kekuningan karena proses degenerasi.
4) Traktus Uveal
Adalah lapisan vascular yang terletak pada lapisan
tengah mata. Uveal mengandung pembuluh darah yang
memberi suplai ke retina, terdiri atas tiga struktur, yaitu
sebagai berikut :
1. Iris merupakan struktur tipis. Diagfragma berpigmen
dengan lubang di tengah yang disebut pupil. Warna
iris ditentukan oleh derajat pigmentasi pada melanosit
stroma. Interaksi dari dua otot iris (sfingter dan
dilator) menentukan diameter pupil. Ekspansi dan
kontraksi iris mengatur jumlah cahaya yang masuk ke
mata.
2. Badan Siliar memproduksi dan menyekresi cairan
mara, yaitu cairan jernih bersifat alkalis yang
terutama tersusun atas cairan yang memenuhi ruangan
antara iris dan kornea (kamera okuli anterior). Badan
siliar merupakan kelanjutan langsung dari iris dan
sirkuar, mengelilingi lensa. Cairan mata bersirkulasi
dari kamera okuli posterior ke kamera okuli anterior
melalui pupil. Aliran ini berlanjut ke sudut kamera
okuli anterior dan disaring melalui anyaman
trabekular menuju kanalis Sclemm. Dari kanalis ini,

8
Keperawatan Medikal Bedah III
cairan mata disalurkan ke anyaman kapiler dan
menuju vena episklera. Tekanan intraocular
dipertahankan normal selama terdapat keseimbanngan
produksi cairan mata dan aliran cairan mata.
3. Koroid adalah segmen posterior traktus uveal di
antara retina dan sclera. Koroid tersusun atas 3 lapisan
pembuluh darah dan dilekatkan pada tiap siliar
maupun saraf optic.
5) Lensa
Merupakan struktur bikonverks, avasokular, tidak
berwarna dan hampir semuanya transparan dengan tebal 4
mm dan diameter 9 mm. Lensa tergantung dibelakang iris
olehh serat ligament (zonula) yang berhubungan dengan
badan siliaris. Fungsi utama lensa adallah memfokuskan
cahaya pada retina. Perubahan focus dari jauh ke dekat
disebut sebagai akomodasi. Tidak terdapat serabut fatal nyeri
dan pembuluh datah pada lensa. Lensa dikelilingi oleh
pembungkus transparan (kapsud). Lensa mata tersusun atas
65% air dan 35% protein.
6) Badan Vitreus
Adalah struktur serupa jeli yang jernih dan avaskular.
Cairan vitreus adalah cairan kental dan bersifat viskos dan
menempati ruangan bernama ruangan vitreus. Cairan ini
mengisi ruangan terbesar pada mata dan memenuhi 2/3
volume mata. Cairan ini membantu mempertahankan bentuk
dan transparansi mata.
7) Retina
Merupakan lapisan jaringan saraff tipis dan
semitransparan yang menyusun lapisan mata paling dalam.
Retina terdiri atas 10 lapisan jaringan halus yang sangat
terorganisasi. Retina mengandung reseptor yang digunakan

