You are on page 1of 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Rujukan


A. Definisi Sistem Rujukan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sistem rujukan ialah sistem yang
memungkinkan pengalihan tanggung jawab satu kasus dari pusat pelayanan ke pusat
pelayanan lain yg berbeda kemampuannya (Departemen Pendidikan Nasional, 2002).
Sistem rujukan (referral system) adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang
mengatur dan melaksanakan pelimpahan tanggung jawab pengelolaan suatu kasus penyakit
dan ataupun masalah kesehatan secara timbal balik secara vertikal, dalam arti antar sarana
pelayanan kesehatan yang berbeda stratanya, atau secara horizontal dalam arti antar sarana
pelayanan kesehatan yang sama stratanya (Permenkes, 2012a).
Sistem Rujukan pelayanan kesehatan adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan
yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal
balik baik vertikal maupun horizontal yang wajib dilaksanakan oleh peserta jaminan
kesehatan atau asuransi kesehatan sosial, dan seluruh fasilitas kesehatan (Idris,2014).
Sistem rujukan adalah suatu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang
melaksanakan pelimpahan wewenang dan tanggung jawab atas kasus penyakit atau
masalah kesehatan yang diselenggarakan secara timbal balik, baik vertical dalam arti dari
satu strata sarana pelayanan kesehatan ke strata sarana pelayanan kesehatan lainnya,
maupun horizontal dalam arti antara strata sarana pelayanan kesehatan yang sama (Pohan,
2006).

B. Sejarah Singkat Sistem Rujukan di Indonesia


Program sistem rujukan sudah mulai diperkenalkan oleh pemerintah sejak tahun
1976 untuk memperbaiki pelayanan obstetri/kebidanan, terutama bagi kelompok resiko
tinggi. Harapannya adalah dengan sistem ini akan lebih efisien, efektif, affordable dan
mudah diakses oleh mayoritas masyarakat. Namun pelayanan ini bukan hanya sekedar
aktivitas dalam sistem rujukan, namun juga mencakup pelatihan dan penelitian.
Untuk menjalankan suatu pelayanan kesehatan yang ideal maka tiap upaya
kesehatan perlu didukung. Dukungan ini meliputi seluruh bagian dari aspek pendukung
pelayanan termasuk diantaranya adalah rujukan. Mengenai sistem rujukan sendiri
pemerintah telah mengeluarkan suatu aturan yang tertuang dalam perundang-undangan
sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
(Permenkes RI) Nomor 001 Tahun 2012 tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan
Perseorangan. Peraturan ini dibuat dan diharapkan dapat sejalan dengan perundang-
undangan yang telah ada sebelumnya yaitu UU RI No. 36 Th. 2009 tentang Kesehatan dan
UU RI No. 44 Th. 2009 tentang Rumah Sakit.

C. Tujuan
Tujuan Utama Sistem Rujukan Terpadu (SRT) menurut Schmitt, et al. (2014):
a. Meningkatkan jangkauan bagi penerima manfaat
Program-program perlindungan sosial di Indonesia secara umum belum mampu
menjangkau mereka yang membutuhkan karena berbagai alasan:

1) Proses penyeleksian penerima manfaat program tidak didasarkan pada kebutuhan


penerima manfaat, tetapi lebih pada ketersediaan anggaran. Karena alasan
keterbatasan dana tersebut, hanya sebagian penerima manfaat yang mendapatkan
bantuan dari program-program perlindungan sosial yang ada.
2) Basis data rumah tangga miskin sangat terbatas dan pemuktahiran hanya
dilakukan sekali setiap tiga tahun oleh Badan Pusat Statistik melalui Pendataan
Program Perlindungan Sosial (PPLS). Namun, basis data tersebut belum memiliki
kualitas yang baik karena beberapa alasan, seperti kemampuan wawancara yang
rendah, tidak tersedianya anggaran pemerintah untuk dapat melakukan proses
wawancara dengan kualitas tinggi, tidak melibatkan langsung pemerintah daerah
dalam pemuktahiran data PPLS, dan waktu pemuktahiran yang cukup panjang –
tiap tiga tahun sekali. Tentu saja hal-hal di atas menyebabkan kesalahan
memasukkan atau atau mengeluarkan nama penerima manfaat dari daftar.
3) Meskipun rumah tangga miskin mengetahui tentang program yang ada, mereka
tidak memahami bagaimana proses pendaftaran karena program tersebut
menggunakan metode pencarian target tertentu yang hanya diketahui oleh pihak
pemerintah.
4) Dalam kaitannya dengan pekerja sektor informal yang akan menjadi target
penerima bantuan dalam skema sistem jaminan sosial nasional, mereka pada
umumnya tidak termasuk sebagai kategori penduduk miskin, namun mereka
rentan menjadi miskin dan tidak terdaftar dalam skema perlindungan sosial swasta

