Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Konsep mengenai anemia aplastik pertama kali diperkenalkan pada tahun 1988 oleh Paul
Ehrlich. Ia melaporkan seorang wanita muda yang pucat dan panas dengan ulserasi gusi,
menorrhagia, anemia berat dan leukopenia. Sewaktu dilakukan autopsi ditemukan tidak ada
sumsum tulang yang aktif, dan Ehrlich kemudian menghubungkannya dengan adanya penekanan
pada fungsi sumsum tulang. Pada tahun 1904, Chauffard memperkenalkan istilah anemia
aplastik.
Insidensi anemia aplastik bervariasi di seluruh dunia, berkisar antara 2 sampai 6 kasus
persejuta penduduk pertahun.2 Insidensi anemia aplastik diperkirakan lebih sering terjadi
dinegara Timur dibanding negara Barat. Peningkatan insiden mungkin berhubungan dengan
faktor lingkungan seperti peningkatan paparan terhadap bahan kimia toksik dibandingkan faktor
genetik. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya peningkatan insiden pada penduduk Asia yang
tinggal di Amerika. Penelitian yang dilakukan di Thailand menunjukkan peningkatan paparan
dengan pestisida sebagai etiologi yang tersering.
Ketersediaan obat-obat yang dapat diperjualbelikan dengan bebas merupakan salah satu
faktor resiko peningkatan insiden. Obat-obat seperti kloramfenikol terbukti dapat mensupresi
sumsum tulang dan mengakibatkan aplasia sumsum tulang dan mengakibatkan aplasia sumsum
tulang sehingga diperkirakan menjadi penyebab tingginya insiden.
1
c. Etiologi
d. Faktor Predisposisi
e. Patofisiologi
f. Pathway
g. Klasifikasi
h. Gejala Klinis
i. Pemeriksaan Diagnostic
j. Prognosis
k. Therapy
l. Penatalaksanaan
b. Tujuan khusus
1. Mampu memahami teori tentang anemia aplastik
2. Mampu melakukan pengkajian pada penderita yang menderita anemia aplastik
3. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan untuk pasien yang menderita anemia
aplastik.
4. Mampu menyusun rencana keperawatan untuk pasien yang menderita anemia
aplastik.
5. Mampu mengaplikasikan tindakan keperawatan yang telah dipelajari pada pasien
anemia aplastik.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Anemia aplastik adalah anemia yang disebabkan terhentinya pembuatan sel darah
oleh sumsum tulang (kerusakan sumsum tulang). (Ngastiyah.1997.Hal:359)
Anemia aplastik adalah kegagalan anatomi dan fisiologi dari sumsum tulang
yang mengarah pada suatu penurunan nyata atau tidak adanya unsur pembentukan
darah dalam sumsum.(Sacharin.1996.Hal:412)
2.2 Epidemiologi
3
dengan bahan kimia toksik, dibandingkan dengan faktor genetik. Hal ini terbukti
dengan tidak ditemukan peningkatan insiden pada orang Asia yang tinggal di
Amerika.
2.3 Etiologi
b. Faktor didapat
· Faktor individu : alergi terhadap obat, bahan kimia dan lain – lain.
(Mansjoer.2005.Hal:494)
2.5 Patofisiologi
4
pada pemeriksaan in vitro menjelaskan bahwa “kolam” sel bakal berkurang
hingga < 1% dari normal pada keadaan yang berat.
Suatu kerusakan intrinsic pada sel bakal terjadi pada anemia aplastik
konstitusional: sel dari pasien dengan anemia Fanconi mengalami kerusakan
kromosom dan kematian pada paparan terhadap beberapa agen kimia tertentu.
Telomer kebanyakan pendek pada pasien anemia aplastik, dan mutasi pada gen
yang berperan dalam perbaikan telomere (TERC dan TERT ) dapat diidentifikasi
pada beberapa orang dewasa dengan anomaly akibat kegagalan sum-sum dan
tanpa anomaly secara fisik atau dengan riwayat keluarga dengan penyakit yang
serupa.
