You are on page 1of 15

MODUL I (SISTEM MUSKULOSKELETAL)

Sdr. JK (19 tahun) datang ke IGD Rumah Sakit dikarenakan kecelakaan lalu
lintas, pasien mengeluh nyeri di bagian kakinya, pusing. Pasien berteriak-teriak
karena menahan sakit, dari pemeriksaan di dapatkan, tampak jejas dikaki, dan
lacerasi di bagian punggung, siku dan paha kirinya bengkak, di kaki kanan
tulang terlihat keluar, perdarahan mengalir, dari lukanya. Riwayat penyakit :
tidak mempunyai riwayat alergi, penyakit keturunan. Hasil pemeriksaan Lab Hb
: 8 mg%, Al 15.000 ml/dl. VS : TD : 90/70 mmHg, S : 37°C, RR : 18 X/menit,
N : 80 X/mnt. Hasil RO fraktur cruris complet 1/3 distal dextra terbuka. Di IGD
pasien mendapatkan heating situasi. Pasien terpasang bidai, terpasang infuse RL,
dan mendapatkan injeksi ketorolak 30 mg, inj Ceftriaxon 1mg dan inj ATS.
Gambaran radiologinya :
LAPORAN KASUS MODUL I SISTEM MUSKULOSKELETAL

1. Prevalensi dan faktor resiko :


Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat di tahun 2011 terdapat lebih dari
5,6 juta orang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 1.3 juta
orang mengalami kecacatan fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang memiliki
prevalensi cukup tinggi yaitu insiden fraktur ekstrimitas bawah sekitar 40% dari
insiden kecelakaan yang terjadi. Fraktur merupakan suatu keadaan dimana
terjadi diintegritas pada tulang. Penyebab terbanyaknya adalah insiden
kecelakaan, tetapi faktor lain seperti proses degeneratif dan osteoporosis juga
dapat berpengaruh terhadap terjadinya fraktur (Depkes RI, 2011).
Pada frakrur cruris complet 1/3 distal terbuka pada kasus tersebut adalah
akibat dari peristiwa trauma. Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan
yang tiba-tiba dan berlebihan, dapat berupa pemukulan, penghancuran,
penekukan, pemuntiran atau penarikan. Bila terkena kekuatan langsung, tulang
dapat patah pada tempat yang terkena, jaringan lunaknya rusak.
2. Faktor penyebab dan jenis pada fraktur cruris complet 1/3 distal
terbuka :
Penyebab fraktur pada kasus tersebut adalah fraktur akibat kecelakaan lalu
lintas. Tulang juga bisa mengalami otot-otot yang berada disekitar tulang
tersebut tidak mampu mengabsorsi energi atau kekuatan yang menimpanya.
Ada 2 faktor yang mempengaruhi fraktur :
a. Ekstrinsik meliputi kecepatan dan durasi trauma yang mengenai tulang,
arah dan kekuatan trauma.
b. Instrinsik meliputi kapasitas tulang mengabsorsi energi trauma,
kelenturan, kekuatan dan densitas tulang. Fraktur biasanya disebabkan oleh
adanya trauma abduksi tibia terhadap femur saat kaki terfiksasi pada dasar,
misalnya trauma sewaktu mengendarai mobil dan juga dapat terjadi karena
pukulan langsung, kekuatan yang berlawanan, gerakan pemuntiran tiba-tiba, dan
bahkan kontraksi otot berlebihan.
Berdasarkan jenis fraktur pada kasus sistem musculoskletal :
a. Fraktur terbuka
Fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui lika pada kulit
dan jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam) dan berpotensi
untuk terjadi infeksi .
b. Fraktur komplit
Garis fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang dari tulang dan fragmen
tulang biasanya berubah tempat atau mengalami pergeseran atau perpindahan
posisi tulang.