9
Keperawatan Medikal Bedah III
untuk transmisi cahaya dan sebenarnya merupakan bagian
dari otak
Terdapat dua macam reseptor retina, yaitu sel batang
dan sel kerucut. Sejumlah 125 juta sel batang tersebarpada
bagian perifer dari retina yang berfungsi utama pada gelap
terang. Kerusakan pada struktur ini menghasilkan rabun
senja. Sel krucut berjumlah sekitar 6 juta sel dan
terkonsentrasi pada pusat retina yang berfungsi memberikan
resolusi pada sudut visual yang kecil menghasilkan persepsi
detail halus. Sel ini juga berperan dalam penglihatan warna.
Pusat retina (macula) merupakan suatu area dengan
diameter 5 mm. pada pemeriksaan oftalmoskopik, macula
tampak sebagai bintik kekuningan dengan pusat agak
melesak (fovea). Suatu area dengan diameter 1,5 mm di mana
hanya terdapat sel-sel kerucut sehingga daerah ini merupakan
pusat ketajaman penglihatan. Kerusakan pada fovea dapat
mengurangi penglihatan.
8) Nervus Optikus dan Jaras Neural
Terletak pada bagian posterior mata dan
mentransmisikan impuls visual sinyal dari retina ke otak.
Bagian kepala dari saraf optic (diskus optikus) dapat dilihat
pada pemeriksaan oftalmoskopis. Saraf optikus tidak
mengandung reseptor sensorik (sel batang dan kerucut) dan
dikenal sebagai bintik buta mata. Saraf optic keluar dari
belakang mata dan memanjang sampai 25 – 30 mm yanng
berjalan sepanjang kerucut otot untuk memasuki foramen
optikus kemudian bergabung dengan serat saraf optic yang
lain membentuk klasma optic. Neuron saraf optic bersinaps di
thalamus dan saraf thalamus kemudian mentransmisikan
informasi visual ke lobus oksipital pada korteks serebri.

10
Keperawatan Medikal Bedah III
B. KONSEP PENYAKIT KATARAK
a. Definisi Katarak
Katarak adalah perubahan pada lensa mata yang sebelumnya jernih
dan tembus cahaya menjadi keruh. Katarak menyebabkan penderita tidak
bisa melihat dengan jelas karena dengan lensa yang keruh cahaya sulit
mencapai retina dan akan menghasikan bayangan yang kabur pada
retina. Katarak terjadi secara perlahan-lahan sehingga penglihatan
penderita terganggu berangsur. Katarak sendiri tidak mengakibatkan
kebutaan yang permanen apabila diatasi dengan melakukan operasi
(Irianto, 2014).
Katarak adalah kekeruhan pada lensa. Katarak biasanya terjadi
akibat proses penuaan tapi dapat timbul pada saat kelahiran ( katarak
kongenital). Dapat juga berhubungan dengan trauma mata tajam maupun
tumpul, penggunaan kortikosteroid jangka panjang, penyakit sistemis,
seperti diabetes mellitus atau hipoparatiroidisme, pemajanan radiasi,
pemajanan yang lama sinar matahari ( sinar ultraviolet), atau kelainan
mata lain seperti uveitis anterior.
Bentuk katarak yang paling umum adalah tipe senilis atau tipe
katarak yang terkait umur. Katarak senilis biasanya mulai terjadi pada
umur 50 tahun dan muncul sebagai kekeruhan kortikal, nuclear atau
subkapsular posterior. Pada katarak kortikal, kekeruhan berbentuk
seperti jeruji ditemukan ditepi lensa. Perkembangan kekeruhan ini
berjalan lambat, jarang melibatkan aksis visual dan seringnya tidak
menyebabkan kehilangan penglihatan yang berat. Katarak sklerotik
nuclear merupakan hasil dari penguningan dan pengerasan progresif
pusat lensa (nucleus). Kebanyakan pasien berusia lebih dari 70 tahun
memiliki derajat sklerosis nuclear. Opasitas subkapsular posterior teradi
sentral ada kapsul lensa bagian posterior dan menyebabkan kehilangan
penglihatan awal karena terletak pada aksis visual.

