You are on page 1of 39

Pemberian Obat

Pemahaman tentang isi bab ini akan mempampukan peserta didik untuk :

 Mendefinisikan pemberian obat


 Mendiskusikan tanggung jawab legal perawat dalam peresepan dan pemberian
obat
 Menjelaskan mekanisme fisiologis kerja obat yang meliputi absorbsi,
distribusi, metabolisme dan eskresi
 Membedakan antara racun, idiosin kratik, alergi dan efek samping obat
 Mendiskusikan faktor-faktor perkembangan yang memengaruhi
farmakokinetik obat
 Mendiskusikan faktor-faktor yang memengaruhi kerja obat
 Mendiskusikan metode untuk meningkatkan dan mempertahankan kesehatan
klien melalui penyuluhan tentang pengobatan
 Menjelaskan peran ahli farmasi dokter, dan perawat dalam pemberian obat
 Menjelaskan faktor-faktor yang perlu di pertimbangkan dalam memilih rute
pemberian obat
 Menghitung dosis obat dengan benar
 Mengkaji kebutuhan dan respon klien terhadap terapi obat
 Menjabarkan lima benar pemberian obat
 Menyiapkan dan memberikan obat suntik subcutan (SC), intramuskular dan
intradermal serta intravena, obat oral preparat obat kulit, (topikal) obat tetes
mata, telinga dan hidung. Memassukan obat kedalam vagina, supositoria rektal
dan inhalan
 Mengidentifikasi persiapan pendidikan untuk klien yang menerima terapi IV di
rumah
Pemberian obat yang aman dan akurat merupakan salah satu tugas
terpenting bidan. Obat adalah alat utama terapi yang di gunakan bidan untuk
mengobati klien yang memiliki masalah kesehatan. Suatu obat atau medikasi
adalah zat yang di guankan dalam diagnosisi, terapi, penyembuhan, penurunan,
atau pencegahan penyakit.

Bentuk obat

Bentuk obat Deskripsi


Kalpet Bentuk dosis padat untuk pemberian obat oral bentuk seperti kapsul
dan bersalut sehingga mudah di telan.
Kapsul Bentuk dosis padat untuk pemberian obat oral obat dalam bnetuk
bubuk cairan atau minyak dan di bungkus oleh selongsong galatin,
kapsul di warnai untuk membantu identifikasi roduk.
Eliksir Cairan jernih berisi air dan /atau alkohol, di rancang untuk penggunaan
oral, biasanya di tambah pemanis.
Tablet enterik Tablet untuk pemberian obat oral yang di lapisi bahan yang tidak larut
bersalut dalam lambung, lapisan laurt di dalam usus, tempat reabsorpsi.
Ekstrak Bentuk obat pekat yang di buat denagn memindahkan bagian aktif obat
adri komponen lain obat tersebut ( misalnya ekstrak cairan adalah obat
yang di buat menjadi larutan dari sumber sayur-sayuran )
Gliserit Larutan obat yang di kombinasi dengan gliserin untuk penggunaan luar
berisi sekurang-kurangnya 50% gliserin.
Cakram Bentuk oval fleksibel berukuran kecil terdiri dari dua lapisan luar yang
intraokular lunak dan sebuah lapisan tengah berisi obat. Saat di lembabkan oleh
(intraocular cairan okuler ( mata), cakram melepas obat sampai satu minggu.
disk)
Obat gosok Preparat biasnay mengandung alkohol, minyak atau pelembut sabun
(liniment) yang di oles pada kulit.
Losicn Obat dalam cairan, suspensi yang di oles pada kulit untuk
melindunginya.
Salep Semisolid ( agak padat ), preparat yang di oles pada kulit biasanya
mengandung satu atau lebih cepat.
Pasta Preparat semisolid lebih kental dan lebih kaku dari pada salep di
absorpsi melalui kulit lebih lambat dari pada salep.
Pil Bentuk dosis padat berisi satu atau lebih obat, di bentuk ke dalam
bentuk tetesan , lonjong atau bujur, pil yang sesungguhnya jarang di
gunakan karena telah di gantikan oleh tablet.
Larutan Preparat cairan dapat di gunakan per oral, parenteral atau secara
eksternal dapat juga di masukkan kedalam organ atau rongga tubuh
(misalnya irigasi kandung kemih ) berisi air dan mengandung satu atau
lebih senyawa terlarut, harus steril untuk penggunan parenteral.
Supositoria Bentuk dosis padat yang di campur dengan gelatin dan di bentuk dalam
peluru untuk di masukkan kedalam rongga tubuh (rektum atau vagina )
meleleh saat mencapai suhu tubuh, melepas untuk di reabsorpsi.
Suspensi Partikel obat yang di belah samapi halus dan larut dalam media cair
saat di biarkan partikel berkumpul dibagian bawah wadag, umumnya
merupakan obat oral dan tidak di berikan perintravena.
Sirup Obat yang larut dalam larutan gula pekat, mengandung perasa yang
membuat obatterasa lebih enak.
Tablet Bentuk dosisi bubuk yang di kompresi ke dalam cakram atau silinder
yang keras, selain obat utama mengandung zat pengikat ( perekat untuk
membuat bubuk menyatu ) zat pemisah ( untuk meningkatkan
pelarutan tablet ) lubrikan ( supaya mudah dibuat di pabrik), dan zat
pengisi ( supaya ukuran tablet cocok )
Cakram atau Obat berada dalam cakram (disks ) atau patch membran semipermeabel
lempeng yang membuat ibat dapa di absorpsi perlahan-lahan melalui kulit dala
transdermal periode waktu yang lama.
Tinglura Alkohol atau larutan obat sir-alkohol.
Tablet isap ( Bentuk dosis datar, bundar mengandung obat, cita rasa gula, dan bahan
troche, perekat cair larut dalam mulut untuk melepas obat.
lodenge )
Standart obat, Standar yang di terima masyarakat harus memenuhi kriteria sbb:

1. Kemurnian, pabrik harus memenuhi standar kemurnian untuk tipe dan


konsentrsai zat lain yang di perbolehkan dalam produksi obat
2. Potensi, konsentrasi obat aktif dalam preparat obat mempengaruhi kekuatan
atau potensi obat
3. Bioavailabality, kemampuan obat untuk di lepas dari bentuk dosisnya dan
melarut, di absorpsi, dan di angkut tubuh ketempat kerjanya.
4. Kemanjuran, pemeriksaan laboratorium yang terinci dapat membantu
menentukan efektifitas obat
5. Keamanan. Semua obat harus terus di evaluasi untuk menentukan efek
samping obat tersebut.

Sifat kerja obat

Obat bekerja menghasilkan efek terapeurik yang bermanfaat.sebuah obat


tidak menciptakan suatu fungsi dalam jaringan tubuh atau organ tetapi mengubah
fungsi fisiologis.Obat melindungi sel daru pengaruh agens kimia lain,
meningktakan fungsi sel, atau mempercepat atau memperlambat kerja sel. Obat
dapat menggantikan zat tubuh yang hialng ( contoh, insulin, hormon tyroid dan
estrogen ). Obat menghasilkan kerja dengan mengubah cairan tubuh atau
membran sel atau dengan berinteraksi dengan tempat reseptor.

Farmakokinetik adalah ilmu tentang cara obat masuk ke dalam tubuh,


mencapai tempat kerjanya, metabolisme, dan jekuar dari tubuh.

Absorspsi adalah cara molekul obat masuk kedalam darah. Kebanyakan


obat kecuali obat yang di gunakan secara topikal untuk memperoleh efek lokal,
harus masuk kedalam sirkulasi sistemik untuk mengahasilkan efek yang
terapeutik. Faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi antara lain rute pemberian
obat, daya larut obat, dan kondisi di tempat absorpsi.setiap rute obat memiliki
pengaruh yang berbeda pada absorspi obat, bergantung pada struktur fisik
jaringan.kulit relatif tidak dapat di etmbus zat kimia sehingga absorpsi me jadi
lambat.daya larut obat yang di berikan per oral setelah di ingesti sangat
bergantung pada bentuk preparat obat tersebut.kondisi di tempat
absorpsimempengaruhi kemudahan obat masuk kedalam sirkulasi sistemik. Obat
oral lebih mudah di absorpsi jika di berikan di antara waktu makan.setelah di
absorpsi obat didistribusikan didalam tubuh kejaringan dan organ tubuh dan
akhirnya ketempat kerja obat tersebut. Laju dan luas distribusi bergantung pada
sifat fisik dan kimia dan obat struktur fisiologis individu yang menggunakanya.
Ada hubungan langsungantara jumlah obat yang di berikan dan jumlah jaringan
tubuh tempat obat didistribusikan. Kebanyakan obat di berikan berdasarkan berat
dan komposisi tubuh dewasa.

Membran biologis berfungsi sebagai barier terhadap perjalanan obat.


Barier darah otak hanya dapat di tembus oleh obat larur lemak yang masuk
kedalam otak dan cairan serebrospinal. Ingeksi saraf pusat perlu di tangani
dengan antibiotik yang lansung di suntikkan ke ruang subaraknoid di medula
spinalis. Klien lansia dapat menderita efek samping misalnya konfusi akibat
perubahan permeabilitas barier-darah otak karena masuknya obat larur-lemak
kedalam otak lebih mudah.

