Professional Documents
Culture Documents
NIM : 03111003014
Kelompok : 1 (Satu)
Shift : Selasa Pagi
minyak mikroalga sekitar 84% dari total konsumsi energi (Patil dkk., 2012). Dan
proses kompleks minyak proses sering membutuhkan reaksi sekitar 0,5 sampai 1,5
jam. Johnson dkk (2009) menggunakan metode pemanasan konvensional seperti
penggunaan biomassa alga basah langkah sintesis biodiesel, tetapi biodiesel akhir
hanya 7,76% dalam bio-oil, sehingga minyak tidak efisien. Beberapa metode
transesterifikasi microwave mengubah system biodiesel minyak jarak,
dibandingkan dengan pemanasan konvensional menunjukkan pemanasan
microwave memiliki keuntungan yakni efisiensi termodinamika minyak
meningkat dari 70% menjadi 94%, dan waktu reaksi berkurang dari tiga jam
menjadi 1 jam saja. (Yuan et al ., 2009).
Perbandingan literatur, banyak dinding sel ganggang yang rusak, kejutan
osmotik, suhu dan tekanan tinggi (1250C, 1.5 Mpa), microwave, USG, aduk
manik-manik menegaskan bahwa gelombang mikro sedang mempersiapkan
mikroalga biodiesel yang efisien (Lee et al ., 2010). Hal ini menjelaskan bahwa
penggunaan pemanasan microwave dari pengolahan biomassa alga kering langkah
sintesis. menggunakan katalis basa (perak oksida strontium oksida), dalam lima
menit sekitar 99,9% dari trigliserida menjadi biodiesel (Koberg et al., 2011). Tapi
dehidrasi bubuk alga kering butuh pengeringan awal yang memakan energy besar.
Patilet al. (2011), seperti penggunaan pemanasan microwave dari bubuk biomassa
alga kering langkah sintesis dari ekstraksi metanol dan transesterifikasi biodiesel,
tapi tidak ada analisis mendalam dari efisiensi sel mikroalga yang rusak dan
produksi bio-diesel dan indikator lainnya.
Langkah Persiapan pembuatan biodiesel wet algae biomass dengan
pemanasan microwave yakni (a) mengambil mikroalga cair dengan filtrasi atau
sentrifugasi dan penghapusan air cair yang mikroalga untuk mendapatkan padat
40-90 % kelembaban biomassa alga basah; (2) 100g ditimbang pada langkah (a)
yang diperoleh dalam alga biomassa basah ke dalam tabung centrifuge,
ditambahkan 4 ~ 100ml dan 4 ~ 100 ml kloroform, metanol, Tabung centrifuge
pada shock homogenizer 20 ~ 40-an, dan kemudian ganggang di sentrifugasi
tabung masuk ke konsentrasi tangki microwave digestion, tangki digestion
microwave bergabung 0,2 ~ 5 ml dari 98% asam sulfat pekat, themicrowave
Nama : Wulan Novi Astuti
NIM : 03111003014
Kelompok : 1 (Satu)
Shift : Selasa Pagi
menggunakan mikroalga kandungan lemak cair dalam berat kering 10% sampai
70% dari spesies alga, termasuk ganggang hijau, diatom, cyanobacteria.
Penggunaan ganggang basah menurut klaim 1, dimana langkah microwave
heating biomassa preparasi biodiesel, yang dicirikan bahwa frekuensi langkah (3)
dalam pengobatan microwave untuk 2450 MHz atau 915 MHz. Menurut klaim 1,
dimana penggunaan langkah microwave heating biomassa alga basah preparasi
biodiesel, yang dicirikan bahwa tangki themicrowave digesti dengan kapasitas 50
~ 300ml tangki digesti, pada langkah (3), Microwave dikunci tangki digesti
microwave nomor pengolahan tangki dari 4 sampai 10.
Menurut salah satu klaim 1 biomassa alga basah menurut themicrowave
heating, Langkah persiapan biodiesel, dicirikan bahwa langkah tersebut (2), rasio
volume tabung centrifuge dan kloroform ditambahkan ke metanol: 1. Penggunaan
klaim 1, dimana pemanas microwave boimassa alga basah Persiapan langkah
biodiesel, dicirikan bahwa langkah tersebut (5) diperoleh dalam bio-oil yang
mengandung C14 ~ C22 metil ester asam lemak, Minyak menyumbang biomassa
total dan 50 ~ 80%. Menggunakan ganggang basah sesuai dengan klaim 1, dimana
biomassa pemanas themicrowave langkah persiapan biodiesel, dicirikan bahwa
langkah tersebut (5) dari produk biodiesel yang diperoleh dengan menambahkan
produk dari konsentrasi biodiesel adalah 3,8 ~ .4.3mg / standar internal ml C19: 0
asam lemak metil ester standar, atau dapat dikromatografikan menggunakan
spektrometer massa kromatografi gas untuk analisis kuantitatif bahan.
Nama : Wulan Novi Astuti
NIM : 03111003014
Kelompok : 1 (Satu)
Shift : Selasa Pagi
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2014. Method for preparing biodiesel oil by using wet alga biomass
microwave-heating one-step method. http://www.google.com/
patents/CN103756777A?cl=zh. Diakses pada tanggal 14 September 2014
Nama : Wulan Novi Astuti
NIM : 03111003014
Kelompok : 1 (Satu)
Shift : Selasa Pagi
hidrokarbon dan SOx. Akan tetapi tinggi dalam hal emisi NOx. Mikroalga
merupakan salah satu organisme yang dapat dinilai ideal dan potensial untuk
dijadikan sebagai bahan baku produksi biofuel. Kandungan lipid dalam biomassa
mikroalga kering spesies tertentu dapat mencapai di atas 50% dengan
pertumbuhan yang sangat cepat. Proses pembiakan mikroalga hanya
membutuhkan waktu 10 hari untuk siap dipanen sehingga secara matematis
produktivitasnya mencapai (120.000 kg biodiesel/Ha tahun) lebih dari 20 kali
lipat produktivitas minyak sawit (5.800 kg biodiesel/Ha tahun) dan 80 kali lipat
dibandingkan minyak jarak (1.500 kg/biodiesel/Ha tahun). Kadar karbohidrat
mikroalga juga tinggi (29-31% berat kering untuk spesies clorella) lebih tinggi
dari pada ubi singkong (23% berat kering) dan dengan memperhitungkan masa
panen, secara matematis produktivitas bioetanolnya mencapai lebih dari 100 kali
lipat ubi singkong.