11
Keperawatan Medikal Bedah III
b. Etiologi Katarak
Paparan kumulatif sinar ultraviolet pada mata sepanang umur
seseorang merupakan faktor risiko penting bagi perkembangan katarak.
Seseorang yang tinggal di ketinggian atau yang bekerja di sinar matahari
terang seperti nelayan cenderung lebih awal menderita katarak. Pekerja
pada industry kaca atau las yang tidak mengenakan proteksi mata juga
memiliki resiko yang lebih tinggi.
Katarak juga dapat terjadi pada gangguan congenital, sistemik dan
ocular. Gangguan sistemik termasuk diabetes, tetanus, distrofi miotrofik,
neurodermatitis, galaktosemia, sindrom lowe, sinrom wener, sindrom
down. Gangguan intraocular termasuk iridosiklitis, retinitis, ablasio,
retina, dan onkoserkiasis. Infeksi (campak Jerman, parotitis, hepatitis,
poliomyelitis, cacar air, mononucleosis infeksius) selama trimester
pertama kehamilan dapat menyebabkan katarak congenital. Trauma
tumpul, laserasi, benda asing, radiasi, paparan sinar inframerah, dan
penggunaan kortikosteroid jangka panjang juga dapat menjadi faktor
resiko katarak (Black, 2014).
c. Patofisiologi Katarak
Pembentukan katarak ditandai secara kimiawi dengan pengurangan
ambilan oksigen dan peningkatan kadar air yang diikuti dengan dehidrasi
lensa. Kadar sodium dan kasium meningkat, potassium, asam askorbat,
dan protein menurun. Protein lensa mengalami beberapa perubahan
terkait usia seperti menguning karena pembentukan komponen fluoresen
dan perubahan molecular. Perubahan ini bersama dengan fotoabsorbsi
radiasi sinar ultraviolet sepanjang hidup mendukung teori bahwa katarak
dapat disebabkan karena proses fotokimiawi.
Kemajuan katarak merupakan pola yang dapat diprediksi. Katarak
dimulai dari kondisi katarak imatur yang memiliki gambaran lensa tidak
sepenuhnya opak dan beberapa cahaya masih dapat diteruskan sehingga
penglihatan masih memadai. Pada katarak matur, opasitas terjadi
menyeluruh (katarak disebut “matang”). Katarak hipermatur merupakan

12
Keperawatan Medikal Bedah III
katarak dengan protein lensa mengalami pemecahan menjadi polipeptida
rantai pendek yang merembes keluar dari kapsul lensa. Pecahan
polipeptida ini kemudian difagosit oleh makrofag sehingga dapat
merusak jaringan trabekular menyebabkan glaucoma fakolitik.
d. Manifestasi Klinis Katarak
Penglihatan kabur, kadang diplopia monocular (penglihatan
ganda), fotopobia (sensitive terhadap cahaya), dan halo terjadi karena
opasitas lensa menghalangi penerimaan cahaya dan bayangan oleh
retina. Pasien biasanya meliat lebih baik pada cahaya yang remang-
remang ketika pupil dalam keadaan dilatasi yang menyebabkan cahaya
dapat menembus sekeliling opasitas lensa. Nyeri sering kali tidak
dikeluhkan. Lensa keruh bening dapat dikenali (Black, 2014).
Katarak sebaiknya diduga ketika reflex berwarna kemerahan pada
pemeriksaan oftalmoskop mulai tampak tidak cemerlang atau
menghilang. Walaupun katarak dapat diidentifikasi dengan mudah pada
pemeriksaan oftalmoskopi direk, perlu ditentukan determinasi tipe
katarak dan tahap perubahan lensa dengan pemeriksaan shit-lamp.
Katarak di diagnosis terutama dengan gejala subjektif. Biasanya
pasien melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau dan
gangguan fungsional sampai derajat tertentu yang diakibatkan karena
kehilangan penglihatan tadi. Temuan objektif biasanya meliputi
pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak
akan tampak dengan oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak,
cahaya akan dipendarkan dan bukannya ditransmisi dengan tajam
menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah pandangan
kabur atau redup, menyilaukan yang menjengkelkan dengan distorsi
bayangan dan susah melihat di malam hari. Pupil yang normalnya hitam,
akan tampak kekuningan, abu-abu,atau putih. Katarak biasanya terjadi
bertahap selama bertahun-tahun, dan ketika katarak sudah sangat
memburuk, lensa koreksi yang lebih kuat pun tidak akan mampu
memperbaiki penglihatan.