Derajat kekuatan ikatan obat dengan protein serum misalnya albumin,


memengaruhi distribusi obat. Kebanyakan obatterikat pada protein dalam
tingkatan tertentu. Ketika molekul obat terikat pada albumin, obat tidak dapat
menghasilkan aktivitas farmakologis. Obat yang tidak berikatan atau bebas dalah
bentuk aktif obat. Lansia mengalami penurunan kadar albumin dalam aliran
darahkemungkinan di sebabkan oleh perubahan fungsi hati. Hal yang sama terjadi
pada klien yang menderita penyakit hati atau malnutrisi. Akibatnya lansia dapat
beresiko mengalami peningkatan aktifitas obat dan toksisitas obat.

Setelah mencapai tempat kerjanyaobta di metabolisme menjadi bentuk


tidak aktif sehinggan lebih mudah di eskresi. Sebagian besar biotransformasi
berlangsung di bawah pengaruh enzim yang mendetoksifikasi mengurai (
memecah) dan melepas zat kimia aktif secara bilogis. Kebanyakan
biotransformasi berlangsung di dalam hati walaupun paru-paru, ginjal, darah dan
usus juga memetabolisme obat. Hati sangat penting karena strukturnya yang
khusus mengoksidasi dan mengubah banyak zat toksik. Hati mengurai banyak zat
kimia berbahaya sebelum didistribusi kejaringan. Penurunana fungsi hati yang
terjadi seiring peuaan atau disertai penyakit hati memengaruhi kecepatan eliminasi
obat dari tubuh.

Setelah di metabolisme obt keluar dari tubuh melalui ginjal, hati, usus,
paru dan kelenjar ensokrin. Struktur kimia sebuah obat menentukan organ yang
mengekskresikannya. Kelenjar eksokrin mengekskresi obat larut lemak. Ketika
obat keluar melalui kelenjar keringat kulit dapat mengalami iritasi. Bidan
melakukan praktik hygine yang baik untuk meningkatkan kebersihan dan
integritas kulit. Saluran cerna adalah jalur lain ekskresi obat. Ginjal dalah organ
utanma sekresi obat. Beberapa obat tidak mengalami metabolisme yang luas dan
amsuk ke dalam urine dalam bentuk yang relatif sama. obat lain menjalani
biotransformasi di hati sebelum di ekskresi oleh ginjal. Apabila fungsi ginjal
menurun yang merupakan perubahan yang umum terjadi dalam penuaan , resiko
toksisitas obat meningkat.

Karena struktur kimia dan kerja fisiologisnya sebuah obat dapat


menghasilkan lebih dari satu efek, sbb :

1. Efek terapeutik
Merupakan respons fisiologis obat yang di harapkan atau di perkirakan
timbul. Contoh aspirin berfungsi sebagai analgesik, antipiretik dan
antiinflamasi dan menurunkan agresi ( gumpalan ) trombosit.
2. Efek samping
Sebuah obat di perkirakan akan menimbulkan efek sekunder yang tidak
diinginkan. Contoh penggunaan kodein fosfat dapat membuat seseorang
klien mengalami konstipasi dan penggunaan teofilin dapat membuat klien
sakit kepala dan pusing.
3. Efek toksik
Efek toksik terjadi setelah klien meminum obat berdosis tinggi dalam
jangka waktu lama setelah lama menggunakan obat yang di tutjukan untuk
aplikasi eksternal atau setelah suatu obat berakumulasi di dalam darah
akibat kerusakan metabolisme ata ekskresi.

Reaksi Idiosinkratik

Obat dapat menyebabkan timbulnya efek yang tidak di perkirakan misanya


rekasi idionsikratik yang meliputi klien bereaksi yang berlebihan, tidak bereaksi,
atau bereaksi tidak normal terhadap obat. Contohnya seorang anak yang
menerima anthisimin menjadi sangat gelisah atau sangat gembira, bukan
mengantuk adalah tidak mungkin memperkirakan klien mana yang akan
mengalami respons idionsinkratik.

Reaksi Alergi

Adalah respons lain yang tidak dapat diperkirakan terhadap obat. Alergi
obat bersifat ringan atau berat. Reaksi alergi ringan, sbb :

1. Urtikaria
Erupsi kulit yang bentuknya tidak beraturan, meninggi, ukuran dan bentuk
bervariasi, erupsi memilkibatas berwarna merah dan bagian tangannya
berwarna pucat
2. Ruam
Vesiker kecil yang meninggi yang biasanya berwarna merah seringkali
tersebar di seluruh tubuh
3. Pruritus
Gatal-gatal pada kulit kebanyakan timbul bersama ruam
4. Rinitis
Inflamasi lapisan membran mukosa hidung menimbulkan bengkak dan
pengeluaran rabas encer dan berair.
Respons Dosis Obat
Setelah bidan memberi obat obat di absorspsi, didistribusi, di
merabolisme, dan di ekskresi. Semua obat memerlukan waktu yang lama untuk
masuk kedalam aliran darah kecuali obat yang di berikan secara intravena.
Klien dan bidan harus mengikuti penjadwalan dosis yang teratur dan
mematuhinya untuk menentukan dosis dan interval waktu pemberian dosis.
Dengan mengetahui interval waktu kerja obat, perawat dapat mengantisipasi efek
suatu obat.
1. Awitan kerja obat, waktu yang di butuhkan obat sampai suatu respons
mencul setelah obat di berikan
2. Kerja puncak obat, waktu yang di buthkan obat sampai konsentrsasi
efektif tertinggi di capai
3. Durasi kerja obat, lama waktu obat terdapat dalam konsentrasi yang cukup
besar untuk menghasilkan suatu respons
4. Plateau, konsentrasi serum darah di capai dan di pertahankan setelah dosis
obat yang sama kembali di berikan.

Faktor yang mempengaruhi kerja obat

1. Perbedaan genetik, susunan genetik memengaruhi biotransformasi obat.


Pola metabolik dalam keluarga seringkali sama. Faktor genetik
menentukan apakah enzim yang berbentuk secara alami ada untuk
membantu penguraian obat. Akibatnya anggota keluarga sensitif terhadap
suatu obat.
2. Variabel fisiologis, perbedaan hormonal antara pria dan wanita mengubah
metabolisme tertentu. Hormon dan obat saling bersaing dalam
biotransformasi karena kedua senyawa tersebut terurai dalam proses
metabolik yang sama. Variasi di urnal pada sekresi estrogen bertanggung
jawab untuk fluktuasi siklik reaksi obat yang dialami wanita.
3. Kondisi lingkungan, stres fisik dan emosi yang berat akan memicu respons
hormonal pada akhirnya mengganggu metabolisme obat pada klien, radiasi
ion menghasilkan efek yang sama dengan mengubah kecepatan aktifitas
enzim. Pajanan pada panas dan dingin dapat memengaruhi respons
terhadap obat . klien hipertensi di beri vasodilator untuk mengontrol
tekanan darahnya. Pada cuaca panas dosis vasodilator perlu dikurangi
karena suhu yang tinggi meningkatkan efek obat. Cuaca dingin cenderung
meningkatkan vasokontriksi, sehingga dosis vasodilator perlu di tambah.
4. Faktor psikologis, sikap seseorang terhadap obat berakar dari pengalaman
sebelumnya tau pengaruh keluarga. Melihat oragtua sering menggunakan
obat-obatan dapat membuat anak menerima obat sebagai bagian dari
kehidupan normalnya.
5. Diet, interaksi obat dan nutrien dapat mengubah kerja obat atau efek
nutrien. Contoh vitamin K merupakan nutrien yang melawan efek warfarin
natrium(coumadin), mengurangi efeknya pada mekanisme pembekuan
darah. Minyak mineral menurunkan absorspsi vitamin larut lemak. Klien
membutuhkan nutrisi tambahan ketika mengkonsumsi obat yang
menurunkan efek nutrisi. Menahan konsumsi nutien tertentu dapat
menjamin efek terapeutik obat.

Rute Pemberian Obat

Pilihan rute pemberian obat bergantung pada kandungan obat dan efek
yang diinginkan juga kondisi fisik dan mental klien.Karena secara konstan terlibat
dalam menentukan rute pemberian obat yang terbaik dengan berkolaborasi dengan
dokter.

Rute oral, pemberian per oral adalah rute yang paling mudah dan paling
umum digunakan. Obat di berikan melalui mulut dan di telan. Kerja obat oral
lebih lambat dan efeknya lebih lama.

pemberian sublingual, obat sublingual di rancang agar setelah di letakkan


di bawah lidah dan kemudian larut dan mudah di absorpsi. Obat yang di berikan
di bawah lidah tidak boleh di telan karena akan menimbulkan efek samping. Klien
tidak boleh minum sampai obat larut.
Pemberian bukal, pemberian obat melalui bukal di lakukan dengan
menempatkan obat padat di membran mukosa pipi sampai obat larut. Klien harus
di ajarkan untuk menempatkan dosis ibat secara bergantian di pipi kanan dan kiri
supaya mukosa tidak iritasi. Klien juga di peringatkan untuk tidak mengunyah
atau menelan obat atau minum air bersama obat. Obat bukal bereaksi secara lokal
pada mukosa atau secara sistemik ketika obat ditelan dalam saliva.

Rute Parenteral

Merupakan obat dengan menginjeksinya ke dalam jaringan tubuh.


Pemberian parenteral meliputi empat utama injeksi, yaitu :

1. Subcutan (SC), injeksi kedalam jaringan tepat di bawah lapisan dermis


kulit
2. Intradermal (ID) injeksi kedalam dermis tepat dibawah epidermis
3. Intramuskular (IM) injeksi ke dalam otot tubuh
4. Intravena (IV) suntikkan kedalam vena.