Kenyataan bahwa cadangan sumber energi fosil dunia sudah semakin
menipis. Hal ini dapat berakibat pada krisis energi yang akan menyebabkan
terganggunya pertumbuhan perekonomian dunia. Di sisi lain penggunaan sumber
energi fosil juga telah disadari menyumbang emisi gas rumah kaca yang tidak
hanya sekedar mengakibatkan pemanasan global dengan segala permasalahan lain
yang mengikutinya, akan tetapi juga mengakibatkan keasaman perairan meningkat
yang berujung pada kerusakan lingkungan. Kondisi ini memaksa dilakukannya
pencarian sumber energi alternatif.
b) Dapat diperbaharui/berkelanjutan.
c) Memiliki angka oktan/cetan yang tinggi sehingga penggunaannya tidak
membutuhkan lagi agen anti-knocking.
d) Produksinya dapat tidak mesti dalam skala yang sangat besar sehingga proses
produksinya dapat disebar di masing-masing daerah sesuai kebutuhan.
Pemerintah melalui PP no. 5 tahun 2006 telah menetapkan akan
mengurangi peran minyak bumi yang saat ini pada posisi 52% menjadi 20% pada
tahun 2025 nanti. Sebagai tahap awal pelaksanaan PP tersebut, sampai dengan
tahun 2010 telah ditetapkan beberapa target pencapaian seperti penciptaan
lapangan kerja bagi 3,5 juta pengangguran, peningkatan pendapatan bagi para
pekerja di sektor bahan bakar nabati (BBN), serta pengembangan 5,25 juta hektar
lahan terlantar untuk penanaman bahan baku BBN.
Produk biofuel yang sangat penting saat ini adalah biodiesel dan bioetanol
yang digunakan untuk menggantikan BBM diesel dan premium sebagai bahan
bakar mesin dengan sedikit atau bahkan tanpa modifikasi. Biodiesel dapat
diproduksi dari bahan baku minyak tumbuhan seperti minyak jarak dan minyak
sawit, sedangkan bioetanol diproduksi dari biomassa tumbuhan seperti tebu,
jagung, ubi-ubian dan bahan-bahan lignoselulosa.
Pemilihan sumber bahan baku yang tepat merupakan suatu yang hal yang
sangat penting. Konversi bahan pangan seperti minyak sawit dan jagung serta ubi-
ubian menjadi bioenergi akan menimbulkan permasalahan rawan pangan dan
konversi area produksi yang besar akan menimbulkan permasalahan lingkungan
baru. Dari sisi kandungan kimia bahan baku tentunya harus memiliki kandungan
minyak/lipid atau karbohidrat/biomassa yang tinggi.
Berdasarkan hal ini maka produksi biodiesel berbahan dasar mikroalga
secara logika tentunya akan lebih menguntungkan jika limbah produksinya berupa
biomassa mikroalga dimanfaatkan lebih lanjut untuk menghasilkan bioetanol.
Penggunaan biofuel sebagai sumber energi alternatif telah lama dilakukan di
berbagai negara yang selama ini aplikasi digunakan sebagai campuran bahan
bakar minyak bumi seperti Brazil (20%, 1975), Amerika Serikat (10%, 1978),
Australia (10%, 1992), Kolumbia (10%, 2001), Thailand (10%, 2002), Sedangkan
Nama : Wulan Novi Astuti
NIM : 03111003014
Kelompok : 1 (Satu)
Shift : Selasa Pagi
Indonesia juga telah dimulai sebagai campuran bahan bakar premium 10% untuk
transportasi yang tertuang dalam Perpres No. 5/2006 dan Inpres No. 1/2006.
Keunggulan alga dibandingkan bahan nabati lain adalah proses pengambilan
minyak dilakukan tanpa penggilingan dan langsung diekstrak dengan bantuan zat
pelarut (ekstraksi CO2, ekstraksi ultrasonik, dan osmotik).
Gambar 2.1. Produksi biofuel Dunia, 1975-2005 (Henniges dan Zeddies, 2006)
3. Produksi Biodiesel
Dalam pembuatan biodiesel beberapa variabel penting perlu dicermati,
seperti jumlah mol alkohol (metanol/etanol), konsentrasi katalis (KOH/NaOH),
suhu reaksi, dan waktu reaksi. Jumlah metanol optimum adalah 20%, dengan
konsentrasi NaOH 1%, suhu reaksi 60oC dengan waktu reaksi 90 menit dengan
kadar ester dalam biodiesel sebesar 98%. Dalam pembuatan biodiesel biasanya
minyak terlebih dahulu ditingkatkan kualitasnya (refining) dengan cara
degumming dan netralisasi. Degumming dilakukan dengan cara menambahkan
asam phosfat, sementara netralisasi dilakukan dengan menambahkan basa NaOH.
Minyak hasil netralisasi selanjutnya ditransesterifikasi dengan metanol atau etanol
sebagai pereaksi. Proses produksi biodiesel yang telah dikembangkan dan
diaplikasikan untuk mencapai produktivitas tinggi dan kebutuhan energi konversi
bahan baku menjadi biodiesel yakni proses Biox, proses Lurgi, proses MPOB.
Nama : Wulan Novi Astuti
NIM : 03111003014
Kelompok : 1 (Satu)
Shift : Selasa Pagi
H
O O
H C O C R1 R O C R1 H2C OH
O O
H C O C R2 + 3 ROH katalis
R O C R2 + HC OH
O alkohol O
H C O C R3 R O C R3 H2C OH
trigliserida
Gambar 3.1. Reaksi pembentukan senyawa alkil ester (biodiesel)
DAFTAR PUSTAKA
Biodiesel adalah bahan bakar non petroleum untuk mesin diesel yang
terbuat dari sumberdaya hayati berupa minyak lemak nabati atau lemak hewani.
