You are on page 1of 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Jantung merupakan organ berotot yang memompa darah lewat apembuluh darah
oleh kontraksi berirama yang berulang. Jantung salah satu organ terpenting dalam tubuh
yang apabila mengalami masalah dapat berakibat kepada kematian. Adapun salah satu
jenis penyakit jantung adalah gagal jantung kongestif atau Kongestif Heart Failure (CHF).
CHF adalah penurunan fungsi jantung yang menyebabkan berkurangnya suplai oksigen ke
organ-organ dan jaringan keseluruh tubuh (Black & Hawks, 2005). Menurut Smeltzer dan
Bare (2001), CHF adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang adekuat
untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi.
CHF merupakan masalah kesehatan yang utama. Prevalensi gagal jantung di
negara berkembang cukup tinggi dan makin meningkat. Menurut World Health
Organization (WHO, 2004), jumlah penderita CHF di seluruh dunia pada tahun 2004
adalah 5,7 juta kasus (Anurogo, 2009). Di Amerika Serikat, CHF merupakan penyakit
jantung klinis yang paling pesat pertumbuhannya dan mempengaruhi 2% dari populasi.
Pada tahun 2006 di Amerika Serikat, 1,1 juta pasien dirawat di Rumah sakit karena gagal
jantung dekompensasi, hampir dua kali lipat jumlah dilihat dari 15 tahun sebelumnya.
Selain itu ada 3,4 juta kunjungan jalan rawat untuk CHF. Pada CHF yang didiagnosis
terdapat sebanyak 550.000 kasus baru dan 300.000 kematian disebabkan oleh gagal
jantung setiap tahun (Dumitru, 2011). Pada tahun 2010 terdapat lebih dari 5 juta orang
Amerika dan 22 juta orang di seluruh dunia telah gagal jantung (Dhana, 2010).
Berdasarkan data WHO (2004), Asia Tengggara merupakan wilayah yang
memiliki jumlah penderita CHF tertinggi yaitu 1,4 juta kasus. Menurut Rumah Sakit
Jantung dan Pembuluh Darah (RSJDP) Harapan Kita (2010), terjadi peningkatan
kunjungan pasien mencapai 10 hingga 15% (Dewi, 2010). Data di RSUD Arifin Achmad
menunjukkan bahwa jumlah penderita CHF yang dirawat, pada tahun 2009 yaitu sebanyak
166 kasus. Pada tahun 2010 penyakit CHF menempati urutan yang pertama terdapat 316
kasus (Medical Record RSUD Arifin Achmad, 2011). Berdasarkan data di poli rawat jalan
penyakit jantung tahun 2010, penyakit CHF menempati urutan kedua dengan jumlah
pasien sebanyak 181 kasus setelah penyakit chronic iscemik heart yaitu 377 kasus
(Medical Record RSUD Arifin Achmad, 2011).

1
Peningkatan jumlah kasus gagal jantung di Indonesia dapat dipengaruhi oleh
berbagai faktor. Faktor perubahan gaya hidup seperti kebiasaan mengkonsumsi makanan
manis, minuman berkafein, kurangnya konsumsi buah dan sayur dan kurangnya
melakukan aktivitas dapat berpengaruh terjadinya CHF (Delima, 2009). Manifestasi klinik
yang dapat timbul pada pasien dengan CHF yaitu dispnea , batuk, mudah lelah, denyut
jantung cepat (tachykardia), kecemasan dan kegelisahan (Smeltzer & Bare, 2001).
Dalam jurnal yang berjudul “Nurses’ Performance In Classifying Heart
FailurePatients Based On Physical Exam: Comparison With Cardiologist’s Physical
Exam
And Levels Of N-Terminal Pro-B-Type Natriuretic Peptide” dikatakan bahwa sampai saat
ini peran perawat dalam managemen pasien gagal jantung hanya terfokus pada terapi,
intervensi pendidikan dan perawatan diri pasien, sedangkandiagnosis dan pengkajian klinis
pada pasien gagal jantung oleh perawat belum tereksplorasi dengan baik seperti halnya
yang di lakukan oleh kardiologis. Pengkajian dan diagnosis ini menjadi sngat penting bagi
perawat sendiri karena diagnosis dan pemeriksaan fisik prognosis dari pada penyakit gagal
adalah untuk menentukan managemen perawatan klien.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana Asuhan Keperawatan pada klien dengan CHF?

C. Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana Asuhan Keperawatan pada klien dengan CHF.

2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Definisi Congestive Heart Failure (CHF)
Istilah gagal jantung secara sederhana berarti kegagalan jantung untuk memompa
cukup darah untuk mencukupi kebutuhan tubuh (Guyton & Hall, 2006).
Gagal jantung adalah suatu keadaan ketika jantung tidak mampu
mempertahankan sirkulasi yang cukup bagi kebutuhan tubuh, meskipun tekanan pengisian
vena normal (Muttaqin, 2009).
Gagal jantung sering disebut gagal jantung kongestif, adalah ketidakmampuan
jantung untuk memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan oksigen
dan nutrisi (Smeltzer & Bare, 2001).
B. Etiologi CHF
Menurut Smeltzer & Bare (2001), etiologi dari CHF adalah sebagai berikut:
1. Kelainan otot jantung. Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot
jantung, menyebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari
penyebab kelainan fungsi otot mencakup aterosklerosis koroner, hipertensi arterial,
dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi.
2. Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya
aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (kematian sel jantung)
biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.
3. Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload) meningkatkan beban kerja
jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek
tersebut dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan meningkatkan
kontraktilitas jantung. Sehingga hipertrofi otot jantung tidak dapat berfungsi secara
normal, dan akhirnya akan terjadi gagal jantung.
4. Peradangan dan penyakit miokardium degenaratif berhubungan dengan gagal jantung
karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan
kontraktilitas menurun.
5. Faktor sistemik. Terdapat sejumlah faktor yang berperan dalam perkembangan dan
beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misalnya demam), hipoksia
dan anemia memerlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan
oksigen sistemik.

3
C. Manifestasi Klinik CHF
Tanda dominan gagal jantung adalah meningkatnya volume intravaskuler.
Kongesti jaringan terjadi akibat tekanan arteri dan vena yang meningkat akibat turunnya
curah jantung pada kegagalan jantung. Peningkatan tekanan vena pulmonalis dapat
menyebabkan cairan mengalir dari kapiler paru ke alveoli, akibatnya terjadi edema paru
yang dimanifestasikan dengan batuk dan nafas pendek. Meningkatnya tekanan vena
sistemik dapat mengakibatkan edema prifer umum dan penambahan berat badan (Smeltzer
& Bare, 2001).
1. Gagal jantung sisi kiri dan kanan
Ventrikel kanan dan kiri dapat mengalami kegagalan secara terpisah. Gagal
ventrikel kiri paling sering mendahului gagal ventrikel kanan. Gagal ventikel kiri murni
sinonim dengan edema paru akut. Karena curah ventrikel berpasangan atau sinkron,
maka kegagalan salah satu ventrikel dapat mengakibatkan penurunan perfusi jringan.
Tetapi manifestasi kongesti dapat berbeda tergantung pada kegagalan ventrikel mana
yang terjadi.
2. Gagal jantung kiri
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri, karena ventrikel kiri tidak
mampu memompa darah yang datang dari paru. Peningkatan tekanan dalam sirkulasi
paru menyebabkan cairan terdorong kejaringan paru. Manifestasi klinis yang terjadi
meliputi dispnu, batuk, mudah lelah, denyut jantung cepat (takikardi) dengan bunyi
jantung S3, kecemasan dan kegelisahan.
3. Gagal jantung kanan
Bila ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah kongesti visera dan jaringan
perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan volume
darah dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasi semua darah yang secara
normal kembali dari sirkulasi vena.
Manifestasi klinis yang tampak meliputi edema ekstremitas bawah (edema
dependen), yang biasanya merupakan pitting edema, pertambahan berat badan,
hepatomegali (pembesaran hepar), distensi vena leher, asites (penimbunan cairan
didalam rongga peritoneum), anoreksia dan mual, nokturia dan lemah.

