You are on page 1of 53

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Katarak adalah kekeruhan pada lensa mata yang mengakibatkan
pandangan kabur. Pada keadaan normal, lensa yang jernih berfungsi meneruskan
cahaya ke dalam mata agar mata dapat memfokuskan benda dari jarak yang
berbeda-beda. Seseorang yang menderita katarak akan melihat benda seperti
ditutupi kabut. Penderita katarak akan melihat seakan-akan melalui kaca mobil
dengan banyak butiran air hujan sehingga berada tidak terlihat jelas, melainkan
berkabut (Gindjing, 2006).
Masih banyak orang yang menyangka, bahwa katarak merupakan selapis
selaput kulit yang terletak di depan mata. Hal ini tidak benar, karena yang keruh
adalah lensa mata. Kelainan ini juga bukan merupakan pertumbuhan jaringan
maupun tumor, melainkan berupa kondisi lensa yang menjadi berkabut (Gindjing,
2006).
Kekeruhan pada lensa yang kecil tidak banyak menggangu penglihatan.
Namun bila kekeruhannya tebal, penglihatan akan sangat terganggu sehingga
perlu dilakukan tindakan pada lensa yang keruh tersebut. Biasanya katarak yang
mengakibatkan penglihatan kabur dapat mengganggu, dapat sampai berkabut
sekali, atau bahkan tidak melihat (Gindjing, 2006).
Kekeruhan ini dapat mengganggu jalannya cahaya yang melewati lensa
sehingga pandangan dapat menjadi kabur hingga hilang sama sekali. Penyebab
utama katarak adalah usia, tetapi banyak hal lain yang dapat terlibat seperti
trauma, toksin, penyakit sistemik (seperti diabetes), merokok dan herediter
(Vaughan & Asbury, 2007).
Pada banyak kasus penyakit katarak sering tidak diketahui penyebabnya.
Penyakit katarak biasanya terjadi pada usia lanjut, tetapi bisa juga menimpa pada
usia muda dan bisa bersifat menurun. Katarak senilis merupakan proses
kemunduran fungsi lensa mata secara bertahap. Gejalanya berupa pandangan
kabur secara bertahap dikarenakan kekeruhan lensa mata. Apabila katarak ini
masih muda yaitu kurang dari 35% masih bisa diobati dengan pengobatan

1
tradisional. Namun, bila tingkat keparahannya lebih dari 40% sebaiknya
pengobatan dilakukan dengan operasi. Kebanyakan lensa mata agak keruh ketika
mencapai usia diatas 60 tahun. Sebagian besar penderita mengalami perubahan
yang serupa pada kedua matanya, meskipun perubahan pada salah satu mata lebih
buruk daripada mata yang lainnya. Banyak penderita katarak yang hanya
mengalami gangguan penglihatan yang ringan dan tidak sadar bahwa mereka telah
mengalami katarak (Gindjing, 2006).
Katarak merupakan penyebab paling utama bagi kebutaan, tidak hanya di
Indonesia tetapi juga di negara berkembang lain di dunia. Lebih dari separuh
kasus kebutaan di Indonesia disebabkan oleh katarak. Jumlah katarak yang tak
mampu dioperasikan oleh para dokter ahli mata terus menumpuk dari tahun ke
tahun (Gindjing, 2006).
Menurut WHO, angka kebutaan di Indonesia 1,5% dari jumlah penduduk
di Indonesia atau sekitar 20 juta orang. Angka kejadian buta katarak diperkirakan
0,1% atau sekita 210.000 orang per tahun. Tetapi kemampuan operasi katarak
hanya 80.000 orang per tahun sehingga tiap tahun terjadi penumpukan sekitar
130.000 orang penderita (Gindjing, 2006).
Berdasarkan studi potong lintang prevalensi katarak pada usia 65 tahun
adalah 50% dan prevalensi ini meningkat hingga 70% pada usia lebih dari 75
tahun (Vaughan & Asbury, 2007). Katarak merupakan masalah penglihatan yang
serius karena katarak dapat mengakibatkan kebutaan. Menurut WHO pada tahun
2002 katarak merupakan penyebab kebutaan yang paling utama di dunia sebesar
48% dari seluruh kebutaan di dunia. Setidaknya terdapat 18 juta orang di dunia
menderita kebutaan akibat katarak.
Di Indonesia sendiri berdasarkan hasil survey Riset Kesehatan tahun 2013
prevalensi kebutaan nasional sebesar 0,4%, jauh lebih kecil dibanding prevalensi
kebutaan tahun 2007 (0,9%). Prevalensi kebutaan penduduk umur 6 tahun keatas
tertinggi ditemukan di Gorontalo (1,1%) diikuti Nusa Tenggara Timur (1,0%),
Sulawesi Selatan dan Bangka Belitung (masing-masing 0,8%). Prevalensi
kebutaan terendah ditemukan di Papua (0,1%) diikuti Nusa Tenggara Barat dan
DI Yogyakarta (masing-masing 0,2%).