Pemberian Topikal

Obat yang di berikan melalui kulit dan membran mukosa pada prinsipnya
menimbulkan efek lokal, pemberian topikal di lakukan dengan mengoleskannya di
suatu daerah kulit, memasang balutan yang lembab, merendam bagian tubuh
dalaam larutan atau menyediakan air mandi yang di campur dengan obat. Efek
sistemik timbul jika kulit klien tipis, konsentrasi obat tinggi, atau jika obat
bersentuhan dengan kulit dalam jangka waktu yang lama.

Obat juga dapat diberikan pada membran mukosa . dengan cara ini obat
biasanya akan lebih cepat di absorpsi. Bidan menggunakan metode da bawah ini
dalam pemberian obat pada membran mukosa

1. Pemberian secara langsung. Contoh meminta klien berkumur, mengusap


tenggorok
2. Insersi obat kedalam rongga tubuh. Contoh menempatkan supositoria pada
rektum atau vagina atau menginsersi paket obat kedalam vagian
3. Instilasi ( pemasukkanlambat) cairan kedalam rongga tubuh . contoh
memasukkan tetes telinga, tetes hidung dan memasukkan cairan kedalam
kandung kemih dan rektum
4. Irigasi ( mencuci bersih ) rongga tubuh. Contoh membilas mata, telinga,
vagina, kandung kemih, atau rektum dengan obat cair
5. Penyemprotan. Contoh memasukkan obat ke dalam hidung dan
tenggorokan.

Pemberian Dosis Yang Benar

Perawat menggunakan teknik aseptik dan posedur yang benar ketika


menangani dan memberikan obat. Ketika obat tertentu dibiarkan, perawat perlu
melakukan pengkajian, misalnya pengkajian denyut nadi sebelum memberikan
obat antiatritmia.

Mencatat Pemberian Obat

Untuk mencegah perawat lain memberikan obat tanpa mengetahui bahwa


klien menerima obat dosis tertentu. Perawat mendokumentasikan obat pada waktu
obat diberikan. Apabila seseorang perawat lupa mencatat obat yang diberikan,
akan mudah terjadi pemberian obat ganda. Apabila perawat mencatat sebuah obat,
namun obat tersebut belum diberikan karena klien menolak atau pada pengkajian
fisik ditemukan kontraindikasi terhadap peggunaan obat tersebut maka informasi
ini harus dimasukkan dalam catatn pengobatan.

Pencatatan sebuah obat terdiri dari nama, dosis, rute pemberian obat, dan
watu pemberian obat yang sebenarnya. Format obat sering disiapkan terlebih
dahulu dan perawat hanya perlu mencatat waktu pemberian obat.

Pencatatan Kesehatan Melalui Penyuluhan Klien

Penyuluhan tentang obat adalah salah satu tipe penyuluhan kesehtan yang
diberikan oleh perawat. Kadang kala pasien membutuhkan obat sepanjang
kehidupan hidupnya, misalnya DM.
Klien dapat salah menggunakan obat jika tidak dapat informasi yang
benar. Perawat harus memberikan tujuan dalam pemberian obat, kerja obat dan
efeknya. Perawat harus mengajarkan penggunaan obat secara mandiri yang benar
kepada klien yang tergantung pada injeksi harian. Kia belajar menginjeksikan
dengan benar dengan menggunakan teknik aseptik. Banyak klien lansia
bertanggung jabaw menggunakan obat secara mandiri., sehingga instruksi obat
harus memuat informasi obat yang terinci dan penjadwalan disis yang membantu
lansia ingat untuk menggunakan obat secara teratur.

Semuaa klien harus mempelajari pedoman dasar berikut supaya dapat


menggunakan obat dengan aman dirumah

1. Simpan setiap obat didalan wadah aslinya yang ada lebel


2. Pastikan lebel dapat dibaca
3. Buang obat yang sudah kadaluarsa.
4. Selalu habiskan obat yang diresepkan , keculai diinstruksikan sebaliknya.
5. Buang obat kedalam sebuah bak cuci piring atau ke toilet . jangan
menetapkan obat di kotak sampah yang terjangkau denga anak.
6. Jangan berikan obat yang direspkan kepada anggota keluaga atau teman
7. Simpan oabat yang perlu didinginkan pada lemari dingin.
8. Baca lebel dengan teliti dan ikuti semua instruksi

Mempertahankan Hak Klien

Sebuah Pernyataan komprehensif yang mendefinisikan hak dan kewajiban


untuk area praktik medis dan dan perawat yang luas. Misalnya memberikan obat.
Karena danya resiko potensial yanga berhubungan dengan pemberian obat,
seorang klien mempunyai hak untuk :

1. Mengetahui nama, tujuan, kerja obat dan efek potensial yang tidak
diinginkan
2. Menolak sebuah obat, tanpa memperhatikan konsekuensinya.
3. Meminta perawat atau dokter berkualitas untuk mengkaji riwayat obat,
termasuk alergi.
4. Mendapat nasehat yang benar berkenaan dengan sifat suatu terapi obat
yang pernah muncul dan memberikan persetujuan untuk penggunaannya.
5. Memberikan obat yang dilebel dengan aman tanpa merasa tidak nyaman
sesuai dengan “ lima benar pemberian obat “
6. Menerima terapi pendukung yang diperlukan terkait dengan terapi obat
yang dijalankan.
7. Tidak menerima obat yang tidak perlu.

Evaluasi
Contoh langka evaluasi untuk menentukan bahwa tidak ada komplikasi
yang terkait dengan rute pemberian obat.
a. Mengobservasi adanya memar, infeksi, nyeri, inflamasi, nyeri
setempat, atau perdarahan ditempat injeksi
b. Menanyakan klien tetang adanya rasa kesemutan ditempat injeksi.
c. Mengkaji adanya gangguan saluran cerna, termasuk mual, muntah,
dare pada klien.
d. Menginspeksi tempat IV untuk mengetahui adanya flebitis, termasuk
demam, pembengkakan dan nyeri tekan setempat

Contoh langkah evaluasi untuk mempertahankan keamanan dan


kenyamanan klien.

a. Memantau efek samping atau toksis yang potensial, reaksi, alergi atau
injeksi obat.
b. Mengevaluasikan klien selama 30 menit setelah diberi obat untuk
mengetahui adanya gejala ketidak nyamanan.

Contoh evaluasi untuk memahami terapi obat

a. Meminta klien untuk menjelaskan tujuan, kerja,dosis, jadwal


pemberian obat, dan efek samping yang mungkin
b. Meminta jlien untuk menjelaskan waktu setiap obat yang digunakan
selama sehari.
Contoh mengevaluasi untuk menentukan kemampuan lien menggunkan
obat secara secara mandiri dan aman.

a. Mengobservasi klien saat mempersiapkan dosis obat yang


diprogramkan
b. Mengobservasi klien yang memberi dosis obat yang diprogramkan.

Pemberian Obat

Perawat harus menggunakan lima benar obar

A. Benar obat.
Ketika memberikan obat, perawat membandingkan lebel pada lebel
obat dengan format. Perawat melakukan ini tiga kali yaitu :
1) Sebelum meindahkan wadah obat dari laci atau lemari
2) Pada saat sejumlah obat obat yang diprogramkan dipindahkan
dari wadahnya
3) Sebelum mengembalikan wadah obat ketempat penyimpana.
Dengan dosis tunggal, obat yang sebelumnya sudah dikemas,
perawt memeriksa lebel pada format obat sebanyak tiga kali
walupun obat tersebut belum diambil pada wadah yang besar.

Upaya untuk tidak menyiapkan obat dari wadah yang tidak


bertanda atau wadah yang lebelnya tidak terbaca. Apabila klien
menolak obat, opayakan untuk tidak mengmbalikan obat kewadah
aslinya untuk memindahkan kewadah aslinya. Obat dosis tunggal
dan obat yang belum dikemas dapat dikembalikan ketempat
penyimpanan, jika belum dibuka.

B. Benar dosis
Apabila sebuah obat harus disediakan dari volume atau kekuatan obat
yang lebih besar atau yang lebih kecil dari yang dibutuhkan atau jika
seorang dokter memprogramkan suatu sistem perhitungan obat yang
berbeda dari yang disediakan oleh ahli farmasi, rsiko kesalahan
meningkat.
Setelah menghitung dosis, perawat menyiabkan obat dengan
menggunakan alat perhitungan standar. Contohnya banyak obat cair
untuk anak dilengkapi alat tetes, grlas ukur, spuit dan sendok yang
dirancang khusus.
Untuk membela tablet berbentuk biji, perawat harus yakin bahwa
potongan tersebut rata. Sebuah tablet dapat dibagi dengan
menggunakan pisau dengan membungkus tablet dengan tisu kemudian
membelahnya dengan jari. Setiap tablet yang tidak terbelah rata
dibuang. Setelah obat dibelah, perawat dapat memberikan kedua
bagian obat secra berurutan., namun hanya jika bagian kedua telah
kembali kemas dan dilebel.

C. Benar klien
Untuk mengidentifikasi klien dengan tepat, perawat harus
memeriksakan kartu, format atau laporan pemberian obat.
Klien dengan menggukan obat secra mandiri dirumah harus
diperingatkan untuk tidak pernah memberi obatnya kepada anggota
keluarga atau teman. Sebelum seseorang mengunakan resep untuk
orang lain. Sebaiknya konsultasikan hal tersebut kepada dokter.