4
D. Klasifikasi CHF
Klasifikasi gagal jantung kongestif menurut New York Heart Association (NYHA)
dibagi menjadi 4 kelas yaitu:
1. Kelas 1: pasien dengan penyakit jaantung tetapi tidak ada pembatasan aktivitas fisik
biasa tidak menyebabkkan kelelahan berlebihan, palpitasi, dispnea atau nyeri angina
2. Kelas 2: pasien dengan penyakit jantung dengan sedikit pembatasan aktivitas fisik.
Merasa nyaman saat istrahat. Hasil aktivitas fisik kelelahan, palpitasi, dispneu atau
nyeri angina
3. Kelas 3: pasien dengan penyakit jantung yang terdapat pembatasan aktivitas fisik.
Merasa nyaman saat istrahat. Aktivitas fisik ringan menyebabkan kelelahan, palpitasi,
dispnue, nyeri angina
4. Kelas 4: pasien dengan penyakit jantung yang mengakibatkan ketidak mampuan
untuk melakukan aktivitas fisik apapun tanpa ketidaknyamanan. Gejala gagal jantung
dapat muncul bahkan pada saat istrahat. Keluhan meningkat saat melakukan istrahat

E. Patofisiologi CHF
Lokasi organ di jantung yang sering terkena dengan CHF ialah ventrikel (bilik)
kiri (Muttaqin, 2009). Ventrikel kiri mempunyai tugas yang paling berat. Jika ventrikel
kiri tidak mampu memompakan darah, maka akan timbul 2 hal:
1. Darah yang tinggal didalam bilik kiri akan lebih banyak pada akhir sistole daripada
sebelumnya dan karena pengisian saat sistole berlangsung terus, maka akan terdapat
lebih banyak darah di dalam bilik kiri pada akhir diastole. Peninggian volume dari
salah satu ruang jantung, dalam hal ini bilik kiri (preload). Jika penyakit jantung
berlanjut, maka diperlakukan peregangan yang makin lama makin besar untuk
menghasilkan energy yang sama. Pada satu saat akan terjadi bahwa peregangan
diastolic yang lebih besar tidak lagi menghasilkan kontraksi yang lebih baik dan
jantung akan gagal melakukan fungsinya (dekompensasi).
2. Jika bilik kiri tidak mampu memompakan darahnya yang cukup ke aorta untuk
memenuhi kebutuhan dari organ yang terletak di perifer, berarti curah jantung sangat
rendah. Curah jantung yang rendah menimbulkan perasaan lesu.

5
Gagal jantung kanan Gagal jantung kiri

Gagal pompa ventrikel kanan gagal pompa ventrikel kiri

curah jantung kanan tek. ventrikel kiri

tek. akhir distol ventrikel kanan curah jantung kiri

tek. Atrium kanan tek. atrium kiri


(bendungan atrium kanan) & bendungan atrium kiri

tek. vena cava tek. vena pulmonalis


(bendungan vena sistemik) & bendungan vena
pulmonalis

Hambatan vena balik Gangguan keseimbangan bendungan paru


(bendungan sistemik) suplai O2 dg kebutuhan
tek. rata rata arteri
pulmonalis
& bendungan arteri
pulmonal

Gagal Jantung (CHF) perubahan kontraktilitas jtg

curah jantung menurun

sekresi renin yg berlebihan aliran darah tidak efektif

angiotensin I-II vasokontriksi ginjal

aldosteron fungsi glomerulus sekresi ADH ,


adsorpsi H2O pd tubulus distal
Reabsorpsi Na+ di tubulus distal reabsorpsi Na+ dan H2O

retensi ginjal

vol plasma

intoleransi cairan

odema

kelebihan cairan

Sumber: (Muttaqin, 2009)

6
F. Evaluasi Diagnostik CHF
Diagnostik sangat perlu ditegakkan sebelum mulai memberikan penatalaksanaan.
Alat diagnostic dasar untuk gagal jantung semuanya bersifat non-invasif, yaitu
ekokardiografi, elektrokardiografi (EKG), dan foto sinar X dada (Muttaqin, 2009).
1. Ekokardiografi
Ekokardiografi sebaiknya digunakan sebagai alat pertama dalam diagnosis dan
manajemen gagal jantung. Sifatnya tidak invasive, dan segera dapat memberikan
diagnosis disfungsi jantung serta informasi yang berkaitan dengan penyebabnya.
Pemeriksaan ekokardiografi dapat digunakan untuk memperkirakan ukuran dan fungsi
ventrikel kiri.
2. Rontgen Dada
Foto sinar X dada posterior dan anterior dapat menunjukkan adanya hipertensi
vena, edema paru, atau kardiomegali. Bukti pertama adanya peningkatan tekanan
vena paru adalah adanya diversi aliran darah ke daerah atas dan adanya peningkatan
ukuran pembuluh darah.
3. Pemeriksaan Lab meliputi : Elektrolit serum yang mengungkapkan kadar natrium
yang rendah sehingga hasil hemodelusi darah dari adanya kelebihan retensi air, K, Na,
Cl, Ureum, gula darah.
4. Elektrokardiografi
Meskipun memberikan informasi yang berkaitan dengan penyebab, EKG tidak
dapat menunjukkan gambaran yang spesifik. EKG normal menimbulkan kecurigaan
akan adanya diagnosis yang salah.
Gambar EKG pada klien gagal jantung:

Sumber: Samudera-fox.com

Pada pemeriksaan EKG pada klien gagal jantung di atas, ditemukan kelainan
EKG, yaitu:
1. Tidak menunjukkan adanya RBBB atau LBBB.

7
2. Terdapat depresi ST dan T inversi pada V1-V5, menunjukkan adanya penyakit
jantung iskemik.
3. Terdapat S yang dalam pada V1-V3, menunjukkan adanya hipertrofi ventrikel kiri
karena adanya beban tekanan (adanya stenosis aorta dan penyakit jantung
hipertensi).
G. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
Penatalaksanaan Medis menurut Muttaqin (2009) adalah sebagai berikut:
1. Pemberian oksigen
Pemenuhan oksigen akan mengurangi kebutuhan miokardium dan memenuhi
kebutuhan oksigen tubuh.
2. Terapi nitrat dan vasodilator
Terapi nitrat untuk memperbaiki prognosis gagal jantung. Terapi vasodilator parenteral
(nitrogliserin parenteral ) memerlukan pemantauan hemodinamik yang akurat dari
tekanan irisan arteri dan pulmonal serta penggunaan pompa infus untuk menitrasi
dengan cermat dosis yang diberikan.
3. Diuretik
Diuretic memiliki efek antihipertensi dengan meningkatkan pelepasan air dan garam
natrium. Menyebabkan cairan dan merendahkan tekanan darah. Diuretic yang
meningkatkan eksresi kalium digolongkan sebagai diuretic yang tidak menahan kalium
dan diuretic yang menahan kalium disebut diuretic hemat kalium.
4. Digitalis
Digitalis adalah obat utama untuk meningkatkan kontraktilitas. Pada kegagalan
jantung, digitalis memperlambat frekuensi ventrikel dan meningkatkan kekuatan
kontraksi serta peningkatan efisiensi jantung.
5. Intropik positif: dopamine dan dobutamin (dobutrex)
Dopamine bisa juga digunakan untuk meningkatkan denyut jantung pada keadaan
bradikardi. Dobutamin (dobutex) adalah suatu obat simpatomimetik dengan kerja beta
1 adrenergik. Efek beta 1 termasuk meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium dan
meningkatkan denyut. Dobutamin merupakan indikasi pada keadaan syok apabila
ingin didapatkan perbaikan curah jantung dan kemampuan kerja jantung secara
menyelurh.
6. Sedatif