5
2.7 Klasifikasi
Sumsum tulang < 25% atau 25%-50% dengan <30% sel hematopietik residu
d. Pucat
e. Pusing
f. Anoreksia
6
g. Peningkatan tekanan sistolik
h. Takikardia
j. Sesak
k. Demam
l. Purpura
m. Petekie
n. Hepatosplenomegali
o. Limfadenopati
(Tierney,dkk.2003.Hal:95)
a. Sumsum Tulang
b. Darah tepi
c. Gejala klinis
d. Keterangan
e. Aplasia eritropoesis
f. Retikulositopenia
g. Anemia (pucat)
h. Akibat retikulositopenia : kadar Hb,Ht dan eritrosit rendah
i. Akibat anemia : anoreksia, pusing
Aplasia granulopesis
a. Granulositopenia, leucopenia
b. Panas (demam)
c. Panas terjadi karena infeksi sekunder akibat granulositopenia.
Aplasia trombopoetik
a. Trombositopenia
b. Diatesis hemoragi
c. Perdarahan dapat berupa ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi.
d. Relatif aktif limfopoesis
7
Limfositosisa
8
meningkat dan klirens Fe memanjang dengan penurunan inkorporasi Fe ke
eritrosit yang bersirkulasi.
c. Pemeriksaan Radiologik
9
Pemeriksaan radiologis umumnya tidak dibutuhkan untuk menegakkan
diagnosa anemia aplastik. Survei skletelal khusunya berguna untuk sindrom
kegagalan sumsum tulang yang diturunkan, karena banyak diantaranya
memperlihatkan abnormalitas skeletal. Pada pemeriksaan MRI (Magnetic
Resonance Imaging) memberikan gambaran yang khas yaitu ketidakhadiran
elemen seluler dan digantikan oleh jaringan lemak.
2.10 Prognosis
Transplantasi sumsum tulang bersifat kuratif pada sekitar 80% pasien yang
berusia kurang dari 20 tahun, sekitar 70% pada pasien yang berusia 20-40 tahun dan
sekitar 50% pada pasien berusia lebih dari 40 tahun. Celakanya, sebanyak 40% pasien
yang bertahan karena mendapatkan transplantasi sumsum tulang akan menderita
gangguan akibat GVHD kronik dan resiko mendapatkan kanker sekitar 11% pada pasien
usia tua atau setelah mendapatkan terapi siklosporin sebelum transplantasi stem sel. Hasil
yang terbaik didapatkan pada pasien yang belum mendapatkan terapi imunosupresif
sebelum transplantasi, belum mendapatkan dan belum tersensitisasi dengan produk sel
darah serta tidak mendapatkan iradiasi dalam halcondi tioning untuk transplantasi.
Sekitar 70% pasien memiliki perbaikan yang bermakna dengan terapi kombinasi
imunosupresif (ATG dengan siklosporin). Walaupun beberapa pasien setelah terapi
memiliki jumlah sel darah yang normal, banyak yang kemudian mendapatkan anemia
sedang atau trombositopenia. Penyakit ini juga akan berkembang dalam 10 tahun menjadi
proxysmal nokturnal hemoglobinuria, sindrom myelodisplastik atau akut myelogenous
leukimia pada 40% pasien yang pada mulanya memiliki respon terhadap imunosupresif.
Pada 168 pasien yang mendapatkan transplantasi sumsum tulang, hanya sekitar 69% yang
bertahan selama 15 tahun dan pada 227 pasien yang mendapatkan terapi imunosupresif,
hanya 38% yang bertahan dalam 15 tahun.
10
Pengobatan dengan dosis tinggi siklofosfamid menghasilkan hasil awal yang
sama dengan kombinasi ATG dan siklosporin. Namun, siklofosfamid memiliki toksisitas
yang lebih besar dan perbaikan hematologis yang lebih lambat walaupun memiliki remisi
yang lebih bertahan lama.yang lebih besar dan perbaikan hematologis yang lebih lambat
walaupun memiliki remisi yang lebih bertahan lama.
a. Pengobatan Suportif
Bila terapat keluhan akibat anemia, diberikan transfusi eritrosit berupapack ed
red cells sampai kadar hemoglobin 7-8 g% atau lebih pada orang tua dan pasien
dengan penyakit kardiovaskular.
b. terapi imunosupresif
Obat-obatan yang termasuk terapi imunosupresif adalahantithymocyte
globulin (ATG) atau antilymphocyte globulin (ALG) dan siklosporin A (CSA). ATG atau
ALG diindikasikan pada15 :
- Anemia aplastik bukan berat
- Pasien tidak mempunyai donor sumsum tulang yang cocok
- Anemia aplastik berat, yang berumur lebih dari 20 tahun dan pada saat pengobatan tidak
terdapat infeksi atau pendarahan atau dengan granulosit lebih dari 200/mm3
Mekanisme kerja ATG atau ALG belum diketahui dengan pasti dan mungkin
melalui koreksi terhadap destruksi T-cell immunomediated pada sel asal dan stimulasi
langsung atau tidak langsung terhadap hemopoiesis. Karena merupakan produk biologis,
pada terapi ATG dapat terjadi reaksi alergi ringan sampai berat sehingga selalu diberikan
bersama-sama dengan kortikosteroid.