Sistem Rujukan Terpadu (SRT) menyediakan satu titik pelayanan terpadu bagi
seluruh warganegara untuk mengakses informasi dan mendaftar pada program
perlindungan sosial serta layanan ketenagakerjaan.

b. Koordinasi horizontal dan vertikal untuk meningkatkan efisiensi


Pada saat ini, fungsi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) dalam
berkoordinasi dengan dinas teknis (Dinas Kesehatan, Pendidikan, Sosial, dan
Ketenagakerjaan) – sebagai pelaksana lapangan program – tidak berlangsung dengan
baik. Meskipun program-program di bawah kementerian terkait saling melengkapi,
mereka tidak saling bertukar informasi mengenai pelaksanaan teknis lapangan setiap
program yang ada di daerahnya.
Banyak di antara program tersebut menggunakan petugas pendamping pada
tingkat komunitas di mana mereka hanya fokus kepada program mereka saja dan
daerah targetnya, sehingga tidak ada mekanisme yang menghubungkan petugas
pendamping dari berbagai program yang ada. Hal ini menyebabkan inefisiensi
administrasi pemerintahan dan tumpang-tindihnya proses administrasi pada
tingkatan rumah tangga.
Sistem Rujukan Terpadu akan dijalankan oleh staf pemerintahan daerah pada
tingkat Kecamatan dan Kabupaten/kota. Staf SRT harus memahami berbagai program
yang ada dan melayani masyarakat sebagai petugas garda depan pelayanan. Hal ini
tentunya akan meningkatkan koordinasi horizontal antara Dinas Teknis Pemerintah
Daerah dengan Kementerian Teknis terkait (Kementerian Kesehatan, Sosial,
Ketenagakerjaan, Pendidikan, dan lainnya). SRT menggunakan pendekatan metode
manajemen kasus dan menyediakan mekanisme penyesuaian antara kebutuhan
masyarakat dengen paket manfaat dari program-program yang ada. Sistem ini akan
meningkatkan sinergitas antar berbagai program, sehingga akan berpengaruh lebih
besar pada pengurangan kemiskinan.
Sistem Rujukan ini dilengkapi dengan sistem informasi manajemen (SIM) yang
mensinkronisasi informasi tentang potensi penerima manfaat (penduduk miskin,
hampir miskin, dan tidak miskin) dengan program-program yang ada dari tingkat
Nasional, Provinsi, Kabupaten/kota, dan mitra pembangunan internasional (PBB,
organisasi bilateral, dan LSM internasional). SIM akan menghasilkan informasi yang
diperlukan untuk melakukan pemantauan mekanisme layanan dan cakupan penerima
manfaat. Sistem ini juga akan meningkatkan kemampuan pendeteksian sistem layanan
secara keseluruhan. Selain itu, dengan adanya mekanisme pengaduan layanan, SRT
akan berfungsi sebagai mekanisme untuk mendeteksi kelemahan sistem yang ada.
Dengan sistem evaluasi berkala, maka kinerja program akan dapat diperbaiki secara
terus-menerus. SIM dan arus informasi dari daerah ke tingkat nasional akan
memperbaiki integrasi vertikal sistem perlindungan sosial.