2
Prevalensi severe low vision penduduk umur 6 tahun ke atas secara
nasional sebesar 0,9%. Prevalensi severe low vision tertinggi terdapat di Lampung
(1,7%), diikuti Nusa Tenggara Timur dan Kalimantan Barat (masing-masing
1,6%). Provinsi dengan prevalensi severe low vision terendah adalah DI
Yogyakarta (0,3%) diikuti oleh Papua Barat dan Papua (masing-masing 0,4%).
Prevalensi pterygium, kekeruhan kornea dan katarak secara nasional berturut-turut
adalah 8,3%; 5,5%; dan 1,8 %. Prevalensi pterygium tertinggi ditemukan di Bali
(25,2%), diikuti Maluku (18,0%) dan Nusa Tenggara Barat (17,0%). Provinsi DKI
Jakarta mempunyai prevalensi pterygium terendah, yaitu 3,7%, diikuti oleh
Banten 3,9%. Prevalensi kekeruhan kornea tertinggi juga ditemukan di Bali
(11,0%), diikuti oleh DI Yogyakarta (10,2%) dan Sulawesi Selatan (9,4%).
Prevalensi kekeruhan kornea terendah dilaporkan di Papua Barat (2,0%) diikuti
DKI Jakarta (3,1%). Prevalensi katarak tertinggi di Sulawesi Utara (3,7%) diikuti
oleh Jambi (2,8%) dan Bali (2,7%). Prevalensi katarak terendah ditemukan di DKI
Jakarta (0,9%) diikuti Sulawesi Barat (1,1%).
Tiga alasan utama penderita katarak belum dioperasi adalah karena
ketidaktahuan (51,6%), ketidakmampuan (11,6%), dan ketidakberanian (8,1%).
Prevalensi ketulian Indonesia sebesar 0,09% dan prevalensi tertinggi ditemukan di
Maluku (0,45%), sedangkan yang terendah di Kalimantan Timur (0,03%) (Riset
Kesehatan, 2013).

2. Rumusan Masalah
2.1 Apa definisi dari katarak?
2.2 Apa klasifikasi dari katarak?
2.3 Apa yang menjadi etiologi dari katarak?
2.4 Apa saja faktor predisposisi dan presipitasi katarak?
2.5 Bagaimana patofisiologi katarak?
2.6 Apa saja manifestasi klinis katarak?
2.7 Apa saja pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada penyakit katarak?
2.8 Bagaimana penatalaksanaan medis dalam penanganan katarak?
2.9 Apa saja pencegahan pada penyakit katarak?
2.10 Apa saja komplikasi dari penyakit katarak?

3
2.11 Bagaimana perawatan pasien pre operasi dan post operasi klien katarak?
2.12 Bagaimana pendidikan pasien setelah pembedahan katarak?
2.13 Bagaimana asuhan keperawatan dengan klien katarak?

3. Tujuan Penulisan
Tujuan umum: untuk memenuhi tugas perkuliahan mata kuliah Sistem
Sensori Persepsi.
Tujuan khusus dari penulisan makalah diharapkan mahasiswa dapat:
3.1. Mengetahui pengertian katarak.
3.2. Mengetahui klasifikasi katarak.
3.3. Mengetahui etiologi katarak.
3.4. Mengetahui faktor predisposisi dan prespitasi katarak.
3.5. Mengetahui patofisiologi katarak
3.6. Mengetahui manifestasi klinis katarak.
3.7. Mengetahui pemeriksaan diagnosis katarak.
3.8. Mengetahui penatalaksanaan klien dengan katarak.
3.9. Mengetahui pencegahan katarak.
3.10. Mengetahui komplikasi katarak.
3.11. Mengetahui perawatan pasien pre operasi dan post operasi katarak.
3.12. Mengetahui pendidikan pasien setelah pembedahan katarak.
3.13. Mengetahui asuhan keperawatan pada klien katarak.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI KATARAK
Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih. Biasanya
terjadi akibat proses penuaan tapi dapat timbul pada saat kelahiran (kongenital).
Dapat juga berhubungan dengan trauma mata tajam maupun tumpul, pengggunaan
kortikosteroid jangka panjang, penyakit sistemik, pemajanan radiasi, pemajanan
yang lama dari sinar ultraviolet atau kelainan mata lain seperti uveitis anterior
(Smeltzer, 2002).
Menurut Corwin (2011), katarak adalah penurunan progresif kejernihan
lensa. Lensa menjadi keruh atau berwarna putih abu-abu dan ketajaman
penglihatan berkurang. Katarak terjadi apabila protein-protein lensa yang secara
normal terurai dan mengalami koagulasi.
Sedangkan menurut Mansjoer (2000), katarak adalah setiap keadaan
kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa,
denaturasi protein lensa atau akibat kedua-duanya. Biasanya mengenai kedua
mata dan berjalan progresif.
Katarak adalah suatu opasifikasi dari lensa yang normalnya transparan
seperti kristal, jernih. Kondisi ini biasanya sebagai akibat dari penuaan namun
dapat saja terjadi saat lahir. Katarak juga dapat berkaitan dengan trauma tumpul
atau penetrasi, penggunaan kortikosteroid jangka panjang, penyakit sistemik
seperti Diabetes Mellitus, hipoparatiroidisme, pemajanan terhadap radiasi,
pemajanan terhadap cahaya yang terang atau cahaya matahari yang lama (cahaya
ultraviolet), atau kelainan mata lainnya (Brunner & Suddart, 2001).
Katarak adalah keluhan pada lensa mata yang menyebabkan gangguan
penglihatan. Penyakit katarak disebabkan oleh lensa mata buram dan tidak elastis.
Hal ini terjadi akibat pengapuran pada lensa sehingga daya penglihatan mata
berkurang. Proses alami metabolisme, yaitu radikal bebas juga dapat
menyebabkan kerusakan lensa mata. Apabila tidak dinetralisir oleh antioksidan,
oksidasi yang terlalu lama berpeluang merusak lipid, protein dan komponen lensa

