You are on page 1of 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam perkembangannya, jasa profesi auditor semakin dibutuhkan seiring
dengan semakin banyaknya pihak-pihak yang menggunakan informasi yang
terkandung dalam laporan keuangan sebagai salah satu pertimbangan dalam
pengambilan keputusan. Pihak-pihak tersebut menuntut penyajian laporan
keuangan yang sesuai dengan standar yang berlaku dan juga dapat dipercaya. Untuk
mewujudkan keinginan tersebut, digunakanlah jasa auditor sebagai pihak yang
secara independen memberikan penilaian terhadap laporan keuangan yang akan
dijadikan dasar pengambilan keputusan. Sebagai pihak yang dipercaya untuk
memberikan penilaian secara independen terhadap sebuah laporan keuangan
perusahaan, auditor dituntut melakukan pekerjaannya seprofesional mungkin
dengan menghindari terjadinya kesalahan dalam penilaian. Karena apabila terdapat
kesalahan dalam penilaian, maka pihak-pihak yang menggunakan hasil penilaian
auditor sebagai dasar pengambilan keputusan. Untuk meminimalisir tingkat
kesalahan, auditor diharuskan melakukan perencanaan terlebih dahulu. Hal ini
dilakukan untuk dapat memahami seluk beluk perusahaan yang akan diperiksa
laporan keuangannya, sehingga penilaian yang dihasilkan tepat guna dan terhindar
dari kesalahan-kesalahan yang dapat merugikan pihak-pihak terkait di kemudian
hari. Konsep-konsep dasar dalam auditing digunakan sebagai dasar perencanaan
audit. Diantara konsep-konsep yang ada, konsep materialitas dan risiko termasuk
konsep fundamental yang harus dipahami auditor dalam merencanakan dan
melakukan kegiatan audit. Konsep materialitas merupakan dasar penerapan standar
auditing terutama standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Dengan
konsep ini, auditor menentukan standar hal-hal yang tergolong material atau tidak
material. Hal ini menjadi sangat penting karena pendapat yang diberikan auditor
merupakan pendapat terhadap hal-hal yang bersifat material saja. Maka ruang
lingkup pemeriksaan dan penentuan pendapat yang akan diberikan, bergantung
pada interprestasi dan pemahaman auditor terhadap nilai-nilai yang termasuk dalam
hal yang material ataupun tidak material. Sedangkan konsep risiko merupakan

1
2

risiko yang terjadi dalam hal auditor, tanpa disadari, tidak memodifikasi
pendapatnya sebagaimana mestinya, atas suatu laporan keuangan yang
mengandung salah saji material.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian materialitas ?
2. Bagaimanakah tinjauan umum dari materialitas itu?
3. Apa saja tahap-tahap dari materialitas dalam proses audit?
4. Bagaimana konsep materialitas pada dua tingkat dalam merencanakan
suatu audit?
5. Apa saja konsep materialitas dalam audit laporan keuangan?
6. Apakah yang dimaksud dengan risiko audit?
7. Apa saja komponen dari risiko audit ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian materialitas
2. Untuk mengetahui tinjauan umum dari materialitas itu
3. Untuk mengetahui tahap-tahap dari materialitas dalam proses audit
4. Untuk mengetahui konsep materialitas pada dua tingkat dalam
merencanakan suatu audit
5. Untuk mengetahui konsep materialitas dalam audit laporan keuangan
6. Untuk mengetahui risiko audit
7. Untuk mengetahui komponen dari risiko audit

\
BAB II
PEMBAHASAN

2. 1 Materialitas
2.1.1 Pengertian Materialitas
Konsep materialitas merupakan faktor yang penting dalam pertimbangan
jenis laporan yang tepat untuk diterbitkan dalam keadaan tertentu. Misalnya, jika
ada salah saji yang material dalam laporan keuangan suatu entitas dan pengaruhnya
terhadap periode tertentu. Kutipan dari SA 320 Alinea 8 menjelaskan bahwa:
Tujuan auditor adalah menerapkan secara tepat konsep materialitas dalam
merencanakan dan melaksanakan audit.

