Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Undang-Undang No.23 Tahun 1992 mendefinisikan bahwa kesehatan adalah
keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang
hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Sedangkan reproduksi menurut
Koblinsky adalah kemampuan perempuan hidup dari masa adolescence/
perkawinan tergantung mana yang lebih dahulu, sampai dengan kematian,
dengan pilihan reproduktif, harga diri dan proses persalinan yang sukses serta
relatif bebas dari penyakit ginekologis dan risikonya. Menurut WHO, kesehatan
reproduksi adalah kesehatan yang sempurna baik fisik, mental, sosial dan
lingkungan serta bukan semata-mata terbebas dari penyakit atau kecacatan dalam
segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya
(Melyana, 2005).
Menurut WHO, remaja apabila anak telah mencapai umur 10-18 tahun.
Menurut Undang-undang No. 4 tahun 1979 mengenai kesejahteraan anak, remaja
adalah individu yang belum mencapai 21 tahun dan belum menikah. Pada buku-
buku Pediatri, pada umumnya mendefi nisikan remaja remaja adalah bila seorang
anak telah mencapai umur 10-18 tahun untuk anak perempuan dan 12-20 tahun
untuk anak laki-laki. Menurut Diknas, anak dianggap remaja bila anak sudah
berumur 18 tahun yang sesuai dengan saat lulus sekolah menengah
(Soetjiningsih, 2004).
Kesehatan reproduksi remaja adalah suatu kondisi sehat yang menyangkut
sistem, fungsi dan proses reproduksi remaja. Berbagai permasalahan kesehatan
reproduksi remaja antara lain: kehamilan tidak dikehendaki, kehamilan dan
persalinan usia muda, ketergantungan napza meningkatkan resiko penyakit
menular seksual (termasuk infeksi HIV/AIDS), dan resiko terkena penyakit
menular seksual.Permasalahan tersebut disebabkan kurangnya informasi,
1
pemahaman dan kesadaran untuk mencapai keadaan sehat secara reproduksi.
Orang tua yang diharapkan remaja dapat dijadikan tempat bertanya atau dapat
memberikan penjelasan tentang masalah kesehatan reproduksi, ternyata tidak
banyak berperan karena masalah tersebut masih dianggap tabu untuk dibicarakan
dengan anak remajanya. Guru, yang juga diharapkan oleh orang tua dan remaja
dapat memberikan penjelasan yang lebih lengkap kepada siswanya tentang
kesehatan reproduksi, ternyata masih menghadapi banyak kendala dari dalam
dirinya, seperti: tabu, merasa tidak pantas, tidak tahu cara menyampaikannya,
tidak ada waktu, dan lain sebagainya. Solusi yang tepat untuk menyelesaikan
masalah tersebut adalah dengan pemberian pendidikan mengenai kesehatan
reproduksi.
Menurut Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (2009:1)
bahwa jumlah remaja umur 10-19 tahun di Indonesia terdapat 43 juta atau
19,61% dari jumlah penduduk Indonesia sebanyak 220 juta. Sekitar 1 juta remaja
pria (5%) dan 200 ribu remaja wanita (1%) menyatakan secara terbuka bahwa
pernah melakukan hubungan seksual.Sebanyak 8% pria umur 15-24 tahun telah
menggunakan obat-obatan terlarang. Sedangkan untuk kasus HIV/AIDS dari
6987 penderita AIDS, 3,02% adalah kelompom usia 15-19tahun dan 54,77%
adalah kelompok usia 20-29 tahun (Departemen Kesehatan RI, September 2006).
Ini terjadi karena pengetahuan merekamengenai kesehatan reproduksimasih
kurang. Sehingga sangat memerlukan perhatian dari semua pihak, karena orang
yang sehat aktivitas belajarnya akan baik. Apabila kasus remaja ini dibiarkan,
sudah tentu akan merusak masa depan remaja khususnya mereka dan masa depan
keluarga dan masa depan bangsa Indonesia.
Indonesia saat ini mulai lebih memperhatikan masalah kesehatan reproduksi
dengan serius. Dengan PIK KRR (Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan
Reproduksi Remaja) yang merupakan salah satu program sub BKKBN,
pemerintah mengupayakan agar remaja tidak melewati masa remajanya dengan
2
hal-hal yang tidak berguna. Karena pada masa-masa remajalah kita mengalami
proses pencarian jalan hidup yang seperti apa yang akan kita pilih.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah di antaranya :
1. Apa yang dimaksud kesehatan reproduksi remaja?
2. Bagaimanakah pelayanan komprehensif kesehatan reproduksi remaja?
3. Bagaimanakah hak-hak reproduksi pada remaja?
4. Bagaimana ruang lingkup kesehatan reproduksi pada perempuan?
5. Bagaimana dengan isu sunat perempuan?
6. Bagaimana tentang kekerasan terhadap perempuan?
7. Apa yang dimaksud seksualitas pada remaja?
8. Bagaimana kehamilan pada remaja?
9. Bagaimana menjadi orang tua pada masa remaja?
10. Apa saja prinsip-prinsip etika keperawatan?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini, yaitu :
1. Mahasiswa mampu menjelaskan kesehatan reproduksi remaja
2. Mahasiswa mampu memahami pelayanan komprehensif kesehatan
reproduksi remaja
3. Mahasiswa mampu memahami hak-hak reproduksi pada remaja
4. Mahasiswa mampu mengetahui ruang lingkup kesehatan reproduksi pada
perempuan
5. Mahasiswa mampu mengetahui isu sunat perempuan
6. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang kekerasan terhadap perempuan
7. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang kehamilan pada remaja
8. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang seksualitas pada remaja
9. Mahasiswa mampu memahami menjadi orang tua pada masa remaja
3
10. Mahasiswa mampu mengaplikasikan prinsip-prinsip etika keperawatan
D. Manfaat Penulisan
1. Institusi Pelayanan
Sebagai bahan acuan untuk menerapkan praktik maternitas khususnya dalam
kesehatan reproduksi remaja
2. Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan atau referensi untuk meningkatkan kualitas
pendidikan maternitas khususnya dalam kesehatan reproduksi remaja.
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan pada makalah ini terdiri dari tiga bab yaitu bab I terdiri
dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan, manfaat dan sistematika penulisan,
bab II terdiri dari tinjauan pustaka, bab III penutup terdiri dari kesimpulan dan
saran.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. Konsep Remaja
a. Pengertian remaja
Remaja adalah anak usia 10-24 tahun yang merupakan usia antara
masa kanak-kanak dan masa dewasa dan sebagai titik awal proses
reproduksi, sehingga perlu disiapkan sejak dini. Secara psikologi masa
remaja adalah usia di mana individu berintegrasi dengan masyarakat
5
dewasa usia dimana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang – orang
yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama.
Batasan usia remaja menurut WHO adalah 12 sampai 24 tahun.
Menurut Depkes RI adalah antara 10 sampai 19 tahun dan belum kawin.