5
mata lainnya. Akibatnya lensa semakin keruh (buram) yang semula transparan
(Gindjing, 2006).
2. KLASIFIKASI KATARAK
Jenis- jenis katarak menurut Vaughan, Dale (2000) terbagi atas :
2.1 Katarak terkait usia (katarak senilis)
Katarak senilis adalah jenis katarak yang paling sering dijumpai. Satu-satunya
gejala adalah distorsi penglihatan dan penglihatan yang semakin kabur.
2.2 Katarak anak-anak
Katarak anak-anak dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :
a) Katarak kongenital, yang terdapat sejak lahir atau segera sesudahnya.
Banyak katarak kongenital yang tidak diketahui penyebabnya walaupun
mungkin terdapat faktor genetik, yang lain disebabkan oleh penyakit
infeksi atau metabolik, atau berkaitan dengan berbagai sindrom.
b) Katarak didapat, yang timbul belakangan dan biasanya terkait dengan
sebab-sebab spesifik. Katarak didapat terutama disebabkan oleh trauma,
baik tumpul maupun tembus. Penyebab lain adalah uveitis, infeksi mata
didapat, diabetes dan obat.
2.3 Katarak traumatik
Katarak traumatik paling sering disebabkan oleh cedera benda asing di lensa
atau trauma tumpul terhadap bola mata. Lensa menjadi putih segera setelah
masuknya benda asing karena lubang pada kapsul lensa menyebabkan humor
aqueus dan kadang-kadang korpus vitreum masuk ke dalam struktur lensa.
2.4 Katarak komplikata
Katarak komplikata adalah katarak sekunder akibat penyakit intraokular pada
fisiologi lensa. Katarak biasanya berawal di daerah sub kapsul posterior dan
akhirnya mengenai seluruh struktur lensa. Penyakit-penyakit intraokular yang
sering berkaitan dengan pembentukan katarak adalah uveitis kronik atau
rekuren, glaukoma, retinitis pigmentosa dan pelepasan retina.
2.5 Katarak akibat penyakit sistemik
Katarak bilateral dapat terjadi karena gangguan-gangguan sistemik berikut:
Diabetes Mellitus, hipoparatiroidisme, distrofi miotonik, dermatitis atropik,
galaktosemia, dan Syndrom Lowe, Werner atau Down.

6
2.6 Katarak toksik
Katarak toksik jarang terjadi. Banyak kasus pada tahun 1930-an sebagai akibat
penelanan dinitrofenol (suatu obat yang digunakan untuk menekan nafsu
makan).Kortokosteroid yang diberikan dalam waktu lama, baik secara
sistemik maupun dalam bentuk tetes yang dapat menyebabkan kekeruhan
lensa.
2.7 Katarak ikutan
Katarak ikutan menunjukkan kekeruhan kapsul posterior akibat katarak
traumatik yang terserap sebagian atau setelah terjadinya ekstraksi katarak
ekstrakapsular. Menurut mansjoer (2000), pada katarak senil, dikenal 4
stadium yaitu: insipiens, matur, imatur, dan hipermatur.