Menurut William F. Messier et al (2014:15) menyatakan bahwa:

“Materialitas adalah suatu pengabaian atau salah saji informasi yang diluar
ruang lingkupnya, memungkinkan bahwa pertimbangan seorang yang
mengandalkan pada informasi tersebut akan berubah atau terpengaruh oleh
pengabaian atau salah saji.”

Sedangkan Menurut Standar Audit 320 (2011) mendefinisikan materialitas


sebagai berikut :
“ Materialitas adalah suatu jumlah yang ditetapkan oleh auditor, pada tingkat
yang lebih rendah daripada materialitas untuk laporan keuangan secara
keseluruhan, untuk mengurangi ke tingkat rendah yang semestinya
kemungkinan salah saji yang tidak dikoreksi dan yang tidak terdeteksi
secara agregat melebihi materialitas untuk laporan keuangan secara
keseluruhan”.

Definisi lain dari materialitas menurut FASB dalam Arens , et al. (2012:250)
adalah sebagai berikut :
“ The magnitude of an omission or misstatement of accounting information
that, in the light of surrounding circumstances, makes it probable that the
judgement of a reasonable person relying on the information would have
been changed or influenced by the omission or misstatement ”.

Yang apabila diterjemahkan antara lain sebagai berikut :


“Besarnya suatu pengabaian atau salah saji informasi akuntansi yang diluar
keadaan di sekitarnya, memungkinkan bahwa pertimbangan seseorang
yang bergantung pada informasi tersebut akan berubah atau terpengaruh
oleh pengabaian atau salah saji tersebut.”

3
4

Sedangkan menurut Islahuzzaman (2012:263) :

“Materialitas adalah besarnya nilai atau arti pentingnya suatu


penghapusan/penghilangan/kesalahan penyajian informasi keuangan yang
dalam hubungannya dengan sejumlah situasi yang melingkupinya, membuat
pertimbangan orang yang menyandarkan dirinya pada informasi tersebut
akan berubah atau terpengaruhi oleh pengahapusan atau kesalahan
penyajian tersebut”.

Berdasarkan definisi-definisi diatas dapat diketahui bahwa materialitas


adalah besarnya salah saji yang dihilangkan dalam informasi akuntansi, yang jika
dilihat dari keadaan yang melingkupinya, dapat mempengaruhi keputusan orang
yang meletakkan kepercayaan atas informasi akuntansi tersebut.
Laporan keuangan memiliki salah saji material jika mengandung kesalahan
atau kecurangan yang menyebabkan laporan tersebut tidak menyajikan secara wajar
dalam memenuhi kesesuaian dengan prinsip akuntansi berterima umum (Messier.
Et.al., 2014:86).
Konsep materialitas menggunakan tiga tingkatan dalam
mempertimbangkan jenis laporan yang harus dibuat, antara lain (Arens, et al.,
2012:253) :
1. Jumlah yang tidak material. Jika terdapat salah saji laporan keuangan tetapi
cenderung tidak mempengaruhi keputusan pemakai laporan, salah saji
tersebut dianggap tidak material.
2. Jumlahnya material, tetapi tidak memperburuk laporan keuangan secara
keseluruhan. Tingkat materialitas ini terjadi jika salah saji di dalam laporan
keuangan dapat mempengaruhi keputusan pemakai, tetapi keseluruhan
laporan keuangan tersebut tersaji dengan benar sehingga tetap berguna.
3. Jumlahnya sangat material atau pengaruhnya sangat meluas sehingga
kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan diragukan. Tingkat
tertinggi terjadi jika para pemakai dapat membuat keputusan yang salah jika
mereka mengandalkan laporan keuangan secara keseluruhan
Materialitas mengukur apa yang dianggap signifikan oleh pemakai laporan
keuangan dalam membuat keputusan ekonomis. Konsep materialitas mengakui
bahwa hal-hal tertentu, terpisah atau tergabung, penting untuk pembuat keputusan
ekonomis berdasarkan laporan keuangan tersebut (Tuanakotta,
5

2013:159).Materialitas adalah dasar untuk penilaian risiko audit dan penentu


luasnya prosedur audit. Menentukan materialitas merupakan latihan dalam kearifan
profesional.
Materialitas didasarkan pada persepsi auditor mengenai kebutuhan
informasi keuangan secara umum dari pemakai laporan keuangan. Jika salah saji
dalam laporan keuangan melebihi jumlah yang secara umum diperkirakan wajar
dan dapat memengaruhi keputusan ekonomis pemakai laporan, maka jumlah
tersebut adalah material(Tuanakotta, 2013:284).