Gambar 1. Tujuan Utama Sistem Rujukan Terpadu (Schmitt, et al., 2014)

c. Pemberdayaan Pemerintah Daerah dan Masyarakat


Mekanisme yang ada saat ini adalah pemerintah pusat merancang program tertentu,
sedangkan pemerintah daerah mengimplementasikan program tersebut melalui Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD) teknis. Hal ini mengakibatkan Pemerintah Daerah tidak
memiliki kewenangan berarti dalam mekanisme koordinasi dan penyampaian program-
program yang ada.
SRT pada hakikatnya bertujuan memberdayakan penerima manfaat akhir terutama
melalui mekanisme berbagi informasi, penempatan perwakilan penerima manfaat sebagai
dewan pengawas di SRT, dan kemungkinan respon yang lebih positif dari SRT terhadap
kritik masyarakat melalui mekanisme pengaduan dan penyelesaian masalah.

d. Memfasilitasi Pengentasan Kemiskinan


Walaupun tingkat kemiskinan di Indonesia menurun, sebagian besar masyarakat
masih rentan untuk kembali miskin akibat tidak adanya akses untuk mendapatkan
perlindungan sosial dasar dan terbatasnya kesempatan untuk meningkatkan kemampuan
dan keterlibatan mereka dalam pasar kerja formal.
Sistem Rujukan Terpadu berkontribusi dalam mengurangi kemiskinan melalui
penyediaan akses kepada perlindungan sosial dasar untuk mereka yang belum sama sekali
terdaftar pada program perlindungan sosial yang ada (kesehatan, kecukupan nutrisi,
jaminan pendapatan melalui program pekerjaan publik).

e. Meningkatkan Pemantauan, Evaluasi, dan Proses Perencanaan Program


Berbagai program perlindungan sosial di Indonesia kurang mendapatkan
pengawasan dan evaluasi yang baik dan memadai sehingga terjadi implementasi program
yang tidak efisien, ketidakcukupan manfaat bagi seluruh masyarakat yang membutuhkan,
dan kesalahan penentuan target penerima manfaat program. Pengukuran keberhasilan
program tidak berdasarkan metodologi ilmiah akibat tidak tersedianya indikator terukur
dan mekanisme monitoring-evaluasi yang dapat dipertanggungjawabkan, sehingga gagal
mengukur tingkat keberhasilan program. Hal ini juga berpotensi menyembunyikan fakta
bahwa banyak program bantuan sosial disalahgunakan untuk kepentingan politik lokal.
Dalam konteks ini, diperlukan sistem monitoring dan evaluasi yang tepat. SRT
menyediakan standarisasi proses dan alat untuk memonitor setiap program dan
melakukan evaluasi atas dampak yang ditimbulkan secara adil dan transparan. Penentuan
indikator yang terukur dan dapat ditelusuri pada setiap program, kemudian melakukan
monitoring secara berkala dengan menggunakan fungsi monitoring dari sistem informasi
manajemen (SIM). Monitoring dan evaluasi program juga digunakan sebagai materi
masukan bagi penyusunan perencanaan dan alokasi dana yang diajukan.
Selain itu, mekanisme pengaduan dan penyelesaian pengaduan akan memberikan
kesempatan kepada penerima manfaat akhir untuk menyampaikan pandangan mereka
terhadap pelaksanaan SRT dan program yang sedang berjalan (atau kelemahan dari
program tersebut).

D. Macam & Jenis Rujukan


Menurut (Hatmoko, 2000) rujukan ada dua: rujukan medik dan rujukan kesehatan
yang dijelaskan sebagai berikut.
a. Rujukan medik yang berkaitan dengan pengobatan dan pemulihan berupa pengiriman
pasien (kasus), spesimen, dan pengetahuan tentang penyakit, meliputi:
1) Konsultasi penderita untuk keperluan diagnostik, pengobatan, tindakan operatif.
2) Pengiriman bahan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium yang lebih lengkap.
3) Mendatangkan atau mengirim tenaga yang lebih kompeten atau ahli untuk mutu
pelayanan pengobatan.
b. Rujukan kesehatan menyangkut masalah kesehatan masyarakat yang bersifat preventif
dan promotif yang antara lain meliputi bantuan:
1) Survey epidemiologi dan pemberantasan penyakit atas kejadian luar biasa atau
terjangkitnya penyakit menular.
2) Pemberian pangan atas terjadinya kelaparan di suatu wilayah.
3) Pendidikan penyebab keracunan, bantuan teknologi penanggulangan keracunan
dan bantuan obat-obatan atas terjadinya keracunan masal.
4) Saran dan teknologi untuk penyediaan air bersih atas masalah kekurangan air
bersih bagi masyarakat umum.
5) Pemeriksaan spesimen air di laboratorium kesehatan dan lain-lain.