Tabel 1. Klasifikasi Stadium pada Katarak Senil

7
a) Stadium Insipien
Jenis katarak ini adalah stadium paling dini. Visus belum terganggu dengan
koreksi masih bisa 5/5-5/6. Kekeruhan terutama terdapat pada bagian perifer
berupa bercak-bercak seperti jari-jari roda.
b) Stadium Imatur
Kekeruhan belum mengenai seluruh lapisan lensa, terutama terdapat di
bagian posterior dan bagian belakang nukleus lensa. Shadow test positif. Saat
ini mungkin terjadi hidrasi korteks yang menyebabkan lensa menjadi
cembung sehingga indeks refraksi berubah dan mata menjadi myopia.
Keadaan ini disebut intumesensi. Cembungnya lensa akan mendorong iris ke
depan, menyebabkan sudut bilik mata depan menjadi sempit dan
menimbulkan komplikasi glaukoma.
c) Stadium Matur
Pada stadium ini terjadi pengeluaran air sehingga lensa akan berukuran
normal kembali. Saat ini lensa telah keruh seluruhnya sehingga semua sinar
yang masuk pupil dipantulkan kembali. Shadow test negatif. Dipupil tampak
lensa seperti mutiara.
d) Stadium Hipermatur (Katarak Morgagni)
Korteks lensa yang seperti bubur telah mencair sehingga nukleus lensa turun
karena daya beratnya. Melalui pupil, nukleus terbayang sebagai setengah
lingkaran di bagian bawah dengan warna berbeda dari yang di atasnya yaitu
kecoklatan. Saat ini juga terjadi kerusakan kapsul lensa yang menjadi lebih
permeabel sehingga isi korteks dapat keluar dan lensa menjadi kempis yang
di bawahnya terdapat nukleus lensa. Keadaan ini disebut katarak Morgagni.

8
3. ETIOLOGI KATARAK
Menurut Mansjoer (2000), penyebab terjadinya katarak bermacam-
macam. Umumnya adalah usia lanjut (katarak senil), tetapi dapat terjadi secara
kongenital akibat infeksi virus di masa pertumbuhan janin, genetik, dan gangguan
perkembangan. Dapat juga terjadi karena traumatik, terapi kortikosteroid
metabolik, dan kelainan sistemik atau metabolik, seperti Diabetes Mellitus,
galaktosemia, dan distrofi miotonik. Rokok dan konsumsi alkohol meningkatkan
resiko katarak.
Pada banyak kasus, penyebabnya tidak diketahui. Katarak biasanya terjadi
pada usia lanjut dan bisa diturunkan. Pembentukan katarak dipercepat oleh faktor
lingkungan, seperti merokok atau bahan beracun lainnya. Katarak bisa disebabkan
oleh: cedera mata penyakit metabolik (misalnya diabetes) obat-obatan tertentu
(misalnya kortikosteroid) (Corwin, 2007).
Katarak kongenitalis adalah katarak yang ditemukan pada bayi ketika lahir
(atau beberapa saat kemudian). Katarak kongenitalis bisa merupakan penyakit
keturunan (diwariskan secara autosomal dominan) atau bisa disebabkan oleh:
1) Infeksi kongenital, seperti campak Jerman
2) Berhubungan dengan penyakit metabolik, seperti galaktosemia.
Faktor resiko terjadinya katarak kongenitalis adalah:
1) Penyakit metabolik yang diturunkan
2) Riwayat katarak pada keluarga
3) Infeksi virus pada ibu ketika bayi masih dalam kandungan.
Katarak pada dewasa biasanya berhubungan dengan proses penuaan.
Banyak penderita katarak yang hanya mengalami gangguan penglihatan yang
ringan dan tidak sadar bahwa mereka menderita katarak (Corwin,2007).
Menurut Corwin, 2007, faktor yang mempengaruhi terjadinya katarak
adalah:
1) Kadar kalsium darah yang rendah
2) Diabetes
3) Pemakaian kortikosteroid jangka panjang