8
Pada keadaan gagal jantung berat, pemberian sedatif untuk mengurangi kegelisahan
dapat diberikan. Dosis Phenobarbital 15-30 mg 4 kali sehari dengan tujuan
mengistirahatkan klien dan memberi relaksasi pada klien.

Penatalaksanaan Keperawatan:
1. Menganjurkan untuk merubah gaya hidup.
Rasional: Pengaturan nutrisi dan penurunan berat badan pada penderita dengan
kegemukan.
2. Memberikan pengetahuan pentingnya berolahraga.
Rasional: Mempunyai efek yang positif terhadap otot skeletal, fungsi otonom, endotel
serta neurohormonal dan juga terhadap sensitifitas insulin.
3. Membatasi asupan natrium.
Rasional: Pembatasan natrium ditujukan untuk mencegah, mengatur, atau mengurangi
edema, seperti pada hipertensi atau gagal jantung.
4. Menganjurkan diet
Rasional: Agar kerja dan keteganggan otot jantung minimal, dan status nutrisi
terpelihara, sesuai dengan selera dan pola makan klien. Klien yang dibatasi diet
natriumnya juga hartus diingatkan untuk tidak meminum obat-obat tanpa resep seperti
antasida, sirup obat batuk, pencahar, penenang, atau pengganti garam
5. Memberikan dukungan psikologis.
Rasional: Ketakutan dan kecemasan yang berlebihan merupakan gambaran utama pada
edema paru. Asuhan keperawatan harus disusun untuk memperbanyak kehadiran
perawat disisi tempat tidur klien. Klien harus sering diberi informasi yang mudah dan
ringkas mengenai apa yang telah dilakukan untuk merawat penyakitnya dan bagaimana
ia harus berespons.
H. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas Pasien: Nama, umur, jenis kelamin, agama, dll
2. Riwayat Penyakit
a. Keluhan utama: Lemah beraktifitas ,Sesak nafas ,Nyeri bagian dada
b. Riwayat penyakit sekarang:
1) Penyebab kelemahan fisik setelah melakukan aktifitas ringan sampai berat.
2) Seperti apa kelemahan melakukan aktifitas yang dirasakan, biasanya disertai
sesak nafas.

9
3) Apakah kelemahan fisik bersifat local atau keseluruhan system otot rangka
dan apakah disertai ketidakmampuan dalam melakukan pergerakan.
4) Bagaimana nilai rentang kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
5) Kapan timbulnya keluhan kelemahan beraktifitas, seberapa lamanya
kelemahan beraktifitas, apakah setiap waktu, saat istirahat ataupun saat
beraktifitas
c. Riwayat penyakit dahulu
1) Apakah sebelumnya pernah menderita nyeri dada, darah tinggi, DM,
hiperlipidemia.
2) Obat apa saja yang pernah diminum yang berhubungan dengan obat diuretic,
nitrat, penghambat beta serta antihipertensi. Apakah ada efek samping dan
alergi obat.
3) Kebiasaan dalam pola hidup pasien, kebiasaan merokok
d. Riwayat penyakit keluarga
1) Penyakit apa yang pernah dialami keluarga dan adakah anggota keluarga yang

meninggal, apa penyebab kematiannya

3. Pemeriksaan fisik
Keadaan Umum
Didapatkan kesadaran baik atau compos mentis dan berubah sesuai tingkat gangguan
yang melibatkan perfusi system saraf pusat
Breathing
1) Terlihat sesak
2) Frekuensi nafas melebihi normal
Bleeding
1) Inspeksi : adanya parut, keluhan kelemahan fisik, edema ekstrimitas.
2) Palpasi : denyut nadi perifer melemah, thrill
3) Perkusi : Pergeseran batas jantung
4) Auskultasi : Tekanan darah menurun, bunyi jantung tambahan
Brain
1) Kesadaran biasanya compos mentis
2) Sianosis perifer
3) Wajah meringis, menangis, merintih, meregang dan menggeliat.
Bladder

10
1) Oliguria
2) Edema ekstrimitas
Bowel
1) Mual
2) Muntah
3) Penurunan nafsu makan
4) Penurunan berat badan
Bone
1) Kelemahan
2) Kelelahan
3) Tidak dapat tidur
4) Pola hidup menetap
5) Jadwal olahraga tak teratur
Psikososial
1) Integritas ego : menyangkal, takut mati, marah, kuatir.
2) Interaksi sosial : stress karena keluarga, pekerjaan, kesulitan biaya ekonomi,
kesulitan koping.
Pola fungsional
1) pola oksigenasi
2) Pola nutrisi
3) Pola kebutuhan istirahat dan tidur
4) Pola eliminasi
5) Pola aktivitas
6) Pola berpakaian
7) Pola menjaga suhu tubuh
8) Pola personal hygiene
9) Pola Aman dan nyaman
10) Pola komunikasi
11) Pola rekreasi
12) Pola kebutuhan bekerja
13) Pola kebutuhan belajar
14) Pola spiritual
I. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi pada Kasus CHF secara Teoritis

11
Menurut Muttaqin (2009) berdasarkan patofisiologi dan dari pengkajian,
diagnosis keperawatan utama untuk klien gagal jantung adalah sebagai berikut:
1. Aktual/risiko tinggi menurunnya curah jantung yang berhubungan dengan penurunan
kontraktilitas ventrikel kiri, perubahan frekuensi, irama, dan konduksi elektrikal.
2. Aktual/risiko tinggi nyeri dada yang berhubungan dengan kurangnya suplai darah ke
miokardium, perubahan metabolisme, dan peningkatan produksi asam laktat.
3. Aktual/ resiko tinggi pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan
pengembangan paru tidak optimal, kelebihan cairan di paru.
4. Intoleransi aktifitas yang berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen ke jaringan dengan kebutuhan sekunder penurunan curah jantung.
5. Gangguan pemenuhan istirahat dan tidur yang berhubungan dengan adanya sesak
napas.
6. Cemas yang berhubungan dengan rasa takut akan kematian, peurunan status
kesehatan, situasi krisis, ancaman, atau perubahan kesehatan.
J. Intervensi:
Dx 1: Aktual/risiko tinggi menurunnya curah jantung yang berhubungan dengan
penurunan kontraktilitas ventrikel kiri, perubahan frekuensi, irama, dan konduksi
elektrikal.
Tujuan: Dalam waktu 3 x 24 jam penurunan curah jantung dapat teratasi dan
menunjukan tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia terkontrol
atau tulang dan bebas gejala gagal jantung (seperti barameter hemodinamik
dalam batas normal, keluaran urin adekuat).
Intervensi Rasional
Kaji dan laporkan tanda Kejadian mortalitas dan morbiditas sehubungan
penurunan curah jantung (nilai dengan MI yang lebih dari 24 jam pertama.
normal curah jantung pada
orang dewasa 3 liter/menit).
Periksa keadaan klien dengan Biasanya terjadi takikardia meskipun pada saat
mengauskultasi nadi apical. istirahat untuk mengkompensasi penurunan
kontraktilitas ventrikel.
Catat bunyi jantung. S1dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja
pompa, irama gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan
sebagai aliran darah ke dalam serambi yang distensi
murmur dapat menunjukkan inkompetensi/stenosis
mitral.
Palpasi nadi perifer. Penurunan curah jantung menunjukkan menurunnya
nadi, radial, popliteal, dorsalis pedis, dan postibial.
Istirahatkan klien dengan tirah Oleh karena jantung tidak dapat diharapkan untuk
baring optimal (mengurangi benar-benar istrahat untuk sembuh seperti luka pada
aktivitas). patah tulang, maka hal terbaik yang dilakukan adalah
mengistirahatkan klien. Melalui inaktivitas, kebutuhan
pemompaan jantung diturunkan.