Sementara menurut Pohan (2006), sesuai dengan jenis upaya kesehatan yang
diselenggarakan oleh puskesmas, ada dua macam rujukan yang dikenal yakni :
a. Rujukan upaya kesehatan perorangan
Cakupan rujukan pelayanan kesehatan perorangan adalah kasus penyakit. Apabila
suatu puskesmas tidak mampu menanggulangi satu kasus penyakit tertentu, maka
puskesmas tersebut wajib merujuknya ke sarana pelayanan kesehatan yang lebih
mampu (baik hotizontal maupun vertical). Sebaliknya pasien pasca rawat inap yang
hanya memerlukan rawat jalan sederhana, bisa dirujuk kembali ke puskesmas.
Rujukan upaya kesehatan perorangan dibedakan atas tiga macam :
1) Rujukan kasus untuk keperluan diagnostik, pengobatan, tindakan medik (misal
operasi) dan lain lain.
2) Rujukan bahan pemeriksaan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium yang
lebih lengkap.
3) Rujukan ilmu pengetahuan antara lain mendatangkan tenaga yang lebih kompeten
atau melakukan bimbingan tenaga puskesmas dan atau menyelenggarakan
pelayanan medik spesialis di puskesmas.
b. Rujukan upaya kesehatan masyarakat
Cakupan rujukan pelayanan kesehatan masyarakat adalah masalah kesehatan
masyarakat, misalnya kejadian luar biasa, pencemaran lingkungan dan bencana. Rujukan
pelayanan kesehatan masyarakat juga dilakukan apabila satu puskesmas tidak mampu
menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat wajib dan pengembangan, padahal
upaya kesehatan masyarakat tersebut telah menjadi kebutuhan masyarakat. Apabila suatu
puskesmas tidak mampu menanggulangi masalah kesehatan masyarakat dan atau tidak
mampu menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat, maka puskesmas wajib
merujuknya ke dinas kesehatan kabupaten atau kota.
Rujukan upaya kesehatan masyarakat dibedakan atas tiga macam (Widoyono, 2013):
1) Rujukan sarana dan logistik, antara lain peminjaman peralatan fogging, peminjaman
alat laboratorium kesehatan, peminjaman alat audio visual, bantuan obat, vaksin, dan
bahan bahan habis pakai dan bahan makanan.
2) Rujukan tenaga, antara lain dukungan tenanga ahli untuk penyidikan kejadian luar
biasa, bantuan penyelesaian masalah hokum kesehatan, penanggulangan gangguan
kesehatan karena bencana alam
3) Rujukan operasional, yakni menyerahkan sepenuhnya kewenangan dan
tanggungjawab penyelesaian masalah kesehatan masyarakat (antara lain usaha
kesehatan sekolah, usaha kesehatan kerja, usaha kesehatan jiwa, pemeriksaan contoh
air bersih) kepada dinas kesehatan kabupaten/kota. Rujukan operasional
diselenggarakan apabila puskesmas tidak mampu.

E. Keuntungan Sistem Rujukan


Keuntungan sistem rujukan menurut Pranoko & Dhanabhalan (2012) adalah:
a. Pelayanan yang diberikan sedekat mungkin ke tempat pasien, berarti bahwa
pertolongan dapat diberikan lebih cepat, murah dan secara psikologis memberi rasa
aman pada pasien dan keluarga.
b. Penataran yang teratur diharapkan pengetahuan dan keterampilan petugas daerah makin
meningkat sehingga makin banyak kasus yang dapat dikelola di daerahnya masing–
masing.
c. Memudahkan masyarakat di daerah terpencil atau desa dapat memperoleh dan
menikmati tenaga ahli dan fasilitas kesehatan dari jenjang yang lebih tinggi.