9
4) Berbagai penyakit peradangan dan penyakit metabolik
5) Faktor lingkungan (trauma, penyinaran, sinar ultraviolet).
Diperkirakan, penderita katarak akan semakin meningkat terutama dengan
meningkatkanya usia harapan hidup manusia, artinya semakin banyak orang
berusia lanjut. Namun, bukan hanya karena usia, pengaruh lingkungan terhadap
proses terjadinya katarak semakin besar, baik karena pekerjaan maupun alam (dr.
Anies, 2006).
Penyebab yang pasti belum diketahui, ada yang mengatakan bahwa
katarak merupakan suatu proses alamiah pada orang tua. Keadaan usia lanjut
berperan pada berkembangnya penyakit katarak ini, walaupun tidak jarang
ditemui juga pada orang muda, bahkan pada bayi yang baru lahir sebagai cacat
bawaan (dr. Anies, 2006).
Beberapa pekerjaan tertentu, misalnya pekerja las tanpa memakai alat
pelindung diri, dapat mengakibatkan kekeruhan pada lensa mata. Demikian pula
seseorang yang sering terpajan pada matahari atau sinar inframerah, karena sering
terpajan tanpa pelindung, berpotensi menimbulkan kekeruhan pada lensa mata.
Masih sederet panjang pekerjaan maupun aktivitas sehari-hari yang
memungkinkan seseorang mengalami katarak (dr. Anies, 2006).
Cedera mata dapat mengakibatkan katarak pada semua usia. Pukulan
keras, tumpul, menyayat, panas tinggi, serta bahan kimia, dapat mengakibatkan
kekeruhan pada lensa mata yang disebut dengan katarak traumatik (dr. Anies,
2006).
Penyakit Diabetes Mellitus penderitanya semakin banyak, akibat gaya
hidup modern serta faktor keturunan. Salah satu komplikasi penyakit tidak
menular ini adalah katarak, yang dikenal dengan katarak komplikata (dr. Anies,
2006).
Beberapa jenis infeksi tertentu, dapat mengakibatkan katarak. Bahkan
katarak yang ditemukan pada anak-anak, yang merupakan kelainan bawaan
karena infeksi Rubella pada ibu yang sedang hamil muda (dr. Anies, 2006).
Katarak juga disebabkan oleh Diabetes Mellitus, kelainan metabolic lain
(galaktosemia, penyakit Fabry, hipokalsemia), obat-obatan sistemik
(klorpomazrin, steroid), infeksi (Rubella Kongenital), distrofi miotonik, dermatitis

10
atopik, sindrom sistemik (Down, lowe), kongenital termasuk katarak turunan dan
radiasi sinar X (Bruce James, 2006).
4. FAKTOR PREDISPOSISI DAN PRESPITASI
4.1 Faktor Predisposisi
4.1.1 Usia
Sebagian besar penyebab terjadinya penyakit katarak karena
bertambahnya usia atau proses degeneratif seseorang. Pada umunya
penyakit ini terjadi pada usia lanjut, data setatistik juga menunjukkan
sekitar 90% penderita katarak berada pada usia diatas 65 tahun. Sekitar
50% orang yang berusia 75 sampai 85 tahun daya penglihatannya
berkurang akibat katarak (Ilyas, 2006).
Sebab para penderita katarak pada awalnya tidak menyadari jika
dirinya terkena penyakit tersebut. Sehingga pada umumnya mereka
menganggap daya penglihatannya berkurang diakibatkan faktor usia.
Makanya mereka enggan untuk berobat atau berkonsultasi kepada dokter.
Hal ini karena penyakit tersebut memang tidak langsung menyerang atau
terasa sakitnya. Sebab penyakit ini terjadi secara perlahan-lahan sehingga
penderita tidak merasakannya (Ilyas, 2006).
Pada awal serangan, penderita katarak merasa gatal-gatal pada
mata, air matanya mudah keluar, pada malam hari penglihatan terganggu,
dan tidak bisa menahan silau sinar matahari atau sinar lampu. Selanjutnya
penderita akan melihat selaput seperti awan di depan penglihatannya.
Awan yang menutupi lensa mata tersebut akhirnya semakin merapat dan
menutup seluruh bagian mata. Bila sudah sampai tahap ini, penderita akan
kehilangan penglihatannya (Ilyas, 2006).
4.1.2 Gangguan Sistemik
Diabetes juga dapat menyebabkan penderita mengalami katarak
atau pandangan menjadi buram akibat rusaknya lensa mata. Rusaknya
lensa mata ini disebabkan karena gula membentuk suatu lapisan dan
menutup lensa mata sehingga menghalangi cahaya yang masuk ke bola
mata. Katarak dapat disembuhkan melalui operasi mata dengan cara
menggantikan lensa mata yang rusak dengan lensa plastik (Ilyas, 2006).

11
Katarak umumnya merupakan masalah bagi orang usia lanjut,
tetapi pada penderita Diabetes Mellitus yang tidak terkontrol dengan baik
katarak dapat terjadi pada usia yang lebih muda. Diperkirakan proses
terjadinya katarak pada penderita Diabetes Mellitus adalah akibat
penumpukkan zat-zat sisa metabolisme gula oleh sel-sel lensa mata.
Dalam keadaan kadar gula normal, penumpukkan at-zat sisa ini tidak
terjadi. Bila kadar gula darah meningkat, maka perubahan glukosa oleh
aldose reduktase menjadi sorbitol meningkat. Selain itu perubahan sorbitol
menjadi fruktosa relatif lambat dan tidak seimbang sehingga kadar sorbitol
dalam lensa mata meningkat (Ilyas, 2006).
Disusun suatu hipotesa bahwa sarbitol menaikkan tekanan osmose
intraseluler dengan akibat meningkatkan water uptake dan selanjutnya
secara langsung maupun tidak langsung terbentuklah katarak. Pengaruh
klinis yang lama akan mengakibatkan terjadinya katarak lebih dini pada
pasien diabetes dibandingkan dengan pasien non diabetes (Ilyas, 2006).