D. Benar rute
Apabila sebuah instruksi tidak menerangkan rute pemberian obat,
perawat mengkonsultasikannya kepada dokter, demikian juga rute
pemberian obat bukan cara ynag direkombinasikan, perawat harus
mengingatkan dokter.
Saat melakukan injeksi rute yang benar sangat penting. Juga sangat
penting untuk menyiapkan injeksi hanya dari preparat yang ditetapkan
untuk menggunakn paranteral. Menginjeksikan cairan yang dirancang
untuk penggunaan oral dapat menimbulkan komplikasi.
E. Benar waktu
Perawat haru mengetahu alasan sebuah obat diprogramkan untuk
waktu tertnetu dalam satu hari dan apakah jadwal tersebut dapat
diubah.

Apabila seorang perawat bertanggung jawab memberikan beberapa


obat maka obat yang harus bekerja pada waktu- waktu tertentu harus di
prioritaskan. Misalnya, insulin harus diberikan pada interval yang tepat
sebelum makan. Semua obat rutin untuk yang diinstruksikan harus
diberikan dalam 30 menit dari waktu yang diprogramkan .
Dirumah seorang klien harus mungkin harus mengkonsumsi
beberapa obat dalam satu hari. Perawat dapat membantu klien
merencanakan jadwal pengobatan berdasarkan interval yang dipilih
dan jadwal harian klien.

Kesalahan Pengobatan

Kesalahan pengobatan adalah suatu kejadian yang dapat membuat klien


menerima obat yang salah atau tidak mendapat terapi obat yang tepat( edgar,
Lee,Cousins, 1994). Kesalahan pengobatan dapat dilaukan oleh setiap individu
yang terlibat dalam pembuatan resep, transkripsi, persiapan, penyaluran, dan
pemberian obat.

Pertimbangan Khusus Pemberian Obat Pada Kelompok Usia Tertentu

Tingkat perkembangan klien adalah faktor yang menentukan cara perawat


pemberian obat. Pengetahuan tentang perkembangan klien membuat perawat
mengantisipasi respon klien terhadap terapi obat.

Bayi dan anak.

Usia, berat badan, area permukaan tubuh, dan kemampuan mengabsorbsi,


memetabolisme dan mengekspresikan obat pada anak berbeda beda. Dosis untuk
anak lebih rendah dari pada dosis orang dewasa, sehingga perhatian khusus harus
diberikan dalam menyiabkan obat untuk anak. Obat biasanya tidak disiapkan dan
dikemas dalam rentang dosis yang distandarisasikan untuk anak. Menyapkan
suatu dosis yang diprogramkan dari jumlah yang tersedia membutuhkan
perhitungan yang teliti.

Semua anak memerlikan persiapan psikologis khusus sebelum menerima


obat. Suapaya anak koperatif, perawatan diperlukan yang suportif. Perawat
menjelaskan prosedur kepada anak, menggunakan kata- kata yang pendek, dan
bahasa yang sederhana yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Anak
kecil yang menolak bekerja sama dan terus menolak. Walaupun telah ddijelaskan
dan didorong mungkin perlu dipaksa secara fisik. Setelah obat diberikan, perawat
dapat memberikan pujian kepada anak atau atau menwarkan hadiah kecil.

Lansia

Pemberian obat pada lansia juga membutuhkan pertimbangan khusus.


Disamping perubahan fisiologi dan penuaan, faktor tingkah laku dan ekonomi
juga mempengaruhi penggunaan obat pada lansia.

Individu berusia lebih dari 65 tahun, menggunakan obat ynag terbanyak.


Perawat yang memberikan obat kepada lansia harus mencermati lima pola
penggunaan obat oleh klien lansia sebagaimana yang diidentifikasi Ebersole dan
Hess. (1994)

1. Polifarmasi: artinya klien menggunakan banayk obat yang diprogramkan


atau tidak, sebagai upaya mengatasi bebebrapa gangguan secara
bersamaan. Apabila ini terjadi, ada resiko interaksi obat dengan obat yang
lain dan makanan. Klien juga memiliki resiko lebih besar untuk
mengalami reaksi yang merugikan terhadap pengobatan.
2. Meresepkan obat sendiri. Berbagai gejala yang dapat dialami oleh klien
lansia. Misalnya nyeri, konstipasi, insomi, dan kedidak mampuan
mencerna. Semua gejala ini ditemukan oleh penggunaan obat yang dijual
bebas. Lansia seringkali berupaya mencari peredagangguan yang mereka
alami dengan menggunakan preparat yang dijual bebas
3. Obat yang dijual bebas, obat yang dijal bebas diguakan oleh 75 % lansia
untuk meredakangejala. Banayk preparat yang dijual bebas mengandung
bahan- bahan yang , jika tidak digunkan dengan baik dapat meimbulkan
efek samping yang tidak diinginkan, efek yang merugikan atau
dikontraindikasikan untuk kondisi klien.
4. Penggunaan obat yang salah. Bentuk- benuk pengunaan obat yang salah
oleh lansia antara lain: penggunaan berlebihan, penggunaan yang kurang,
penggunaan yang tidak teratur dan pengguaan yang dikontraindikasikan
5. Ketidakpatuhan. Ketidak patuhan didefinisikan sebagai penggunaan obat
yang salah secara disengaja. Dari semua populasi lansia, 75 % diantaranya
tidak mematuhi program pengobatan secra sengaja dengan mengubah
dosis karena obat dirasa tidak efektif atau efeksamping obat membuat
lansia tidak nyaman.

Perawat menggunakan proses keperawatan untuk mengidentifikasi pola


penggunaan obat kepada klien lansia. Waktu pemberian obat memberi perawat
kesempatan untuk memberikan penyuluhan atau menguatkan pengajaran obt
sebelumnya.

Pemberian Obat Oral

Obat oral adalah obat yang yang paling aman dan paling mudah
diberikan, kecuali jika klien menderita gangguan fungsi cerna atau tidak mampu
menelan.

Kebanyakan tablet dan kapsul harus diberi bersama cairan dalam jumlah
yang adekuat. Hal ini memberi perawat kesempatan untuk meningkatkan asupan
cairan klien. Untuk klien yang terpasang selang nosogastrik.

Saat memberikan obat per oral. Perawat harus melindungi klien dari
kemungkinan aspirasi. Memberikan posisi duduk pada klien atau berbaring miring
akan mencegah akumulasi obat cair atau padat dibelakng tengkorak. Klien yang
menelan dengan lambat sebaiknya tidak dipaksa untuk minum cairan setiapkali
menelan.

Pemberian Injeksi

Memberikan injeksi merupan prosedur invasif yang harus dilakukan


dengan menggunakan teknik steril. Setelah jarum menembus kulit , muncul
resiko infeksi. Perawat memberiobat secara parerental melalui SC, IM,ID, dan
IV. Setiap tipe injeksi membutuhkan keterampilan yang tertentu untuk menjamin
obat untuk mencapai lokasi yang tepat. Efek oabat yang diberikan secara pariental
dapat berkembang dengan cepat, tergantung pada absorbsi obat.

Peralatan. Ada berbagai sped dan jarum yang tersedia dan masing- masing
didesain untuk menyalurkan volume obat tertentu ketipe jaringan tertentu.
Perawat terlatih memberikan penilaian ketika menentukan spuit atau jarum mana
yang akan paling efektif.

Spuit

Spuit terdiri dari yabung (barrel) berbentuk silinder dengan bagian ujung (tip)
didesain tepat berpasangan dengan jarum hipodermis dan alat penghisap (plunger)
yang tepat menempati rongga spuit.spuit, secara umum diklasifikasikan sebagai
luer-lok atau nonluer-lok. Spuit luer-lok ini memerlukan jarum khusus, yang
terlilit naik ke ujung spuit dan terkunci aman. Desain ini mencegah jarum terlepas
karena kurang hati-hati. Spuit non luer-lok memerlukan jarum yang dapat
langsung terpasang ke ujung spuit. Kebanyakan institusi pelayanan kesehatan
menggunakan spuit plastik sekali pakai yang tidak mahal dan mudah
dimanipulasi. Spuit dibungkus terpisah dengan atau tanpa jarum steril dalam
sebuah bungkus kertas atau wadah plastik yang kaku.
Perawat mengisi spuit dengan melakukan aspirasi menarik pengisap keluar
sementara ujung jarum tetapterendam didalam larutan yang disediakan. Perawat
dapat memegang bagian luar badan spuit dan pegangan pengisap. Untuk
mempertahankan sterilitas, perawat menghindari objek yang tidak steril
menyentuh ujung spuit atau bagian dalam tabung, badan pengisap, atau jarum.

Spuit terdiridari berbagai ukuran, dari 0,5–60 ml. Sebuah spuit berukuran 2–3
ml biasanya adekuat.volume yang lebih besar menimbulkan rasa tidak nyaman.
Spuit berukuran lebih besar disiapkan ntuk obat-obatan IV. Spuit insulin
berukuran 0,5 – 1 ml dan dikalibrasi dalam unit-unit. Spuit insulin berukuran 0,5
dikenal sebagai spuit dosis rendah dan lebih mudah dibaca. Spuit insulin di
Amerika Serikat dan Kanada adalah U-100,didesain untuk digunakan bersama
insulin berkekuatan U-100. Setiap mililiter larutan mengandung 100 unit insulin.