12
Atur posisi tirah baring yang Klien dengan gagal jantung kongestif dapat berbaring
ideal. Kepala tempat tidur harus untuk mengurangi kesulitan bernapas dan mengurangi
dinaikkan 20 sampai 30 cm atau jumlah darah yang kembali ke jantung sehingga dapat
klien didudukkan dikursi. mengurani kongesti paru.
Kaji perubahan pada sensorik. Dapat menunjukkan tidak adekuatnya perfusi serebral
Contoh: letargi, cemas, dan sekunder terhadap penurunan curah jantung.
depresi.
Berikan istirahat psikologi Stres emosi menghasilkan vasokontriksi yang terkait,
dengan lingkungan yang tenang. meningkatkan tekanan darah, dan meningkatkan
frekuensi/kerja jantung.
Berikan oksigen tambahan Meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan
dengan nasal kanul/masker miokardium guna melawan efek hipoksia/iskemia.
sesuai dengan indikasi.
Kolaborasi untuk pemberian Banyaknya obat dapat digunakan untuk meningkatkan
obat. volume sekuncup, memperbaiki kontraktilitas, dan
menurunkan kongesti.
a. Diuretic, furosemid (lasix), Penurunan preload paling banyak digunakan dalam
spironolakton (aldakton) mengobati pasien dengan curah jantung relatif normal
ditambah dengan gejala kongesti diuretic blok
reabsorbsi diuretic, sehingga mempengarui reabsorpsi
natrium dan air.
b. Vasodilator, contoh nitrat Vasodilator digunakan untuk meningkatkan curah
(isosorbide dinitrat, isodril) jantung, menurunkan volume sirkulasi (vasodilator),
dan tahanan vascular sistemik (arteridilator, juga kerja
ventrikel).

c. Digoxin (ianoxin) Meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium dan


memperlambat frekuensi jantung dengan menurunkan
volume sirkulasi (vasodilator) dan tahanan vaskuler
sistemik (arteriodilator) juga kerja ventrikel.
d. Captopril (capoten), lisinopril Meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium dan
(prinivil), enapril (vasotec) memperlambat frekuensi jantung dengan menurunkan
konduksi dan memperlambat periode refraktori
angiotensin dalam paru serta menurunkan
vasokontriksi, SVR, dan TD
e. Morfin sulfat Penurunan tahanan vascular dan aliran balik
vena/menurunkan kerja miokard, menghilangkan
cemas dan mengistirahatkan sirkulasi umpan balik
cemas pengeluaran katekolamin vasokontriksi cemas.
f. Tranqulilizer/sedative Meningkatkan istirahat/relaksasi dan menurunkan
kebutuhan oksigen serta keja miokard.
g. Antikoagulan, contoh heparin Dapat digunakan secara profilaksis untuk mencegah
dosis rendah warfarin pembentukan thrombus/emboli pada adanya faktor
(Coumadin) risiko seperti statis vena, tirah baring, disritmia
jantung, dan riwayat episode sebelumnya.
h. Pemberian cairan IV, Oleh karena adanya peningkatan tekanan ventrikel kiri,
pembatasan jumlah total pasien tidak dapat menoleransi peningkatan volume
sesuai dengan indikasi, cairan (preload).
hindari cairan garam
Pantau seri EKG dan Depresi segmen ST dan datarnya gelombang T dapat

13
perubahan foto dada. terjadi karena peningkatan kebutuhan oksigen. Foto
dada dapat menunjukkan pembesaran jantung dan
perubahan kongesti pulmonal.

Dx 2: Aktual/risiko tinggi nyeri dada yang berhubungan dengan kurangnya suplai darah
ke miokardium, perubahan metabolisme, dan peningkatan produksi asam laktat.
Tujuan: Dalam waktu 3 x 24 jam tidak ada keluhan dan terdapat penurunan respon nyeri
dada.
Intervensi Rasional
Catat karakteristik nyeri, lokasi, Variasi penampilan dan perilaku klien karena nyeri
intensitas, lama dan terjadi sebagai temuan pengkajian.
penyebarannya.
Anjurkan kepada klien untuk Nyeri berat dapat menyebabkan syok kardiogenik yang
melaporkan nyeri dada segera. berdampak pada kematian mendadak.
Lakukan manajemen nyeri
keperawatan: Posisi fisiologis akan meningkatkan asupan O2 ke
a. Atur posisi fisiologis, seperti jaringan yang mengalami iskemia.
semi fowler
b. Istirahatkan klien Istirahat akan menurunkan kebutuhan O2 jaringan
perifer, sehingga kebutuhan miokardium menurun dan
akan meningkatkan suplai darah dan oksigen ke
miokardium yang membutuhkan O2 untuk menurunkan
iskemi.
c. Berikan oksigen tambahan Meningkatkan jumlah oksigen yang ada untuk
dengan nasal kanul atau pemakaian miokardium sekaligus mengurangi
masker sesuai dengan ketidaknyamanan sampai dengan iskemia.
indikasi
d. Manajemen lingkungan: Lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri
lingkungan tenang dan batasi eksternal dan pembatasan pengunjung akan membantu
pengunjung meningkatkan kondisi O2 ruangan yang akan
berkurang apabila banyak pengunjung yang berada di
ruangan.
e. Ajarkan teknik relaksasi Meningkatkan asupan O2 sehingga akan menurunkan
napas dalam nyeri sekunder dari iskemia jaringan otak.
f. Ajarkan teknik distraksi pada Distraksi (pengalihan perhatian) dapat menurunkan
saat nyeri stimulus internal dengan mekanisme peningkatan
produksi endorphin dan enkefalin yang dapat memblok
reseptor nyeri untuk tidak dikirimkan ke korteks
serebri sehingga menurunkan persepsi nyeri.
g. Lakukan manajemen Masase ringan dapat meningkatkan aliran darah
sentuhan kemudian dengan otomatis membantu suplai darah dan
oksigen ke area nyeri serta menurunkan sensasi nyeri.
Kolaborasi pemberian terapi Obat-obat antiangina bertujuan untuk meningkatkan
farmakologis antiangina. aliran darah, baik dengan menambah suplai oksigen
atau dengan mengurangi kebutuhan miokardium akan
oksigen.
a. Antiangina (nitrogliserin) Nitrat berguna untuk kontrol nyeri dengan efek
vasodilatasi koroner.
b. Analgesic, morfin 2-5 mg Menurunkan nyeri hebat, memberikan sedasi, dan

14
intravena mengurangi kerja miokard.
c. Penyekat beta. Contoh: Obat-obat ini berfungsi sebagai antiangina, karena
atenolol, tonormin, pindolol, mengurangi denyut jantung dan kontraktilitas
visken propanolol (inderal) miokardium. Obat ini menurunkan kebutuhan
pemakaian oksigen, sehingga rasa nyeri angina
mereda.
d. Penyekat saluran kalsium. Kalsium mengaktivasi kontraksi miokardium serta
Contoh: verafamil (calan), menambah beban kerja dan keperluan jantung akan
diltiazen (prokardi) oksigen. Penghambat kalsium menurunkan
kontraktilitas jantung (efek inotropik negatif) dan
beban kerja jantung, sehingga mengurangi keperluan
jantung akan oksigen.