4.2 Faktor Presipitasi


4.2.1 Cedera atau trauma pada lensa mata.
Bola mata terdapat di dalam sebuah rongga yang dikelilingi oleh
bubungan bertulang yang kuat. Kelopak mata bisa segera menutup untuk
membentuk penghalang bagi benda asing dan mata bisa mengatasi
benturan yang ringan tanpa mengalami kerusakan. Meskipun demikian,
mata dan struktur di sekitarnya bisa mengalami kerusakan akibat cedera,
kadang sangat berat sampai terjadi kebutaan atau mata harus diangkat.
Cedera mata harus diperiksa untuk menentukan pengobatan dan menilai
fungsi penglihatan (Ilyas, 2006).
Suatu benturan tumpul bisa mendorong mata ke belakang sehingga
kemungkinan merusak struktur pada permukaan (kelopak mata,
konjungtiva, sklera, kornea dan lensa) dan struktur mata bagian belakang
(retina dan persarafan). Benturan tumpul juga bisa menyebabkan patah
tulang di sekeliling mata (Ilyas, 2006).

12
Dalam 24 jam pertama setelah terjadinya cedera, darah yang
merembes ke dalam kulit di sekitar mata biasanya menyebabkan memar
(kontusio), biasanya disebut mata hitam. Jika suatu pembuluh darah di
permukaan mata pecah, maka permukaan mata akan menjadi merah.
Perdarahan ini biasanya bersifat ringan (Ilyas, 2006).
Kerusakan pada mata bagian dalam seringkali lebih serius
dibandingkan kerusakan pada permukaan mata. Perdarahan di dalam bilik
anterior (hifema traumatik) merupakan masalah yang serius dan harus
segera ditangani oleh dokter spesialis mata. Perdarahan berulang dan
peningkatan tekanan di dalam mata bisa menyebabkan kornea menjadi
merah sehingga penglihatan menjadi berkurang dan meningkatkan resiko
terjadinya glaukoma (Ilyas, 2006).
Penyebab cedera permukaan mata lainnya adalah pecahan kaca,
partikel yang terbawa angin dan ranting pohon. Pegawai yang di tempat
kerjanya cenderung banyak memiliki pecahan-pecahan kecil yang
berterbangan di udara, sebaiknya menggunakan kacamata pelindung.
(Ilyas, 2006).
Setiap cedera pada permukaan mata biasanya menyebabkan nyeri
dan menimbulkan perasaan ada sesuatu di mata. Gejala lainnya adalah
kepekaan terhadap cahaya, mata merah, perdarahan dari pembuluh darah
pada permukaan mata atau pembengkakan mata dan kelopak mata.
Penglihatan bisa menjadi kabur. (Ilyas, 2006)

4.2.2 Pekerjaan yang beresiko mengalami paparan sinar ultraviolet berlebihan.


Sinar ultraviolet dari matahari dapat mempercepat kekeruhan pada
lensa mata. Seseorang dengan pekerjaan sehari-hari sering terpapar sinar
ultraviolet meningkatkan faktor risiko katarak, seperti petani, nelayan,
tukang lass dan pekerjaan-pekerjaan yang lebih banyak menuntut pekerja
berada di bawah terik matahari. Bukti epidemiologi menunjukkan bahwa
paparan dengan waktu yang lama radiasi ultraviolet, dihubungkan dengan
peningkatan risiko dari katarak sub kapsular. Berbagai penelitian telah

13
berhasil membuktikan adanya hubungan antara radiasi ultraviolet yang
berasal dari sinar matahari dan kejadian katarak (Ilyas, 2006).
Hasil penelitian ilmu dasar seperti biokimia, fotokimia dan
bistologi sangat menunjang konsep bahwa radiasi ultraviolet dapat
mempercepat proses terjadinya katarak. Sinar ultraviolet akan diserap oleh
protein lensa terutama asam amino aromatik, yaitu triptofan, fenil alanin
dan tirosin sehingga menimbulkan reaksi foto kiraia dan menghasilkan
fragmen molekul yang disebut radikal bebas, seperti anion superoksida,
hidroksil dan spesies oksigen reaktif seperti hidrogen peroksida yang
semuanya bersifat toksis. Selanjutnya radikal bebas ini akan menimbulkan
reaksi patologis dalam jaringan lensa dan senyawa toksis lainnya sehingga
terjadi reaksi oksidatif pada gugus sulfhidril protein. Reaksi oksidatif akan
mengganggu struktur protein lensa sehingga terjadi cross link antar dan
intra protein dan menambah jumlah high molecular weight protein
sehingga terjadi agregasi protein tersebut, kemudian akan menimbulkan
kekeruhan lensa yang disebut katarak (Ilyas, 2006).