Menurut BKKBN adalah 10 sampai 19 tahun.
c. Menstruasi
Haid atau menstruasi adalah perdarahan dari uterus yang keluar
melalui vagina selama 5-7 hari, dan terjadi setiap 22 atau 35 hari. Yang
merangsang menimbulkan haid adalah hormon FSH dan LH, prolaktin
dari daerah otak dan hormon estrogen serta progesteron dari sel telur yang
6
dalam keseimbangannya menyebabkan selaput lendir rahim tumbuh dan
apabila sudah ovulasi terjadi dan sel telur tidak dibuahi hormon estrogen
dan progesteron menurun terjadilah pelepasan selaput ledir dengan
perdarahan terjadilah haid atau menstruasi.
7
c. Penggunaan Buku KIA sejak ibu hamil sampai anak umur 5 tahun.
d. Pelaksanaan kunjungan neonatal.
e. Pelayanan kesehatan neonatal esensial yang meliputi perawatan
neonatal dasar dan tatalaksana neonatal sakit.
f. Pendekatan MTBS bagi balita sakit.
g. Pemantauan dan stimulasi tumbuh kembang anak.
PKRT terdiri dari dua macam pelayanan kesehatan reproduksi yaitu
Pelayanan Kesehatan Reproduksi Esensial (PKRE) dan Pelayanan Kesehatan
Reproduksi Komprehensif (PKRK).
8
c. Pelayanan Kesehatan Reproduksi Komprehensif (PKRK)
PKRK adalah pelayanan yang diberikan sama dengan PKRE namun
ditambah dengan Pelayanan Kesehatan Reproduksi pada Usia Lanjut.
C. Hak Reproduksi
1. Definisi Hak Kesehatan Reproduksi
Hak adalah kewenangan yang melekat pada diri untuk melakukan
atau tidak melakukan, memperoleh atau tidak memperoleh sesuatu.
Kesadaran tentang hak sebagai manusia dan sebagai perempuan merupakan
kekuatan bagi perempuan untuk melakukan berbagai aktivitas bagi
9
kepentingan diri, keluarga, dan masyarakat. Sedangkan Reproduksi adalah
menghasilkan kembali atau kemampuan perempuan untuk menghasilkan
keturunan secara berulang.
10
4. Hak-Hak Reproduksi
Hak reproduksi merupakan bagian dari hak azasi manusia yang melekat
pada manusia sejak lahir dan dilindungi keberadaannya. Sehingga
pengekangan terhadap hak reproduksi berarti pengekangan terhadap hak azasi
manusia. Selain itu orang tidak boleh mendapatkan perlakuan diskriminatif
berkaitan dengan kesehatan reproduksi karena ras, jenis kelamin, kondisi
sosial ekonomi, keyakinan/agamanya dan kebangsaannya. Dibawah ini
diuraikan hak-hak Kesehatan Reproduksi.
11
12) Hak atas kebebasan dari segala bentuk diskriminasi dalam kesehatan
reproduksi.
12
7) Setiap remaja, lelaki maupun perempuan, berhak memperoleh
informasi yang tepat dan benar tentang reproduksi, sehingga dapat
berperilaku sehat dalam menjalani kehidupan seksual yang
bertanggung jawab.
8) Tiap laki-laki dan perempuan berhak mendapat informasi dengan
mudah, lengkap, dan akurat mengenai penyakit menular seksual,
termasuk HIV/AIDS.
a. Konsepsi
Perlakuan sama antara janin laki-laki dan perempuan, Pelayanan ANC,
persalinan, nifasdan BBL yang aman.
c. Remaja
Pemberian Gizi seimbang, Informasi Kesehatan Reproduksi yang adequate,
Pencegahan kekerasan sosial, Mencegah ketergantungan NAPZA, Perkawinan
13
usia yang wajar, Pendidikan dan peningkatan keterampilan, Peningkatan
penghargaan diri,. Peningkatan pertahanan terhadap godaan dan ancaman.
d. Usia Subur
Pemeliharaan Kehamilan dan pertolongan persalinan yang aman,
Pencegahan kecacatan dan kematian pada ibu dan bayi, Menggunakan
kontrasepsi untuk mengatur jarak kelahiran dan jumlah kehamilan,
Pencegahan terhadap PMS atau HIV/AIDS, Pelayanan kesehatan reproduksi
yang berkualitas, Pencegahan penanggulangan masalah aborsi, Deteksi dini
kanker payudara dan leher rahim, Pencegahan dan manajemen infertilitas.
e. Usia Lanjut
Perhatian terhadap menopause/andropause, Perhatian terhadap
kemungkinan penyakit utama degeneratif termasuk rabun, gangguan
metabolisme tubuh, gangguan morbilitas dan osteoporosis, Deteksi dini
kanker rahim dan kanker prostat.
Ruang Lingkup Kesehatan Reproduksi secara “lebih luas“, meliputi:
1) Masalah kesehatan reproduksi remaja yaitu pada saat pertama anak
perempuan mengalami haid/menarche yang bisa beresiko timbulnya
anemia, perilaku seksual bila kurang pengetahuan dapat terjadi kehamilan
diluar nikah, abortus tidak aman, tertular penyakit menular seksual
(PMS), termasuk HIV/AIDS.
2) Remaja saat menginjak masa dewasa dan melakukan perkawinan, dan
ternyata belum mempunyai pengetahuan yang cukup untuk memelihara
kehamilannya maka dapat mengakibatkan terjadinya risiko terhadap
kehamilannya (persalinan sebelum waktunya) yang akhirnya akan
menimbulkan risiko terhadap kesehatan ibu hamil dan janinnya. Dalam
kesehatan reproduksi mengimplikasikan seseorang berhak atas kehidupan
seksual yang memuaskan dan aman. Seseorang berhak terbebas dari
14
kemungkinan tertular penyakit infeksi menular seksual yang bisa
berpengaruh pada fungsi organ reproduksi, dan terbebas dari paksaan.
Hubungan seksual dilakukan dengan saling memahami dan sesuai etika
serta budaya yang berlaku.
15
a. Tipe I : Clitoridotomy, yaitu eksisi dari permukaan (prepuce) klitoris,
dengan atau tanpa eksisi sebagian atau seluruh klitoris. Dikenal juga dengan
istilah “hoodectomy”.
b. Tipe II : Clitoridectomy, yaitu eksisi sebagian atau total dari labia minora.
Banyak dilakukan di Negara-negara bagian Afrika Sahara, Afrika Timur,
Mesir, Sudan, dan Peninsula.
d. Tipe IV: Tidak terklarifikasi, termasuk di sini adalah menusuk dengan jarum
baik di permukaan saja ataupun sampai menembus, atau insisi klitoris dan
atau labia; meregangkan (stretching) klitoris dan atau vagina; kauterisasi
klitoris dan jaringan sekitarnya; menggores jaringan sekitar introitus vagina
(angurya cuts) atau memotong vagina (gishiri cut), memasukkan benda
korosif atau tumbuh-tumbuhan agar vagina mengeluarkan darah, menipis,
dan menyempit.
e. Tipe I dan III adalah tipe yang paling sering dilakukan di berbagai negara.