Dx 3: Aktual/risiko tinggi pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan


pengenbangan paru tidak optimal, kelebihan cairan di paru.
Tujuan: Dalam waktu 3 x 24 jam tidak terjadi perubahan pola napas.
Intervensi Rasional
Auskultasi bunyi napas (krakles). Indikasi edema paru sekunder akibat dekompensasi
jantung.
Kaji adanya edema. Curiga gagal kongestif/kelebihan volume cairan.
Ukur intake dan output. Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan
perfusi ginjal, retensi natrium/air, dan penurunan
keluaran urine.
Timbang berat badan. Perubahan tiba-tiba dari berat badan menunjukkan
gangguan keseimbangan cairan.
Kolaborasi:
a. Berikan diet tanpa garam Natrium meningkatkan retensi cairan dan
meningkatkan volume plasma yang bedampak
terhadap peningkatan beban kerja jantung dan akan
membuat kebutuhan miokardium meningkat.
b. Berikan diuretic, contoh: Diuretic bertujuan untuk menurunkan volume
furosemid, sprinolakton, dan plasma dan menurunkan retensi cairan di jaringan,
hidronolakton sehingga menurunkan resiko terjadinya edema paru.
c. Pantau data laboratorium, Hipokalemi dapat membatasi keefektifan terapi.
elektrolit kalium

Dx 4: Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai


oksigen ke jaringan dengan kebutuhan sekunder dari penurunan curah jantung
Tujuan: Aktivitas sehari-hari klien terpenuhi dan meningkatnya kemampuan beraktivitas.
Intervensi Rasional
Catat frekuensi jantung, irama, Respon klien terhadap aktivitas dapat mengindikasikan
dan perubahan TD, selama dan adanya penurunan oksigen miokard.
sesudah aktivitas.
Tingkatkan istirahat batasi Menurunkan kerja miokard/konsumsi oksigen.
aktivitas, dan berikan aktivitas
senggang yang tidak berat.
Anjurkan klien untuk Dengan mengejan dapat mengakibatkan bradikardi,

15
menghindari peningakatan menurunkan curah jantung dan takikardi, serta peningkatan
tekanan obdomen, misal: TD.
mengejan saat defekasi.
Perahankan klien pada posisi Untuk mengurangi beban jantung.
tirah baring sementara sakit
akut.
Tingkatkan klien duduk di Untuk meningkatkan venous return.
kursi dan tinggikan kaki klien.
Pertahankan rentang gerak Meningkatkan kontraksi otot sehingga membantu venous
pasif selama sakit kritis. return.
Evaluasi tanda vital saat Untuk mengetahui fungsi jantung bila dikaitkan dengan
kemajuan aktivitas terjadi. aktivitas.
Berikan waktu istirahat Untuk mendapatkan cukup waktu resolusi bagi tubuh dan
diantara waktu aktivitas. tidak terlalu memaksa kerja jantung.
Pertahankan penambahan O2 Untuk meningkatkan oksigen jaringan.
sesuai kebutuhan.
Selama aktivitas kaji EKG, Melihat dampak dari aktivitas terhadap fungsi jantung.
dispnea, sianosis, kerja dan
frekuensi nafas, serta keluahan
subjektif.
Berikan diet sesuai kebutuhan Untuk mencegah retensi cairan dan edema akibat
(pembatasan air dan Na). penurunan kontraktilitas jantung.
Rujuk ke program rehabilitasi Meningkatkan jumlah oksigen yang ada untuk pemakaian
jantung. miokardium sekaligus mengurangi ketidaknyamanan
sampai dengan iskemia.

Dx 5: Gangguan pemenuhan istirahat dan tidur yang berhubungan dengan adanya sesak
napas.
Tujuan: Dalam waktu 3 x 24 jam keluhan gangguan pemenuhan tidur berkurang.
Intervensi Rasional
Catat pola istirahat dan tidur Variasi penampilan dan perilaku klien dalam pemenuhan
klien siang dan malam hari. istirahat serta tidur sebagai temuan pengkajian.
Atur posisi fisiologis, seperti Posisi fisiologis akan meningkatkan asupan O2 dan rasa
semi fowler. nyaman.
Berikan oksigen tambahan Meningkatkan jumlah oksigen yang ada untuk pejadi
dengan nasal kanula atau pemakaian miokardium sekaligus mengurangi
masker sesuai dengan indikasi. ketidaknyamanan dan terjadi iskemia.
Manajemen lingkunagan: Lingkungan yang tenang, klien akan menurunkan stimulasi
lingkungan tenang dan batasi nyeri eksternal dan batasan pengunjung akan membantu
pengunjung. klien dalam melakukan istirahat psikologis.
Ajarkan teknik distraksi Distraksi (pengalihan perhatian) dapat menurunkan
sebelum tidur. persepsi nyeri dan efektif pada klien yang sudah
mengalami penurunan tingkat sesak.
Lakukan manajemen sentuhan. Manajemen sentuhan pada klien yang insomnia berupa
sentuhan dukungan psikologis dapat membantu
menurunkan stimulus eksternal, massage ringan dapat
meningkatkan aliran darah dan dengan otomatis membantu
proses oksigen.
Kolaborasi pemberian obat Meningkatkan istirahat/relaksasi dan membantu klien

16
sedative. dalam memenuhi kebutuhan tidur.

Dx 6: Cemas yang berhubungan dengan rasa takut akan kematian.


Tujuan: Dalam waktu 1x24 jam kesemasan klien berkurang terhadap tindakan dan wajah
rileks.
Intervensi Rasional
Bantu klien mengekspresikan Cemas berkelanjutan dampak serangan jantung
perasaan marah, kehilangan, selanjutnya.
dan takut.
Kaji tanda verbal dan Reaksi verbal/nonverbal dapat menunjukkan rasa agitasi,
nonverbal kecemasan, marah dan gelisah.
dampingi klien dan lakukan
tindakan bila menunjukkan
perilaku merusak.
Hindari konfrontasi Konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah, menurunkan
(menentang klien). kerja sama, dan mungkin memperlambat penyembuhan.
Mulai melakukan tindakan Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak perlu.
untuk mengurangi kecemasan,
beri lingkungan yang tenang
dan suasana penuh istirahat.
Orientasikan klien terhadap Orientasi dapat menurunkan kecemasan.
prosedur rutin dan aktivitas
yang diharapkan.
Beri kesempatan kepada klien Dapat menghilangkan ketegangan terhadap kekhawatiran
untuk mengungkapkan yang tidak diekspresikan.
ansietasnya.
Berikan privasi untuk klien dan Adanya keluarga dan teman-teman yang dipilih klien untuk
orang terdekat. melayani aktivitas dan pengalihan (misalnya membaca)
akan menurunkan perasaan terisolasi.
Kolaborasi: Berikan anti cemas Meningkatkan relaksasi dan menurunkan kecemasan.
sesuai indikasi, contohnya
diazepam.