5. PATOFISIOLOGI KATARAK
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan,
berbentuk seperti kancing baju dan mempunyai kekuatan refraksi yang besar.
Lensa mengandung 3 komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di
perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan
posterior. Dengan bertambahnya usia, nukleus mengalami perubahan warna
menjadi coklat kekuningan. Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di
anterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk
katarak yang paling bermakna, nampak seperti kristal salju pada jendela
(Smeltzer, 2002).
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi. Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang
dari badan siliar ke sekitar daerah di luar lensa, misalnya dapat menyebabkan
penglihatan mengalamui distorsi. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat
menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat

14
jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa
normal terjadi disertai influks air ke dalam lensa (Smeltzer, 2002).
Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu
transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran
dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan
bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.
(Smeltzer, 2002)
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun memiliki kecepatan yang
berbeda. Dapat disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemik, seperti
diabetes. Namun kebanyakan merupakan konsekuensi dari proses penuaan yang
normal. Kebanyakan katarak berkembang secara kronik ketika seseorang
memasuki dekade ketujuh. Katarak dapat bersifat kongenital dan harus
diidentifikasi awal, karena bila tidak terdiagnosa dapat menyebabkan ambliopia
dan kehilangan penglihatan permanen. Faktor yang paling sering berperan dalam
terjadinya katarak meliputi radiasi sinar ultraviolet B, obat-obatan, alkohol,
merokok, diabetes, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka
waktu lama (Smeltzer, 2002).
Bagian tengah lensa tidak mendapat suplai kapiler secara langsung.
Dengan demikian saat individu menua, sel di bagian tengah lensa adalah bagian
yang paling tua dan paling sedikit mendapat oksigen. Apabila sel di bagian tengah
lensa mati, sel tersebut tidak diganti. Hilangnya sel ini cenderung menyebabkan
lensa menjadi kaku dan kurang transparan. Lensa menjadi kurang mampu
mengubah bentuknya untuk memfokuskan benda pada retina sehingga
menyebabkan benda tampak kabur. Kualitas penglihatan sering menurun pada
lansia. Lensa juga dapat menjadi legap (keruh) sejalan dengan penuaan, kondisi
yang dikenal sebagai katarak. Katarak lebih lanjut membatasi penglihatan.
(Corwin, 2007)
Pada metabolisme lensa normal, transparansi lensa dipertahankan oleh
keseimbangan air dan kation (sodium dan kalium). Kedua kation berasal dari
humour aqueous dan vitreous. Kadar kalium di bagian lensa lebih tinggi di
bandingkan posterior. Dan kadar natrium di bagian posterior lebih besar. Ion K
bergerak ke bagian posterior dan keluar ke aqueous humour, dari luar ion Na

15
masuk secara difusi dan bergerak ke bagian anterior untuk menggantikan ion K
dan keluar melalui pompa aktif Na-K ATPase, sedangkan kadar kalsium tetap
dipertahankan di dalam oleh Ca-ATPase (Corwin, 2007).
Metabolisme lensa melalui glikolisis anaerob (95%) dan HMP-shunt (5%).
Jalur HMP shunt menghasilkan NADPH untuk biosintesis asam lemak dan ribose,
juga untuk aktivitas glutation reduktase dan aldose reduktase. Aldose reduktase
adalah enzim yang merubah glukosa menjadi sorbitol, dan sorbitol diubah
menjadi fruktosa oleh enzim sorbitol dehydrogenase. (Corwin, 2007)
Kekeruhan sel selaput lensa yang terlalu lama menyebabkan kehilangan
kejernihan secara progresif, yang dapat menimbulkan nyeri hebat dan sering
terjadi pada kedua mata.
Lensa berisi 65% air, 35% protein dan mineral penting. Katarak
merupakan kondisi penurunan ambilan oksigen, penurunan air, peningkatan
kandungan kalsium dan berubahnya protein yang dapat larut menjadi tidak dapat
larut. Pada proses penuaan, lensa secara bertahap kehilangan air dan mengalami
peningkatan dalam ukuran dan densitasnya. Peningkatan densitas diakibatkan oleh
kompresi sentral serat lensa yang lebih tua. Saat serat lensa yang baru diproduksi
dikorteks, serat lensa ditekan menuju sentral. Serat-serat lensa yang padat lama-
lama menyebabkan hilangnya transparansi lensa yang tidak terasa nyeri dan sering
bilateral. Selain itu, berbagai penyebab katarak diatas menyebabkan gangguan
metabolisme pada lensa mata. Gangguan metabolisme ini, menyebabkan
perubahan kandungan bahan-bahan yang ada didalam lensa yang pada akhirnya
menyebabkan kekeruhan lensa. Kekeruhan dapat berkembang diberbagai bagian
lensa atau kapsulnya. Pada gangguan ini sinar yang masuk melalui kornea
dihalangi oleh lensa yang keruh atau buram. Kondisi ini mengaburkan bayangan
semu yang sampai pada retina. Akibatnya otak menginterpretasikan sebagai
bayangan yang berkabut. Pada katarak yang tidak diterapi, lensa menjadi putih
susu kemudian berubah kuning, bahkan menjadi coklat atau hitam dank lien
mengalami kesulitan dalam membedakan warna (Indriana, 2004).

