You are on page 1of 4

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/321770536

Cutaneous Larva Migrans Merupakan Masalah Dermatologis yang Sering


Terjadi di Daerah Tropis dan Subtropis

Working Paper · December 2017


DOI: 10.13140/RG.2.2.19930.03524

CITATIONS READS

0 1,291

1 author:

Siti Ananda Hardita S.


Universitas Jember
1 PUBLICATION   0 CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Siti Ananda Hardita S. on 13 December 2017.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Cutaneous Larva Migrans Merupakan Masalah Dermatologis yang Sering Terjadi di
Daerah Tropis dan Subtropis
1
Siti Ananda Hardita Syahputri and 2Yudha Nurdian
1Student,
Faculty of Medicine, University of Jember, Indonesia 2Faculty of Medicine, University of Jember, Indonesia
Corresponding: Siti Ananda Hardita Syahputri, nandariadi96@gmail.com

Abstrak
Latar Belakang
Cutaneous Larva Migrans (CLM) atau creeping eruptions merupakan penyakit yang spesifik
untuk daerah tropis dan merupakan masalah dermatologis yang sering terjadi pada pelancong
di daerah tropis dan subtropis. CLM pada umumnya disebabkan oleh larva cacing tambang
hewan, seperti Ancylostoma braziliense dan A. caninum. Banyak larva nematoda lainnya
yang dapat menyebabkan CLM, seperti genus Gnathostoma (gnathostomiasis), hookworm,
Paragonimus westermani (paragonimiasis), Spirometra (sparganosis) dan Strongyloides
stercoralis (strongyloidiasis). Cacing tambang hewan dewasa berada di usus kucing atau
anjing dan telurnya dilepaskan ke lingkungan melalui feses. Telur ini matang di tanah. Tanah
dan pasir mempunyai kondisi yang hangat, lembab, dan teduh merupakan kondisi yang bagus
untuk telur tersebut menetas menjadi larva yang dapat menembus kulit manusia. Berjalan
tanpa alas kaki berisiko tinggi karena larva dapat menembus lapisan kulit epidermis. Penyakit
ini sering terjadi pada ekstremitas bawah, terutama di permukaan dorsal dan plantar kaki,
juga pada daerah pantat. Larva akan bergerak beberapa milimeter setiap hari pada kulit.
Kebanyakan larva tidak dapat menyerang jaringan yang lebih dalam dan mati dalam 2-8
minggu tetapi larva tertentu dapat menembus mukosa, bergerak lebih dalam ke lemak
subkutan maupun masuk ke sirkulasi, contohnya pada strongyloidiasis. Oleh karena itu
petani, tukang kebun, atau anak-anak rawan terkena penyakit ini secara tidak sengaja.
Penyakit CLM dikelompokkan menjadi beberapa jenis, tergantung spesies, lesi dan aspek
klinisnya. Tipe 1 merupakan cacing tambang hewan yang disebabkan oleh A. braziliense dan
A. caninum. Larva ini bermigrasi 3,5-5 cm per hari. Infeksi mungkin kronis. Tipe 2
merupakan cacing tambang pada manusia, yaitu A. duodenale dan Necator americanus
menyebabkan pruritus yang hebat. Jenis larva migrans ini juga dikenal sebagai "ground itch".
Larva ini dapat bermigrasi ke paru dan saluran pencernaan di mana akan berubah menjadi
cacing dewasa. Tipe 3 yaitu S. stercoralis yang pada manusia menyebabkan tipe CLM yang
dikenal sebagai "larva currens". Lesi dimulai dari perineum dan menuju ekstremitas juga
pada daerah lainnya. Tipe 4 yaitu Strongyloides hewan. Lesi mirip dengan infeksi S.
stercoralis. Tipe 5 merupakan Gnathostoma. CLM yang disebabkan oleh Gnathostoma
sering kali hanya terbatas di negara Jepang, Thailand, dan jarang pada negara Asia Tenggara.
Hal ini sebagai akibat dari larva yang tertelan atau kontak langsung pada kulit akibat
terkontaminasi parasit saat mengolah daging hewan. Tipe 6 yaitu larva dari serangga spesies
tertentu dari Gastrophi dan Hypoderma. Spesies ini dapat bermigrasi dan menyebabkan lesi
linier yang sering disebut "myiasis linearis". Larva pada CLM bisa dengan mudah dilihat
dengan cara menekan kulit dan dilihat menggunakan kaca pembesar. Secara umum gambaran
khas penyakit ini berupa papula, urtikaria, papulovesikel, dan pruritus di tempat penetrasi
larva. Pruritus akan menghilang saat larva masuk ke pembuluh darah dan bermigrasi ke
mukosa usus. Namun, beberapa cacing dapat menyebabkan gejala sistemik sekunder, saat
larva memasuki pembuluh darah dan bermigrasi ke mukosa usus larva tersebut mengeluarkan
protease dan hyaluronidase yang memfasilitasi penetrasi dan migrasi melalui epidermis.
Diagnosis umumnya mudah dilakukan dan didasarkan pada manifestasi klinis pasien juga
riwayat perjalanan. Namun, diagnosis banding juga harus dipertimbangkan karena terkadang
lesi awal tidak khas dan menyerupai urtikaria papulosa. Sindroma Loffler adalah komplikasi
dari penyakit ini. Sindroma Loffler juga dikenal sebagai infiltrasi paru dengan sindrom
eosinofilia, ditandai dengan infiltrat paru yang bermigrasi, demam transien, batuk dan
malaise. Hal ini bisa terjadi karena dua hal, yaitu larva bermigrasi langsung ke paru atau
terkait akibat reaksi hipersensitivitas tipe 1 akibat larva. Diagnosis banding mencakup
gnathostomiasis, myiasis, dermatitis kontak alergi, dan tinea pedis. Pengobatan dapat
dilakukan dengan albendazole, thiabendazole atau ivermectin yang merupakan terapi efektif
untuk komplikasi yang terkait dengannya. Albendazole oral 2x400 mg/hari selama 3 hari
berturut-turut menjadi salah satu terapi yang paling efektif dan dapat ditolerir dengan baik.
Ivermectin dipakai secara dosis tunggal (200μg/kg). Pemberian thiabendazole secara oral
selama 2 sampai 5 hari. Thiabendazole jarang digunakan secara oral dan topikal karena
berhubungan dengan gangguan gastrointestinal. Untuk mencapai efikasi terapeutik 80% -
100%, dosis 400-800 mg pada orang dewasa dan 10-15mg/kg pada anak-anak (maksimum
800 mg/hari) selama 3-5 hari dianjurkan. Albendazole tampak lebih efektif daripada agen lain
untuk mengobati, terkait dengan sindrom Loffler, namun seringkali memerlukan waktu
pengobatan yang lebih lama.