3. Patway tanda dan gejala fraktur


a. Tanda dan gejala fraktur
1. Nyeri
2. Hilangnya fungsi
3. Deformitas
4. Bengkak
5. Pemendekan ekstremitas
6. Krepitus
7. Echumosis dari perdarahan subculaneus
8. Spasme otot spasme involunter dekat fraktur
9. Kehilangan sensasi
10. Pergerakan abnormal
11. Shock hipovolumic dari hilangnya hasil darah
b. Pathway
4. Cara Penilaian (Pengkajian) pada sistem muskuloskeletal
A. Pengumpulan data
a. Anamnesa
1. Identitas klien
Nama : Sdr. Jk
Umur : 19 th
Jenis kelamin : laki-laki
Alamat :
Agama :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Tanggal dan jam masuk RS :
Dx. Medis : Fraktur cruris complet 1/3 distal terbuka
2. Keluhan utama : nyeri di bagian kaki
3. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke IGD Rumah Sakit dikarenakan kecelakaan lalu lintas, pasien
mengeluh nyeri di bagian kakinya, pusing, Pasien berteriak-teriak karena
menahan sakit. dari pemeriksaan di dapatkan, tampak jejas dikaki, dan lacerasi
di bagian punggung, siku dan paha kirinya bengkak di kaki kanan, tulang terlihat
keluar, perdarahan mengalir dari lukanya. Di IGD pasien mendapatkan heating
situasi. Pasien terpasang bidai, terpasang infuse RL, dan mendapatkan injeksi
ketorolak 30 mg, inj Ceftriaxon 1mg dan inj ATS.
4. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit ; tidak mempunyai riwayat alergi.
5. Riwayat penyakit keluarga
Keluarga tidak mempunyai penyakit keturunan, misal seperti osteoporosis yang
sering terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung
diturunkan secara genetik.
6. Riwayat psikososial
Pasien berteriak teriak karena menahan rasa sakit.
7. Pola-pola fungsi kesehatan menurut gordon
8. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : compos metis
Tekanan darah : 90/70 mmHg
Suhu Tubuh : 37 °C
Respiratoris : 18 x/menit
Nadi : 80 x/menit
9. Pemeriksaan diagnostik
Pada pemeriksaan radiologi : hasil RO tampak fraktur cruris complit 1/3 distal
terbuka.
b. Data fokus
Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah :
1. Look (inspeksi)
a) Cictriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan).
b) Cape au lait spot
c) Fistulae
d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hiperpigmentasi.
e) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal).
f) Posisi dan bentuk dari ekstremitas (deformitas).
g) Posisi jalan (gait, waktu masuk kekamar operasi).
2. Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari
posisi netral (posisi anatomi). Yang perlu dicatat adalah :
a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembapan kulit.
b) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedem
terutama disekitar persendian.
c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal,
tengah, distal).
Otot : tonus pada waktu relaksasi atau kontraksi, benjolan yang terdapat
dipermukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status
neurovaskuler. Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan
permukaanya, konsistensinya, pergerakan terhadap dasar atau permukaannya,
nyeri atau tidak dan ukurannya.
3. Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah dilakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan menggerakkan
ekstremitas dan catat apakah ada keluhan nyeri pada pergerakan. Gerakan sendi
dicatat dengan ukuran derajat, tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi
netral) atau dalam ukuran metric. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada
gangguan gerak (mobilitas atau tidak).

5. Identifikasi Pilihan Terapi


A. Penatalaksanaan fraktur
Prinsip penanganan fraktur pada kasus tersebut meliputi rekognisi, reduksi
imobilisasi dan pengambilan fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi.
a. Rekognasi
Pergerakan relatif sesudah cidera dapat mengganggu suplai neurovascular
ekstremitas yang terlibat. Karena itu begitu diketahui kemungkinan fraktur
tulang panjang, maka ekstremitas yang cedera harus dipasang bidai untuk
melindunginya dari kerusakan yang lebih parah.
Kerusakan jaringan lunak yang nyata dapat juga dipakai sebagai petunjuk
kemungkinan adanya fraktur, dan dibutuhkan pemasangan bidai segera dan
pemeriksaan lebih lanjut. Hal ini khususnya harus dilakukan pada cidera tulang
belakang bagian servikal, di mana contusio dan laserasio pada wajah dan kulit
kepala menunjukkan perlunya evaluasi radiografik, yang dapat memperlihatkan
fraktur tulang belakang bagian servikal atau dislokasi, serta kemungkinan
diperlukannya pembedahan untuk menstabilkannya
b. Reduksi
Penatalaksanaan fraktur tersebut dengan reduksi tertutup. Reduksi Tertutup
atau ORIF (Open Reduction Internal Fixation). Reduksi fraktur (setting tulang)
berarti mengembalikan fragment tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis.
Reduksi tertutup, traksi, dapat dilakukan untuk mereduksi fraktur. Metode
tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur, namun prinsip yang mendasarinya
tetap sama.
Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur, pasien harus disiapkan untuk
menjalani prosedur dan harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur, dan
analgetika diberikan sesuai ketentuan. Mungkin perlu dilakukan anesthesia.
Ekstremitas yang akan dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk
mencegah kerusakan lebih lanjut. Reduksi tertutup pada banyak kasus, reduksi
tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragment tulang ke posisinya (ujung-
ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual.
c. Imobilisasi fraktur
Setelah fraktur di reduksi, fragment tulang harus diimobilisasi, atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna.
Metode fiksasi eksternal meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin dan
teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi
interna yang berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.