13
Keperawatan Medikal Bedah III
e. Pemeriksaan Penunjang Katarak
1) Kartu mata snellen atau mesin telebinokuler : terganggu dengan
kerusakan kornea, lensa, akueus / vitreus humor, kesalahan refraksi,
penyakit sistem saraf, penglihatan.
2) Lapang penglihatan : penurunan mungkin karena massa tumor,
karotis, glukom.
3) Pengukuran Tonografi : TIO (12 – 25 mmHg).
4) Pengukuran Gonioskopi : membedakan sudut terbuka dari sudut
tertutup glukoma.
5) Tes provokatif : menentukan adanya / tipe glukoma.
6) Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng
optic, papiledema, perdarahan.
7) Darah lengkap, LED : menunjukkan anemi sistemik / infeksi.
8) EKG, Kolesterol serum, lipid.
9) Tes toleransi glukosa : control DM
10) Keratometri
11) Pemeriksaan lampu sit.
12) A – Scan Ultrasound (echography).
13) Penghitungan sel endotel penting untuk fakoemulsifikasi dan
implantasi.
14) USG mata sebagai persiapan untuk pembedahan katarak.

f. Komplikasi
Walaupun sebenarnya efek samping pembedahan katarak jarang
teradi, mungkin dapat terjadi infeksi pascaoperasi, perdarahan, edema
macular, dan kebocoran luka. Kejadian ablasio retina lebih sering terjadi
pada 12 bulan pascaoperasi.

g. Penatalaksanaan
Katarak senilis hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi. Akan
tetapi jika gejala katarak tidak mengganngu, tindakan operasi tidak

14
Keperawatan Medikal Bedah III
diperlukan. Kadang kala cukup dengan mengganti kacamata. Sejauh ini
tidak ada obat-obatan yang dapat menjernihkan lensa yang keruh.
Penatalaksanaan definitive untuk katarak senilis adalah ekstraksi
lensa. Lebih dari bertahun-tahun, teknik bedah yang bervariasi sudah
berkembang dari metode yang kuno hingga teknik hari ini
phacoemulsifikasi. Hampir bersamaan dengan evolusi IOL yang
digunakan, yang bervariasi dengan lokasi, material, dan bahan
implantasi. Bergantunng pada integritas kapsul lensa posterior, ada 2
tipe bedah lensa yaitu intra capsuler cataract ekstraksi (ICCE) dan
ekstra capsuler cataract ekstraksi (ECCE). Berikut ini akan
dideskripsikan secara umum tentang tiga prosedur operasi pada
ekstraksi katarak yang sering digunakan yaitu ICCE, ECCE dan
Phacoemulsifikasi.
1) Intra Capsular Cataract Extraction (ICCE)
Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh
lensa bersama kapsul. Seluruh lensa dibekukan didalam
kapsulnya dengan cryphake dan dipindahkan dari mata melalui
insisi corneal superior yang lebar. Sekarang metode ini hanya
dilakukan hanya pada keadaan lensa subluksatio dan dislokasi.
Pada ICCE tidak akan terjadi katarak sekunder dan merupakan
tindakan pembedahan yang sangat lama populer. ICCE tidak
boleh dilakukan atau kontraindikasi pada pasien berusia kurang
dari 40 tahun yang masih mempunyai ligament hialoidea
kapsular. Penyulit yang dapat terjadi pada pembedahan ini
astigmatisme, glukoma, uveitis, endoftalmitis, dan perdarahan.
2) Extra Capsular Cataract Extraction (ECCE)

15
Keperawatan Medikal Bedah III
Tindakan pembedahhan pada lensa katarak dimana
dilakukan pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek
kapsul lensa anterior sehingga masa lensa dan korteks lensa
dapat keluar melalui robekan. Pembedahan ini dilakukan pada
pasien katarak muda, pasien dengan kelainan endotel,
implantasi lensa intra ocular posterior, perencanaan implantasi
sekunder lensa intra ocular, kemungkinan akan dilakukan
bedah glukoma, mata dengan predisposisi untuk terjadinya
prolaps badan kaca, mata sebelahnya telah mengalami prolap
badan kaca, ada riwayat mengalami ablasi retina, mata dengan
sitoid macular edema, pasca bedah ablasi, untuk mencegah
penyulit pada saat melakukan pembedahan katarak, seperti
prolaps badan kaca. Penyulit yang dapat timbul pada
pembedahan ini yaitu dapat terjadinya katarak senkunder.