F. Bahan Rujukan
Bahan rujukan terdiri dari 4 M, yaitu:
1. Man (pasien)
2. Material (sampel/spesimen darah, sputum, urine, tinja dll.)
3. Methode (protokol pengobatan, Standart Operating Procedure (SOP), Standart
Operating Manual (SOM)).
4. Machine (alat-alat medis).

G. Kriteria Pasien Dirujuk


Adapun kriteria pasien yang dirujuk menurut Pranoko & Dhanabhalan (2012)
adalah apabila memenuhi salah satu dari:
1. Hasil pemeriksaan fisik sudah dapat dipastikan tidak mampu diatasi.
2. Hasil pemeriksaan fisik dengan pemeriksaan penunjang medis ternyata tidak mampu
diatasi.
3. Memerlukan pemeriksaan penunjang medis yang lebih lengkap, tetapi pemeriksaan
harus disertai pasien yang bersangkutan.
4. Apabila telah diobati dan dirawat ternyata memerlukan pemeriksaan, pengobatan dan
perawatan di sarana kesehatan yang lebih mampu.

H. Alur Rujukan
Untuk memahami tentang alur rujukan dan ketentuannya, perlu diketahui tentang
tahapan pelayanan kesehatan. Ada tiga tahapan dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan, yaitu
sebagai berikut :

Gambar 2. Sistem Rujukan Berjenjang


a. Pelayanan tingkat primer
Pelayanan di sini diselenggarakan oleh Dokter Praktek Umum (DPU). Tahap ini
disebut tahap awal atau kontak pertama pasien dengan dokter yang biasanya bertempat di
klinik pribadi, klinik dokter bersama, Puskesmas, balai pengobatan, klinik perusahaan, atau
poliklinik umum di rumah sakit. Setiap pasien semestinya harus ke DPU dulu kecuali bila
terjadi kasus gawat darurat.
b. Pelayanan tingkat sekunder
Jika dianggap perlu, pasien akan dirujuk ke pelayanan tingkat sekunder. Untuk itu
DPU akan menulis surat konsultasi atau rujukan yang menjelaskan masalah medis dan
kendala yang dihadapi pada pasien yang bersangkutan. Di sini pasien akan dilayani oleh
dokter spesialis (DSp) di rumah sakit (kelas C atau B1), klinik spesialis atau klinik pribadi.
Jika masalah kesehatan yang sulit telah diselesaikan pasien akan dikirim balik ke DPU
yang mengirimnya dengan bekal surat rujuk balik yang berisi anjuran kelanjutan
pengobatannya.
c. Pelayanan tingkat tersier
Jika masalahnya juga tidak dapat atau tidak mungkin diselesaikan oleh DSp di
tingkat sekunder maka pasien yang bersangkutan akan dikirim ke pelayanan tingkat tersier
(top referral). Di sini pasien akan dilayani oleh para dokter super/sub spesialis atau
Spesialis Konsultan (DSpK) di rumah sakit pendidikan atau rumah sakit besar yang
mempunyai berbagai pusat riset yang mapan (kelas B2 atau A). Pelayanan kesehatan di
fasilitas kesehatan primer yang dapat dirujuk langsung ke fasilitas kesehatan tersier hanya
untuk kasus yang sudah ditegakkan diagnosis dan rencana terapinya, merupakan pelayanan
berulang dan hanya tersedia di faskes tersier. Rujuk balik pun tetap berlaku di sini dan
bukan tidak mungkin berisi anjuran untuk kembali ke DPU-nya jika masalah telah diatasi.
Jika masalahnya tidak mungkin dapat diatasi lagi (stadium terminal), sehingga diputuskan
untuk dilanjutkan dengan perawatan di rumah, maka yang terakhir ini pun menjadi tugas
DPU.
Pengecualian rujukan berjenjang:
a. Terjadi keadaan gawat darurat;
Kondisi kegawatdaruratan mengikuti ketentuan yang berlaku
b. Bencana;
Kriteria bencana ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah Daerah
c. Kekhususan permasalahan kesehatan pasien; untuk kasus yang sudah ditegakkan
rencana terapinya dan terapi tersebut hanya dapat dilakukan di fasilitas kesehatan
lanjutan
d. Pertimbangan geografis; dan
e. Pertimbangan ketersediaan fasilitas
Selain tiga tahapan di atas masih ada tahapan pelayanan kesehatan yang kedudukannya
lebih rendah dari pelayanan tingkat primer, seperti pelayanan tingkat rumah tangga dan tingkat
masyarakat yang secara swadana, misalnya: Bidan, Perawat, Posyandu, Polindes, POD,
Sakabhakti Husada, dan lain-lain.
Dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat memberikan pelayanan kesehatan
tingkat pertama sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Bidan dan perawat hanya
dapat melakukan rujukan ke dokter dan/atau dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat
pertama kecuali dalam kondisi gawat darurat dan kekhususan permasalahan kesehatan pasien.
Secara skematis tahapan pelayanan kesehatan tersebut dapat digambarkan sebagai
berikut:
Rujukan Medis Rujukan Kes. Masyarakat