Biodiesel dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk kendaraan dalam bentuk
murni, tetapi biasanya digunakan sebagai diesel aditif untuk menurunkan kadar
partikulat, karbonmonoksida, dan hidrokarbon dari kendaraan bertenaga diesel.
Biodiesel diproduksi dari minyak atau lemak menggunakan trans-esterifikasi dan
merupakan biofuel yang paling umum di Eropa.
1. Biodiesel Generasi Pertama
Biodiesel generasi pertama dibuat dari minyak lemak nabati hasil dari
pemerasan biji-biji buah tanaman tradisional, misalnya: minyak kelapa sawit,
minyak kelapa, minyak jarak pagar, atau minyak kemiri sunan, kacang soya,
jagung, tebu, dan lainnya. Minyak nabati ini diproses dengan cara transesterifikasi
atau pencampuran tertentu dengan methanol atau methanolisis. Biodiesel
dipisahkan dengan hasil sampingnya yaitu gliserol. Biodiesel jenis ini yang
sekarang dicampur dan diproses oleh Pertamina menjadi biosolar dan dijual di
pompa bensin.
diperbaharui. Pada umumnya biodiesel disintesis dari ester asam lemak dengan
rantai karbon antara C6-C22. Minyak sawit merupakan salah satu jenis minyak
nabati yang mengandung asam lemak dengan rantai karbon C14-C20, sehingga
mempunyai peluang untuk dikembangkan sebagai bahan baku biodiesel. Di
PPKS, biodiesel dibuat melalui proses transesterifikasi dua tahap,dilanjutkan
dengan pencucian, pengeringan dan terakhir filtrasi, tetapi jika bahan baku dari
CPO maka sebelumnya perlu dilakukan esterifikasi.
Transesterifikasi adalah proses mengeluarkan gliserin dari minyak dan
mereaksikan asam lemak bebasnya dengan alkohol (misalnya metanol) menjadi
alkohol ester (Fatty Acid Methyl Ester/FAME), atau yang biasa disebut biodiesel.
Agar reaksi ini dapat bereaksi maksimal maka kita gunakan methanol berlebih dan
katalis cair yaitu sodium methylate. Pencampuran reaksi ini terjadi antara suhu
60-65 0C, secara actual kita mereaksikannya pada suhu 62 0C. untuk menjaga suhu
ini agar tetap stabil maka fluida dimasukkan terlebih dulu ke exchanger dan untuk
menghasilkan reaksi yang homogen maka kita gunakan mixer kemudian fluida
kita pompa ke reaktor (coulum). Metanol dan sodium methylat kita dosing
sebelum mixer, inilah yang dinamakan dosing stage-1.
Dalam reaktor akan terbentuk phasa ringan (ligh phase) dan phasa berat
(heavy phase) dimana pemisahannya terjadi secara gravitasi. Phasa berat yang
terbentuk akan dialirkan ke tangki heavy phase sementara phasa ringannya akan
dimasukkan ke separator-1 dengan putaran 4500 rpm sehingga heavy phase yang
masih terikat (mengemulsi) di ligh phase dapat dipisahkan. Ligh phase yang
dihasilkan dari separator dialirkan ke coulum 3 dan 4 sementara heavy phasenya
dimasukkan ke tangki heavy phase. Namun sebelum masuk ke coulum 3 dan 4
kita dosing lagi methanol dan sodium methylate (dosing stage-2) yang bertujuan
untuk mereaksikan minyak (RPO) yang belum bereaksi.
Dalam hal ini suhu reaksi juga sangat penting untuk diperhatikan. Dalam
coulum 3 dan 4 ini pemisahan ligh phase dan heavy phase juga terjadi secara
gravitasi. Ligh phase yang dihasilkan dari coulum-4 kemudian dimasukkan ke
seperator-2 dimana fungsinya sama pada separator-1 yaitu memisahkan kembali
phasa berat yang ada dari biodiesel. Biodiesel yang dihasilkan dari separator-2
Nama : Wulan Novi Astuti
NIM : 03111003014
Kelompok : 1 (Satu)
Shift : Selasa Pagi
dialirkan ke mixer lalu ke seperator 3 dan 4. Dalam tahap ini akan kita lakukan
washing untuk pemurnian PME. Untuk pemurnian PME ini kita gunakan dosing
phosporic acid dengan menjaga PH air pencuci adalah 2. Pemurnian crude metil
ester dilakukan dengan dua tahap pencucian, yang disebut dengan methode
counter current.Maksud dari aliran counter current disini adalah air pencuci
separator final (sep # 4) yang merupakan heavy phase digunakan kembali untuk
air pencuci separator # 3, namun disini harus di jaga PH separator final 3 - 4.
Tujuan ditambahkan air pencuci adalah untuk menghentikan reaksi dan
mengikat gum-gum maupun methanol yang terkandung dalam biodiesel. setelah
itu phase ringan yang berasal dari separator 4 dialirakan ke tangki PME (PME
intermedite tank). Dari tangki ini kita pompakan ke vacum dryer dengan
temperaturnya berkisar antara 135 oC-137 oC. Untuk mendapatkan temperatur
tersebut maka kita masukkan terlebih dahulu ke heat exchanger yang bertujuan
untuk memudahkan vakum menarik uap air dalam biodiesel itu sendiri. Selain itu
vakum juga berfungsi untuk menguragi kadar metanol dan soap dalam metil ester.