3) Phacoemulsifikasi

16
Keperawatan Medikal Bedah III
Phacoemulsifikasi (phaco) maksudnya membokar dan
memindahkan Kristal lensa. Pada tehnik ini diperlukan irisan
yang sangat kecil (sekitar 2 – 3 mm) di kornea. Getaran
ultrasonic akan digunakan untuk menghancurkan katarak,
selanjutnya mesin PHACO akan menyedot massa katarak yang
telah hancur sampai bersih. Sebuah lensa intra ocular yang
dapat dilipatkan dimasukkan melalui irisan tersebut. Karena
insisi yang kecil maka tidak diperlukan jahitan, akan pulih
dengan sendirinya, yang memungkinkan pasien dapat dengan
cepat kembali melakukan aktivitas sehari-hari. Tehnik ini
bermanfaat pada katarak congenital, traumatic dan kebanyakan
katarak senilis. Tehnik ini kurang efektif pada katarak senilis
padat dan keuntungan insisi limbus yang kecil agak kurang
kalau akan dimasukkan lensa intraokuler, meskipun sekarang
lebih sering digunakan lensa intraocular fleksibel yang dapat
dimasukkan melalui insisi kecil seperti itu.

17
Keperawatan Medikal Bedah III
4) Small Incision Cataract Surgery (SICS)
Tehnik operasi Small Incision Cataract Surgery (SICS)
yang merupakan tehnik pembedahan kecil. Tehnik ini
dipandang lebih menguntungkan karena lebih cepat sembuh
dan murah.
5) YAG Laser
Melubangi kapsul posterior sehingga terdapat lubang.
Prosedur ini kerjanya cepat dan tidak sakit. Indikasinya
opasifikasi kapsul posterior pada katarak sekunder, perifer
iridotomy pada penderita glaucoma sudut tertutup, akut, pan
retinal photocoagulation pada penderita diabetic retinanopathy.

C. ASUHAN KEPERAWATAN KATARAK


1) Pengkajian Keperawatan
Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan
dasar utama dan ha yang penting dilakukan baik saat pasien pertama kali
masuk rumah sakit maupun selama pasien dirawat dirumah sakit.
1. Biodata
Identitas pasien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan,
agama, suku / bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat dan nomor
register.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Penurunan ketajaman penglihatan dan silau.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Riwayat kesehatan pendahuluan pasien diambil untuk
menemukan masalah primer pasien, seperti : kesulitan membaca,
pandangan kabur, pandangan ganda, atau hilangnya daerah
penglihatan soliter. Perawat harus menemukan apakah
masalahhnya hhanya mengenai satu mata atau dua mata dan berapa
lama pasien sudahh menderita kelainan ini. Riwayat mata yang

18
Keperawatan Medikal Bedah III
jelas sangat penting. Apakah pasien pernah mengalami cedera mata
atau infeksi mata, penyakit apa yang terakhir diderita pasien.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Eksplorasi keadaan atau status okuler umum pasien. Apakah
ia mengenakan kacamata atau lensa kontak? Apakah pasien
mengalami kesulitan melihat (focus) pada jarak dekat atau jatuh?
Apakah ada keluhan dalam membaca atau menonton televisi?
Bagaimana dengan masalah membedakan warna atau masalah
dengan penglihatan lateral atau perifer?
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah riwayat kelainan mata pada keluarga.
3. Pemeriksaan Fisik
Pada inspeksi mata akan tampak pengembunan seperti mutiara
keabuan pada pupil sehingga retina tidak akan tampak dengan
oftalmoskop (Smeltzer, 2002). Katarak terlihat tampak hitam terhadap
reflex fundus ketika mata diperiksa dengan oftalmoskop direk.
Pemeriksaan slit lamp kemungkinan pemeriksaan katarak secara rinci
dan identifikasi lokasi opasitas dengan tepat. Katarak terkait usia
biasannya terletak didaerah nucleus, korteks atau subkapsular.
Katarak terinduksi steroid umumnya terletak di subkapsular posterior.
Tampilan lain yang menandakan penyebab ocular katarak dapat
ditemukan antara lain deposisi pigmen pada lensa menunjukkan
inflamasi sebelumnya atau kerusakan iris menandakan trauma mata
sebelumnya.
4. Perubahan Pola Fungsi
Data yang diperoleh dalam kasus katarak, menurut Gordon
adalah sebagai berikut :
1) Persepsi terhadap kesehatan
Bagaimana manajemen pasien dalam memelihara
kesehatan, adakah kebiasaan merokok, mengkonsumsi alcohol,