Spuit tuberkulin memiliki badan yang panjang dan tipis dengan jarum tipis
yang sebelumnya telah dipasang. Spuit ini diguanakn untuk menyiapkan dosis
yang kecil dan tepat untuk bayi dan anka kecil.

Spuit hipodermik berukuran besar digunakan untukmemberikan obat IV


tertentu dan menambahkan obat ke dalam larutan IV.

Jarum

Kebanyakan jarum terbuat dari stainless dan hanya digunakan satu kali.
Jarum memiliki tiga bagian , yang terpasang pada ujung spuit batang jarum, yang
terhubung dengan bagian pusatdan bevel, yakni bagian ujung yang miring.

Setiap jarum memiliki karakteristik utama, kemiringan bevel, panjang batang


jarum, dan ukuran atau diameter jarum.Bevel yang panjang lebih tajam, sehingga
menimalkan rasa tidak nyaman akibat injeksi SC dan IM. Panjang jarum
bervariasi dari ¼ sampai 5 inci. Jarum dipilih berdasarkan ukuran berat klien serta
tipe jaringan bagian tubuh yang akan di injeksi obat. Seorang anak atau dewasa
yang kurus biasanya memerlukan jarum yang lebih pendek biasanya 1 – 1 ½ inci
untuk injeksi IM dan jarum yang lebih pendek untuk injeksi SC.
Semakin kecil ukuran jarum semakin besar ukuran diameternya. Seleksi
ukuran jarum tergantung viskositas cairan yang akan disuntikkan atau diinfuskan.
Injeksi IM biasanya memerlukan jarum berukuran 19-23 bergantung pada
viskositas obat.injeksi SC membutuhkan jarum yang diameternya lebih kecil,
mislanya jarum berukuran 25. Untuk injeksi IC digunakan jarum berukuran 26.

Unit injeksi sekali pakai

Spuit seklai pakia, dosis tunggal yang diisi tersedia untuk banyak obat herus
berhati-hati mngecek obat dan konsentrasinya, karena semua spuit yang telah diisi
tampak mirip sistem injeksi tubex dan capuject memanfaatkan mekanisme plastik
yang dapat dipakai kembali. Yang memiliki unit jarum peluru (cartidge)steril,
sekali pakai, dan sebelumnya telah diisi. Peluru dimasukkan kedalam sistem
tersebut,mengamankannya, dan memerikasa adanya gelembung pada spuit.
Kemudian pengisap didorong untuk mengeluarkan obat seperti pada spuitreguler.

Menyiapkan injeksi dari sebuah ampul

ampul berisi obat dosis tunggal dalam bentuk cairan dan tersedia dalam
beberapa ukuran dari 1-10ml. Ampul terbuat dari bahan gelas dengan bagian leher
mengecil, yang harus dipatahkan sehingga memungkinkan akses ke obat. Sebuah
lingkaran berwarna disekeliling leher ampul mengindikasikan tempat ampul dapat
dipecah dengan mudah.untuk mengaspirasi obat kedalam spuit, perawat perlu
menggunakan jarum penyaring.

Menyiapkan injeksi dari vial

Vial merupakan wadah gelas berisi obat tunggal atau asidosis yang memiliki
penyekat karet dibagian atasnya. Tutup logam atau plastik melindungi penyekat
sampai vial siap digunakan. Vial berisi larutan dan atau bentuk obat yang kering,
obat yang tidak stabil dalam larutan dikemas dalam bentuk kering.Label vial
menerangkan larutan atau pelarut yang digunakan untuk melarutkan obat dan
jumlah pelarut yang diperlukan untuk menyiapkan konsentrasi obat yang
diinginkan salin normal dan aquadest steril adalh yang biasa digunakan untuk
melarutkan obat.

Tidak seperti ampul, vial merupakan sebuah sistem tertutup, dan udara harus
diinjeksi kedalam vial supaya larutan mudah dihisap.apabila udara gagal
dimasukkan sebelum larutan itu dihisap maka akan terdapat ruang hampa di
dalam vial, yang akan mempersulit pengisapan larutan.

Untuk menyiapkan obat bubuk, perawat menggunakan pelarut dalam jumlah


tertentu yang di rekomendasikan pada label vial. Pelarut diinjeksikan kedalam vial
dengan cara yang sama seperti ketika menginjeksi kedalam vial. Kebanyakan obat
bubuk larut dengan mudah tetapi jarum perlu ditarik supaya isi vial dapat
dicampur sampai rata. Supaya obat bubuk larut vial dikocok atau digulir perlahan
diantara tangan. Jarum kembali diinsersi untuk mengisap obat yang larut. Setelah
mencampur vial multidosis, perawat membuat label yang memuat tanggal obat
dicampur dan konsentrasi obat per mililiter. Vial multidosis perlu didinginkan
setelah isinya tersusun kembali.

Mencampur obat

Jika dua obat kompatibel maka keduanya dapat dicampur dalam satu
injeksi, jika dosis secara keseluruhan berada dalam batas-batas yang dapat
diterima. Seorang klien akan menghargai jika ia tidak harus menerima lebih dari
satu injeksi dalam suatu waktu.

Mencampur obat dari dua vial

Ikuti prinsip ini ketuka mencampur abat dari dua vial :

1. Jangan mengontaminasi satu obat dengan obat lain


2. Pastikan bahwa dosis yang terakhir akurat
3. Pertahankan teknik antiseptic

Hanya satu spuit yang dibutuhkan untuk mencampur obata dari dua vial.
Perawat mengambil sebuah spuit dan mengaspirasi volume udara yang ekuivalen
dengan dosis obat yang pertama (vial A). perawat menginjeksi udara kedalam vial
A sambil memastikan jarum tidak menyentuh larutan. Perawat menarik jarum,
mengisap udara yang ekuivalen dengan dosis obat kedua (vial B), kemudian
menginjeksi volume udara kedalam vial B. perawat segera mengisap obat yang
dibutuhkan dari vial B kedalam spuit. Pada saat ini obat dari vial A belum
mengontaminasi vial B.

Perawat memasang jarum baru yang steril pada spuit dan menginsersinya
kedalam vial A, berhati-hati supaya tidak mendorong pengisap spuit dan
mengeluarkan obat didalam spuit kedalam vial. Perawat kemudian mengisap
jumlah obat yang diinginkan dari vial A kedalam spuit. Apabila sebuah vial
memiliki tekanan positif yang berlebih, pengisap spuit dapat mulai bergerak
sebelum perawat siap. Hal ini dapat menyebabkan obat yang diisap terlalu
banyak. Setelah mengisap sejumlah larutan yang dibutuhkan perawat menarik
jarum, memasang jarum yang baru, dan membungkus spuit.

Mencampur obat dari satu vial dan satu ampul

Mula-mula siapkan obat dari sebuah ampul dan sebuah vial dan kemuidian,
dengan menggunakan spuit dan jarum yang sama, isap obat dari ampul. Teknik ini
mencegah kontaminasi larutan dari jarum.

Menyiapkan insulin

Insulin adalah obat yang digunakan untuk diabetes. Obat tersebut harus
diberikan melalui injeksi karena merupakan protein dan, dengan demikian mudah
dicerna dan dihancurkan dalam saluran cerna.
Dengan menerima sebuah insulin –kerja cepat (reguler) dan insulin kerja
sedang, kadar glukosa seorang klien dapat dikontrol secara kesinambungan
selama periode 24 jam.

Insulin dapat disimpan dengan aman selama sekitar 1 bulan pada tempertatur
ruangan tapi tidak boleh diberikan dalam keadaan dingin.setiap vial harus digulir
di antara kedua tangan sampai sekurang-kurang nya satu menit. Tidak boleh
mengocok vial insulin. Apabila dikocok akan terbentuk busa dan gelembung
udara yang membuat partikel insulin terperangkap dan mengubah dosis.\

Dengan progara scliding scale, dokter memprogramkan dosis insulin yang


berbeda berdasarkan kadar glukosa darah klien.dengan demikian, kadar insulin
yang berbeda-beda dapat diberikan dalam satu hari. Petunjuk dalam mencampur
insulin pada spuit yang sama:

1. Insulin reguler dapat dicampur dengan tipe insulin yang lain


2. Suspensi zink insulin (lente insulin) dapat dicampur satu sama lain dan
dengan insulin reguler.

Untuk menyiapkan insulin dari dua vial, berikut langkahnya :

1. Dengan sebuah spuit dan jarum, injeksi udara yang setara dengan dosis
insulin yang akan diisap kedalam vial yang berisi insulin modifikasi
(NPH/vial yang keruh).jangna menyentuh ujung jarum larutan.
2. Pindahkan spuit dari vial berisi insulin modifikasi.
3. Dengan spuit yang sama, injeksi udara yang setara dengan dosis insulin
yang akan diisap kedalam vial berisi insulin bukan modifikasi (insulin
reguler/vial jernih). Kemudian isap dosis yang benar
4. Pindahkan spuit dari insulin reguler, buang gelembung udara dari spuit
dengan hati-hati.
5. Kembali kevial berisi insulin modifikasi kemudian isap dosis yang benar.
6. Berikan campuran insulin dari lima menit setelah disiapkan. Insulin
reguler berikatan dengan insulin yang modifikasi, dan kerja insulin reguler
menurun.
Upayakan menyiapkan insulin reguler terlebih dahulu. Hal ini mencegah
penambahan insulin modifikasi ke insulin reguler. Apabila dua bentuk
modifikasi telah dicampur, tidak masalah vial mana yang akan disiapkan
dahulu.