RSUD Propinsi/Pusat Depkes/Dinkes Propinsi


Tingkat 3

RSUD Kab/Kota, BP4, Dinkes kab/Kota


BKMM, BKKM. BP4, BKMM, BKKM
Sentra P3T, Tingkat 2 Tingkat 2
Sentra P3T
Klinik Swasta
Puskesmas. Dokter Puskesmas. Dokter
Umum/Keluarga Tingkat 1 Tingkat 1 Umum/Keluarga

Posyandu Posyandu
Polindes Masyarakat Masyarakat sakabhakti

Yankes
Gambar 3. Tahapan Rujukan Sakabhakti
Individu Individu Individu

Gambar 3. Tahapan Rujukan

H. Regionalisasi Sistem Rujukan


Kabupaten/kota dibagi dalam beberapa wilayah rujukan/region, berdasarkan hasil
mapping sarana prasarana, SDM dan kondisi geografis, setiap wilayah mempunyai pusat
rujukan.
a. Definisi
Regionalisasi sistem rujukan adalah pengaturan sistem rujukan dengan penetapan batas
wilayah administrasi daerah berdasarkan kemampuan pelayanan medis, penunjang dan
fasilitas pelayanan kesehatan yang terstuktur sesuai dengan kemampuan, kecuali dalam
kondisi emergensi (Kemenkes, 2014).
b. Tujuan
1) Mengembangkan regionalisasi sistem rujukan bejenjang di Provinsi dan
Kabupaten/Kota.
2) Meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan rujukan RS.
3) Meningkatkan pemerataan pelayanan kesehatan rujukan sampai ke daerah terpencil
dan daerah miskin.
4) Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan rujukan RS
(Kemenkes, 2014).
c. Manfaat
1) Pasien tidak menumpuk di RS besar tertentu.
2) Pengembangan seluruh RS di provinsi dan kabupaten/kota dapat direncanakan
secara sistematis efisien dan efektif.
3) Pelayanan rujukan dapat lebih dekat ke daerah terpencil, miskin, dan daerah
perbatasan karena pusat rujukan lebih dekat.
4) Regionalisasi rujukan dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga kesehatan
terutama pada RS Pusat Rujukan Regional.
d. Alur sistem rujukan regional
1) Pelayanan kesehatan rujukan menerapkan pelayanan berjenjang yang dimulai dari
Puskesmas, kemudian kelas C, kelas D selanjutnya RS kelas B dan akhirnya ke RS
kelas A.
2) Pelayanan kesehatan rujukan dapat berupa rujukan rawat jalan dan rawat inap yang
diberikan berdasarkan indikasi medis dari dokter disertai surat rujukan, dilakukan
atas pertimbangan tertentu atau kesepakatan antara rumah sakit dengan pasien atau
keluarga pasien.
3) RS kelas C/D dapat melakukan rujukan ke RS kelas B atau RS kelas A antar atau
lintas kabupaten/kota yang telah ditetapkan . yang dimaksud dengan “antar
kabupaten/ kota” adalah pelayanan ke RS kabupaten/ kota yang masih dalam satu
region yang telah ditetapkan. Sedangkan “lintas kabupaten/kota” adalah pelayanan
ke RS kabupaten/kota di luar wilayah region yang telah ditetapkan (Kemenkes,
2014).
e. Penetapan Regionalisasi Sistem Rujukan
Langkah yang harus dipersiapkan yaitu ;
1) Pemetaan sarana kesehatan: Gatekeeper (Praktek dokter/ drg pelayanan Primer),
puskemas, Klinik Pratama, RS dan faskes lainnya per provinsi.