Setelah dari PME dryer minyak biodiesel dipompakan ke economizer lalu
didinginkan dalam exchanger cooler dan kemudian di timbun ke tangki biodiesel
(PME Storage Tank)
Rectyfication Section, pada proses ini heavy phase yang berasal dari fase
berat keluaran separator berupa glyserin-metahanol-air dialirkan ke reaktor mixer
tetapi sebelumnya ditambahkan HCl supaya terjadi netralisasi dari sodium
methylate didalam campuran dan menjaganya dalam kondisi asam (PH 3-4),di
dalam reaktor mixer dijamin terjadinya reaksi yang Sempurna, kemudian
campuran ini dialirkan ke split box (fatty acid separator) yang terdiri dari beberapa
ruang sebagai tempat untuk pemisahan fatty acid. Fatty acid yang berada pada
lapisan atas dialirkan ke kolom fatty matter dengan tekanan vacum dimana hasil
fatty matter dialirkan ketangki penampungan akhir TK90151-90152. Dari split
box setelah terpisah dari fatty acid, glyserin metahnol dan air dialirkan kekolom
distilasi yang sebelumnya di injeksikan dengan caustic soda (sodium hydroxide)
untuk menjaga kondisi netral PH 6-7, pada kolom distilation ini suhu top dijaga
65 C dan bottom 107 C dimana uap metahnol yang keluar dari top kolom di
Nama : Wulan Novi Astuti
NIM : 03111003014
Kelompok : 1 (Satu)
Shift : Selasa Pagi
Kemudian campuran bahan yang dihaluskan, air dan jamur ragi diaduk
hingga merata kemudian difermentasikan dengan menggunakan tempat yang
tertutup rapat selama 14 hari atau 2 minggu. Cairan atau larutan yang dihasilkan
dari hasil fermentasi tersebut kemudian menjalani proses destilasi untuk
memisahkan air dengan minyak yang dihasilkan dengan alat khusus yang
Nama : Wulan Novi Astuti
NIM : 03111003014
Kelompok : 1 (Satu)
Shift : Selasa Pagi
dirancang oleh Arif Wibowo. Proses destilasi ini akan menghasilkan bio etanol
yang kemudian digunakan sebagai bahan baku untuk menghasilkan bio diesel
ataupun bio premium dengan mengatur nilai oktan dari bahan bakar yang
dihasilkan. Bio premium dapat digunakan pada sepeda motor ataupun kendaraan
bermotor lain yang menggunakan premium sebagai bahan bakarnya.
biodiesel. Terdapat beberapa metode terkenal untuk mengambil minyak dari alga,
yakni antara lain:
1) Pengepresan (Expeller/Press)
Pada metode ini alga yang sudah siap panen dipanaskan dulu untuk
menghilangkan air yang masih terkandung di dalamnya. Kemudian alga dipres
dengan alat pengepres untuk mengekstraksi minyak yang terkandung dalam alga.
Dengan menggunakan alat pengepres ini, dapat diekstrasi sekitar 70 – 75%
minyak yang terkandung dalam alga.
2) Hexane solvent oil extraction
Minyak dari alga dapat diambil dengan menggunakan larutan kimia,
misalnya dengan menggunakan benzena dan eter. Namum begitu, penggunaan
larutan kimia heksana lebih banyak digunakan sebab harganya yang tidak terlalu
mahal. Larutan heksana dapat digunakan langsung untuk mengekstaksi minyak
dari alga atau dikombinasikan dengan alat pengepres. Cara kerjanya sebagai
berikut: setelah minyak berhasil dikeluarkan dari alga dengan menggunakan alat
pengepres, kemudian ampas (pulp) alga dicampur dengan larutan cyclo-hexane
untuk mengambil sisa minyak alga. Proses selanjutnya, ampas alga disaring dari
larutan yang berisi minyak dan cyclo-hexane. Untuk memisahkan minyak dan
cyclo-hexane dapat dilakukan proses distilasi. Kombinasi metode pengepresan dan
larutan kimia dapat mengekstraksi lebih dari 95% minyak yang terkandung dalam
alga. Sebagai catatan, penggunaan larutan kimia untuk mengekstraksi minyak dari
tumbuhan sangat beresiko.
3) Supercritical Fluid Extraction
Pada metode ini, CO2 dicairkan dibawah tekanan normal kemudian
dipanaskan sampai mencapai titik kesetimbangan antara fase cair dan gas.
Pencairan fluida inilah yang bertindak sebagai larutan yang akan mengekstraksi
minyak dari alga. Metode ini dapat mengekstraksi hampir 100% minyak yang
terkandung dalam alga. Namun begitu, metode ini memerlukan peralatan khusus
untuk penahanan tekanan.
Nama : Wulan Novi Astuti
NIM : 03111003014
Kelompok : 1 (Satu)
Shift : Selasa Pagi
DAFTAR PUSTAKA
1. Katalis
Katalis adalah suatu zat yang mempercepat laju reaksi reaksi kimia pada
suhu tertentu, tanpa mengalami perubahan atau terpakai oleh reaksi itu sendiri.
Suatu katalis berperan dalam reaksi tapi bukan sebagai pereaksi ataupun produk.
Katalis memungkinkan reaksi berlangsung lebih cepat atau memungkinkan reaksi
pada suhu lebih rendah akibat perubahan yang dipicunya terhadap pereaksi.
Katalis menyediakan suatu jalur pilihan dengan energi aktivasi yang lebih rendah
sehingga energi yang dibutuhkan untuk berlangsungnya reaksi.
Katalis dapat dibedakan ke dalam dua golongan utama yaitu katalis
homogen dan katalis heterogen. Katalis heterogen adalah katalis yang ada dalam
fase berbeda dengan pereaksi dalam reaksi yang dikatalisinya, sedangkan katalis
homogen berada dalam fase yang sama. Satu contoh sederhana untuk katalisis
heterogen yaitu bahwa katalis menyediakan suatu permukaan di mana pereaksi-
pereaksi (atau substrat) untuk sementara terjerap. Ikatan dalam substrat-substrat
menjadi lemah sedemikian sehingga memadai terbentuknya produk baru. Ikatan
antara produk dan katalis lebih lemah, sehingga akhirnya terlepas.
Katalis homogen umumnya bereaksi dengan satu atau lebih pereaksi untuk
membentuk suatu perantara kimia yang selanjutnya bereaksi membentuk produk
akhir reaksi, dalam suatu proses yang memulihkan katalisnya. Berikut ini
merupakan skema umum reaksi katalitik, di mana C melambangkan katalisnya
A + C → AC (1)
B + AC → AB + C (2)
A + B + C → AB + C
Katalis tidak dapat dihilangkan atau pun diciptakan. Enzim adalah biokatalis yaitu
katalisator organik yang dihasilkan oleh sel.