Di Indonesia, berdasarkan penelitian Pusat Studi Kependudukan dan
Kebijakan UGM di Madura dan Yogyakarta 2002, prosedur yang paling
sering dilakukan adalah tipe II dan tindakan yang sering dilakukan oleh
tenaga medis adalah tipe IV (Juli, 2006) Aide Medicale Internationale, hal
39.
Prosedur penyunatan yang umum dilakukan dalam praktek sunat perempuan
di antaranya:
a. Memotong sedikit puncak klitoris
16
b. Mencongkel atau melukai klitoris
17
a. Psikoseksual
Pemotongan klitoris diharapkan akan mengurangi libido pada perempuan,
mengurangi atau menghentikan masturbasi, menjaga kesucian dan
keperawanan sebelum menikah, kesetiaan sebagai istri, dan meningkatkan
kepuasan seksual bagi laki- laki.
b. Sosiologi
Melanjutkan tradisi, menghilangkan hambatan dan kesialan bawaan, sama
peralihan pubertas atau wanita dewasa, dan lebih terhormat.
c. Hygiene
Organ genitalia eksterna dianggap kotor dan tidak bagus bentuknya, sunat
dilakukan untuk meningkatkan kebersihan dan keindahan.
d. Mitos
Meningkatkan kesuburan dan daya tahan anak
e. Agama
Dianggap sebagai perintah agama, agar ibadahnya lebih diterima.
18
Ditinjau dari segi medis dan kesehatan, sunat perempuan tidak ada manfaat
dan kegunaan. Berbeda dengan dengan sunat yang dilakukan pada laki- laki
yaitu berguna untuk menjaga kebersihan dari alat kelamin luar (Juli, 2006) Aide
Medicale Internationale, hal 39.
Sehubungan dengan masalah tersebut, sebaiknya dilakukan program
edukasi tentang sunat pada anak perempuan di masyarakat. Namun, tentu harus
mempertimbangkan faktor budaya dari masyarakat setempat ( Taufiq, 2010).
19
Ada beberapa anggapan yang dipercayai masyarakat tentang manfaat
khitan perempuan yaitu: Mengurangi dan menghilangkan jaringan sensitif
dibagian luar kelamin terutama klitoris agar dapat menahan keinginan
seksualitas perempuan, memelihara kemurnian dan keperawanan sebelum
menikah, kesetiaaan di dalam pernikahan, dan menambah kenikmatan
seksual laki- laki. Namun, manfaat tersebut tidak didasari fakta ilmiah (
Gani, 2007).
Perilaku seksualitas yang normal ialah yang dapat menyesuaikan diri
bukan saja dengan tuntutan masyarakat, tetapi dengan kebutuhan individu
mengenai kebahagiaan dan pertumbuhan yaitu perwujudan diri sendiri atau
peningkatan kemampuan individu untuk mengembangkan kepribadian
menjadi lebih baik (Rosidi dkk, 2008).
Menurut Ilyas (2009) dorongan seksual seorang perempuan tidak
ditentukan oleh sunat atau tidaknya seorang perempuan, tetapi karena
faktor- faktor psikologis dan hormonal.
b. Sosiologi
Allan Jahnson (Herlinawati, 2010) mengatakan Sosiologi adalah ilmu
yang mempelajari kehidupan dan perilaku,terutama dalam kaitannya
dengan suatu sistem sosial dan bagai mana sisten tersebut mempengaruhi
individu dan bagai mana pula orang yang terlibat didalamnya
mempengaruhi sistem tersebut.
Secara sosiologis khitan pada perempuan merupakan bagian dari
identifikasi warisan budaya, tahapan anak perempuan memasuki masa
kedewasaan, integrasi sosial dan memeliharaan kohesi sosial (Gani, 2007
hal.4).
Budaya dan tradisi merupakan alasan utama dilakukannya sunat
perempuan. Sunat menentukan siapa saja yang dapat dianggap sebagai
bagian dari masyarakat, sehingga dianggap sebagai tahap inisiasi bagi
20
perempuan untuk memasuki tahap dewasa. Dalam masyarakat yang
mempraktekkan sunat perempuan tindakan sunat dianggap sebagai hal
yang biasa dan seorang perempuan tidak akan dianggap dewasa sebelum
melakukan sunat (Heitman, 2003).
Saadawi (2001) berpendapat Seorang gadis yang tidak disunat akan
menjadi bahan gunjingan oleh masyarakat, mendapat anggapan negative
sebagai perempuan yang memiliki tingkah laku buruk, dan akan mengejar
laki- laki. Bila datang saatnya menikah, tidak ada laki- laki yang datang
untuk meminang
Saat ini khitan perempuan sebagai suatu kegitan yang menjadi tradisi
di masyarakat tentunya harus memiliki dasar yang kuat, bukan sekedar
tradisi masa lalu. Sebagian masyarakat sejak jaman Nabi Ibrahim hingga
saat ini masih melakukan tradisi sunat perempuan dengan berlandaskan
keagamaan dan taqwa kepada sang khaliq ( Gani, 2007).
c. Hygiene
Menurut kamus keperawatan hygiene merupakan ilmu pengetahuan
mengenai cara-cara mempertahankan dan melestarikan kesehatan,
khususnya melalui upaya menggalakkan kebersihan (Hinchuff, 1999).
Alasan kebersihan, kesehatan dan keindahan merupakan dalih
pembenaran yang diakui oleh masyarakat untuk melakukan sunat
perempuan. Pemotongan klitoris dikaitkan dengan tindakan penyucian dan
pembersihan oleh masyarakat yang mempraktekkan sunat perempuan.
Seorang perempuan yang tidak disunat dianggap tidak bersih dan tidak
diperkenankan menyentuh makanan atau air ( Lubis, 2006. Hal 499).
Dalam beberapa budaya menganggap alat kelamin perempuan yang
tidak disunat di pandang jelek dan najis. Sunat diyakini sebagai prosedur
membersihkan alat kelamin perempuan dan meningkatkan kondisi
21
estetikanya. Sunat perempuan juga menjadi alasan kesehatan, kebersihan,
dan keindahan alat kelamin perempuan.
Sunat perempuan melahirkan kebersihan dan kesucian. Kebersihan dan
kesucian di balik sunat, mencegah menumpuknya cairan lemak yang
menjadi penyebab peradangan pada daerah sensitive, uretra dan pada
sistem reproduksi, juga dapat menyebabkan timbulnya penyakit- penyakit
mematikan (Hindi, 2008).
d. Mitos
Masalah lain dalam sunat perempuan yang perlu mendapat perhatian
adalah mitos- mitos yang mendasari pelaksaan sunat perempuan.