2) Pemetaan tenaga kesehatan di sarana kesehatan yang ada.
3) Menetapkan RS pusat rujukan regional.
4) Melakukan ujicoba kewilayahan melalui Workshop Sistem Rujukan di pusat
rujukan regional, bersama Tim Koordinasi Sistem Rujukan Tingkat Pemerintah
Daerah, yang terdiri dari Kepala Dinas Kesehatan, Provinsi/Kabupaten dan Kota,
tim profesi ahli, RSUD, dan Askes yang akan bertransformasi menjadi BPJS
Kesehatan Daerah.
5) Menetapkan kab/kota sebagai pusat regional dari beberapa sarana kesehatan
disekitarnya.
6) Mengadakan pelatihan bagi tenaga dokter puskesmas, dokter keluarga mitra Askes
dari wilayah tersebut untuk penatalaksanaan kasus-kasus yang dirujuk dari
Puskesmas terutama pada 4 bagian besar (Obgyn, Penyakit Dalam, Anak dan
Bedah).
7) Penyusunan 4 Buku Pedoman Sistem Rujukan bersama RS, FK, DPM PT Askes, PT
Askes Persero regional, dan 10 Organisasi Profesi yang terdiri dari : PAPDI, POGI,
IDAI, IKABI, PERDAMI, PERHATI-KL, PERDOSI, PERDOSKI, PDSKJI, PDGI.
8) Penyusunan peraturan gubernur
9) Lakukan Pembagian Peran untuk mewujudkan Regionalisasi Sistem Rujukan,
10) Lakukan Sosialisasi dan Monev ketat terhadap usaha yang telah dilakukan ,
termasuk Kendali Mutu dan Biaya dengan Pemanfaatan Sistem Informasi dan
Teknologi.

I. Pembinaan Dan Pengawasan Sistem Rujukan Berjenjang


a. Ka Dinkes Kab/Kota dan organisasi profesi bertanggung jawab atas pembinaan dan
pengawasan rujukan pada pelayanan kesehatan tingkat pertama.
b. Ka Dinkes provinsi dan organisasi profesi bertanggung jawab atas pembinaan dan
pengawasan rujukan pada pelayanan kesehatan tingkat kedua.
c. Menteri bertanggung jawab atas pembinaan dan pengawasan rujukan pada pelayanan
kesehatan tingkat ketiga.
(Idris, 2014)

2.2 Sistem Asuransi Internasional


A. Metode pembayaran
1. Out of pocket
Out of pocket adalah biaya yang memerlukan pengeluaran uang kas. Dengan demikian
biaya yang dicantumkan dalam biaya produksi adalah jumlah uang kas yang
dikeluarkan. Contoh biaya ini adalah gaji karyawan pabrik. Penggolongan jenis biaya
ini diperlukan untuk mendapatkan gambaran berupa uang kas atau likuiditas yang
diperlukan dalam operasional perusahaan karena biaya yang mencerminkan dalam
laporan keuangan atau proyeksi keuangan tidak semua memerlukan uang kas keluar.
2. Insurance:
Insurance atau asuransi adalah suatu perjanjian Antara pihak tertanggung (nasabah)
dengan penanggung (perusahaan asuransi) dimana perusahaan asuransi bersedia
mengganti kerugian yang mungkin dialami oleh nasabah di masa mendatang.
3. Company
Company atau perusahaan adalah tempat terjadinya kegiatan produksi dan
berkumpulnya semua faktor produksi.
4. Charity
Motivasi untuk membantu orang lain yang membutuhkan untuk tujuan dharma atau
kebajikan, amal serta kemurahan hati.
5. Foundation