17
BAB III
KASUS

A. Uraian Kasus
Seorang laki-laki berusia 69 tahun dirawat di ruang ICU RSUD Pekanbaru dengan
keluhan sejak 2 hari yang lalu mengalami sesak nafas apalagi pada malam hari. Sesak
nafas dan batuk sering disertai nyeri dada sebelah kanan dengan skala nyeri 6. Pasien
kelihatan lemah dan pucat. Sudah 3 hari tidak bisa tidur nyenyak karena kalau terbaring
Tn. C semakin sesak nafas. Klien memiliki riwayat penyakit hipertensi.. Tanda-tanda
vital BP : 180/100 mmHg, P : 100 x/i, RR : 30 x/i, T : 38,9o C.
B. Pengkajian
1. Identitas Pasien:
Nama : Tn.C

Umur : 69 Tahun

Jenis kelamin : laki-laki

Agama : Islam

No. Rekam Medik : 0033xxxx

Tanggal Pengkajian : 11 juli 2017

Diagnosa Medik : CHF (Congestive Heart Failure)

2. Riwayat Penyakit
a. Keluhan utama: klien mengeluh nyeri dada
b. Riwayat penyakit sekarang:
Klien mengatakan mengalami nyeri dada, nyeri dirasakan seperti ditindih beban
berat, nyeri terasa menjalar kepunggung, bahu kiri, dan uluhati. Skala nyeri
sedang(6) nyeri dirasakan hilang timbul bahkan kadang terasa saat sedang
beristrahat. Klien juga merasakan sesak nafas saat nyeri terasa, klien juga merasa
lemas dan tidak mampu melakukan aktivitas secara mandiri
c. Riwayat penyakit dahulu
Klien mengatakan sudah sering mengalami nyeri didadanya dan sudah pernah
dirawat di rumah sakit dengan keluhan yang sama, klien mengatakan memiliki
riwayat penyakit hipertensi. Klien mengatakan hanya mengkonsumsi obat-obat
yang diberikan oleh dokter dan tidak melakukan pengobatan tradisional

18
d. Riwayat penyakit keluarga
Klien mengatakan tidak ada yang menderita penyakit yang sama dengannya.
3. Pemeriksaan fisik
Breathing
Pernafasan 26x/menit, terapi nasal kanul dengan 3 liter per menit, irama pernafasan
ireguler, bentuk dada noormal, warna bibir pucat, tidak ada retraksi dada dan tidak
ada penggunaan alat bantu pernafasan.
Bleeding
Tekanan darah 180/100 mmHg, Nadi 100x/menit, irama jantung ireguler, terasa nyeri
didada sebelah kiri, CRT <2detik, kulit tampak pucat, terasa pembesaran jantung,
bunyi jantung s1-s2 dan bunyi tambahan s3
Brain
Kesadaran compos mentis dengan GCS 15 (E:4 V:5 M:6) orientasi terhadapa waktu,
orang, dan tempat baik, bicara jelas, fungsi penglihatan, pendengaran, dan penciuman
baik.
Bladder
Terpasang kateter urine, urine berwarna kuning, tidak ada nyeri tekan pada kandung
kemih
Bowel
Nafsu makan baik, tidak ada penurunan berat badan, diet bubur, minum kurang lebih
800cc, mukosa bibir kering, tidak ada pembesaran tonsil.
Bone
Kemampuan pergerakan sendi bebas, kekuatan otot lemah, tidak ada fraktur, warna
kulit pucat, tidak ada edema.
Psikososial
Klien merasa cemas dengan keadaannya sekarang
Pola fungsional
1. pola oksigenasi
Sebelum sakit : klien dapat bernafas secara normal tanpa alat bantu pernafasan.
Saat dikaji : klien mengeluh sesak nafas, RR: 27 x/menit, bernapas spontan,
menggunakan binasal kanul 4l/m.
2. Pola nutrisi

19
Sebelum sakit : keluarga klien mengatakan klien sebelum sakitmakan sehari 3x
sehari 900gr dengan nasi dan lauk pauk, serta minum air putih ±8 gelas/hari
2500ml serta minum teh dan kopi.
Saat dikaji : klien hanya menghabiskan ½ porsi makanan RS.
3. Pola kebutuhan istirahat dan tidur
Sebelum sakit : Klien dapat beristirahat dengan nyenyak, tidur ± 5-6 jam
Saat dikaji : Klien gelisah dan hanya bisa tidur 3-4 jam.
4. Pola eliminasi
Sebelum sakit : Keluarga klien mengatakan klien BAK 4-5 x/hari urin berwarna
kuning jernih dan BAB 1 x/hari feses berwarna kuning kecoklatan.
Saat dikaji :Klien sudah BAB 1x terpasang dc UB 4 jam 100cc
5. Pola aktivitas
Sebelum sakit : Klien dapat beraktivitas tanpa bantuan orang lain.
Saat dikaji : Klien beraktivitas di bantu oleh perawat atau keluarga.
6. Pola berpakaian
Sebelum sakit : Klien dapat berpakaian secara mandiri
Saat dikaji : Klien dalam berpakaian dibantu oleh perawat atau keluarga
7. Pola menjaga suhu tubuh
Sebelum sakit : Klien jika merasa dingin menggunakan selimut atau pakaian tebal
serta minum air hangat, jika panas memakai pakaian tipis dan menggunakan kipas
angin
Saat dikaji : Klien menggunakan pakaian dari ruang ICU danmenggunakan
selimut.
8. Pola personal hygiene
Sebelum sakit :Klien mandi 2x sehari dan menggosok gigi 2x sehari secara mandiri
Saat dikaji : Klien hanya diseka 2x/hari oleh perawat
9. Pola Aman dan nyaman
Sebelum sakit : Klien merasa aman dan nyaman berada diantara keluarganya dan
mampu mengindari dari bahaya sekitar
Saat dikaji : Klien tampak gelisah
10. Pola komunikasi
Sebelum sakit : Klien mengatakan mampu berkomunikasi dengan baik di
lingkungannya
Saat dikaji : Klien dapat berbicara, tetapi tidak terlalu jelas
20
11. Pola rekreasi
Sebelum sakit : Keluarga klien mengatakan klien senang berkumpul dengan
keluarganya untuk berekreasi
Saat dikaji : Klien hanya terbaring dan gelisah di tempat tidur.
12. Pola kebutuhan bekerja
Sebelum sakit : Keluarga klien mengatakan hanya bekerja sebagai pedagang
sebelum masuk RS.
Saat dikaji : Klien tidak bisa berkerja karena sakit.
13. Pola kebutuhan belajar
Sebelum sakit : Keluarga klien dan mengatakan belum mengetahui peryakit yang
diderita klien.
Saat dikaji : Keluarga klien dan klien nampak terlihat bingung mengatakan belum
mengetahui peryakit klien dan banyak bertanya.
14. Pola spiritual
Sebelum sakit : Keluarga klien mengatakan klien dapat beribadah sholat 5 waktu
dan membaca Al- Quran
Saat dikaji : Klien hanya terbaring ditempat tidur.