Melakukan Injeksi

Setiap rute injeksi unik berdasarkan tipe jaringan yang akan diinjeksi obat.
Karakteristik jaringan yang mempengaruhi absorsi obat dan awitan kerja obat.
Sebelum menyuntikkan sebuah obat, perawat harus mengetahui volume obat yang
akan diberikan, karakteristik dan viskositas obat, dan lokasi striktur anatomi tubuh
yang berada dibawah tempat injeksi

Konsekusensi yang serius dapat terjadi, jika injeksi tidak diberikan dengan
tepat. Kegagalan dalam memilih tempat injeksi yang tepat, sehubungan dengan
penanda anatomis tubuh, dapat menyebabkan timbulnya kerusakan saraf atau
tulang selama insersi jarum. Apabila perawat gagal mengaspirasi spuit sebelum
menginjeksi sebuah obat, obat dapat tanpa sengaja lanngsung injeksi ke dalam
arteri atau vena.

Banyak klien, khususnya anak-anak, takut terhadap injeksi. Klien yang


menderita penyakit serius atau kronis seringkali diberi banyak injeksi setiap hari.
Perawat dapat berupaya meminimalkan rasa tidak nyaman dengan cara berikut:

1. Gunakan jarum yang tajam dan memiliki bevel dan panjang serta
ukurannya paling kecil.
2. Beri klien posisis senyuman mungkin untuk mengurangi ketaganagan otot.
3. Pilih tempat injeksi yang tepat dengan mengguanakan penanda anatomis
tubuh.
4. Kompres dengan es tempat injeksi untuk menciptakan anestesi lokal
sebelum jarum diinsersi.
5. Alihkan perhatian klien dari injeksi dengan mengajak klien bercakap-
cakap.
6. Insersi jarum dengan perlahan dan cepat untuk meminimalkan menarik
jaringan.
7. Pegang spuit dengana mantap selama jarum berada dalam jaringan
8. Pijat-pijat tempat injeksi dengan lembut selama beberapa detik, kecuali
dikontraindikasikan.

Injeksi Subkutan

Injeksi subkutan (SC) dilakukan dengan menempatkan obat ke dalam


jaringan ikat longgar di bawah dermis. Karena jaringan SC tidak dialiri darah
sebanyak darah yang mengaliri otot, absorpsi di jaringan subkutan sedikit lebih
lambat dari pada absorpsi pada injeksi IM.

Tempat terbaik untuk injeksi subkutan meliputi area vaskular di sekitar


bagian luar lengan atas, abdomen dari btas bawah kosta sampai krista iliaka, dan
bagian aanterior paha. Area ini dapat dengan mudah diakses, khususnya pada
klien diabetes yang melakukan injeksi insulin secara mandiri. Tempat yang paling
sering direkomendasikan untuk injeksi heparin ialah abdomen.

Obat yang diberikan melalui rute SC hanya obat dosisi kecil yang larut
dalam air ( 0,5 sampai 1 ml ). Jaringan SC sensitif terhadap larutan yang
mengiritasi dan obat dalam volume besar. Kumpulan obat dalam jaringan dapat
menimbulkan abses steril yang tampak seperti gumpalan yang mengeras nyeri di
bawah kulit.

Berat badan tubuh menunjukkan kedalamn lapisan SC. Oleh karena itu,
perawat harus memilih panjang jarum dan sudut insersi berdasarkan berat badan
1
klien. Umumnya, jarum berukuran 25 inci yang diinsersi pada sudut 45 derajat,
8

menyimpan obat ke dalam jaringan SQ pada klien berukuran tubuh normal.


Klien yang kurus dan kakeksia tidak memiliki cukup jaringan untuk
injeksi SC. Abdomen atas merupakan tempat injeksi yang paling baik untuk klien
ini. Spuit insulin biasanya tersedia dengan jarum 26G. Untuk memastikan insulin
mencapai jaringan SQ, perawat mengikuti peraturan sederhana ini ; jika 2 inci
jaringan dapat dipegang, jarum harus dimaksukkan pada sudut 90 derajat, dan jika
1 inci jaringan dapat dipegang, jarum harus diinsersi pada sudut 45 derajat.

Injeksi Intramuskular

Rute intramuskular ( IM ) memungkinkan absorsi obat yang lebih cepat


dari pada rute SC karena pembuluh darah yang lebih banyak terdapat di otot.
Bahaya kerusakan jaringan berkurang ketika obat memasuki otot yang dalam,
tetapi bila tidak hati-hati, ada risiko menginjeksi obat langsung ke pembuluh
darah. Perawat menggunakan jarum berukuran lebih panjang dan lebih besar
untuk melewati jaringan SC dan mempenetrasi jaringan otot dalam. Perawat
mengkaji integritas otot sebelum memberikan injeksi. Otot harus bebas dari nyeri
dan tekan. Injeksi berulang di otot yang sama menyebabkan timbulnya rasa tidak
nyaman yang berat. Dengan meminta klien untuk rileks, perawat dapat
mempalpasi otot untuk menyingkirkan kemungkinan adanya lesi yang mengeras.
Umumnya, otot teraba lunak saat rileks dan padat saat kontraksi. Perawat dengan
membantunya mengambil posisi yang dapat mengurangi ketegangan otot.

Tempat Injeksi

Ketika memilih suatu tempat IM, perawat mengkaji hal-hal berikut:

1. Apakah area tersebut bebas infeksi atau anoreksia?


2. Apakah daerah setempat mengalami memar atau abrasi?
3. Di mana lokasi tulang, saraf , dan pembuluh darah utama?
4. Berapa volume obat yang akan diberikan?
Otot Vastus Lateralis

Otot vastus lateralis yang tebal dan berkembang biak adalah tempat injeksi
yang dipilih untuk dewasa, anak-anak dan bayi. Otot terletak di bagian lateral
anterior paha dan pada orang dewasa membentang sepanjang satu tangan di atas
lutut sampai sepanjang satu tangan di bawah trokanter femur.sepertiga tengah otot
merupakan tempat terbaik injeksi. Lebar tempat injeksi membentang dari garis
tengah bagian atas paha sampai ke garis tengah sisi luar paha.

Pada anak kecil, memegang badan otot selama injeksi akan membantu
memastikan obat tersimpan di jaringan otot. Untuk membantu mereleksasikan
otot, perawat meminta klien berbaring datar dengan lutut agak fleksi rendah.

Otot Ventrogluteal

Otot ventrogluteal meliputi gluteus medius dan minimus. Klien berbaring


di atas salah satu sisi tubuh dengan menekuk lutut, perawat kemudian mencari
otot dengan menempatkan telapak tangan di atas trokhanter mator dan jari
telunjuk pada spina iliaka superior anterior panggul paha klien.

Otot Dorsogluteus

Otot dorsogluteus merupakan tempat yang biasa digunakan untuk injeksi


IM. Namun, insersi jarum yang tidak disengaja ke dalam saraf siatik dapat
menyebabkan paralisis permanen atau ebagian pada tungkai yang bersangkutan.

Daerah dorsogluteus berada dibagian atas luar kuadran satas luar bokong,
kira-kira 5 sampai 8 cm dibawah krista iliaka. Klien dapat berbaring tengkurap
dengan jari jari kaki mengarah ke bagian tengah tubuh atau pada posisi berbaring
miring dengan tungkai atas pada panggul dan lutut. Untuk menemukan lokasi
dorso gluteus, perawat mempalpasi spina iliaka postero superior dan trochanter
mayor femur. Sebuah gditarik diantara dua pananda anatomi. Saraf garis khayal
ditarik di antara dua penanda antomi. Saraf siatik membentang pararel dan di
bawah garis. Tempat injeksi terletak di atas dan laterla terhadap garis.

Otot Deltoid

Pada beberapa orang dewasa, bayi, dan kebanyakan anak, otot deltoid
belum berkembang biak. Saraf radialis, ulnaris, dan arteri brakialais terdapat di
dalam lengan atas di sepanjanag humerus. Perawat jarang menggunakan daerah
deltoideus, kecuali tempat injeksi lain dapat diakses karena ada balutan, gips, atau
obstruksi lain.

Untuk menentukan lokasi otot deltoid, perawat meminta klien


memanjakan seluruh lengan atas bahunya. Perawat sebainya tidak mencoba
menggulung lengan baju yang ketat. Perawat meminta klien merelaksasi lengan
disamping dan menekuk sikunya.

Klien dapat duduk, berdiri atau berbaring. Perawat mempalpasi batas


bawah prosesus akromialis, yang membentuk basis sebuah segitiga yang sejajar
dengan titik tengah bagian lateral lengan atas. Tempat injeksi terletak di bagian
tengah segitiga, sekitar 2,5 sampai 5 cm di bawah prosesus akromion. Perawat
juga dapat menentukan lokasi injeksi dengan menempatkan 4 jari di atas otot
deltoid, dengan jari teratas berada di sepanjang prosesus akromion. Tempat injeksi
terletak 3 jari di bawah prosesus akromion

Metode Z-Track

Ketika preparat yang mengiritasi ( mis: zat besi ) diberikan secara


intramuskular, injeksi metode Z-Track meminimalkan iritasi jaringan dengan
menyekat obat dalam jaringan otot. Perawat lebih memilih tempat injeksi IM di
otot yang lebih besar dan lebih dalam. Sebuah jarum baru harus dipasang pada
spuit setelah obat disiapkan sehingga tidak ada larutan tertinggal di sisi luar
jarum. Perawat mengisap 0,2 ml udara untuk menciptakan udara pengunci.
Setelah menyiapkan tempat injeksi dengan terlebih dahulu membersihkannya
dengan antiseptik, perawat menarik kulit dan jaringan SC sekitar 2,5 sampai
3,5cm ke arah samping. Dengan memegang kulit yang tegang dengan tangan tidak
dominan, perawat belajar memeganag spuit dan mengaspirasi dengan satu tangan.
Perawat menginjeksi obat dan udara secara perlahan, jika tidak ada darah
teraspirasi.