6. Fund raising
Penggalangan dana sebagai proses memengaruhi masyarakat baik perseorangan
sebagai individu atau perwakilan masyarakat maupun lembaga agar menyalurkan
dananya bagi sebuah organisasi
B. Sistem Rujukan

1. Insurance  MOU
2. Company including hotel  MOU

3. Other healthcare provider  +/- MOU

4. Personal (i.e., receptionist, taxi driver)  bonus  unethical

5. Principal: Primary  secondary  tertiary

C. Jenis-Jenis Asuransi

1. Allianz

2. CIGNA/BUPA

3. AXA

4. OPD (Outpatient Department): pay and claim

5. IPD (Inpatient Department), surgery: LOG (Letter of Guarantee)

6. Cost containment

7. AMA (Australian Medical Association) Fee

D. Medical Evacuation

1. Medical repatriation

2. Fit to fly statement  aviation medicine

3. Unescorted / non medical escort / medical escort

4. Non medical escort = nurse escort

E. Escort Nurse

1. Passport

2. Visa (if needed)

3. Knowledge and skill:

a. BTCLS (Basic Trauma and Cardiac Life Support)


b. Pain management

c. Communication skill (i.e., English)

4. Codes of conduct (i.e., clothes, introduction, etc.)

5. Basic equipment: vital signs, pain management, drugs administration, charts

F. Consent Form

1. Indonesia:

a. 21 tahun

b. 18 tahun

2. Australia, Amerika: 18 tahun

3. Schoolies (?)

4. First degree relatives

5. Scan and e-mail the consent form  ask to fill in, sign, and e-mail back

6. Telephone with speaker, witnessed, recorded


DAFTAR PUSTAKA

Anas, Mufti (2009). Analisis Kinerja dan Pengelolaan Anggaran Pembiyaan Dinas Kesehatan
Kota Surakarta Dalam Program Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta
(PKMS) Tahun 2008. Surakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sebelas Maret. Skripsi

Departemen Pendidikan Nasional (2002). Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ke-3. Balai
Pustaka, Jakarta. Gramedia.

Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat. 2011. Petunjuk Teknis Sistem Rujukan Pelayanan
Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat.
https://servicedeliveryighealth.files.wordpress.com/2011/12/buku_rujukanbinder.pdf
Hatmoko. 2006. Sistem pelayanan kesehatan dasar Puskesmas. Samarinda, Universitas
Mulawarman.
Idris, Fachmi (2014). Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan. Jakarta: BPJS Kesehatan.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2014). Sistem Rujukan Terstruktur dan Berjenjang
dalam Rangka Menyongsong Jaminan Kesehatan Nasional (Regionalisasi Sistem
Rujukan). Jakarta.

Permenkes. 2012a. Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia nomor 001 tahun 2012
tentang sistem rujukan pelayanan kesehatan perorangan.
http://www.rsstroke.com/files/peraturan/BUK/2012/PMK_No_001_Ttg_Sistem_Rujuka
n_Pelayanan_Kesehatan_Perorangan.pdf - diunduh 18 Maret 2019

Pohan Imbalo (2006). Jaminan Mutu Layanan Kesehatan, Dasar –Dasar, Pengertian, dan
Penerapan. Jakarta : EGC; 2006. p.13-27
Pranoko & Dhanabhalan (2012). Sistem Rujukan Puskesmas Batealit Jepara. Semarang.
Schmitt, et al. (2014). Rancangan Sistem Rujukan Terpadu Untuk Perluasan Program
Perlindungan Sosial di Indonesia. Jakarta: ILO.

Tim penyusun bahan sosialisasi dan advokasi JKN (2014). Buku Pegangan Sosialisasi Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional. Jakarta.
Widoyono (2013). Kesehatan Kota Semarang 2012. Semarang : Dinas Kesehatan Kota Semarang

You might also like