Masyarakat menyakini bahwa bila anak perempuan yang tidak disunat kan
menjadi nakal dan genit. Mitos lain yang berkembang dimasyrakat yaitu
sunat perempuan akan menjadikan perempuan lebihfeminin, mengontrol
kegiatan seksual perempuan dan menjadikan perempuan selalu tunduk
kepada laki-laki (Aida, 2009).
Terdapat pula beberapa mitos yang menguatkan keberadaan sunat
perempuan. Mitos tersebut menempatkan perempuan sebagai makhluk
nomor dua yang yang tidak pantas mengapresiasikan kebutuhan
seksualnya, perempuan hanya sebagai pelengkap kepuasan seksual laki-
laki. Untuk alsan tersebut praktek sunat perempuan yang memotong organ
seks yang paling sensitive pada perempuan dibenarkan ( Prafitri, 2008 hal.
78).
Tindakan Famale Genital Mutilation (FGM) atau sunat perempuan
dipromosikan dapat meningkatkan kesehatan perempuan serta anak yang
dilahirkannya, dikatakan bahwa perempuan yang disunat akan lebih subur
dan mudah melahirkan. Pendapat ini merupakan mitos yang dipercaya
masyarakat dan tidak memiliki bukti medis (Ana, 2009).
22
e. Agama
Dalam Islam khitan perempuan lazim menggunakan bahasa khitan
yang diambil dari kata khatana yang berarti memotong, maksudnya adalah
memotong kulit yang menutup bagian ujung kemaluan dengan tujuan
bersih dari najis atau disebut dengan thahur yang artinya membersihkan (
Umar, 2010. Hal. 51).
Masyarakat mengganggap bahwa sunat pada repempuan adalah bagian
dari ajaran Islam, sama seperti laki- laki. Dalam Al-Quran tidak ada
ketegasan hukum mengenai sunat perempuan, tetapi terdapat dalam hadits.
Beberapa kitab hadits dan fiqih memuat hadits- hadits yang berkaitan
dengan sunat perempuan, diantara lain yang diriwayatkan oleh Ahmad Bin
Hanbal: “Khitan itu dianjurkan untuk laki- laki (sunnah), dan kehormatan
bagi perempuan(makromah)”. Hadits lain yaitu dari Abu Daud
meriwayatkan: “Potong sedikit kulit atas dan jangan potong terlalu dalam
agar wajahnya lebih bercahaya dan lebih disukai oleh suaminya. Namun
hadits- hadits tersebut sanadnya tidak ada yang mencapai derajat shahih
(Gani, 2007)
Dalam analisis dalil tidak ada hadits yang shahih sebagai dasar hukum
sunat pada perempuan. Ulama- ulama mazhab berisikeras menyatakan
bahwa sunat pada perempuan adalah perbuatan mulia untuk tidak
mengatakan wajib ( YPKP, 2004).
Beberapa ulama lain berpendapat, bahwa khitan perempuan sebagai
kehormatan. Artinya, sebagai perbuatan mulia yang sangat baik untuk
dikerjakan dan meninggalkannya sama dengan mengundang penyakit dan
keburukan. Mengikuti ajaran Islam dalam perkara keci maupun besar
adalah satu- satunya jalan untuk mendapat keselamatan dari kehinaan dunia
dan azab akhirat (Hindi, 2010).
Landasan agama sebagai alasan pokok mengapa tradisi khitan pada
perempuan sampai sekarang masih dilaksanakan oleh sebagian masyarakat,
23
di antaranya adalah adanya kewajiban dalam Islam walaupun sejarah
menemukan sunat perempuan sudah ada sebelum adanya Islam dan sebagai
bagian dari proses mengislamkan, jika tidak dikhitan tidak diperkenankan
membaca Al-Quran dan melakukan shalat lima waktu (Gani, 2007. Hal 4).
Atas nama agama dan kemashalatan, sunat pada perempuan
seharusnya tidak lagi dilanjutkan. Karena tidak memiliki dasar hadist yang
shahih, alasan medis yang kuat dan tidak sesuai dengan rasionalitis
kesetaraan relasi laki- laki dan perempuan. Sunat perempuan hanya
diperbolehkan jika mendatangkan kemashalatan, bila tidak sama saja
dengan melukai anggota tubuh perempuan (YPKP, 2004. Hal. 26).
24
Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan kekerasan
berbasis gender yang mengakibatkan kerugian fisik, seksual atau psikologis
atau penderitaan terhadap perempuan, termasuk tindakan yang berupa
ancaman, pemaksaan atau perampasan kebebasan, apakah itu terjadi di
publik ataupun dalam kehidupan pribadi.
25
b. Tindakan kekerasan non fisik;
Adalah tindakan yang bertujuan merendahkan citra atau
kepercayaan diri seorang perempuan, baik melalui kata-kata
maupun melalui perbuatan yang tidak disukai/dikehendaki
korbannya.
26
yang termasuk dalam lingkup rumah tangga antara lain, suami, istri, anak,
serta orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga karena hubungan
darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, perwalian, menetap dalam
rumah tangga serta orang yang bekerja membantu dan menetap dalam
rumah tangga tersebut
27
sehingga korban dibawah kendali orang tersebut atau
pasangannya.Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nirupama
Parakash Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah salah satu kejahatan
terhadap perempuan, yang berkaitan dengan posisi mereka yang tidak
menguntungkan di masyarakat. (Nirupama Parakash: 2011)
Kekerasan dapat juga terjadi karena faktor keluarga antara lain; ada
anggota keluarga yang sakit dan butuh bantuan terus menerus, kehidupan
keluarga yang kacau, tidak saling mencintai dan tidak menghargai peran
perempuan, kurang adanya keakraban dan hubungan jaringan sosial pada
keluarga.
28
G. Seksualitas pada Remaja
1. Pengertian
a. Dimensi biologi
Seksualitas dari dimensi biologis berkaitan dengan organ reproduksi
dan alat kelamin, termasuk bagaimana menjaga kesehatan dan
memfungsikan secara optimal organ reproduksi dan dorongan seksual.
Dimensi biologi seksualitas bersifat luas. Faktor biologi mengontrol
perkembangan seksual dari konsepsi sampai kelahiran dan kemampuan
bereproduksi setelah pubertas. Sisi biologi seksualitas juga
mempengaruhi dorongan seksual, fungsi seksual, dan kepuasan seksual.
Bahkan kekuatan biologi juga mempengaruhi diferensiasi seks tertentu
dalam hal perilaku, misalnya kecenderungan pria untuk bertindak lebih
agresif daripada wanita. Reaksi seksual menghasilkan peristiwa biologi
yang spesifik, misalnya meningkatnya nadi, reaksi pada organ kelamin,
dan sensasi yang dirasakan pada seluruh tubuh.
b. Dimensi psikososial
Pencarian identitas diri merupakan tugas utama perkembangan
psikososial adolesens. Remaja harus membentuk hubungan sebaya yang
dekat atau tetap terisolasi secara sosial. Erikson memandang bingung
identitas (atau peran) sebagai bahaya utama pada tahap ini dan
menyarankan pengelompokkan dan intoleransi perbedaan yang terlihat
pada perilaku adolesens di pertahankan terhadap bingung identitas (
erikson, 1968 ).