19
Keperawatan Medikal Bedah III
dan apakah pasien mempunyai riwayat alergi terhadap obat,
makanan atau yang lainnya.
2) Pola aktivitas dan latihan
Bagaimana kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas
atau perawatan diri, dengan skor : 0 = mandiri, 1 = dibantu
sebagian, 2 = perlu bantuan orang lain, 3 = perlu bantuan orang
lain dan alat, 4 = tergantung / tidak mampu. Skor dapat dinilai
melalui :
AKTIVITAS 0 1 2 3 4
Mandi
Berpakaian / Berdandan
Eliminasi
Mobilisasi ditempat tidur
Pindah
Ambulasi
Naik tangga
Belanja
Memasak
Merapikan Rumah

3) Pola Istirahat Tidur


Berapa lama waktu tidur pasien, apakah ada kesulitan tidur
seperti insomnia atau masalah lain. Apakah saat tertidur sering
terbangun.
4) Pola Nutrisi Metabolik
Adalah diet khusus yang dijalani pasien, jika ada anjuran diet
apa yang telah diberikan. Kaji nafsu makan pasien sebelum dan
setelah sakit mengalami perubahan atau tidak, adakah keluhan
mual dan muntah, adakah penurunan berat badan yang drastic
dalam 3 bulan terakhir.
5) Pola Eliminasi

20
Keperawatan Medikal Bedah III
Kaji kebiasaan BAK dan BAB pasien, apakah ada gangguan
atau kesulitan. Untuk BAK kaji warna, bau dan frekuuensi
sedangkan untuk BAB kaji bentuk, warna, bau, dan frekuensi.
6) Pola Kognitif Perseptual
Status mental pasien atau tingkat kesadaran, kemampuan
bicara, mendengar, melihat, membaca serta kemampuan pasien
berinteraksi. Adakah keluhan nyeri karena suatu hal, jika ada kaji
kualitas nyeri.
7) Pola Konsep Diri
Bagaimana pasien mampu mengenal diri dan menerimanya
seperti harga diri, ideal diri pasien dalam hidupnya, identitas diri
dan gambaran akan dirinya.
8) Pola Koping
Masalah utama pasien masuk rumah sakit, cara pasien
menerima dan menghadapi perubahan yang terjadi pada dirinya
dari sebelum sakit hingga setelah sakit.
9) Pola Seksual Reproduksi
Pola seksual pasien selama di rumah sakit, menstruasi
terakhir dan adakah masalah saat menstruasi.
10) Pola Peran Hubungan
Status perkawinan pasien, pekerjaan, kualitas kerja, sistem
pendukung dalam menghadapi masalah, dan bagaimana
dukungan keluarga selama pasien dirawat dirumah sakit.
11) Pola Nilai dan Kepercayaan
Apa agama pasien, sebagai pendukung untuk lebih
mendekatkan diri kepada Tuhan atas sakit yang diderita.

5. Pemeriksaan Diagnostik
Selain uji mata yang biasanya dilakukan menggunakan kartu
snellen, keratometri, pemeriksaan lampu slit dan oftalmoskopi, maka
A-scan ultrasound (echography) dan hitung sel endotel sangat berguna

21
Keperawatan Medikal Bedah III
sebagai alat diagnostic, khususnya bila dipertimbangkan akan
dilakukan pembedahan. Dengan hitung sel endotel 2000 sel/mm³,
pasien ini merupakan kandidat yang baik untuk dilakukan
fakoemulsifikasi dan implantasi IOL (Smeltzer, 2001).