2.1.2 Tinjauan Umum Materialitas


Materialitas menguukur apa yang dianggap signifikan oleh pemakai laporan
keuangan dalam membuat keputusan ekonomis. Konsep materialitas
mengakui bahwa hal – hal tertentu, terpisah atau tergabung, penting untuk pembuat
keputusan ekonomis berdasarkan laporan keuangan tersebut. Contoh keputusan
ekonomis : menanam modal dalam entitas itu, bertransaksi bisnis dengannya
meminjamkan uang kepadanya , dan lain – lain
Ketika salah saji (terpisah atau tergabung) cukup signifikan untuk
mengubah atau mempengaruhi keputusan seseorang yang memahami entitas
tersebut (informed person), salah saji yang material telah terjadi. Di bawah ambang
batas (threshold) tersebut , salah saji tersebut umumnya tidak dianggap material.
Jika ambang batas ini dilampaui , laporan keuangan akan disalahsajikan secara
material. Ambang batas ini disebut “materialitas untuk laporan keuangan secara
menyeluruh”.
Materialitas digunakan untuk membuat dan mengaudit laporan keuangan,
materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan (materialitas yang
menyeluruh) sering kali dijelaskan, misalnya dalam kerangka pelaporan keuangan
yaitu antara lain sebagai berikut:
1. Dampak terhadap pengambilan keputusan ekonomis
Salah saji termaksud kealpaan (omission), dianggap material jika secara
terpisah atau tergabung, yang secara wajar dapat mempengaruhi
keputusan ekonomis pemakai yang mendasarkan keputusannya pada
laporan keuangan tersebut
6

2. Situasi yang ada


Pertimbangan (judgement) mengenai materialitas dibuat dengan
memperhatikan situasi yang ada (surrounding circumstances),
danmempengaruhi oleh ukuran atau sifat salah saji atau keduanya
(ukuran atau sifat salah saji atau keduanya (ukuran sifat salah saji)
3. Kebutuhan pemakai laporan secara umum
Judgmenents mengenai hal yang material bagi pemakai laporan
keuangan di dasarkan pada kebutuhan akan informasi umum dari
pemakai laporan sebagai satu kelompok. Dampaknya salah saji pada
masing-masing pemakai, yang kebutuhannya bisa sanga bervariasi,
tidak ikut diperhitungkan
Kerangka laporan keuangan tersebut dapat digunakan apabila kerangka
pelaporan keuangan yang berlaku tidak mencangkup pembahasan tentang konsep
materialitas, hal ini telah dijelaskan dalam SA 320 tentang materialitas par.2-3.
Auditor menentukan materialitas berdasarkan persepsinya mengenai
kebutuhan pemakai (laporan). Dalam menerapkan kearifan profesionalnya
( profesional judgement ), layak bagi auditor mengasumsikan bahwa pemakai
laporan keuangan :

1. Mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai bisnis, kegiatan ekonomis,


dan akuntansi, dan punya keinginan untuk mempelajari informasi dalam
laporan keuangan dengan cukup cermat
2. Memahami bahwa laporan keuangan dibuat dan diaudit pada tingkat
materialitas (dan mengabaikan yang tidak material)
3. Menerima ketidakpastian yang inheren dalam penggunaan
estimasi, judgement , dan pertimbangan mengenai peristiwa di kemudian
hari (seperti potensi resesi ekonomi, potensi bangkrut, potensi nasabah
besar tidak bisa membayar, dan lain – lain)
4. Membuat keputusan ekonomi yang masuk akal (reasonable economic
decisions) atas dasar informasi dalam laporan keuangan.
(SA 320, 2011)
7