Teknik Kunci Udara

Injeksi IM yang menggunakan teknik kunci udara mengurangi iritasi pada


jaringan SC ketika udara disuntikkan setelah obat, udara membersihkan jarum
obat. Teknik ini terutama direkomendasikan pada sisipan informasi obat hanya
pada beberapa obat. Contohnya: Inferon, Vaksin Wyeth yang disiapkan dengan
adjuvan aluminium, vaksin toksoid dan tetanus.

Setelah menyiapkan dosisi obat yang sesuai, perawat mengisap udara sebanyak
0,2 ml. Jarum kemudian harus disuntikkan ke arah bawah pada sudut 90 derajat,
sehingga udara naik kebagian atas obat menuju pengisap.

Injeksi Intradermal

Perawat biasanya memberikan injeksi intradermal ( ID) untuk uji kulit ( mis:
skrining tuberkulin dan tes alergi ). Karena keras obat intradermal disuntikkan ke
dalam dermis. Disini suplai darah lebih sedikit dan absorpsi obat semakin lambat.
Seorang klien mungkin mengalami reaksi anafilatik yang berat, jika obat terlalu
cepat masuk ke dalam sirkulasi. Untuk klien yang memiliki riwayat sejumlah
alergi, dokter seringkali melakukan uji kulit.

Pada uji kulit, perawat harus mampu melihat tempat injeksi dengan jelas supaya
dapat melihat perubahan warna dan integritas kulit.daerah ID harus bebas dari
luka dan relatif tidak berbulu.

Perawat menggunakan spuit tuberkulin atau spuit hipodermik kecil untuk uji kulit.
Sudut insersi ialah 5 sampai 15 derajat. Ketika perawat menginjeksi obat, bulatan
kecil yang menyerupai gigitan nyamuk akan muncul pada permukaan kulit.
Apabila bulatan tidak muncul atau jika tempat injeksi mengeluarkan darah setelah
jarum ditarik. Ada kemungkinan jarum masuk ke SC.

Data yang diperoleh dari suatu injeksi ID antara lain deskripsi lokasi yang tepat
dan waktu pemberian. Tempat yang diinjeksi harus “dibaca” dalam waktu yang
diresepkan.

Keamanan Dalam Pemberian Obat Melalui Injeksi

Cidera akibat tusukan jarum perawat merupakan masalah yang signifikan


dalam institutsi kesehatan dewasa ini. Diperkirakan lebih dari satu juta jarum
digunakan setiap tahun oleh tenaga kesehatan ( Jagger, 1992 ). Ketika perawat
tanpa sengaja menusuk dirinya sendiri dengan jarum suntik yang sebelumnya
masuk kedalam tubuh klien, perawat terjangkit sekurang-kurangnya 20 patogen
potensial.

Miller ( 1994 ) melaporkan bahwa anda terkena resiko akibat tusukan


jarum suntik melalui salah satu dari 6 cara berikut:

1. Meleset ketika kembali menutup jarum dan menusuk tangan anda yang
sebelah.
2. Anda kelmbali menutup jarum dan jarum tersebut menembus tutup/
3. Tutup jarum yang sudah dupasang terlepas
4. Mencederai diri anda sendiri yang mengumpulkan kotoran yang akan
dibuang, yang ternyata berisi instrumen tajam.
5. Anda mencoba membuang terlalu banyak benda tajam pada satu waktu.
6. Anda tertusuk oleh instrumen tajam yang menonjol dari tempat
pembuanagan benda benda tajam yang terlalu penuh ketika Anda
membuang sebuah instrumen tajam .
Jarum dan insrrumen lain yang dipertimbangkan “ tajam “ selalu dibuang
kedalam wadah yang disediakan dan ditandai dengan jelas. Wadah harus anti
tusuk dan anti bocor.
Melindungi Diri Anda Dari Cedera Tertusuk Jarum
Pada tahun 1987, Pusat kontrol Penyakit mengeluarkan pedoman
komperenshif yang disebut Universal Precautions ( Kewaspadaan Universal )
tetapi tidak terbatas pada anjuran penggunaan dan pembuanagan instrumen yang
tajam dan aman. Tindakana kewaspadaan ini semata-mata berfungsi sebagai
pedoman untukl institusi dan tidak diselenggarakan oleh hukum. Pada tahun 1991,
Keamanan Kerja dan Pelayanan Kesehatan yang mengeluarkan mandat yang
membuat tindakan kewaspadaan kini dapat dilaksanakan. Tindakan kewaspadaan
kini dapat digabungkan kedalam apa yang disebut kewaspadaan standar. Yang
ytercakup dalam mandat ini ialah peraturan yang menyatakan institusi harus
menyediakan alat pelindung untuk pegawai guna untuk mencegah penularan
patogen yang ditularkan melalui darah.

Memberi Obat dengan Spuit Pengaman

Setelah menyiapkan dosis, obat, perawat menyuntikkan obat, baik melalui


SC, IM atau ID. Begitu obat disuntikan seluruhnya, perawat memegang selubung
pelindung dan menarik jarum dari klien. Hal ini membuat selubung pelindung
membungkus jarum dan mengunci jarum di dalam sarung tersbut. Setelah sarung
mengunci jarum, sarung tidak boleh dilepas.

Apabila perawat harus menutup kembali sebuah jarum, teknik meutup jarum
dengan satu tangan, seperti yang tertera pada Prosedur 35-4, harus digunakan.

Pemberian IV

Perawat memberi obat-obatan intravena dengan mengikuti metode berikut:

1. Mencampur obat dalam volume cairan IV yang besar


2. Dengan menyuntikkan sebuah bolus obat atau obat dalam volume kecil
melalui selang infus IV atau kunci heparin
3. Melalui infus“piggyback” larutan yang mengandung obat yang
diresapkan dan sejumlah kecil cairan IV melalui selang IV yang terpasang.
Pada ketiga metode di atas klien terpasang selang infus IV, misalnya kunci-
heparin. Pada kebanyakaan institusi, kebijakan dan prosedur menetapkan individu
yang boleh memberi obat IV dan situasi dimana obat dapat diberikan.
Bab 45 menjelaskan teknik melakukan fungsi vena dan memasang infus
cairan IV yang berkelanjutan. Pemberian obat merupakan satu-satunya alasan
penyediaan cairan IV. Terapi IV terutama digunakan untuk mengganti cairan dan
elektrolit pada klien yang tidak dapat mengonsumsi cairan per oral.
Pada saat menggunakan metode pemberian obat IV, perawat harus
mengobeservasi klien dengan cermat adanya gejala reaksi yang merugikan.
Setelah masuk kedalam aliran darah, obat mulai bekerja dengan cepat, dan tidak
ada cara yang dapat menghentikan kerja obat tersebut. Oleh karena itu, perawat
harus sangat berhati-hati guna menghindari kesalahan dalam kalkulasi penyiapan
dosis obat.

Infus Volume Besar

Mencmpur obat dalam jumlah yang besar merupakan cara yang paling
aman dan mudah. Obat dilarutkan dalam cairan IV yang kompatibel dalam
voumee besar (500ml atau 1000ml) missal NaCl atau larutan laktat Ringer (RI).
Ahli farmasi menambah obat ke dalam wadah utama larutan IV untuk menjamin
aseptic. Karena obat yang tersedia tidak kental, resiko efek samping atau reaksi
fatal berkurang. Vitamin dan NaCl adalah dua tipe yang biasa ditambahkan ke
dalam cairan IV. Bahay infus ibat kontinu ialah klien dapat menderita beban
cairan sirkulasi berlebiih, jika cairan IV diinfuskan dengan ckecepatan yang
terlalu tinggi.

Bolus Intravena

Sebuah bolus IV dilakukan dengan memasukkan dosis oabt yang kental


langsung kedalam sirkulasi sistemik. Bolus IV digunakan pada situasi darurat,
klien secara kritis tidak stabil, rute pemberian obat ketika diperlukan respons
cepat.
Bolus IV adalah IV metode yang paling berbahaya dalam pemberian obat
karena tidak ada waktu dalam mengkoreksi kesalahan. Bolus dapat menyebabkan
iritasi langsung pada lapisan pembuluh darah.
Kecepatan pemberian obat bolus IV biasanya ditentukan oleh jumlah obat
yang dapat diberikan setiap menit. Perwata harus mencari ketrangan tentang setipa
obat yang akan diberikan untuk menentukan konsentrasi maksimal dan kecepatan
pemberian obat yang dianjurkan. Kecepatan yang standar ialah 1 ml/menit, jika
tidak ada kecepatan pemberian tertentu dianjurkan. Tujuan pemberian obat yang
diresepkan dan setiap efek samping merugikan yang berhubungan dengan
kecepatan atau rute pemberian obat harus dipertimbangkan ketika seorang perawat
memberikan sebuah dorongan IV obat.