Nama : Wulan Novi Astuti
NIM : 03111003014
Kelompok : 1 (Satu)
Shift : Selasa Pagi
dapat digunakan katalis padat (solid catalyst) dari gula dengan cara melakukan
pirolisis terhadap senyawa gula (D-glucose dan sucrose) pada temperatur di atas
300oC. Proses ini menyebabkan karbonisasi tak sempurna terhadap senyawa gula
dan terbentuknya lembar-lembar karbon aromatik polisiklis (polycyclic aromatic
carbon sheets). Asam sulfat (sulphuric acid) kemudian digunakan untuk
mensulfonasi cincin aromatik tersebut sehingga menghasilkan katalis.
Katalis padat yang dihasilkan dengan cara ini disebutkan memiliki
kemampuan mengkonversi minyak tumbuhan menjadi biodiesel lebih tinggi
dibandingkan katalis asam sulfat cair ataupun katalis asam padat lain yang telah
ada sebelumnya.
1.3.4. Pembuatan Biodiesel dengan Katalis Zeolit
Zeolit adalah katalis yang sering digunakan karena memiliki penyusun
yang penting yang tidak dapat ditemukan dalam katalis amorf konvensional.
Zeolit mempunyai struktur berongga dan biasanya rongga ini diisi oleh air dan
kation yang bisa dipertukarkan dan memiliki ukuran pori yang tertentu. Oleh
karena itu zeolit dapat dimanfaatkan sebagai penyaring, penukar ion, penyerap
bahan dan katalisator. Daya kerja zeolit sebagai katalis dapat diperbesar dengan
mengaktifkan zeolit terlebih dahulu.
1.3.5. Pembuatan Biodiesel dengan Katalis Chitosan
Salah satu cara untuk meningkatkan efiensi adalah dengan menggunakan
katalis heterogen. Pada prinsipnya dengan katalis heterogen, maka material katalis
dapat diambil kembali (tidak hilang) dan dapat digunakan kembali sebagai katalis
sehingga proses pembuatan biodiesel menjadi lebih sederhana. Sejumlah
penelitian telah dilakukan untuk memanfaatkan katalis heterogen untuk proses
transesterifikasi. Salah satu polimer yang berpotensi sebagai katalis basa
heterogen adalah kitosan.
Kitosan merupakan salah satu polisakarida yang terdiri atas unit N-asetil-
D-glukosamin dan D-glukosamin yang dihasilkan dari proses N-deasetilasi
polimer alamiah kitin, yaitu polimer yang diperoleh dari cangkang hewan laut,
atau fungi. Reaktivitas yang tinggi dari gugus amino bebas menjadikan kitosan
mempunyai potensi sebagai basa Lewis. Makin panjang rantai kitosan, makin
Nama : Wulan Novi Astuti
NIM : 03111003014
Kelompok : 1 (Satu)
Shift : Selasa Pagi
banyak kandungan gugus amino bebasnya, makin tinggi sifat kebasaan. Sifat basa
ini dapat diharapkan dapat menggantikan katalis basa homogen yang biasa
digunakan dalam proses transestrifikasi seperti NaOH dan KOH.
1.3.6. Pembuatan Biodiesel dengan Katalis Kulit Kerang
Kulit kerang adalah terbuat dari kalsium yang kompleks dan lapisan
aragonite yang dapat tumbuh dan terbuat dari material alami. Material kulit
terbentuk 95-99% oleh Kristal kalsium atau aragonite dari kalsium karbonat,
CaCO3 dan protein film yang berfungsi sebagai bahan pengikat 0,1 – 5% berat.
CaCO3 dari cangkang keong mas dan sejenisnya dapat dikonversikan menjadi
CaO pada suhu sekitar 900oC. CaO ini dapat digunakan sebagai katalis untuk
transesterifikasi minyak nabati menjadi metil ester atau biodiesel.
1.3.7. Pembuatan Biodiesel dengan Katalis CaO dari Kulit Telur
Katalis basa heterogen CaO dapat dibuat melalui proses kalsinasi CaCO3.
Salah satu sumber CaCO3 yang mudah diperoleh disekitar kita adalah kulit telur.
Kulit telur memiliki kandungan CaCO3 (kalsium karbonat) sebanyak 94%,
MgCO3 (magnesium karbonat) sebanyak 1%, Ca3(PO4)2 (kalsium fosfat)
sebanyak 1% dan bahan-bahan organik sebanyak 4%. 6 Proses kalsinasi kulit telur
bertujuan untuk menghilangkan kandungan air, senyawa organik, serta karbon
dioksida yang terdapat di dalam kulit telur.
Air dan senyawa organik umumnya dapat dihilangkan dari kulit telur pada
temperatur di bawah 600oC sementara karbon dioksida baru dapat dilepaskan dari
kulit telur pada temperatur sekitar 700 – 800oC. Oleh karena itu, untuk
mendapatkan katalis CaO yang baik dari kulit telur, temperatur kalsinasi yang
digunakan harus di atas 800oC. Pada pengujian awal pembuatan biodiesel dengan
menggunakan katalis kulit telur sebanyak 3%-berat yang disiapkan dengan proses
kalsinasi pada temperatur 1000 oC selama 2 jam, dengan menggunakan bahan
baku metanol dan minyak kedelai dengan rasio molar 9:1, temperatur reaksi 65 oC,
dan waktu reaksi 3 jam didapatkan perolehan biodisel di atas 95%. Lebih lanjut
didapatkan bahwa katalis kulit telur dapat digunakan secara berulang sampai 13
kali tanpa adanya penurunan keaktifan secara berarti. Katalis kulit telur baru
terdeaktifasi secara sempurna pada penggunaan berulang lebih dari 17 kali.