Adolesens bekerja mandiri secara emosional dari orang tua, sambil
mempertahankan ikatan keluarga. Selain itu, mereka perlu
mengembangkan system etsnya sendiri berdasarkan nilai-nilai personal.
Pilihan tentang pekerjaan, pendidikan masa depan, dan gaya hidup harus
29
dibuat. Beragam komponen identitas total disusun dari tugas-tugas ini dan
terdiri dari identitas personal dewasa yang unik bagi individu.
Perilaku yang menunjukkan resolusi negatif pada tugas
perkembangan pada usia ini adalah kebimbingan dan ketidakmampuan
menentukan pilihan bekerja.
Seksualitas dari dimensi psikologis erat kaitannya dengan bagaimana
menjalankan fungsi sebagai makhluk seksual, identitas peran atau jenis,
serta bagaimana dinamika aspek-aspek psikologis (kognisi, emosi,
motivasi, perilaku) terhadap seksualitas itu sendiri.
Dimensi psikososial meliputi faktor psikik yaitu emosi, pandangan
dan kepribadian, yang bergabung dengan faktor sosial, yaitu bagaimana
manusia berinteraksi. Dimensi psikososial seksualitas penting karena
tidak hanya muncul pada banyak masalah seksual tetapi juga karena
berpengaruh terhadap perkembangan menjadi manusia yang seksual. Dari
masa anak-anak, identitas jender seseorang terutama dibentuk oleh
kekuatan psikososial. Pandangan seksual awal kita yang sering kali
terbawa sampai dewasa terutama didasarkan kepada orangtua, teman
sebaya, dan guru yang menceriterakan arti dan tujuan seks. Seksualitas
juga diatur oleh masyarakat melalui hukum, tabu, dan keluarga serta
teman sebaya yang mengarahkan untuk mengikuti arah tertentu tentang
perilaku seksual.
c. Dimensi sosial
Dari dimensi sosial, seksualitas dilihat pada bagaimana seksualitas
muncul dalam hubungan antar manusia, bagaimana pengaruh lingkungan
dalam membentuk pandangan tentang seksualitas yang akhirnya
membentuk perilaku seksual.
30
d. Dimensi kultural dan moral
Dimensi kultural menunjukkan perilaku seks menjadi bagian dari
budaya yang ada di masyarakat. Topik seksual seringkali menimbulkan
kontroversi dan mengandung nilai-nilai. Tetapi kontroversi sering bersifat
relatif terhadap waktu, tempat, dan lingkungan. Apa yang disebut “moral”
atau “hak” berbeda dari satu budaya ke budaya lain, dari masa ke masa.
Banyak isu moral mengenai seks berhubungan dengan tradisi keagamaan,
tetapi agama tidak mempunyai monopoli atas moralitas. Tidak ada sistem
nilai seksual yang baik bagi setiap orang dan tidak ada satupun kode
moral yang tidak dapat diperdebatkan dan dapat digunakan secara
universal. Perubahan perilaku seksual yang terjadi di mana-mana,
termasuk di Indonesia, tidak terlepas dari dimensi kultural. Ada beberapa
faktor yang menyebabkan perubahan itu :
1) Perubahan peran jender. Secara tradisional, wanita diperlakukan
sebagai mahluk yang pasif dan tidak responsif secara seksual, sedang
pria dianggap sebagai agresor seksual. Sesuai dengan pandangan ini,
pria diharapkan menjadi pengambil inisiatif dan pintar dalam urusan
seksual, dan wanita yang agresif atau sangat menikmati seks
dianggap aneh. Pandangan ini kini telah diganti oleh suatu konsep
partisipasi dan kepuasan bersama.
2) Semakin terbukanya segala sesuatu tentang seksualitas. Semua
bentuk media, dari media cetak, televisi sampai bioskop merupakan
refleksi perubahan ini, dan akibatnya seks semakin tidak dianggap
sebagai sesuatu yang menimbulkan rasa malu dan misterius.
3) Semakin diterimanya hubungan seksual untuk tujuan rekreasi dan
relasi, sebagai lawan dari reproduksi. Perubahan ini terutama
disebabkan oleh beredarnya kontrasepsi.
31
2. Ruang Lingkup Seksualitas
a. Identitas seksual
Pencapaian identitas seksual ditingkatkan dengan adanya perubahan
fisik pubertas. Dalam pandangan Freud, perubahan fisiologis pubertas ini
mereaktifkan libido, sumber energy yang mengisi arah seks. Hal ini
ditandai dengan minat remaja pada hubungan heteroseksual dengan
pasangan diluar keluarga dan melakukan mastrubasi. Tanda fisik maturitas
mendorong perkembangan perilaku maskulin dan feminin. Jika perubahan
fisik ini mencakup deviasi, orang ini mengalami lebih banyak kesulitan
mengembangkan identitas seksual yang nyaman. Adolesens bergantung
pada tanda fisik ini karena mereka ingin kepastian kelaki-lakian atau
kewanitaan dan karena mereka tidak mau berbeda dari sebayanya. Tanpa
karekteristik fisik ini, mencapai identitas seksual sangat sulit. Pengaruh lain
adalah perilaku cultural dan harapan perilaku peran seks dan adanya model
peran. Perilaku maskulin dan feminin yang dilihat remaja pengaruhi cara
mereka mengekspresikan seksualitas. Adolesens memiliki seksualitas
sesuai usia setelah merasa nyaman dengan perilaku sksual, pilihan, dan
hubungannya.
b. Identitas gender
Identitas gender merupakan suatu konsep diri individu tentang keadaan
dirinya sebagai laki-laki atau perempuan atau bukan keduanya yang
dirasakan dan diyakini secara pribadai oleh individu.
Identitas gender adalah adanya keyakinan diri (secara fisik, sosial dan
budaya) sebagai laki-laki atau perempuan.
Identitas gender yang sehat adalah identitas gender yang konsisten
dengan identitas biologisnya. Identitas gender yang sehat membuat
seseorang dapat menyakini dirinya sebagai laki-laki atau perempuan sesuai
32
pembawaan fisiknya dan dapat berperan atau bertingkah laku sebagaimana
seharusnya sebagai laki-laki atau perempuan.
c. Perilaku seksual
Perilaku seksual merupakan perilaku yang didasari oleh dorongan
seksual atau kegiatan untuk mendapatkan kesenangan organ seksual
melalui berbagai perilaku. Perilaku seksual tersebut sangat luas sifatnya,
mulai dari berdandan, mejeng, ngerling, merayu, menggoda hingga
aktifitas dan hubungan seksual.