Infus Volume-Terkontrol

Ada beberapa keuntungan penggunaan infuse volume terkontrol, sebagai


berikut:

1. Mengurangi risiko infuse dosis cepat dengan IV push obat-obatan IV di


encerkan dan diinfuskan dalam jangka waktu yang lebih lama (missal 30-60
menit)
2. Memungkinkan pemberian obat yang tidak kompatibel dengan obat dalam
larutan IV utama
3. Memungkinkan pemberian obat (missal antibiotik) yang stabil dalam
larutan jangka waktu terbatas
4. Memungkinkan control masukan cairan IV

Set pemberian volume terkontrol adalah wadah kecil (100 ampai 150 ml)
yang dipasang tepat di bawah kantong atau botol infuse utama.
Pemberian IV Piggyback

Set pnggyback adalah kantong atau botol IV kecil (50 atau 100 ml) ayng
dihubungkan dengan selang pendek yang terhubung dengan port-Y atas selang
infuse utama atau akses intermiten. Selang pinggyback ialah sebuah system tetes
mikro atau tetes makro. Karena daanya risiko cedera tertusuk jarum, perawat
harus menghindari penggunaan jarum saat menghubungkan infuse sekunder
dengan selang infuse utama secara aman.

Akses Vena Yang Intermiten

Alat infuse yang memilki penghubung khusus yang disbut male adapter,
yang secara tradisional diselubungi sebuah diafragma karet.
Peterson dan Kirchchoff (1991) menanalisis 13 penelitian yang
membndingkan heparin sebagai larutan pembilas dan sebagai salin normal, dan
menemukan bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara prosedur membilas
menggunakan heparin dan normal salin dalam kateter intravena perifer.
Keuntungan penggunaan salin yang paling jelas sebagai larutan pembilas bukan
heparin ialah penghematan biaya yang dikeluarkan institusi.

Pengunaan Obat Topikal

1. Pengunaan pada Kulit


Karena banyak obat topical local, misalnya losion, pasta, patches
(koyo) dan salep dapat menimbulkan efek sistemik dan local, perawat harus
memberikan obat-obatan ini dengan menggunakan sarung tangan dan
aplikator. Teknuik steril penting, khususnya jika klien memiliki luka
terbuka.
Krusta yang terbentuk dan jaringan mati menjadi tempat berkumpul
mikroorganisme dan menghalangi obat kontak dengan jaringan yang akan
diobati.
Pada saat memberikan oabt salep atau pasta, perawat mengoleskan
obat merata pada permukaan bersangkutan dan menutup daerah tersebut
dengna baik tanpa membungkusnya dengan lapisan tebal yang telalu tebal.
Setiap tipe obat salep, losion, bedak, dan patches (koyo) harus
diberikan dengan cara tertentu untuk menjamin penetrasi dan absorpsi yang
baik.

2. Pengunaan Obat Mata


Obat yang biasa digunakan oleh klien ialah tetes mata dan salep,
meliputi preparat yang dibeli bebas, misalnya air mata buatan dan
vasokonstriktor (missal Visine dan Murine). Donnelly (1987) menganjurkan
untuk memperlihatkan klien setiap langkah prosedur pemberian tetes mata
untuk meningkatkan kepatuhan klien. Prinsip dapat diikuti saat memberikan
obat mata:
a. Kornea mata banyak disupali serabut nyeri sehingga menjadi sangat
sensitive terhadap apapun yang diberikan ke kornea. Oleh karena itu,
perwat menghindari memasukkan bentuk obat mata apapun secara
langsung ke kornea.
b. Risiko penulran infeksi dari satu mata ke mata lain sangatlah tinggi.
Perawat menghindari menyentuh kelopak mata struktur mata yang lain
dengan alat tets mata atau tube salep
c. Perawat menggunakan obat mata hanya untuk mata yang terinsfeksi
d. Perawat tidak pernah boleh membiarkan seseorang menggunkan obat
mata orang lain

3. Tetes Telinga
Struktur telinga dalam sangat sensitif terhadap suhu yang eksterm.
Apabila telinga atau cairan irigasi tidak diberikan pada suhuh ruangan, dapat
timbul vertigo (pusing berat) atau mual. Masuknya larutan tidak steril ke
dalam struktur telinga tengah dapat menyebabkan infeksi. Memaksa obat
masuk kedalam telinga yang tersumbat dapat menciptakan tekanan yang
menimbulkan cedera pada gendang telinga.
Struktur telinga luar pada anak bebeda dari yang dimiliki orang
dewasa. Pada bayi dan anak kecil perawat meluruskan saluran tkartilago
telinga dengan memegang daun telinga dan menariknya ke bawah dank e
belakang dengan lembut. Pada orang dewasa saluran telinga lebih panjangg
dan tersusun atas tulang di bawahnya dan diluruskan dengan menarik daun
telinga ke atas dan ke belakang. Apabila saluran telinga tidak diluruskan
dengan benar, larutan obat tidak akan mencapai bagian dalam struktur
telinga luar.

4. Tetes Hidung
Klien yang mengalami perubahan sinus hidung dapat diberi obat-
obatan dengan cara semprot (spray), tetes, atau tampon. Bentuk obat nasal
paling umum diberikan ialah semprot atau tetes dekongestan, yang dapat
digunakan untuk meredakan gejala sumbatan (kongesti) sinus dan flu.
Obat tetes nasal efektif untuk menobati infeksi sinus. Pwerdarahan
hidung berat yang biasanya diatasi dengan balutan atau tampon . tampon
diobati dengan epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi perifer, untuk
mengurangi aliran darah. Biasanya dokter memberikan tampon hidung.

5. Pemberian Obat Vagina


Obat vagina tersedia dalam bentuk supositoria, sabun, jeli, atau
krim. Oabat supositoria tersedia dalam bungkus satuan dan dikeams dalam
pembungkus timah. Penyimpanan dilemari es mencegah obat supositoria
padat terbentuk oval melelh. Setelah obat supositoria dimasukkan kedalam
rongga vagina, suhu tubuh akan membuat obat meleleh, didistribusikan,
dan diabsorpsi. Sabun, jeli, dank rim diberikan dengan alat untuk
memasukkan obat (inserter) atau (aplikator). Obat supositoria diberikan
dengan tangan yang dibungjkus sarung tangan. Setelah memasukkan obat,
klien berharap untuk memakai pembalut perineum untuk menampung
drainase yang berlebihan. Karena obat vagina seringgkali diberikan untuk
mengobati infeksi, setiap rabas yang keluar mungkin berbau busuk.

6. Pemberian Obat Rektal


Bentuk obat supositoria rectal berbeda dari obat supositoria vagina.
Bentuk obat supositoria rectal lebih tipis dan bulat. Bentuk obat yang
ujungnya bulat mencegah trauma anal ketika obat dimasukkan. Obat
supositoria rectal mengandung obat yang memberikan efek local, misalnya
meningkatkan defekasi atau efek sistemik, misalnya mengurangi rasa mual
dan menurunkan suhu tubuh. Obat ini bermanfaat ketika klien tidak dapat
menoleransi obat oral. Obat supositoriarektal disimpan dalam lemari es
debelum dibberikan.
Selama memberika obat perawat harus memasukkan obat supositoria
melewati sfinter anal dalam dan menyentuh mukosa rectal.

7. Memberi Obat Melalui Inhalasi


Klien yng sering menerima obat melalui inhalasi sering menderita
penyakit pernapasan kronis, misalnya asma kronis, emfisema atau brokitis.
Obat yang diberikan melalui inhalasi membuat klien dapat mengontrol
obstruksi jalan napas dan karena bergantung kepada obat-obatan ini untuk
mengontrol penyakit, klien harus mempelajari obat tersebut dan cara
pemberian obat yang aman
Meterd dose inhaler /(MDI) menyalurkan obatvdalam dosis terukur
setpa kali tromol (canister) didorong. Untuk mengaktifkan aerosol, klien
harus member tekanan sekitar 2,5 sampai-5 kg. Statz (1984) menemukan
bahwa MDI bekerja paling baik ketka klien menggunakan posisi tiga titik
atau posisi tangan lateral untuk mengaktifkan tromol (canister).

8. Irigasi
Obat dapat digunakan untuk mengirigasi atau mencuci rongga tubuh
dan diangkut melalui aliran larutan. Irigasi paling seringg dilakukan
menggunakan air steril, salin, atau larutan antiseptic pada mata, telinga,
tenggorok, vagina, dan saluran kemih. Apabila ada luka pada kulit atau
mukosa, perawat menggunakan teknik antiseptic untuk melakukan irigasi.
Apanila rongga yang akan diirigasi tidak steril, misalnya saluran telinga,
vagina atau mata dapat digunakan teknik bersih. Prisp-prinsip saatt
melakukan irigasi:
a. Hindari cedera lebih lanjut pada jaringan
b. Mencegah penulran infeksi
c. Mempertahankan kenyaman klien

Perawatan Restoratif: Menajarkan Klien Melakukan Terapi Intravena Di


Rumah

Obat-obatan antibiotic, kemoterapi, nutrisi parental total, obat nyeri dan


transfuse darah dapat diberikan dirumah. Mengajarkan klien cara mengidentifikasi
komplikasi infeksi, misalnya eritema, bengkak, dan demam. Ajarkan klien
melaporkan setipa maslah yang ditemui selana infuse, misalnya ketidakmampuan
menginfus larutan dan cara bereaksi terhadap alaram.

You might also like