Nama : Wulan Novi Astuti
NIM : 03111003014
Kelompok : 1 (Satu)
Shift : Selasa Pagi
DAFTAR PUSTAKA
Julianto, Tatang Shabur. 2009. Potensi Chitosan Sebagai Katalis Pada Produksi
Biodiesel Berbahan Baku Minyak Jelantah. http://diploma.chemistry.
uii.ac.id/index.php. Diakses pada 13 September 2014
1.4. Kerapatan
Kerapatan minyak jarak bervariasi antara 0,86 – 0,88 g/ml. Analisis
keragamanmenunjukkan bahwa perubahan konsentrasi metanol berpengaruh nyata
secara kuadratikterhadap kerapatan (Tabel 4). Uji BNJ menunjukkan, bahwa
peningkatan konsentrasi18metanol pada awalnya cenderung meningkatkan
kerapatan, kemudian menyebabkanpenurunan kerapatan.
Pengaruh konsentrasi metanol terhadap kerapatan dapat dinyatakan dalam
bentukpersamaan regresi kuadratik negatif. Regresi tersebutmenunjukkan, bahwa
peningkatan konsentrasi metanol mula-mula cenderungmeningkatkan kerapatan
dan selanjutnya menyebabkan penurunan. Hal ini kemungkinandisebabkan
pembentukan metil ester yang meningkat seiring dengan semakin
tingginyakonsentrasi metanol. Bobot jenis metil ester lebih tinggi dari bobot jenis
molekultrigliserida atau asam lemak bebas sebelum proses esterifikasi. Meskipun
demikian, tidakmenutup kemungkinan adanya penyebab lain.
1.5. Kekentalan
Kekentalan biodisel bervariasi antara 10,5 – 16,5 cSt Analisa
keragamanmenunjukkan, bahwa perubahan konsentrasi metanol berpengaruh
nyata secara kuadratikterhadap kekentalan. Hasil analisa BNJ menunjukkan
bahwa peningkatan konsentrasimetanol cenderung menurunkan kekentalan.
Pengaruh kuadratik konsentrasi metanolterhadap kekentalan cenderung
menurunkan kekentalan metil ester seperti ditunjukkandalam bentuk persamaan
regresi Semakin cepat waktu alir suatu cairan, maka kekentalan akan semakin
Nama : Wulan Novi Astuti
NIM : 03111003014
Kelompok : 1 (Satu)
Shift : Selasa Pagi
DAFTAR PUSTAKA
Bahan bakar minyak dunia yang bersumber dari fosil saat ini mulai
semakin menipis cadangannya, sehingga diperlukan suatu bahan bakar alternatif
yang dapat menjadi penunjang kebutuhan tersebut. Sementara dampak lain yang
ditimbulkan akibat pemakaian bahan bakar fosil adalah pencemaran lingkungan
merupakan dampak negatif dan perlu mendapat perhatian khusus pula. Salah satu
sumber bahan bakar yang mampu menjadi solusi dari masalah tersebut adalah
biodiesel (Darnoko and Cheriyan, 2000).
Keunggulan kelapa sawit yang diolahmenjadi biodisel sebagai pengganti
fungsi minyak bumi untuk bahan bakar menjadi solusi bagi masalah pencemaran
lingkungan. Gas buang yang di hasilkan termasuk bahan biodegradability dengan
emisi polutan yang rendah, kadar hidrokarbon yang terbakar dan gas CO yang
dihasilkan lebih kecil serta bebas SO2 (Noureddini, H, and Zhu, D, 1997).Kelapa
sawit dapat menghasilkan Crude Palm Oil (CPO) 23-26 % dari berat tandan segar.
DALMs sebagai hasil samping pemurnian CPO selama ini belum terlalu optimal
dimanfaatkan. Penggunaan DALMs sebagai bahan baku pembuatan biodiesel
sangat potensial, hal ini di dukung oleh besarnya produksi minyak sawit .
Kekentalan minyak nabati relatif lebih tinggi dibanding minyak bumi, karena
rantai karbon dalam asam lemak yang di hasilkan lebih panjang (Bailey,A, 1945).
Salah satu cara untuk mengurangi masalah ini melalui proses esterifikasi dengan
alkohol, misalnya metanol atau etanol.
Biodiesel adalah bahan bakar yang diproduksi dari minyak nabati seperti
minyak sawit, minyak bunga matahari, minyak kedelai, minyak jarak, dan lain-
lain atau minyak hewani melalui proses transesterifikasi dengan pereaksi metanol
atau etanol dan katalisator basa atau asam. Biodiesel dari minyak nabati pada
umumnya mempunyai karakteristik yang mendekati bahan bakar yang berasal dari
minyak bumi, sehingga dapat dijadikan sebagai energi alternatif bagi bahan bakar
minyak bumi yang ketersediaannya semakin menipis (Ma dan Hanna, 1999). Saat
Nama : Wulan Novi Astuti
NIM : 03111003014
Kelompok : 1 (Satu)
Shift : Selasa Pagi
ini, pengembangan biodiesel dari minyak nabati melonjak pesat sejalan dengan
krisis energi yang melanda dunia tahun-tahunterakhir ini dan penurunan kualitas
lingkungan hidupakibat polusi. Selain itu, biodiesel dari minyaknabati bersifat
dapat diperbaharui (renewable) sehingga ketersediaannya lebih terjamin dan
produksinya dapat terus ditingkatkan.
Di Indonesia, pengembangan biodiesel dari bahan-bahan nabati,
khususnya biji jarak pagar, telah mendapat perhatian banyak pihak.
Pengembangan pesat biodiesel berbahan baku jarak pagar ini tidak terlepas dari
keunggulan-keunggulan yang dimilikinya dibandingkan dengan biodiesel dari
bahan nabati lainnya seperti sifat fisikokimianya yang lebih baik. Selain itu,
tanaman jarak pagar dapat dibudidayakan dengan mudah, tidak memerlukan lahan
yang subur dan biaya yang mahal (Openshaw, 2000; Achten et al., 2008; Kumar
dan Sharma, 2008).