Perilaku seksual merupakan hasil interaksi antara kepribadian dengan
lingkungan di sekitarnya. Berikut beberapa faktor internal dan eksternal
yang mempengaruhi perilaku seksual:
a) Perspektif Biologis, perubahan biologis yang terjadi pada masa
pubertas dan pengaktifan hormon dapat menimbulkan perilaku seksual.
b) Pengaruh Orang Tua, kurangnya komunikasi secara terbuka antara
orang tua dengan remaja dalam masalah seputar seksual dapat
memperkuat munculnya penimpangan perilaku seksual
c) Pengaruh Teman Sebaya, pada masa remaja, pengaruh teman sebaya
sangat kuat sehingga munculnya penyimpangan perilaku seksual
dikaitkan dengan norma kelompok sebaya
d) Perspektif Akademik, remaja dengan prestasi rendah dan tahap aspirasi
yang rendah cenderung lebih sering memunculkan aktivitas seksual
dibandingkan remaja dengan prestasi yang baik di sekolahnya
e) Perspektif Sosial Kognitif, kemampuan sosial kognitif diasosiasikan
dengan pengambilan keputusan yang menyediakan pemahaman
perilaku seksual di kalangan remaja. Remaja yang mampu mengambil
keputusan secara tepat berdasarkan nilai-nilai yang dianutnya dapat
lebih menampilkan perilaku seksual yang lebih sehat.
33
3. Tujuan seksualitas
a. Tujuan umum
Tujuan seksualitas secara umum adalah meningkatkan kesejahteraan
kehidupan manusia.
b. Tujuan khusus
1) Prokreasi (menciptakan atau meneruskan keturunan)
2) Rekreasi (memperoleh kenikmatan biologis/seksual)
Kedua fungsi ini harus berjalan seiring. Berdasarkan pendekatan religius,
Tuhan menggariskan kedua tujuan ini sebagai bentuk keseimbangan hak
dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh manusia dalam suatu ikatan
pernikahan yang sah secara hukum negara dan agama.
34
5. Sikap positif terhadap seksualitas
Berkaitan dengan banyaknya anggapan masyarakat yang salah tentang
seks itu tabu, jorok, seks untuk mendapatkan fasilitas/materi, dan sebagainya
maka penting diluruskan kembali sikap masyarakat terhadap seks. Anggapan
yang salah dapat berpengaruh terhadap perilaku, misalnya penyelewengan
pemanfaatan seks dalam kehidupan serta gangguan fungsi seksual pada masa
mendatang.
Oleh karena itu, sikap positif terhadap seks menjadi hal yang sangat penting.
Berikut tingkah laku yang menunjukkan sikap positif terhadap seksualitas :
a. Menempatkan seks sesuai dengan fungsi dan tujuannya.
b. Tidak menganggap seks itu jijik, tabu atau jorok.
c. Tidak menjadikan candaan, bahan obrolan “murahan”.
d. Membicarakan dalam konteks ilmiah atau belajar untuk memahami diri
dari orang lain serta pemanfaatan secara baik dan benar sesuai dengan
fungsi dan tujuan seksualnya.
35
3) Biseksual, yaitu orang yang tertarik secara emosi dan seksual
terhadap lawan dan sesama jenisnya
Penelitian-penelitian telah banyak dilakukan untuk mencari tahu
faktor-faktor penyebab mengapa seseorang memiliki orientasi seksual
yang berbeda dengan yang lainnya. Secara garis besar, terdapat dua teori
yang dapat menjelaskan fenomena tersebut yaitu teori biologis dan teori
psikologis.
Teori biologi mempercayai bahwa orientasi seksual dipengaruhi oleh
faktor genetik atau faktor hormonal. Penelitian terakhir mengenai faktor
biologis dalam pembentukan orientasi seksual dilakukan oleh Simon
LeVay (Rice, 2002) yang menemukan sekumpulan syaraf dalam
hypothalamus laki-laki heteroseksual ukurannya tiga kali lebih besar
dibandingkan dengan yang dimiliki oleh laki-laki homoseksual dan
perempuan heteroseksual. Namun, hasil penelitian ini menimbulkan
pertanyaan: Apakah kumpulan syaraf yang lebih kecil itu yang
menyebabkan seseorang menjadi homoseksual atau justru sebaliknya,
kehomoseksualan seseorang yang menyebabkan ukurannya mengecil?
Penelitian yang lain menunjukkan bahwa syaraf-syaraf berubah dalam
merespon suatu pengalaman. Hipotesis lain menyatakan mungkin ada
faktor lain yang tidak diketahui yang menyebabkan baik itu
homoseksualitas maupun perbedaan ukuran syaraf.
Berbeda dengan teori biologis, teori psikologis mencoba
menerangkan faktor penyebab homoseksualitas bukan dari aspek
fisiologis. Namun, lagi-lagi sebuah penelitian yang melibatkan 686 laki-
laki homoseksual, 293 perempuan homoseksual, 337 laki-laki
heteroseksual, dan 140 perempuan heteroseksual, tidak dapat menemukan
pendukung yang kuat bagi teori-teori psikoanalisis, teori belajar sosial,
atau teori sosiologis lainnya, sehingga mereka membuat kesimpulan
bahwa homoseksualitas pasti memiliki dasar biologis.
36
Kesimpulan lainnya adalah bahwa tidak ada yang mengetahui secara
pasti faktor-faktor yang menyebabkan homoseksualitas (Rice, 2002).
b. Peran seks
1) Peran Seks Tradisional
Stereotip yang mendasari peran seks pria dan wanita tradisional
merupakan perwujudan prinsip dasar bahwa ada perbedaan antara
kedua jenis kelamin. Kedua jenis itu tidak saja berbeda, tetapi mereka
juga berbeda dalam bidang yang penting bagi kesejahteraan Jan
kemajuan kelompok sosial, tempat melekat mengidentifikasi diri.
Tambahan pula perbedaan ini mengunggulkan jenis kelamin pria.
Karena dianggap lebih superior, telah menjadi keyakinan umum
bahwa pria dapat dan harus memberi sumbangan berbeda kepada
kelompok sosial daripada wanita dan bahwa sumbangan pria lebih
superior dari sumbangan wanita. Untuk mampu memberi sumbangan
sesuai dengan kemampuan, ke dua jenis harus belajar memainkan
peran yang diberikan sebaik mungkin, tanpa mempedulikan minat
dan kemampuan pribadi
2) Peran Seks Yang Sederajat
Stereotip dari peran seks yang sederajat di-dasarkan atas prinsip
dasar bahwa perbedaan antara jenis kelamin jauh lebih sedikit dan
pada yang dikira sebelumnya dan bahwa perbedaan yang ada tidak
penting dalam masyarakat di mana teknologi telah menggantikan
peran yang sebelumnya dipegang tenaga fisik.