B. Perawatan Perioperatif Di Kamar Bedah

1. Perawatan Pre Operasi :


a. Persiapan Pre Operasi :
1) Pasien sebaiknya tiba di ruang operasi dengan daerah yang akan di operasi
sudah dibersihkan (di cukur dan personal hygiene).
2) Kateterisasi
3) Persiapan saluran pencernaan dengan puasa mulai tengah malam sebelum
operasi esok paginya (pada spinal anestesi dianjurkan untuk makan terlebih
dahulu).
4) Informed Consent
5) Pendidikan Kesehatan (Penkes) mengenai tindakan yang dilakukan di
meja operasi, seperti anestesi yang digunakan, tindakan yang dilakukan dan
lamanya operasi.
b. Perawatan Pre Operasi :
1) Menerima Pasien
2) Memeriksa kembali persiapan pasien :
a) Identitas pasien
b) Surat persetujuan operasi
c) Pemeriksaan laboratorium darah, rontgen, EKG.
3) Mengganti baju pasien
4) Menilai KU dan TTV
a) Memberikan Pre Medikasi : mengecek nama pasien sebelum memberikan
obat dan memberikan obat pre medikasi.
b) Mendorong pasien kekamar tindakan sesuai jenis kasus pembedahan.
c) Memindahkan pasien ke meja operasi.

6. Analisa keperawatan dan Intervensi keperawatan


Analisa Data :
N Data Fokus Problem Etiologi Pathway
o
1. DS : klien Nyeri Diskontinuita Cedera jaringan
mengeluh kaki s tulang atau kulit
kanan sakit sekali.
 P : nyeri Diskontinuitas
dirasakan pada tulang
saat kaki di geser.
 Q : nyeri Pergeseran
seperti ditusuk- fragmen tulang
tusuk. proses inflamasi
 R : kaki
kanan menekan ujung
 S:8 syaraf bebas
 T : nyeri
setiap kali kaki di nosiseptor
geser.
DO :
Medulla
 TD : 90/70
spinalis
mmHg
 S : 37 °C
 RR : 18 Korteks serebri
x/menit
 N : 80
x/menit Nyeri
 Klien
berteriak-teriak
karena menahan
sakit.
 Dari hasil
pemeriksaan
radiology
diperoleh ada
fraktur cruris
complet 1/3 distal
dextra terbuka,
adanya bengkak,
deformitas.
2. DS : klien Hambatan Terapi Diskontuinitas
mengatakan kaki mobilitas pembatasan tulang
kanannya tidak fisik aktivitas
dapat digerakkan. Kerusakan
DO : pemeriksaan fragmen tulang
ada tanda fungsio
laesa, deformitas, Deformitas
bengkak dan jejas tulang
trauma dikaki
kanannya, dan Gangguan fungsi
terpasang fiksasi (fungsio laesa)
bidai.
Terapi dengan
pemasangan
spalk

Hambatan
mobilitas fisik

Diagnosa keperawatan :

1. Nyeri berhubungan dengan diskontinuitas tulang


2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan terapi pembatasan aktifitas

Intervensi keperawatan :

1. Dx : nyeri berhubungan dengan diskontuinitas tulang


Tujuan ; nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan
Kriteria hasil :
 Klien mengatakan nyei berkurang.
 Tampak rileks, mampu berpartisipasi dalam aktivitas atau tidur atau
istirahat dengan tepat.
 Tekanan darah normal.
 Tidak ada peningkatan nadi dan RR.