11
Siklosporin juga diberikan dan proses bekerjanya dengan menghambat aktivasi
dan proliferasi preurosir limfosit sitotoksik.
Pada pasien yang mendapat terapi imunosupresif sering kali diperlukan transfusi
selama beberapa bulan. Transfusi komponen darah tersebut sedapat mungkin diambil dari
donor yang bukan potensial sebagai donor sumsum tulang. Hal ini diperlukan untuk
mencegah reaksi penolakan cangkokan (graft rejection) karena antibodi yang terbentuk
akibat tansfusi.
2.12 Penatalaksanaan
a. Implikasi keperawatan
12
· Berikan pendidikan kesehatan yang dibutuhkan orang tua dan anak Berikan
informasi adekuat mengenai keadaan, pengobatan dan kemajuan kesehatan anak
serta bimbingan untuk perawatan dirumah.
b. Tindakan Kolaborasi
Untuk mencegah infeksi sebaiknya anak diisolasi dalam ruangan yang steril.
Pemberian obat antbiotika dipilih yang tidak menyebabkan depresi sumsum
tulang. Kloramfenikol tidak boleh diberikan.
(Ngastiyah.1997.Hal:365)
(Sodeman.1995.Hal:278)
13
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
Data-data yang perlu dikaji dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien
yang menderita anemia sel sabit yaitu :
a. Pengumpulan data
1) Identifikasi Pasien : nama pasien, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/
bangsa, pendidikan, pekerjaan, dan alamat.
2) Identitas penanggung
3) Keluhan utama dan riwayat kesehatan masa lalu
Keluhan utama: pada keluhan utama akan nampak semua apa yang dirasakan
pasien pada saat itu seperti kelemahan, nafsu makan menurun dan pucat.
Riwayat kesehatan masa lalu: riwayat kesehatan masa lalu akan memberikan
informasi kesehatan atau penyakit masa lalu yang pernah diderita.
4) Riwayat kesehatan keluarga : Penyakit anemia aplastik dapat disebabkan oleh
kelainan/kegagalan genetik yang berasal dari orang tua.
5) Riwayat kesehatan sekarang
- Klien terlihat keletihan dan lemah
- Muka klien pucat dan klien mengalami palpitasi
- Mengeluh nyeri mulut dan lidah
6) Pola kebutuhan Dasar
a. Aktivitas / Istirahat
14
Ataksia, tubuh tidak tegak
b. Sirkulasi
Hipotensi postural
c. Integritas Ego
d. Eliminasi
15
Penurunan haluaran urine
e. Makanan / cairan
f. Higiene
g. Neurosensori
Hemoragis retina
Epistaksis
16
h. Nyeri/kenyamanan
i. Pernapasan
j. Keamanan
Gangguan penglihatan
Limfadenopati umum
2. Diagnosa Keperawatan
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk
mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan / absorpsi nutrisi yang diperlukan
untuk pembentukan sel darah merah (SDM) normal.
17
d. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen
(pengiriman) dan kebutuhan.
e. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh sekunder leucopenia,
penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan).
3. Intervensi Keperawatan
18
Kolaborasi
No Intervensi Rasional
1. Observasi hasil pemeriksaan mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan
laboratorium darah lengkap pengobatan/respons terhadap terapi.
b. Dx.2 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan
untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan / absorpsi nutrisi yang
diperlukan untuk pembentukan sel darah merah (SDM) normal.
Kriteria hasil :
Intervensi :
19
2. Berikan makanan sedikit dan makan sedikit dapat menurunkan
frekuensi sering kelemahan dan meningkatkan asupan
nutrisi
3. Observasi mual / muntah, flatus gajala GI menunjukkan efek anemia
(hipoksia) pada organ.