Karena pola kehidupan telah menjadi lebih kompleks dari
sebelumnya, kelompok, budaya membutuhkan sumbangan yang lebih
beragam dari yang diperlukan pada saat pola kehidupan masih
sederhana.Akibatnya, kedua jenis dapat memberi sumbangan pada
kesejahteraan dan kemajuan kelompok.
37
Secara umum, peran seks sederajat (egalitarian) menghapuskan
penekanan pada perbedaan ekstrem antara jenis kelamin. Penekanan
ini khas bagi stereotip peran seks tradisional. Peran tradisional
dimodifikasi sedemikian rupa hingga peran wanita condong ke arah
peran pria dan sebaliknya peran pria condong ke arah peran wanita.
Akibatnya peran-peran ini bertemu di tengah dengan lebih banyak
unsur persamaan daripada perbedaan.
38
untuk menceritakan pengalaman intercoursenya dibanding dengan
remaja perempuan.
4) Petting
Petting adalah upaya untuk membangkitkan dorongan seksual
antara jenis kelamin dengan tanpa melakukan intercourse. Usia 15
tahun ditemukan bahwa 39% remaja perempuan
melakukan petting,sedangkan 57% remaja laki-laki
melakukan petting (Ratna Eliyawati 1999).
39
H. Kehamilan pada Remaja
1. Pengertian
Kehamilan usia dini memuat risiko yang tidak kalah berat. Pasalnya,
emosional ibu belum stabil dan ibu mudah tegang. Sementara kecacatan
kelahiran bisa muncul akibat ketegangan saat dalam kandungan, adanya rasa
penolakan secara emosional ketika si ibu mengandung bayinya.
2. Angka Kejadian
40
dan remaja mempunyai teman seks dan hamil sebelum menikah mencapai
66%.
3. Etiologi
a. Faktor medis
41
2) Faktor lingkungan
a) Orang tua
d) Perubahan zaman
42
tersebut terkikis oleh sistem yang lain yang bertentangan
dengan nilai moral dan agama, seperti fashion dan film yang
begitu intensif sehingga remaja dihadapkan ke dalam gaya
pergaulan hidup bebas, termasuk masalah hubungan seks di
luar nikah.
4. Patofisiologi
43
persalinan” akibat tidak seimbangnya antara panggul ibu dan janinnya. Itu
bisa dimengerti, karena pada wanita yang usianya muda, panggulnya belum
berkembang sempurna.
5. Komplikasi
Dampak dari kehamilan resiko tinggi pada usia muda, antara lain
(Manuaba, 2007):
a. Keguguran.
h. Disproporsi fetopelvis
44
a. Menyadari kehamilannya dan menginformasikannya kepada pasangan serta
orang tua
6. Manifestasi klinis
Pada ibu yang memiliki risiko tinggi dalam kehamilan memiliki tanda bahaya
sebagai berikut :
b. Perdarahan
45
7. Pemeriksaan Penunjang
e. Golongan darah, kelompok Rh, dan pemeriksaan untuk antobodi pada klien
Rh-negatif/Du-negatif: mengidentifikasi risiko ketidaksesuaian.
g. Bilirubin, pemeriksaan fungsi hepar (AST, ALT, dan kadar LDH): mengkaji
masalah hepar hipersensitif.
46
8. Penatalaksanaan
a. Melakukan skrining atau deteksi dini resiko tinggi ibu hamil atau dengan
macam faktor resiko
Dalam kamus besar bahasa Indonesia (2005: 802) pengertian orang tua
adalah ayah ibu kandung; orang yang dianggap tua (cerdik pandai, ahli, dsb).
Sejalan dengan pendapat tersebut, Soelaeman (1994:179) menganggap
bahwa“...istilah orang tua hendaknya tidak pertama-tama diartikan sebagai
orang yang tua, melainkan sebagai orang yang dituakan, karenanya diberi
tanggung jawab untuk merawat dan mendidik anaknya menjadi manusia
dewasa”.
Remaja dikenal sebagai suatu tahap perkembangan fisik, yaitu masa alat-
alat kelamin manusia mencapai kemantangannya. Secara anatomis berarti
47
alat-alat kelamin khususnya dan keadan tubuh pada umumnya memperoleh
bentuknya yang sempurna dan alat-alat kelamin tersebut sudah berfungsi
secara sempurna pula.pada akhir dari peran perkembangan fisik ini aknan
terjadi seorang pria yang berotot dan berkumis /berjanggut yang mampu
menghasilkan beberapa ratus juta sel mani (spermatozoa) setiap kali
berejakulasi (memancarkan air mani), atau seorang wanita yang berpayudara
dan berpinggul besar yang setiap bulannya mengeluarkan sebuah sel telur dari
indung telurnya (Sarlito W. Sarwono, 2010)
2. Faktor faktor yang menyebabkan menjadi orang tua pada masa remaja
a. Faktor Pendidikan.
48
segera menikahkan anaknya, karena menurut orang tua anak gadis
ini, bahwa karena sudah tidak perawan lagi, dan hal ini menjadi aib.
Jika kondisi anak perempuan itu telah dalam keadaan hamil, maka
orang tua cenderung menikahkan anak-anak tersebut. Bahkan ada
beberapa kasus, walau pada dasarnya orang tua anak gadis ini tidak
setuju dengan calon menantunya, tapi karena kondisi kehamilan si
gadis, maka dengan terpaksa orang tua menikahkan anak gadis
tersebut.
Bahkan ada kasus, justru anak gadis tersebut pada dasarnya tidak
mencintai calon suaminya, tapi karena terlanjur hamil, maka dengan
sangat terpaksa mengajukan permohonan dispensasi kawin. Ini
semua tentu menjadi hal yang sangat dilematis. Baik bagi anak gadis,
orang tua bahkan hakim yang menyidangkan.
49
kemungkinan di kemudian hari bias goyah,apalagi jika perkawinan
tersebut didasarkan keterpaksaan
Ada satu kasus, dimana orang tua anak menyatakan bahwa jika
anak menjalin hubungan dengan lawan jenis merupakan satu:
“perzinahan”. Oleh karena itu sebagai orang tua harus mencegah hal
tersebut dengan segera menikahkan. Saat mejelishakim menanyakan
anak wanita yang belum berusia 16 tahun tersebut, anak tersebut pada
dasarnya tidak keberatan jika menunggu dampai usia 16 tahun yang
tinggal beberapa bulan lagi. Tapi orang tua yang tetap bersikukuh
bahwa pernikahan harus segera dilaksanaka. Bahwa perbuatan anak
yang saling sms dengan anak laki-laki adalah merupakan “zina”. Dan
sebagai orang tua sangat takut dengan azab membiarkan anak tetap
berzina.
b. Faktor ekonomi
50
yang terlilit hutang tadi mempunyai anak gadis, maka anak gadis
tersebut akan diserahkan sebagai “alat pembayaran” kepada si
piutang. Dan setelah anak tersebut dikawini, maka lunaslah hutang-
hutang yang melilit orang tua si anak.