Dalam Penentuan materialitas membutuhkan penggunaan pertimbangan


profesional. Sebagai langkah awal dalam menentukan materialitas untuk laporan
keuangan secara keseluruhan, persentase tertentu sering kali diterapkan pada suatu
tolak ukur yang telah dipilih. Faktor-faktor yang dapat memengaruhi proses
identifikasi suatu tolak ukur yang tepat menurut SA 320 (2011) antara lain sebagai
berikut :

1. struktur kepemilikan dan pendanaan entitas


2. unsur-unsur laporan keuangan (aset, liabilitas, ekuitas, pendapatan, dan
beban)
3. sifat entitas, posisi entitas dlm siklus hidupnya, industri serta
lingkungan ekonominya
4. fluktuasi relatif tolak ukur tersebut ( pendapatan, laba bruto, beban
periode sebelumnya)
5. unsur yg menjadi perhatian khusus auditor (tujuan evaluasi kinerja
keuangan, pengguna fokus laba)

Konsep materialitas diterapkan oleh auditor pada tahap perencanaan dan


pelaksanaan audit, serta pada saat mengevaluasi dampak kesalahan penyajian yang
teridentifikasi dalam audit dan kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi, jika ada,
terhadap laporan keuangan dan pada saat merumuskan opini dalam laporan auditor.

Dalam perencanaan audit, auditor membuat pertimbangan-pertimbangan


tentang ukuran kesalahan penyajian yang dipandang material. Pertimbangan-
pertimbangan tersebut menyediakan suatu dasar untuk:

1. menentukan sifat, saat dan luas prosedur penilaian risiko


2. mengidentifikasi dan menilai risiko kesalahan penyajian material
3. menentukan sifat, saat dan luas prosedur audit lanjutan
8

2.1.3 Tahap-Tahap Materialitas Dalam Proses Audit


Adapun tahap-tahap materialitas dalam audit disajikan dalam table berikut :
Table.1
Tahap-tahap materialitas dalam proses audit
Tahap Auditor melaksanakan
Risk assessment - Menentukan dua macam
(penilaian risiko) materialitas, yakni materialitas untuk
laporan keuangan secara
menyeluruh dan performance
materiality(materialitas
pelaksanaan)
- Merencanakan prosedur penilaian
risiko apa yang harus dilaksanakan
- Mengidentifikasi dan menilai risiko
salah saji yang material

Risk response - Menentukan sifat (nature), waktu


(menanggapi risiko) (timing ), dan luasnya (extent )
prosedur audit slanjutnya (further
audit procedures).
- Merevisi angka materialitas karena
adanya perubahan situasi (change in
circumstances) selama audit
berlangsung

Reporting - Mengevaluasi salah saji yang belum


(pelaporan) dikoreksi oleh entitas itu.
- Merumuskan pendapat auditor.
9

2.14 Konsep Materialitas pada dua tingkat

Gambar. 2.1Materialitas pada dua tingkat

“Overall” Materiality
(for the financial statements as a whole)
Financial statement level

“Overall” Performance Materiality

“Specific” Materiality
Account balance.class of transcations (for particular financial statement
and disclosures level areas)

“Specific” Perfomance Materiality

Quantitative amount

Istilah “overall” dan “specific” yang digunakan dalam gambar 2.1 bukan
merupakan istilah yang digunakan ISA. Dalam pembahasan ini “overall”
materiality adalah materialitas untuk jenis keseluruhan. Sedangkan “specific”
materiality adalah materialitas untuk jenis transaksi, saldo akun atau pengungkapan
(disclosures) tertentu.