4. Bantu anak melakukan oral higiene, meningkatkan napsu makan dan
gunakan sikat gigi yang halus dan pemasukan oral. Menurunkan pertumbuhan
lakukan penyikatan yang lembut bakteri, meminimalkan kemungkinan
infeksi. Teknik perawatan mulut
diperlukan bila jaringan
rapuh/luak/perdarahan
Kolaborasi
No Intervensi Rasional
1. Observasi warna feces, konsistensi, membantu mengidentifikasi penyebab /
frekuensi dan jumlah factor pemberat dan intervensi yang tepat
2. Auskultasi bunyi usus bunyi usus secara umum meningkat pada
diare dan menurun pada konstipasi
20
3. Hindari makanan yang menurunkan distensi abdomen
menghasilkan gas
1) Kolaborasi
21
4. Berikan aktivitas bermain pengalihan meningkatkan istirahat, mencegah
sesuai toleransi anak kebosanan dan menarik diri
e. Dx.5 : Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh sekunder
leucopenia, penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan).
Intervensi
No. Interverensi Rasional
1. Ukur tanda – tanda vital setiap 8 demam mengindikasikan terjadinya
jam. infeksi
Kolaborasi
No. Intervensi Rasional
1. Observasi hasil pemeriksaan lekositosis mengidentifikasikan terjadinya
leukosit infeksi dan leukositopenia
mengidentifikasikan penurunan daya
tahan tubuh dan beresiko untuk terjadi
infeksi
22
Tujuan : Setelah di berikan tindakan keperawatan 2x30 menit di harapkan pasien tahu
dan mengerti dan tahu tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan.
Kriteria Hasil :
. Pasien dan keluarga mampu mengungkapkan tentang perawatan dan pengobatan
penyakit pasien.
. Pasien dan keluarga pasien tidak bertanya lagi tentang keadaan pasien.
. Keluarga ikut terlibat terhadap kesembuhan pasien.
Intervensi :
No. Intervensi Rasional
1. Beri penjelasan kepada Diharapkan pengetahuan pasien dan
pasien/keluarga pasien tentang keluarga pasien akan bertambah
kondisi dan pelaksanaan
keperawatan yang di lakukan
2. Libatkan kelurga dalam Memungkinkan keluarga pasien menjadi
pengambilan keputusan dan bagian integral dari program yang di
perencanaan jalankan.
4. Implementasi
23
5. Evaluasi Keperawatan
No.Dx Evaluasi
1 Mempertahankan perfusi jaringan adekuat
2 Mempertahankan asupan nutrisi adekuat dan berat badan stabil
3 Menunjukkan pola defekasi normal
4 Mengalami peningkatan toleransi aktivitas
5 Infeksi tidak terjadi
6 Pasien tahu dan mengerti tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan
24
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Anemia aplastik adalah anemia yang disebabkan terhentinya pembuatan sel
darah oleh sumsum tulang (kerusakan susum tulang). (Ngastiyah.1997.Hal:359)
Anemia aplastik merupaka keadaan yang disebabkan bekurangnya sel
hematopoetik dalam darah tepi seperti eritrosit, leukosit dan trombosit sebagai
akibat terhentinya pembentukan sel hemopoetik dalam sumsum tulang. (Staf
Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI.2005.Hal:451).
Anemia aplastik adalah kegagalan anatomi dan fisiologi dari sumsum tulang
yang mengarah pada suatu penurunan nyata atau tidak adanya unsur pembentukan
darah dalam sumsum.(Sacharin.1996.Hal:412).
Tanda dan gejala klinis anemia aplastik merupakan manifestasi dari
pansitopenia yang terjadi. Hipoplasia eritropoietik akan menimbulkan gejala-
gejala anemia antara lain lemah, dyspnoe d’effort, palpitasi cordis, takikardi,
pucat dan lain- lain. Pengurangan elemen lekopoisis (granulositopenia)
menyebabkan penderita menjadi peka terhadap infeksi sehingga mengakibatkan
keluhan dan gejala infeksi baik bersifat lokal maupun bersifat sistemik.
Trombositopenia dapat mengakibatkan pendarahan di kulit, selaput lendir atau
pendarahan di organ-organ. Gejala yang paling menonjol tergantung dari sel mana
yang mengalami depresi paling berat.
3.2 Saran
25
.
DAFTAR PUSTAKA
1. William DM. Pancytopenia, aplastic anemia, and pure red cell aplasia. In: Lee GR,
Foerster J, et al (eds). Wintrobe’s Clinical Hematology 9th ed. Philadelpia- London:
Lee& Febiger, 1993;911-43.
2. Salonder H. Anemia aplastik. In: Suyono S, Waspadji S, et al (eds). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga. Jakarta. Balai Penerbit FKUI, 2001;501-8.
http://www.emedicine.com/med/ topic162.htm
26