Proses produksi biodiesel dari biji jarak pagar umumnya dilakukan melalui
dua tahap yaitu tahap ekstraksi minyak dari biji jarak dan tahap transesterifikasi
minyak jarak menjadi biodiesel. Ekstraksi minyak nabati umumnya dilakukan
secara mekanik menggunakan expeller atau hydraulic press yang kemudian diikuti
oleh ekstraksi dengan heksan (Campbell, 1983). Adapun transesterifikasi minyak
nabati menjadi biodiesel umumnya dilakukan melalui proses transformasi kimia
dengan menggunakan pereaksi metanol atau etanol dan katalisator asam atau basa
(Foidl et al., 1996). Kedua tahapan tersebut dilakukan secara terpisah dan
diskontinyu, sehingga proses produksi biodiesel menjadi kurang efisien dan
mengkonsumsi banyak energi. Selain itu, proses produksi minyak dari biji
membebani 70% dari total biaya proses produksi biodiesel (Harrington dan
D’Arcy-Evans, 1985; Haas et al., 2004).
Di lain pihak, penelitian-penelitian tentang proses produksi biodiesel
melalui transesterifikasi in situ berbasis bahan-bahan nabati telah memberikan
hasil yang memuaskan dengan faktor konversi lebih tinggi dibandingkan proses
transesterifikasi konvensional (Harrington dan D’Arcy-Evans 1985;Siler-
Marinkovic dan Tomasevic, 1998; Ozgul- Yucel dan Turkay, 2003; Haas et al.,
2004; Georgogianni et al., 2008; Qian et al., 2008). Proses transesterifikasi in situ
Nama : Wulan Novi Astuti
NIM : 03111003014
Kelompok : 1 (Satu)
Shift : Selasa Pagi
yang dihasilkan dari proses transesterifikasi in situ biji jarak pagar dengan
pereaksi metanol berkisar antara 195-206 mg KOH/g sampel, sedangkan dengan
pereaksi etanol berkisar antara 181-195 mg KOH/g sampel. Hasil analisis ragam
menunjukkan bahwa jenis pereaksi dan suhu reaksi mempengaruhi secara
signifikan bilangan penyabunan biodiesel, sedangkan kecepatan pengadukan dan
interaksiinteraksinya tidak berpengaruh nyata terhadapbilangan penyabunan
biodiesel. Hasil uji lanjut Duncan terhadap jenis pereaksi menunjukkan bahwa
bilangan penyabunan biodiesel yang dihasilkan dari perlakuan transesterifikasi in
situ biji jarak pagar dengan pereaksi metanol berbeda nyata dari perlakuan dengan
pereaksi etanol.
Hasil uji lanjut Duncan terhadap suhu reaksi menunjukkan bahwa faktor
suhu reaksi 40°C berbeda nyata dengan faktor suhu reaksi 50 dan 60°C, tetapi
bilangan penyabunan biodiesel hasil perlakuan faktor suhu reaksi 50ºC tidak
berbeda nyata dengan faktor suhu reaksi 60ºC. Perlakuan suhu reaksi 50°C
merupakan taraf faktor yang menghasilkan biodiesel dengan bilangan penyabunan
tertinggi (> 195 mg KOH/g sampel). Bilangan penyabunan tertinggi dengan
pereaksi metanol diperoleh dari perlakuan kecepatan pengadukan 700 rpm dan
suhu reaksi 60°C (205,81 mg KOH/g sampel), sedangkan bilangan penyabunan
terendah diperoleh dari perlakuan suhu reaksi 40°C (195,84 mg KOH/g sampel).
Bilangan penyabunan tertinggi dengan pereaksi etanol diperoleh dari perlakuan
kecepatan pengadukan 800 rpm dan suhu reaksi 50°C (194,13 mg KOH/g
sampel), sedangkan bilangan penyabunan terendah diperoleh dari kecepatan
pengadukan 700 rpm dan suhu reaksi 40°C (181,45 mg KOH/g sampel).
Dibandingkan dengan metanol, bilangan penyabunan biodiesel yang
diperoleh dari proses transesterifikasi in situ biji jarak pagar dengan pereaksi
etanol lebih rendah nilainya pada seluruh perlakuan yang diuji.
Bilanganpenyabunan biodiesel yang dihasilkan dari perlakuansuhu reaksi 50°C
teramati lebih tinggi daripada suhu reaksi 40 dan 60°C. Hal ini teramati terutama
pada perlakuan kecepatan pengadukan 700 dan 800 rpm. Bilangan penyabunan
biodiesel yang dihasilkan dari seluruh perlakuan menunjukkan nilai yang cukup
tinggi (> 180 mg KOH/g sampel) dan relatif stabil dengan meningkatnya
Nama : Wulan Novi Astuti
NIM : 03111003014
Kelompok : 1 (Satu)
Shift : Selasa Pagi
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, Kartika. 2014. Transesterifikasi In Situ Biji Jarak Pagar: Pengaruh Jenis
Pereaksi, Kecepatan Pengadukan dan Suhu Reaksi Terhadap Rendemen
DanKualitasBiodiesel.http://idci.dikti.go.id/pdf/JURNAL/Jurnal%20Tekn
ologi%20Industri%20Pertanian/Vol%2021,%20No%201%20(2011)/3664-
9610-1-PB.pdf. Diakses pada 13 September 2014.
Aziz, I. 2008. Pembuatan Biodiesel dari Minyak Goreng Bekas dalam Reaktor
Alir Tangki Berpengaduk, Valensi, Vol.1, No.1,Darnoko, D. and Cheryan,
M. 2000, “ Kinetic of Palm Oil Transesterfikasi in a Bath Reactor “. J.
Am. Oil Chem.Soc. 77 , 1263 -1267.
Rasyid, Rismawati. 2014. Pengaruh Suhu dan Konsentrasi Katalis Pada Proses
Esterifikasi Distilat Asam Lemak Minyak Sawit (DALMs) Menjadi
Biodiesel. http://scholar.google.co.id/scholar?hl=id&q=pengaruh+suhu+
pada+biodiesel&btnG=. Diakses pada 13 September 2014
SNI. 1992. Cara Uji Makanan dan Minuman. Jakarta: Badan Standarisasi
Nasional (BSN).
SNI. 2006. Biodiesel. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional (BSN).
Susila, Wayan. 2014. Perkembangan Proses Produksi Biji Karet Metode Non
katalis “Superheated Metanol” pada Tekanan Atmosfer. http://cpanel.
petra.ac.id/ejournal/index.php/mes/article/viewArticle/17958. Diakses
pada 13 September 2014.