51
perkembangannya . Yang dimaksud tugas pada setiap tahap
perkembangan adalah bahwa setiap tahapan usia , individu tersebut
mempunyai tujuan untuk mencapai suatu kepandaian.
52
leher rahim terkena virus. Virus tersebut bisa berubah menjadi kanker serviks
terutama virus yang tidak segera diobati.
5. Mudah Terkena Infeksi
Organ reproduksi yang masih belum siap untuk melakukan hubungan
seksual bisa menyebabkan organ reproduksi tersebut mudah terkena infeksi.
Terlebih lagi ditunjang dengan faktor rendahnya ekonomi, stress dan
perawatan organ reproduksi yang belum banyak dipahami bisa menyebabkan
wanita mudah terkena infeksi apalagi saat wanita tersebut terkena nifas.
Banyak bakteri bisa masuk ke dalam organ reproduksinya dan menimbulkan
infeksi.
6. Kurangnya Perawatan Kehamilan
Tingkat pendidikan yang rendah bisa menyebabkan gadis muda yang
sedang hamil kurang dalam merawat kehamilannya. Tidak hanya itu saja,
masyarakat terpencil juga belum tahu bagaimana caranya merawat kehamilan
dengan benar, hal itu semakin memperparah kondisi ibu muda yang sedang
hamil. Kehamilan pun menjadi rawan terutama di saat awal-awal
kehamilannya.
7. Hipertensi
Wanita muda yang hamil akan memiliki terkena hipertensi dalam
kehamilan lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang hamil di usia cukup.
Kondisi itu dalam dunia medis dikenal dengan pregnancy induced
hypertension. Tekanan darah tinggi adalah pemicu timbulnya pre eklamsia,
sehingga remaja muda yang hamil sangat rentan untuk bisa terkena pre
eklamsia. Pre eklamsia bisa disebut kombinasi dari penyakit darah
tinggi,darah tinggi juga bisa menyebabkan terjadinya komplikasi kehamilan.
Misalnya saja ibu muda mengalami gangguan jantung, kolesterol dan masih
banyak lagi penyakit lainnya.
53
8. Terkena PMS
Hamil dengan usia yang masih sangat muda bisa menyebabkan ibu dan
bayinya terkena PMS. Penyakit yang akan mengintai remaja adalah penyakit
kelamin yang disebabkan oleh bakteri klamidia dan juga HIV. PMS ini bisa
menular melalui mulut rahim setelah virus itu sampai ke dalam rahim, bakteri
atau virus tersebut akan menganggu pertumbuhan dan juga kesehatan bayi
yang ada di dalam rahim.
9. Depresi
Remaja yang belum siap mental dan belum siap fisik untuk hamil bisa
mengalami depresi. Depresi itu bisa menyerang remaja sehabis melahirkan
bayinya. Depresi itu ditandai dengan perasaan rendah diri, sedih dan juga
tidak mau mengurus bayinya setelah dilahirkan. Depresi tersebut bisa berubah
menjadi sindrom baby blues. Jika sudah terkena baby blues maka diperlukan
perawatan khusus dari pihak medis terutama untuk mengobati psikologis
remaja tersebut.
10. Tekanan Psikologis
Remaja yang hamil muda dan melahirkan di usia yang sangat muda akan
mendapatkan tekanan psikologis dari masyarakat. Remaja tersebut
mendapatkan tekanan psikologis berupa rasa sendirian dan juga rasa
dikucilkan oleh orang-orang di sekitarnya. Dari pihak keluarga sendiri, khusus
kasus MBA remaja tersebut merasa terkucilkan di lingkungan keluarga.
Merasa malu karena tidak bisa menjaga diri dan masih banyak lagi lainnya.
11. Anemia
Remaja yang mengalami hamil di usia muda bisa menyebabkan dirinya
terkena anemia atau kekurangan darah. Kurangnya pengetahuan remaja dan
keluarga akan kebutuhan zat besi / gizi saat kehamilan bisa menyebabkan
remaja tersebut terkena anemia. Anemia sangat berbahaya bagi ibu hamil
karena bisa menyebabkan pendarahan saat kehamilan.
54
Penanganan yang dilakukan untuk mengadapi dampak menjadi orang tua
pada usia remaja
3. Keluarga harus mengajarkan dan menanamkan nilai-nilai yang baik sejak dini
kepada remaja, serta memberikan bimbingan, perlindungan, dan pengawasan
agar remaja tidak terjerumus dalam pergaulan bebas yang dapat mengarah
pada menjadi orang tua pada masa remaja.
55
K. Peran Perawat dalam menghadapi bahaya pasien yang menjadi orang tua
pada masa remaja
1. Conselor
3. Care Giver
56
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
sistem, fungsi dan proses reproduksi yang dimiliki oleh remaja. Pengertian
sehat disini tidak semata-mata berarti bebas penyakit atau bebas dari
kecacatan namun juga sehat secara mental serta sosial kultural (Fauzi., 2008).
(PKRE)
3. Hak Reproduksi
Hak adalah kewenangan yang melekat pada diri untuk melakukan atau
berulang.
manusia sejak lahir sampai mati (life cycle approach) agar di peroleh sasaran
57
yang pasti dan komponen pelayanan yang jelas serta dilaksanakan secara
5. Khitan perempuan adalah memotong sedikit kulit labia minora atau preputium
clitoridis di atas uretra di farji atau kemaluan. Kata lain yang sering digunakan
adalah sunat dan istilah lain yang kurang dikenal yaitu khifad yang berasal
dari kata khafd , istilah ini khusus untuk khitan perempuan (Gani, 2007).
cutting (FGC) atau genital mutilation. Genital cutting adalah pemotongan alat
alat kelamin luar perempuan atau perlukaan organ genital perempuan baik
karena didasari oleh alasan kebudayaan atau alasan nonmedis lainnya (Juli,
58
9. Kehamilan remaja adalah kehamilan yang terjadi pada wanita usia antara 14-
19 tahun baik melalui proses pra nikah atau nikah (Manuaba, 2007).
dan pendidikan bagi ibu. 7% dari semua kelahiran terjadi pada remaja.
(Muscari, 2005)
10. Dalam kamus besar bahasa Indonesia (2005: 802) pengertian orang tua
adalah ayah ibu kandung; orang yang dianggap tua (cerdik pandai, ahli, dsb).
orang yang tua, melainkan sebagai orang yang dituakan, karenanya diberi
Kematangan yang dimaksud adalah bukan hanya kematangan fisik saja, tetapi
11. Peran Perawat dalam menghadapi remaja menjadi orang tua : Conselor, Client
B. Saran
Saran yang ingin kami sampaikan adalah bahwa hal yang paling penting bagi
59
pentingnya kesehatan. Di samping itu perlunya mengingat pergaulan remaja saat
ini yang tidak terbatas sehingga pengetahuan tentang alat reproduksi remaja
60
DAFTAR PUSTAKA
Medika
2012
61