Dalam merencanakan suatu audit, auditor harus menilai materialitas pada


dua tingkat yaitu (1) Tingkat laporan keuangan karena pendapat auditor mengenai
kewajaran meluas sampai laporan keuangan secara keseluruhan.(2)Tingkat saldo
akun karena auditor menguji saldo akun dalam memperoleh kesimpulan
keseluruhan atas kewajaran laporan keuangan.Berikut pemaparannya antaralain :
10

1. Materialitas pada tingkat laporan keuangan

Materialitas laporan keuangan ( financial statement materiality) adalah


salah saji agregat minimum dalam suatu laporan keuangan yang cukup penting
untuk mencegah laporan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip-prinsip
akuntansi yang berlaku umum. Dalam membuat suatu pertimbangan pendahuluan
mengenai materialitas, auditor mula-mula menentukan tingkat agreat (keseluruhan)
materialitas untuk setiap laporan. Sebagai contoh, diperkirakan bahwakekliruan
berjumlah $100.000 untuk laporan laba-rugi dan $200.000 untuk neraca akan
materialitas. Dalam kasus ini tidak tepat bagi auditor untuk menggunakan
materialitas neraca dalam merencanakan audit karena jika salah saji dalam neraca
yang berjumlah hingga $200.000 juga mempengaruhi laporan laba-rugi, laporan
labar-rugi akan mengandung salah saji yang material. Untuk tujuan perencanaan,
auditor harus menggunakaan tingkat agregat terkecil dari salah saji yang
dipertimbangkan sebagai material untuk setiap laporan keuangan. Peraturab
keputusan ini tepat karena (1) laporan keuangan saling berkaitan dan (2) banyak
prosedur audit berkaitan dengan lebih dari satu laporan keuangan.

2. Materialitas pada tingkat saldo akun

Materialitas saldo akun (account balance materiality) adalah saji minimum yang
dapat muncul dalam suatu saldo akun hingga dianggap mengandung salah saji
material. Salah saji hingga tingkat tersebut dikenal sebagai salah saji yang dapat
ditolerir (torerable misstatement ). Dalam membuat pertimbangan mengenai
materialitas pada tingkat saldo akun, auditor harus mempertimbangkan hubungan
antara materialitas pada tingkat saldo akun dan materialitas pada tingkat laporan
keuangan. Pertimbangan ini harus mengarahkan auditor untuk merencanakan audit
guna mendeteksi salah saji yang mungkin tidak material secara individual, tetapi
apabila diagregasi dengan salah saji pada saldo akun lainnya, mngkin akan material
terhadap laporan keuangan secara keseluruhan.
11

2.1.4 Konsep Materialitas

Terdapat empat konsep dalam materialitas, antara lain sebagai berikut :

1. “Over all” materiality


Over all materiality didasarkan atas apa yang layaknya diharapkan
berdampak terhadap keputusan yang dibuat pengguna laporan keuangan.
Jika auditor memperoleh informasi yang menyebaban ia menentukan angka
materialitas yang berbeda dari yang ditetapkannya semula, angka
materialitas semuala seharusnya direvisi
2. Over all performance materiality
Performance materiality ditetapkan lebih rendah dari ditetapkan lebih
rendah dari overall materiality. Performance materiality memungkinkan
auditor menanggapi penilaian resiko tertentu (tanpa mengubah overall
materiality), dan menurunkan ke tingkat rendah yang tepat (appropriately
low level ) probabilitas salah saji yang tidak dikoreksi dan salah saji yang
tidak terdeteksi secara agregat (aggregate of uncorrected and undetected
misstatements) melampui overall materiality. Performance materiality
perlu diuba berdasarkan temuan audit
3. “Specific” materiality
Specific materiality untuk jenis transaksi, saldo akun atau disclosure
tertentu dimana jumlah salah sajinya akan lebih rendah dari overall
materiality.
4. “Specific performance materiality
Specific performance materiality ditetapkan lebih rendah dari specific
materiality. Hal ini memungkin auditor menanggapi penilaian resiko
tertentu, dan memperhitungkan kemungkinan adanya salah saji yang tidak
terdeteksi dan salah saji yang tidak material, yang secara agregat dapat
berjumlah materiality.
2.2 Risiko Audit
2.2.1 Komponen Resiko Audit

Materialitas berkaitan erat dengan risiko audit ( audit risk ). Keduanya


menjadi bahan pertimbangan penting dalam proses audit. Resiko audit adalah
12

kemungkinan auditor memberikan pendapat yang keliru (inappropriate audit


opinion) atas laporan keuangan yang mengandung asalah saji yang material.
Berikut komponen resiko audit antara lain :