4. Data Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Lekosit 11,53 3.8-10.6
Eritrosit 3.96 4.4-5.9
Hematokrit 39.9 40-52
MCV 100.6 80-100
Trombosit 48 150-440
b. Pemeriksaan Lain-lain
Hasil pemeriksaan
- Ro. Thorak : Cardiomegaly
5. Terapi
Tanggal Nama therapi Dosis
11 juli 2017 Inj. Ceftriaxone 2x1 gr
Inj. Ciprofloxacin 2x200mg
Inj. Metilprednisolone 2x62,5 mg
21
Inj. OMZ 3x500mg
12 juli 2017 Inj. Kalnex 3x1
Curcuma 3x2
Antasida Syr 2x1
Lansoprazole 1 x 2.5
Concor 2 x 1/2
ISDN 2 x 1 gr
Inj. Ceftriaxone 2 x 200 mg
Inj. Ciprofloxacin 2 x 62.5 mg
Inj. Metilprednisolone 2 x 1 ampul
Inj. OMZ 3 x 500 mg
C. Analisa Data
No. Data Etiologi Masalah
Keperawatan
1. DS : - Klien mengatakan Hipertensi Penurunan curah
sesak nafas dan batuk jantung
sering disertai nyeri Nekrosis sel otot jantung
dada sebelah kanan
(skala nyeri 6).
-Klien mengatakan Hipertrofi ventrikel
sudah 3 hari tidak bisa
tidur nyenyak karena
kalau terbaring
semakin sesak nafas. Disfungsi diastolic, sistolik,
- Klien memiliki iskemia miokard, dan aritmia
riwayat penyakit
hipertensi. Gagal jantung
DO :- Tanda-tanda vital
BP : 180/100 mmHg Curah jantung menurun
P : 105 x/i
RR : 34 x/i Penurunan kontraktilitas
T : 38,9o C miokard

Aliran tidak
adekuat ke jantung dan otak

Penurunan curah jantung

2. DS : - Klien mengatakan Kongesti pulmonalis Pola nafas tidak


sesak nafas dan batuk meningkat efektif
DO : - Tanda-tanda vital
BP : 180/100 mmHg Tekanan hidrostatik lebih
P : 105 x/i besar dari tekanan osmotik

22
RR : 34 x/i
T : 38,9o C Perembesan cairan ke alveoli

Kerusakan pertukaran gas

Edema paru

Pengembangan paru tidak


optimal

Pola nafas tidak efektif

3. DS : - Klien mengatakan Curah jantung menurun Nyeri dada


nyeri dada sebelah
kanan (skala nyeri 6). Penurunan suplai O2 ke
DO : - Tanda-tanda vital miokardium
BP : 180/100 mmHg
P : 105 x/i Perubahan metabolisme
RR : 34 x/i miokardium
T : 38,9o C

Nyeri dada

D. Asuhan Keperawatan
Dx 1: Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan penurunan kontraktilitas
ventrikel kiri, perubahan frekuensi, irama, dan konduksi elektrikal.
Tujuan: Dalam waktu 3 x 24 jam penurunan curah jantung dapat teratasi dan
menunjukan tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia terkontrol
atau tulang dan bebas gejala gagal jantung (seperti barameter hemodinamik
dalam batas normal, keluaran urin adekuat).
KH: Klien akan melaporkan penurunan episode dispnea, berperan dalam aktivitas
mengurangi beban kerja jantung, tekanan darah dalam batas normal (120/80
mmHg), nadi 80 x/i, tidak terjadi aritmia, denyut jantung dan irama jantung
teratur.
Intervensi Rasional
Kaji dan laporkan tanda Kejadian mortalitas dan morbiditas sehubungan
penurunan curah jantung (Nilai dengan MI yang lebih dari 24 jam pertama.
curah jantung normal pada
orang dewasa 3 liter/menit).
Catat bunyi jantung. S1dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja
pompa, irama gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan
sebagai aliran darah ke dalam serambi yang distensi
murmur dapat menunjukkan inkompetensi/stenosis
mitral.
Palpasi nadi perifer. Penurunan curah jantung menunjukkan menurunnya
nadi, radial, popliteal, dorsalis pedis, dan postibial
Istirahatkan klien dengan tirah Oleh karena jantung tidak dapat diharapkan untuk
baring optimal (mengurangi benar-benar istrahat untuk sembuh seperti luka pada

23
aktivitas). patah tulang, maka hal terbaik yang dilakukan adalah
mengistirahatkan klien. Melalui inaktivitas, kebutuhan
pemompaan jantung diturunkan.
Atur posisi tirah baring yang Klien dengan gagal jantung kongestif dapat berbaring
ideal. Kepala tempat tidur untuk mengurangi kesulitan bernapas dan mengurangi
harus dinaikkan 20 sampai 30 jumlah darah yang kembali ke jantung sehingga dapat
cm (8-10 inc) atau klien mengurangi kongesti paru.
didudukkan dikursi.
Kaji perubahan pada sensorik. Dapat menunjukkan tidak adekuatnya perfusi serebral
Contoh: letargi, cemas, dan sekunder terhadap penurunan curah jantung.
depresi.
Berikan oksigen tambahan Meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan
dengan nasal kanul/masker miokardium guna melawan efek hipoksia/iskemia.
sesuai dengan indikasi.
Kolaborasi untuk pemberian Banyaknya obat dapat digunakan untuk meningkatkan
obat. volume sekuncup, memperbaiki kontraktilitas, dan
menurunkan kongesti.
a. Diuretic, furosemid (lasix), Penurunan preload paling banyak digunakan dalam
spironolakton (aldakton). mengobati pasien dengan curah jantung relative
normal ditambah dengan gejala kongesti diuretic blok
reabsorbsi diuretic, sehingga mempengarui reabsorpsi
natrium dan air.
b. Vasodilator, contoh nitrat Vasodilator digunakan untuk meningkatkan curah
(isosorbide dinitrat, isodril) jantung, menurunkan volume sirkulasi (vasodilator),
dan tahanan vascular sistemik (arteridilator, juga kerja
ventrikel).
c. Digoxin (ianoxin) Meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium dan
memperlambat frekuensi jantung dengan menurunkan
volume sirkulasi (vasodilator) dan tahanan vaskuler.
d. Captopril (capoten), Meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium dan
lisinopril (prinivil), enapril memperlambat frekuensi jantung dengan menurunkn
(vasotec). konduksi dan memperlambat periode refraktori
angiotensin dalam paru serta menurunkan
vasokontriksi, SVR, dan TD
e. Morfin sulfat. Penurunan tahanan vascular dan aliran balik
vena/menurunkan kerja miokard, menghilangkan
cemas dan mengistirahatkan sirkulasi umpan balik
cemas pengeluaran katekolamin vasokontriksi cemas.
f. Tranqulilizer/sedative Meningkatkan istirahat/relaksasi dan menurunkan
kebutuhan oksigen serta kerja miokard.
g. Antikoagulan, contoh Dapat digunakan secara profilaksis untuk mencegah
heparin dosis rendah pembentukan thrombus/emboli pada adanya faktor
warfarin (Coumadin) risiko seperti statis vena, tirah baring, disritmia
jantung, dan riwayat episode sebelumnya.
h. Pemberian cairan IV, Oleh karena adanya peningkatan tekanan ventrikel
pembatasan jumlah total kiri, pasien tidak dapat menoleransi peningkatan
sesuai dengan indikasi, volume cairan (preload).
hindari cairan garam.
Pantau seri EKG dan Depresi segmen ST dan datarnya gelombang T dapat
perubahan foto dada. terjadi karena peningkatan kebutuhan oksigen. Foto

24
dada dapat menunjukkan pembesaran jantung dan
perubahan kongesti pulmonal.