2) Diagnose Keperawatan
a. Diagnosa I : Gangguan Sensori Persepsi (Penglihatan) b/d
Penurunan Ketajaman pada Mata
 Data Subjektif :
1. Pasien mengatakan penurunan dalam melihat
2. Pasien mengatakan kesulitan melihat pada jarak jauh atau
dekat
3. Pasien mengatakan pandangan mata ganda
4. Pasien mengatakan sulit melihat dimalam hari
 Data Objektif :
1. Pasien terlihat menggunakan pendengaran untuk
memperhatikan
2. Pupi berwarna putih
3. Adanya dilatasi pupil
4. Nukleus pada lensa menjadi coklat kekuningann
5. Lensa menjadi keruh
6. Retina sulit dilihat
 Intervensi
1) Diagnosa : Gangguan Sensori Persepsi b/d Penurunan
Ketajaman pada Mata
2) Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam,
maka manajemen penglihatan pasien terkontrol
3) KH :
1. Pasien dapat menggunakan alat bantu dengan benar

22
Keperawatan Medikal Bedah III
2. Pasien dapat menghindari barang-barang yang
berserakan dilantai
4) Intervensi
Intervensi
O i. Identifikasi kebiasaan dan faktor-faktor
yang mengakibatkan resiko jatuh
ii. Kaji riwayat jatuh pasien dan keluarga
iii. Identifikasi karakteristik lingkungan yang
dapat meningkatkan terjadinya risiko jatuh
(lantai licin)
N 1) Sediakan alat bantu (tongkat, walker).
E 1) Ajarkan cara penggunaan alat bantu (tongkat,
walker).
2) Instruksikan pada pasien untuk meminta
bantuan ketika melakukan perpindahan, jika
diperlukan.
3) Ajarkan kepada keluarga untuk
meminimalkan resiko jatuh pada pasien.
4) Ajarkan kepada keluarga untuk menyediakan
lantai rumah yang tidak licin.
C 1) Kolaborasi dengan pasien, orang terdekat
dan tim kesehatan lainnya untuk memilih dan
mengimplemetasikan tindakan.

b. Diagnosa II : Resiko Cedera b/d kerusakan penglihatan


 Data Subjektif :
1. Pasien mengatakan penurunan dalam melihat
2. Pasien mengatakan kesulitan melihat pada jarak jauh atau
dekat
3. Pasien mengatakan pandangan mata ganda

23
Keperawatan Medikal Bedah III
4. Pasien mengatakan sulit melihat dimalam hari
 Data Objektif :
1. Pasien terlihat menggunakan pendengaran untuk
memperhatikan
 Intervensi
1) Diagnosa : Resiko cedera b/d kerusakan penglihatan
2) Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam,
maka cedera dapat dicegah
3) KH :
1. Pasien menunjukkan perubahan perilaku pola hidup
untuk menurunkan faktor resiko
2. Pasien dapat melindungi diri dari cedera.
4) Intervensi
Intervensi
O 1) Identifikasi kebutuhan keselamatan pasien
2) Identifikasi hal-hal yang membahayakan
dilingkungan pasien
3) Monitor lingkungan terhadap terjadinya
perubahan status keselamatan.
N 1) Sediakan alat untuk beradaptasi
2) Gunakan peralatan perlindungan
3) Bantu pasien saat perpindahan ke lingkungan
yang lebih aman
E 1) Edukasi individu dan kelompok yang
beresoko tinggi terhadap bahan berbahaya
yang ada dilingkungan
C 1) Kolaborasi dengan lembaga lain untuk
meningkatkan keselamatan lingkungan
pasien