1. Risiko Salah Saji yang Material (RMM)


RMM adalah resiko dimana laporan keuangan disalah sajikan secara
material sebelum audit dimulai. Risiko-risiko ini diperhitungkan atau
menjadi pertimbangan di tingkat laporan keuangan ( financial statement
level ) dan pada tingkat asersi (assertion level ). Pada rtingkat laporan
keuangan tinjauannya adalah menyeluruh, menyangkut resiko yang pervasif
(dengan dampak bermacam-macam asersi). RMM pada tingkat asersi
berkaitan dengan jenis transaksi (classes of transaction), saldo akun
(account balances), dan pengungkapan (disclosure). RMM merupakan
kombinasi dari risiko bawaan atau inherent risk (IR ) dan
resiko pengendalian atau control risk (CR ), atau dirumuskan sebagai
IRxCR= RMM.
2. Detection Risk
Detection Risk adalah risiko dimana auditor gagal mendeteksi suatu salah
saji dalam asersi yang bisa berdampak material. Detection risk (DR)
ditangani melalui:
 Perencanaan audit dengan baik (sound audit planning )
 Pelaksanaan prosedur audit yang tepat sebagai tanggapan terhadap
RMM yang diidentifikasi.
 Pembagian tugas yang tepat di antara anggota tim audit
 Supervisi dan review atas pekerjaan audit

Detection risk tidak pernah dapat diturunkan sampai ke angka nol, karena
adanya kendala bawaan (inherent limitations) dalam prosedur audit, masih
diperlukannya professional judgments (yang dibuat oleh manusis, yang
secara alamiah bisa berbuat salah), dan sifat dari bukti yang diperiksa.

Risiko audit atau audit risk (AR ) dapat dirumuskan sebagai berikut :

AR = RMM x DR
13

Materialitas dan risiko audit rik terus diperhatikan sepanjang audit, dengan:
 Mengidentifikasi dan menilai RMM
 Menetukan sifat, waktu, dan luasnya prosedur audit lanjutan
 Menetukan revisi atas materialitas (overall materiality maupun
performance materiality) dengan informasi baru yang diperoleh selama
audit. Ini berarti, informasi baru itu membuat auditor menetapkan angka
materialitas yang berbeda dari apa yang ditetapkan nya pada awal audit
 Mengevaluasi dampak salah saji yang tidak dikoreksi (uncorrected
misstatements), terhadap laporan keuangan dan merumuskan pendapat
auditor.
Menggunakan analogi sederhana dari cabang atletik loncat tinggi,
materialitas ekuivalen dengan tingginya tongkat yang harus dilampui atlet. Risiko
audit ekuivalen dengan tingkat kesulitan yang inheren pada ketinggian tertentu
(RMM), digabungkan dengan risiko tambahan berupa kesalahan strategi loncatan
atau kesalahan dalam meloncat (detection risk ).

2.2.2 Prosedur Penilaian Risiko


Ada tiga prosedur penilaian risiko yang terdiri atas:
a. Prosedur menanyakan kepada manajemen dan pihak lain (inquiries of
management and others);
b. Pengamatan dan inspeksi (observation and inspection);
c. Prosedur analytical (analytical procedures).
Ketiga prosedur penilaian risiko ini dilakukan selama berlangsungnya audit.
Dalam banyak situasi, hasil dari prosedur akan membawa pada prosedur lain.
Contoh, dalam wawancara dengan manajer penjualan, terungkap adanya
kontrak penjual yang tidak biasa. Wawancara ini (prosedur inquiry) diikuti
dengan prsedur inpeksi atas kontrak penjualan dan dilanjutkan dengan analisis
(analytical procedure) mengennai dampaknya terhadap margin penjualan. Atau,
temuan dari pelaksanaan analytical procedures atas angka-angka dalam draf laporan
laba rugi mungki memicu pertanyaan bagi manajemen. Jawaban atas pertanyaan-
14

pertanyaan itu dan membawa auditor ke prosedur inspeksi atas dokumen tertentu
atau prsedur pengamatan atas kegiatan tertentu.
BAB III
STUDI KASUS

3.1 Laporan Keuangan Kereta Api Diduga Salah


Oleh : Tempo.co- Senin, 7 Agustus 2006 20:32 WIB

Kesalahan laporan keuangan PT Kereta Api diduga terjadi sejak 2004.