Swern D. 1982. Bailey’s Industrial Oil and Fat Products, 4th ed. New York: John
Wiley and Sons.
Nama : Wulan Novi Astuti
NIM : 03111003014
Kelompok : 1 (Satu)
Shift : Selasa Pagi
sebuah botol besar kapasitas 3 liter. Minyak hasil mixing ini pada akhirnya akan
digunakan untuk proses selanjutnya.
De-gumming adalah proses menurunkan kadar fosfatida yg terkandung
dalam minyak sebelum diproses menjadi biodiesel. Minyak dipanaskan pada suhu
60o, kemudian tambahkan asam pospat (H3PO4) sebanyak 0,5% dari berat
minyak sambil terus diaduk dengan magnetic stirrer selama 30 menit. Diamkan
minyak di dalam corong pemisah selama 24 jam. Selanjutnya ,Esterifikasi dengan
katalis asam. Pada tahap ini minyak jelantah akan diolah melalui proses
esterifikasi. Proses esterifikasi dilakukan dengan cara menambahkan asam sulfat
(H2SO4) dengan kadar 98% seberat 0,5% dari berat minyak jelantah dan
methanol 99% sebanyak 10% atau 95ml dari volume minyak jelantah sebanyak
950ml. Pengadukan menggunakan Magnetic Stirrer dilakukan selama 20-30
menit pada suhu 70°C. Kemudian memasukkan minyak hasil esterifikasi ke dalam
corong pisah dan didiamkan sehingga terbentuk dua lapisan, dimana lapisan
bawah adalah campuran methanol, air dan asam sulfat sedangkan lapisan atas
adalah campuran minyak dan alkil ester. Minyak hasil esterifikasi inilah yang
digunakan sebagai bahan baku proses transesterifikasi.
Transesterifikasi bertujuan untuk mengubah asam-asam lemak dari
trigliserida dalam bentuk ester dengan cara mereaksikan hasil dari proses
esterifikasi dengan methanol kadar 99% sebanyak 10% atau 95ml dari volume
minyak jelantah sebanyak 950ml dan katalis NaOH seberat 1% dari 950ml
minyak jelantah untuk mempercepat reaksi. Disertai dengan pemanasan pada suhu
60 oC selama 20-30 menit. Hasil transesterifikasi kemudian dimasukkan ke dalam
corong pisah untuk memisahkan antara metil ester (biodiesel) dan gliserol, sisa
methanol dan sisa katalis. Dan sisa minyak yang dihasilkan adalah 920ml karena
yang 30ml adalah campuran gliserol, sisa methanol dan sisa katalis.
Pencucian dengan metode Dry-Wash. Pada proses ini minyak hasil dari
proses transesterifikasi dan magnesol disiapkan. Kemudian mengaktivasi
magnesol dengan cara memasukkan ke dalam campuran larutan asam dan air
dengan pemanasan pada temperatur 80°C selam 60 menit. Selanjutnya
memisahkan dari pelarut asam dengan cara di cuci dengan larutan aquadest
Nama : Wulan Novi Astuti
NIM : 03111003014
Kelompok : 1 (Satu)
Shift : Selasa Pagi
hingga ph netral. Setelah itu magnesol dikeringkan di dalam oven dengan suhu
250°C selama 90 menit. Kemudian lakukan pencampuran magnesol dengan
perbandingan pada biodiesel hasil transesterifikasi seberat 0,5%, 1%, dan 1,5%
dari minyak yang dihasilkan pada suhu 55°C. Selanjutnya memisahkan biodiesel
hasil pencucian dengan corong pemisah.
Proses penyaringan biodiesel ,Pada proses ini biodiesel hasil pencucian
Dry-Wash dijernihkan melalui proses penyaringan dengan menggunakan pompa
vakum. Sebuah botol dengan lubang pengeluaran untuk selang kecil diperlukan
pada proses ini. Sebuah corong diletakkan di mulut botol yang telah diberi kertas
saring pada ujungnya corongnya. Kemudian botol tersebut dihubungkan dengan
pompa vakum. Biodiesel hasil pencucian kemudian dituangkan sedikit demi
sedikit diatas kertas saring. Tujuan pemvakuman adalah agar proses penyaringan
berlangsung lebih cepat dan dapat menyerap partikel-partikel yang tidak
diinginkan yang terdapat dalam biodiesel.
Satu lagi macam proses pembuatan biodieselmenggunakan minyak nabati.
Minyak nabati merupakan trigliserida melalui reaksi transesterifikasi dengan
methanol akan menghasilkan, gliserin, metil stearate, metil oleate. Metil oleate
atau biodiesel dan gliserin harus dipisahkan melalui suatu tangki-pengendap.
Setelah gliserin dipisahkan larutan dicuci dengan air dan selanjutnya didistilasi
sehingga menghasilkan biodiesel sesuai standard yang diinginkan.
Masalah yang timbul pada proses transestrifikasi dengan metoda relatif
mahal, disamping itu hasil samping gliserin harus diproses lagi agar dapat
dimanfaatkan lagi untuk industri terkait lainetapi emisi CO yang lebih rendah.
Hampir semua biodiesel diproduksi dengan metode transesterifikasi dengan
katalisator basa karena merupakan proses yang ekonomis dan hanya memerlukan
suhu dan tekanan rendah. Hasil konversi yang bisa dicapai dari proses ini adalah
bisa mencapai 98%. Proses ini merupakan metode yang cukup krusial untuk
memproduksi biodiesel dari minyak/lemak nabati. Proses transesterifikasi
merupakan reaksi dari trigliserin (lemak/minyak) dengan bioalkohol (methanol
atau ethanol) untuk membentuk ester dan gliserol. Minyak nabati dengan kadar
asam lemak bebas (ALB)-nya rendah (<1%), bila lebih, maka perlu pretreatment
Nama : Wulan Novi Astuti
NIM : 03111003014
Kelompok : 1 (Satu)
Shift : Selasa Pagi
DAFTAR PUSTAKA