Professional Documents
Culture Documents
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan tugas akhir ini ini masih
sangat banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna dikarenakan keterbatasan
dari penulis yang masih dalam tahap belajar. Penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dalam perbaikan penulisan tugas akhir ini.
Dan penulis berharap bahwa tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi penulis
dan masyarakat luas, khususnya di kalangan teknik sipil.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1
2
sekitar ± 2417 Ha. Kebutuhan air yang semakin meningkat ini tidak diimbangi
dengan bertambahnya ketersediaan air yang ada.
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menjelasakan dasar teori tentang kebutuhan air, irigasi, sistem
irigasi, ketersediaan dan kebutuhan air, dan neraca air (water balance).
Menurut Candra Samekto dan Ewin, kebutuhan air nasional saat ini
terkonsentrasi di Pulau Jawa dan Bali, dengan tujuan penggunaannya terutama
untuk air minum, rumah tangga, perkotaan, industry, pertanian, dan lainnya.
4
5
dengan:
Pn = Jumlah penduduk pada tahun ke n
P0 = Jumlah penduduk pada awal tahun
r = Angka pertumbuhan penduduk (%)
n = Interval waktu (tahun)
Tabel 2.1 Standar Kebutuhan air Penduduk
Cipta Karya DPU yaitu kebutuhan air untuk industri diambil sekitar 10%
dari konsumsi air domestik (Triatmojo, 2008).
Limited
Perecipitation Base flow
evapotranspiration
Ground water
storage
Faktor Resesi (k) adalah perbandingan antara aliran air tanah pada
bulan ke n dengan aliran air tanah pada awal bulan tersebut. Faktor
resesi aliran tanah dipengaruhi oleh sifat geologi DPS. Dalam
perhitungan ketersediaan air metode FJ Mock, besarnya nilai k
didapat dengan cara coba-coba sehingga dapat dihasilkan aliran
seperti yang diharapkan.
Vn = Vn - Vn-1
Dimana:
Vn : volume air tanah periode ke n
k : faktor resesi aliran tanah
In : koefisien infiltrasi
5. Aliran Sungai
0 - 50 0,9
51 - 100 0,8
101 - 200 0,6
> 200 0,4
14
banyak sekali kesalahan pada hasil penghitungan aliran bulanan; semua hasil
yang diperoleh harus diperlakukan dengan hati-hati. Pengetahuan yang luas
mengenai hasil-hasil riset daerah-daerah aliran sungai di Indonesia merupakan
prasyarat.
2.5.1 Evapotranspirasi
Evapotranspirasi sebagai kebutuhan konsumtif yang merupakan jumlah air
evaporasi dan transpirasi. Evaporasi adalah proses perubahan molekul air pada
permukaan menjadi molekul air di atmosfir. Transpirasi adalah proses fisiologis
alamiah pada tanaman, dimana air yang dihisap oleh akar diteruskan lewat tubuh
tanaman dan diuapkan kembali melalui pucuk daun. (M.Vicente, Begueria, &
Lopez, 2009)
Perhitungan evapotranspirasi banyak sekali metodenya, salah satunya
adalah metode Penman modifikasi. Metode ini merupakan metode terlengkap
dibandingkan metode-metode lainnya. Rumus besarnya evapotranspirasi
dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut:
ET = C [W. Rn + (1-W) f(u) (ea-ed)
Keterangan:
ET = evapotranspirasi (mm/hari)
e = factor koreksi akibat keadaan iklim siang/malam
W = factor bobot tergantung dari temperatur udara dan ketinggian
tempat
Rn = radiasi neto ekivalen dengan evaporasi (mm/hari)
Rn = Rns – Rnl
Rns = delombang pendek radiasi matahari yang masuk
= (1-α)Rs= (1-α)(0,25+0,5 n/N) Ra
Ra = radiasi matahari ekstra terrestrial
Rnl = f(t) f(ed) f(n/N)
= gelombang panjang radiasi neto
N = maksimum lamanya penyinaran matahari
(l-w) = factor bobot f(toC, elevasi, U dan e)
f(u) = fungsi kecepatan angin
U2
f(u) = 0,27 (1 + )
100
(ea-ed) = selisih tekanan uap jenuh dan aktual pada temperatur rata-rata
udara
18
𝑀. 𝐸 𝐾
𝐼𝑅 =
𝐸𝐾 − 1
M = Eto + P
k=MxT/S
Keterangan:
IR : kebutuhan air irigasi di tingkat persawahan (mm/hari)
M : kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air akibat evaporasi dan
perkolasi di sawah yang sudah dijenuhkan (mm/hari)
Eto : evaporasi air terbuka yang diambil 1,1 ETo selama penyiapan lahan
(mm/hari)
P : perkolasi
T : jangka waktu penyiapan lahan (hari)
S : kebutuhan air untuk penjenuhan ditambah dengan lapisan air 50
mm (mm)
2.5.3 Perkolasi
Berdasarkan KP 01 (2011), laju pekolasi sangat bergantung pda sifat-sifat
tanah. Pada tanah lempung dengan karakteristik pengelolaan (puddling) yang
baik, laju perkolasi dapat mencapai 1-3 mm/hari.
Kondisi tanah dapat mempengaruhi laju perkolasi, jika tanah semakin
ringan maka laju perkolasi pun semakin cepat. Untuk menentukan laju
perkolasi tinggi muka air tanah harus diperhitungkan. Sedangkan rembesan
terjadi akibat meresapnya air melalui tanggul sawah. (Berthune, Selle, &
Wang, 2008)
Keterangan :
Re : curah hujan efektif , mm/hari
R(setengah bulan)5 : curah hujan minimum tengah bulanan
Kriteria Perencanaan Irigasi mengusulkan hitungan hujan efektif
berdasarkan data pengukuran curah hujan di stasiun terdekat , dengan panjang
pengamatan selama 10 tahun.
27
28
Data primer dalam penelitian ini yaitu hasil observasi ke lapangan untuk
mengamati DAS Cisangkuy, Kabupaten Bandung
Data Sekunder
- Observasi
- Dokumentasi
Mulai
Studi Pustaka
Pengumpulan Data
Tidak Sesuai
Kalibrasi Data
Selesai
Berthune, M. G., Selle, B., & Wang, Q. (2008). Understanding and predicting
deep percolation under surface irrigation. Water Resources Research.
M.Vicente, S., Begueria, S., & Lopez, J. I. (2009). A Multiscalar Drought Index
Sensitive to Global Warming: The Standardized Precipitation
Evapotranspiration Index. Journal of Climate.
Rahman, M. R., & Saha, S. (2008). Remote Sensing, Spatial Multi Criteria
Evaluation (SMCE) and Analytical Hierarchy Process (AHP) in Optimal
Cropping Pattern Planning for a Flood Prone Area. Spatial Science.
Samekto, C., & Ewin. (2010). Potensi Sumber Daya Air di Indonesia. Aplikasi
Teknologi Penyediaan Air Bersih untuk Kabupaten/Kota di Indonesia, 11.
Wibowo, C. A. (2012). Analisis Neraca Air Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo
Hulu Sub DAS Bengawan Solo Hulu 3. Tugas Akhir.
31
32
Zulkipli, Soetopo, W., & Prasetijo, H. (2012). Analisa Neraca Air Permukaan
DAS Renggung Untuk Memenuhi Kebutuhan Air Irigasi dan Domestik
Penduduk Kabupaten Lombok Tengah. Jurnal Teknik Pengairan.