Karena pada tahun itulah laporan keuangan perseroan diaudit Kantor Akuntan
Publik S. Mannan. Menurut Ketua Dewan Pengurus Nasional Ikatan Akuntan
Indonesia Ahmadi Hadibroto, berdasarkan informasi dari Akuntan Publik S.
Manan, audit terhadap laporan keuangan PT Kereta Api untuk 2003 dan
sebelumnya dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sedangkan, audit
terhadap laporan keuangan 2004 dilakukan oleh BPK dan Akuntan Publik S.
Manan. "Hanya audit laporan keuangan 2005 yang dilakukan oleh Akuntan Publik
S. Manan," kata Ahmadi kepada pers kemarin. Penjelasan ini terkait dengan
penolakan komisaris Kereta Api atas laporan keuangan perseroan tahun buku 2005
yang diaudit oleh Kantor Akuntan Publik S. Manan. Komisaris yang menolak itu
adalah Hekinus Manao lantaran laporan keuangan itu tidak benar sehingga
menyebabkan perseroan yang seharusnya merugi Rp 63 miliar kelihatan meraup
laba Rp 6,9 miliar.Dalam penjelasannya kepada Ikatan Akuntan Indonesia, Hekinus
Manao menyatakan ada tiga kesalahan dalam laporan keuangan Kereta Api.
Pertama, kewajiban perseroan membayar Surat Ketetapan Pajak pajak pertambahan
nilai Rp 95,2 miliar, yang diterbitkan Direktorat Jenderal Pajak pada akhir 2003,
disajikan dalam laporan keuangan sebagai piutang/tagihan kepada beberapa
pelanggan yang seharusnya menanggung beban pajak tersebut. "Komisaris
berpendapat pencadangan kerugian harus dilakukan karena kecilnya kemungkinan
tertagihnya pajak kepada para pelanggan," kata Hekinus dalam laporannya. Kedua,
adanya penurunan nilai persediaan suku cadang dan perlengkapan sekitar Rp 24
miliar yang diketahui pada saat dilakukannya inventarisasi pada tahun 2002,
pengakuannya sebagai kerugian oleh manajemen Kereta Api dilakukan secara
bertahap (diamortisasi) selama 5 tahun. Pada akhir tahun 2005 masih tersisa saldo
penurunan nilai yang belum dibebankan sebagai kerugian sekitar Rp 6 miliar.
"Komisaris berpendapat saldo penurunan itu nilai Rp 6 miliar itu harus dibebankan

15
16

seluruhnya dalam tahun 2005," ujar Hekinus. Kesalahan ketiga, lanjut dia, bantuan
pemerintah yang belum ditentukan statusnya senilai Rp 674,5 miliar dan penyertaan
modal negara Rp 70 miliar oleh manajemen disajikan dalam Neraca 31 Desember
2005 yang konsisten dengan tahun-tahun sebelumnya sebagai bagian dari utang.
"Menurut komisaris, bantuan pemerintah dan penyertaan modal tersebut harus
disajikan sebagai bagian dari modal perseroan." Menurut Ahmadi, jika pendapat
Hekinus benar, maka kesalahan penyajian laporan keuangan tersebut telah terjadi
bertahun-tahun. "Seharusnya komisaris terlibat sebelum laporan keuangan
diterbitkan."Kementerian BUMN juga akan memanggil komisaris Kereta Api pada
pekan ini juga mengenai penolakan komisaris. "Tapi belum ada kesimpulan laporan
siapa yang benar atau salah," kata Deputi Menteri BUMN bidang Logistik dan
Pariwista Hari Susetio. Kurniasih Budi/Anton Aprianto.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Materialitas adalah besarnya salah saji yang dihilangkan dalam informasi