Kesimpulan
CLM merupakan penyakit yang spesifik untuk daerah tropis. Larva yang berada pada tanah
dapat menembus kulit manusia. Penyakit ini sering terjadi pada ekstremitas bawah dan pantat
tetapi dapat menyerang pada daerah tubuh lainnya. Bentuk khas penyakit ini berupa pruritus,
papula, urtikaria, dan papulovesikel di tempat penetrasi larva. Terapi dengan albendazole,
thiabendazole atau ivermectin merupakan terapi yang efektif.

Referensi
Borda, L. J., J. K. Penelope., D. G. Robert., A. Giubellino., and J. H. Cho-Vega. 2017.
Hookworm-related Cutaneous Larva Migrans with Exceptional Multiple Cutaneous
Entries. Clinical & Investigative Dermatology. 5(1): 1-4.

Nurdian, Y. 2004. Soil Contamination by Intestinal Parasite Eggs in Two Urban Villages of
Jember. Jurnal Ilmu Dasar. 5: 50-54.

Nurdian, Y. 2007. The Fight Against Soil-Transmitted Helminthiases in Urban Areas of


Developing Countries: Approaches to Control. Majalah Kedokteran Tropis Indonesia.
18(1): 53-58.

Nurdian, Y dan Kurniawati, H. 2005. Identifikasi Kontaminasi Telur dan Larva Cacing
Parasit pada Tanah di Sekitar Daerah Perkebunan Mumbulsari Jember. Jurnal
Biomedis. 3(1): 15-29.

Paul, I. S., and B. Singh. 2017. Cutaneous Larva Migrans in Children: A Case Series from
Southern India. Indian J. Paediatr. Dermatol . 18(1): 36-38.

Pelin, A., C. Georgescu., V. Stefanescu., and G. Balan. 2017. Cutaneous Larva Migrans –
Diagnostic Difficulties in the Non-Endemic Area. Case Report. Acta Medica
Transilvanica. 22(1): 52-53.

Ray, S. and Meena, K R. Larva Migrans in Children in India - Is it as Rare as we Think?


Pediatric Oncall [serial online] 2017[cited 2017 January-March 1];14. Art #35.
Available From:http://www.pediatriconcall.com/pediatricjournal/View/ fulltextarticl
es/1083/J/00/574/0
Rodic, N. 2017. Cutaneous Larva Migrans. PathologyOutlines.com Website.
http://www.pathologyoutlines.com/topic/skinnontumorlarvamigrans.html. Accessed
December 3rd, 2017.

Shan, W., Xu Wei., and Li, L-F. 2017. Cutaneous Larva Migrans Associated with Loffler’s
Syndrome in a 6-Year-Old Boy. The Pediatric Infectious Disease Journal. 36(9):
912–914.

Sharma, R., B. B.Singh., J. P. S. Gill., E. Jenkins., and B. Singh. 2017. Canine Parasitic
Zoonoses in India: Status and Issues. Scientific and Technical Review. 36 (3):1-35.

Sonmezer, M. C., Erdinc S., N. Tulek., C. Babur., A. Buyukdemirci., T. Ilgar., and G. Ertem.
2017. Cutaneous Larva Migrans in Turkey. Indian Journal of Paediatric
Dermatology. 51(1): 94-99.

Suhariyanto, B. and Nurdian, Y. 2006. Cutaneous Larva Migrans: Pet-Associated Hazards.


Majalah Kedokteran Tropis Indonesia. 17(2): 1-7.

Tavangarian, K., and Aycock. R. D. 2017. Cutaneous Larva Migrans. SM Emergency


Medicine and Critical Care. 1(1): 1003.

Wolff, K., R. A. Johnson., P. S. Arturo and K. R. Ellen. 2017. Fitzpatrick's Color Atlas and
Synopsis of Clinical Dermatology. 8th ed. United States : McGraw-Hill Education.

View publication stats

You might also like