Dx 2: Pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan pengembangan paru tidak
optimal, kelebihan cairan di paru.
Tujuan: Dalam waktu 3 x 24 jam tidak terjadi perubahan pola napas.
KH: Klien tidak sesak nafas, RR dalam batas normal, respon batuk berkurang.

Intervensi Rasional
Auskultasi bunyi napas (krakles). Indikasi edema paru sekunder akibat dekompensasi
jantung.
Kaji adanya edema. Curiga gagal kongestif/kelebihan volume cairan.
Ukur intake dan output. Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan
perfusi ginjal, retensi natrium/air, dan penurunan
keluaran urine.
Timbang berat badan. Perubahan tiba-tiba dari berat badan menunjukkan
gangguan keseimbangan cairan.
Kolaborasi
a. Berikan diet tanpa garam Natrium meningkatkan retensi cairan dan
meningkatkan volume plasma yang bedampak
terhadap peningkatan beban kerja jantung dan akan
membuat kebutuhan miokardium meningkat.
b. Berikan diuretic, contoh: Diuretic bertujuan untuk menurunkan volume
furosemid, sprinolakton, dan plasma dan menurunkan retensi cairan dijaringan,
hidronolakton. sehingga menurunkan resiko terjadinya edema paru.
c. Pantau data laboratorium, Hipokalemi dapat membatasi keefektifan terapi.
elektrolit kalium.

Dx 3: Nyeri dada yang berhubungan dengan kurangnya suplai darah ke miokardium,


perubahan metabolisme, dan peningkatan produksi asam laktat.
Tujuan: Dalam waktu 3 x 24 jam tidak ada keluhan dan terdapat penurunan respon
nyeri dada.
KH: Secara subjektif klien menyatakan penurunan rasa nyeri dada. Secara objektif
didapatkan TTV dalam batas normal.
Intervensi Rasional
Catat karakteristik nyeri, Variasi penampilan dan perilaku klien karena nyeri
lokasi, intensitas, lama dan terjadi sebagai temuan pengkajian.
penyebarannya.
Anjurkan kepada klien untuk Nyeri berat dapat menyebabkan syok kardiogenik yang
melaporkan nyeri dada segera. berdampak pada kematian mendadak.
Lakukan manajemen nyeri:
a. Atur posisi fisiologis, seperti Posisi fisiologis akan meningkatkan asupan O2 ke
semi fowler. jaringan yang mengalami iskemia.
b. Istirahatkan klien. Istirahat akan menurunkan kebutuhan O2 jaringan
perifer, sehingga kebutuhan miokardium menurun dan
akan meningkatkan suplai darah dan oksigen ke
miokardium yang membutuhkan O2 untuk menurunkan
iskemi.

25
c. Berikan oksigen tambahan Meningkatkan jumlah oksigen yang ada untuk
dengan nasal kanul pemakaian miokardium sekaligus mengurangi
ketidaknyamanan.
d. Manajemen lingkungan: Lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri
lingkungan tenang dan eksternal dan pembatasan pengunjung akan membantu
batasi pengunjung. meningkatkan kondisi O2 ruangan yang akan
berkurang apabila banyak pengunjung yang berada di
ruangan.
e. Ajarkan teknik relaksasi Meningkatkan asupan O2 sehingga akan menurunkan
napas dalam. nyeri sekunder dari iskemia jaringan otak.
f. Ajarkan teknik distraksi pada Distraksi (pengalihan perhatian) dapat menurunkan
saat nyeri. stimulus internal dengan mekanisme peningkatan
produksi endorphin dan enkefalin yang dapat memblok
reseptor nyeri untuk tidak dikirimkan ke korteks
serebri sehingga menurunkan persepsi nyeri.
g. Lakukan manajemen Manajemen sentuhan pada saat nyeri berupa sentuhan
sentuhan. dukungan psikologis dapat membantu menurunkan
nyeri.

Kolaborasi pemberian terapi Obat-obat antiangina bertujuan untuk meningkatkan


farmakologis antiangina. aliran darah, baik dengan menambah suplai oksigen
atau dengan mengurangi kebutuhan miokardium akan
oksigen.
a. Antiangina (nitrogliserin) Nitrat berguna untuk kontrol nyeri dengan efek
vasodilatasi koroner.
b. Analgesic, morfin 2-5 mg Menurunkan nyeri hebat, memberikan sedasi, dan
intravena mengurangi kerja miokard.
c. Penyekat beta. Contoh: Penghambat (adrenergic) beta menghambat reseptor
atenolol, tonormin, pindolol, beta 1 untuk mengontrol nyeri melalui efek hambatan
visken propanolol (inderal) rangsang simpatis, dengan demikian, denyut jantung
akan berkurang. Obat-obat ini berfungsi sebagai
antiangina, karena mengurangi denyut jantung dan
kontraktilitas miokardium. Obat ini menurunkan
kebutuhan pemakaian oksigen, sehingga rasa nyeri
angina mereda.
d. Penyekat saluran kalsium. Kalsium mengaktivasi kontraksi miokardium serta
Contoh: verafamil (calan), menambah beban kerja dan keperluan jantung akan
diltiazen (prokardi). oksigen. Penghambat kalsium menurunkan
kontraktilitas jantung (efek inotropik negatif) dan
beban kerja jantung, sehingga mengurangi keperluan
jantung akan oksigen. Obat ini efektif dalam
mengendalikan angina varian dengan merelaksasikan
arteri koroner dan dalam meredakan angina klasik
dengan mengurangi kebutuhan oksigen.

26
DAFTAR PUSTAKA

Black & Hawk. (2009). Medical Surgical Nursing: Clinical Management for Positive
Outcome. St. Louis: Elseveir-Saunder

Delima. (2009). Prevalensi dan Faktor Determinan Penyakit Jantung di Indonesia (Analisis
Lanjut Data Riskesdas 2007). Diperoleh tanggal 12 Februari 2019 dari
http://digilib.litbang.depkes.go.id/go.php?id-jkpkbppk-gdl-res-2009-delima-
3176&q=penyakit+jantung+di+Indonesia.

Dhana (2010). Pfizer untuk Mengobati Gagal Jantung. Diperoleh tanggal 12 Februari 2019
dari http://news.isdaryanto.com/2010/11/pfizer-mengobati-gagal-jantung-html.

Dharma, S. (2007). Jantung pulih, kualitas hidup meningkat. Diperoleh tanggal 12 Februari
2019 dari http://www.litbang.depkes.go.id/aktual

Guyton, A.C. & Hall, J.E. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran

Muttaqin, Arief. (2009). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Kardiovaskuler.


Jakarta: Salemba Medika.

Smeltzer, S. C. & Bare, B. G. (2001). Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
Jakarta: EGC

Udjianti, W.J. (2010). Keperawatan Kardivaskular. Jakarta: Salemba Medika

Weller, B.F. (2005). Kamus Saku Perawat. Jakarta: EGC

World Health Organization (WHO). (2004). SF Kuisioner. Diperoleh tanggal 12 Februari


2019 dari Translate.google.com=http://www.f-36org/demos/sf-8.html.

27

You might also like