akuntansi, yang jika dilihat dari keadaan yang melingkupinya, dapat
mempengaruhi keputusan orang yang meletakkan kepercayaan atas informasi
akuntansi tersebut.
Konsep materialitas menggunakan tiga tingkatan dalam
mempertimbangkan jenis laporan yang harus dibuat, antara lain : (1) Jumlah yang
tidak material, (2) Jumlahnya material, tetapi tidak memperburuk laporan keuangan
secara keseluruhan, (3) Jumlahnya sangat material atau pengaruhnya sangat meluas
sehingga kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan diragukan. Materialitas
digunakan untuk membuat dan mengaudit laporan keuangan, materialitas untuk
laporan keuangan secara keseluruhan (materialitas yang menyeluruh) sering kali
dijelaskan, misalnya dalam kerangka pelaporan keuangan yaitu antara lain:
(1)Dampak terhadap pengambilan keputusan ekonomis, (2) Situasi yang ada, (2)
Kebutuhan pemakai laporan secara umum.

Dalam Penentuan materialitas Faktor-faktor yang dapat memengaruhi


proses identifikasi suatu tolak ukur yang tepat antara lain: (1) struktur kepemilikan
dan pendanaan entitas, (2) unsur-unsur laporan keuangan, (3) sifat entitas, posisi
entitas dlm siklus hidupnya, industri serta lingkungan ekonominya, (4) fluktuasi
relatif tolak ukur tersebut , (5) unsur yg menjadi perhatian khusus auditor.

Tahap-tahap materialitas dalam audit mencangkup : risk assessment , risk response


dan reporting. Dalam merencanakan suatu audit, auditor harus menilai materialitas
pada dua tingkat yaitu (1) Tingkat laporan keuangan karena pendapat auditor
mengenai kewajaran meluas sampai laporan keuangan secara
keseluruhan.(2)Tingkat saldo akun karena auditor menguji saldo akun dalam
memperoleh kesimpulan keseluruhan atas kewajaran laporan keuangan.

17
18

Terdapat empat konsep dalam materialitas yaitu “Over all” materiality , Over
all performance materiality , “Specific” materiality, Specific performance
materiality .

Risiko audit adalah risiko yang terjadi dalam hal auditor, tanpa disadari,
tidak memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya atas suatu laporan
keuangan yang mengandung salah saji material.

Tujuan akhir auditor dalam perencanaan dan pelaksanaan proses audit


adalah mengurangi risiko audit ke tingkat yang cukup rendah untuk mendukung
pendapatnya, apakah dalam sebuah hal yang material, laporan keuangan disajikan
secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum.
19

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Sukrisno. 2012. Petunjuk Praktis Pemeriksaan Akuntan oleh Akuntan


Publik.Auditing. Salemba Empat: Jakarta.

Arens, Alvin A., Randal J. Elder. Mark S. Beasley. 2008. Auditing and Assurance
Service : An Integrated Approach. Edisi Dua Belas. Jakarta: Erlangga.

Arens, Alvin A., Randal J. Elder. Mark S. Beasley. 2012. Auditing and Assurance
Service: An Integrated Approach. 14 Edition.Pearson Prentice Hall: Sidney.

Institut Akuntan Publik Indonesia. 2011. Standar Audit 320. Institut Akuntan
Publik Indonesia, Jakarta

Islahuzzaman. 2012. Istilah-istilah Akuntansi & Auditing. Edisi Kesatu. Bumi


Aksara. Jakarta

Messier, William F. Dkk. 2014. Jasa Audit dan Assurance : Pendekatan Sistematis.
Jakarta :Salemba Empat

Mulyadi. 2008. Auditing . Edisi ke-6. Jakarta: Salemba Empat

Tuanakotta, Theodorus M. 2013. Audit Berbasis ISA (International Standard on


Auditing). Salemba Empat: Jakarta.

Tuanakotta, Theodorus M. 2013. Mendeteksi Manipulasi Laporan Keuangan.


Salemba empat: Jakarta.

Tempo.co. 2006. Laporan Keuangan Kereta Api Diduga Salah.


https://bisnis.tempo.co/read/81332/laporan-keuangan-kereta-api-diduga-
salah, (diakses 26 November 2018)

You might also like