Intervensi:
a. Kaji ulang lokasi, intensitas dan tipe nyeri.
b. Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring.
c. Berikan lingkungan yang tenang dan berikan dorongan untuk melakukan
aktivitas hiburan.
d. Ganti posisi dengan bantuan bila ditoleransi.
e. Jelaskan prosedur sebelum memulai.
f. Lakukan dan awasi latihan rentang gerak pasif atau aktif.
g. Dorong menggunakan teknik manajemen stress.
Contoh : relasksasi, latihan nafas dalam, imajinasi visualisasi, sentuhan.
h. Observasi tanda-tanda vital.
i. Kolaborasi : pemberian analgetik.

2. Dx : hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan terapi pembatasan


aktifitas
Tujuan : kerusakn mobilitas fisik dapat berkurang setelah dilakukan tindakan
keperawatan terapi pembatasan aktivitas.
Kriteria hasil :
 Meningkatkan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin.
 Mempertahankan posisi fungsinal.
 Meningkatkan kekuatan atau fungsi yang sakit.
 Menunjukan teknik mampu melakukan aktivitas.

Intervensi:

a. Pertahankan tirah baring dalam posisi yang diprogramkan.


b. Tinggikan ekstrimitas yang sakit.
c. Instruksikan klien atau bantu dalam latian rentanng gerak pada ekstrimitas
yang sakit dan tak sakit.
d. Beri penyangga pada ekstremitas yang sakit diatas dan dibawah fraktur
ketika bergerak.
e. Jelaskan pandangan dan keterbatasan dalam aktivitas.
f. Berikan dorongan pada pasien untuk melakukan AKS dalam lingkup
keterbatasan dan beri bantuan sesuai kebutuhan dan awasi tekanan darah, nadi
dengan melakukan aktivitas.
g. Ubah posisi secara periodic.
h. Kolaborasi fisioterai atau okupasi terapi.

7. Pembahasan
Pada pembahasan ini penyusun akan membahas mengenai tindakan
keperawatan yang telah diuraikan pada pembuatan laporan kasus dengan
gangguan sistem muskuloskeletal : Fraktur cruris complet 1/3 distal terbuka, dan
akan diuraikan kesenjangan antara tindakan keperawatn terbaru dengan
pelaksanaan secara nyata sesuai dengan perencanaan keperawatan.

Pelaksanaan rencana keperawatan merupakan kegiatan atau tindakan yang


diberikan kepada klien. Kegiatan ini meliputi pelaksanaan rencana keperawatan
dan rencana medis. Pada tahap ini penyusun dapat melaksanakan asuhan
keperawatan pada klien sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat. Dalam hal
ini penyusun mengimplementasikan intervensi keperawatan dengan
berlandaskan teori, baik secara mandiri maupun kolaboratif sesuai dengan
kondisi pasien sat itu.

Dalam tahap pelaksanaan secara garis besar tindakan yang dilakukan dapat
berjalan dengan baik sesuai dengan rencana, karena adanya kerjasama yang baik
antara perawat, tenaga kesehatan lainnya dan keluarga, namun penyusun masih
sedikit mengalami hambatan dalam melakukan tindakan keperawatan
dikarenakan pada saat mengajarkan tehnik manajemen stress misalnya distraksi
relaksasi, latihan nafas dalam tidak bisa dilakukan secara maksimal dikarenakan
kondisi pasien saat itu secara emosional belum memungkinkan, sehingga
memerlukan kolaborasi dengan medis untuk pemberian analgetik. Dalam
melaksanakan tindakan keperawatan, penyusun bekerja sama dengan keluarga
untuk memantau perkembangan pasien karena individu yang mengalami nyeri
seringkali bergantung kepada anggota untuk memperoleh dukungan, bantuan
atau perlindungan. Walaupun nyeri tetap klien rasakan, kehadiran keluarga akan
meminimalkan kesepian dan ketakutan. Apabila tidak ada keluarga seringkali
pengalaman nyeri membuat klien semakin tertekan.

DAFTAR PUSTAKA

Donges Marilynn, E. (1993). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta


EGC
Price Sylvia, A (1994), Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jilid 2. Edisi 4. Jakarta. EGC
Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makassar : Bintang
Lamumpatue ; 2003.

Tucker, Susan Martin (1993). Standar Perawatan Pasien, Edisi V, Vol 3. Jakarta.
EGC
Smeltzer Suzanne, C (1997). Buku Ajar Medikal Bedah, Brunner & Suddart.
Edisi 8. Vol 3. Jakarta. EGC

You might also like