24
Keperawatan Medikal Bedah III
c. Diagnosa III : Ansietas b/d Kurang Pengetahuan status kesehatan
 Data Subjektif :
1. Pasien mengatakan merasa cemas dengan keadaannya
sekarang
2. Pasien mengatakan tidak mengetahui status kesehatannya
 Data Objektif :
1. Pasien terlihat cemas
2. Pasien terlihat meringis
 Intervensi
1) Diagnosa : Ansietas b/d kurangnya pengetahuan status
kesehatan
2) Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam,
maka diharapkan kecemasan pasien dapat terkontrol.
3) KH :
1. Pasien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan
gejala cemas.
2. Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan
tehnik untuk mengontrol cemas.
3. Ttv dalam batas normal
4. Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat
aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan.
4) Intervensi
Intervensi
O i. Identifikasi pada saat terjadi perubahan
tingkat kecemasan
ii. Kaji tanda verbal dan non verbal
kecemasan
N 1) Gunakan pendekatan yang tenan dan
meyakinkan

25
Keperawatan Medikal Bedah III
2) Nyatakan dengan jelas harapan terhadap
perilaku pasien
3) Jelaskan semua prosedur dan apa yang
dirasakan selama prosedur
4) Berikan informasi factual terkait diagnosis,
perawatan dan prognosis.
5) Berikan objek yang menunjukkan perasaan
aman.
6) Bantu pasien mengenal situasi yang
menimbulkan kecemasan.
E 1) Instruksikan pasien untuk menggunakan
teknik relaksasi
C 1) Kolaborasi dengan keluarga pasien mengenai
situasi yang menimbulkan kecemasan.

d. Diagnosa IV : Resiko Infeksi b/d prosedur invasive


(pembedahan)
 Data Subjektif :
1. Pasien mengatakan kesulitan melihat pada jarak jauh atau
dekat
2. Pasien mengatakan pandangan mata ganda
3. Pasien mengatakan sulit melihat dimalam hari
4. Pasien mengatakan adanya penyakit sistemik (DM)
 Data Objektif :
1. Terdapat gangguan keseimbangan pada susunan sel lensa
(kejernihan lensa terlihat berkurang)
2. Hiperglikemia
 Intervensi
1) Diagnosa : Resiko Infeksi b/d prosedur invasive
(pembedahan)

26
Keperawatan Medikal Bedah III
2) Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam,
maka diharapkan keparahan infeksi terkontrol
3) KH :
1. Meningkatkan penyembuhan luka tepat waktu
2. Bebas drainase dan eritema
3. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya
infeksi
4. Menunjukkan perilaku hidup sehat
4) Intervensi
Intervensi
O 1) Observasi tanda terjadinya infeksi
2) Inspeksi kondisi luka / insisi bedah
N 1) Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien
lain.
2) Batasi pengunjung bila perlu
3) Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci
tangan
4) Pertahankan lingkungan aseptic selama
pemasangan alat
E 1) Ajarkan cara menghindari infeksi
2) Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci
tangan saat berkunjung dan setelah
berkunjung meninggalkan pasien.
3) Instruksikan pasien untuk minum antibiotic
sesuai resep.
C 1) Kolaborasi pemberian antibiotic sesuai resep

27
Keperawatan Medikal Bedah III
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Katarak adalah perubahan pada lensa mata yang sebelumnya jernih
dan tembus cahaya menjadi keruh. Katarak menyebabkan penderita tidak
bisa melihat dengan jelas karena dengan lensa yang keruh cahaya sulit
mencapai retina dan akan menghasikan bayangan yang kabur pada retina.
Katarak terjadi secara perlahan-lahan sehingga penglihatan penderita
terganggu berangsur. Katarak sendiri tidak mengakibatkan kebutaan yang
permanen apabila diatasi dengan melakukan operasi (Irianto, 2014).

B. Saran
Dengan mempelajari materi penyakit katarak ini mahasiswa mampu
memahami dan menjelaskan dengan baik dan benar.

28
Keperawatan Medikal Bedah III
DAFTAR PUSTAKA
Black, Joyce M. 2009. Keperawatan Medikal Bedah . Jakarta : EGC.

Smeltzer, Suzanne c. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

Sudoyo, Aru W,dkk. 2004. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : EGC.

29
Keperawatan Medikal Bedah III

You might also like