6. PATHWAY KATARAK
Terlampir

16
7. MANIFESTASI KLINIS KATARAK
7.1 Penurunan ketajaman penglihatan, ketidakmampuan untuk membelalak,
penglihatan menjadi redup atau kabur dengan penyimpangan gambar,
penglihatan malam hari memburuk.
7.2 Pupil mata dapat terlihat kekuningan, abu-abu, putih. Terjadi secara bertahap
selama periode tahunan, dan sejalan dengan memburuknya katarak, maka
kacamata yang paling kuat sekali pun tidak akan dapat menolong lagi.
(Brunner & Suddart, 2001)
Katarak didiagnosis terutama dengan gejala subjektif. Biasanya, pasien
melaporkan penurunan ketajaman fungsi penglihatan, silau, dan gangguan
fungsional sampai derajat tertentu yang diakibatkan karena kehilangan
penglihatan tadi, temuan objektif biasanya meliputi pengembunan seperti mutiara
keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop. Ketika
lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan bukannya ditransmisikan
dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah pandangan
kabur atau redup, menyilaukan yang menjengkelkan dengan distorsi bayangan dan
susah melihat di malam hari. Pupil yang normalnya hitam, akan tampak
kekuningan, abu-abu atau putih. Katarak biasanya terjadi bertahap selama
bertahun-tahun dan ketika katarak sudah sangat memburuk, lensa koreksi yang
lebih kuat pun tak akan mampu memperbaiki penglihatan (Smeltzer, 2002).
Orang dengan katarak secara khas selalu mengembangkan strategi untuk
menghindari silau yang menjengkel yang disebabkan oleh cahaya yang salah arah.
Misalnya, ada yang mengatur ulang perabotan rumahnya sehingga sinar tidak
akan langsung menyinari mata mereka. Ada yang mengenakan topi berkelepak
lebar atau kacamata hitam dan menurunkan pelindung cahaya saat mengendarai
mobil pada siang hari (Smeltzer, 2002).
Lensa mata terletak di bagian depan di dalam bola mata. Lensa akan
memusatkan sinar pada selaput jala mata yang terletak di bagian belakang bola
mata. Sinar melalui lensa akan menghasilkan bayangan yang tajam pada retina.
Tergantung pada besar dan letak kekeruhannya. Penderita menyadari atau tidak
bahwa telah terjadi kekeruhan pada lensa matanya. Pada permulaan katarak, akan

17
memerlukan penggantian kacamata yang lebih sering. Apabila katarak menjadi
lebih memburuk, kacamata yang tebal pun tidak mampu menolong (dr. Anies,
2006).
Katarak yang terjadi pada bagian tepi lensa mata, tajam penglihatan tidak
akan mengalami perubahan. Namun jika letak kekeruhan di tengah lensa,
penglihatan tidak akan jernih. Apabila katarak yang telah terbentuk cukup tebal
dan menutupi pupil, akan mengganggu sinar yang masuk sehingga terjadi
penurunan tajam penglihatan. Tandanya mudah dikenali, yaitu jika mengendarai
kendaraan malam hari penglihatan akan silau terhadap sinar yang datang (dr.
Anies, 2006).
Salah satu gejala yang mudah dikenali penglihatan untuk pembaca
dirasakan silau bila lampu peneranggannya terlalu kuat sehingga lebih suka
membaca di tempat penerangannya kurang (dr. Anies, 2006).
Gejala lain, penderita perlahan akan mengeluh penglihatannnya seperti
terhalang tabir asap. Tabir asap ini semakin lama dirasakan semakin tebal.
Katarak yang semakin terus berkembang dirasakan bahwa penglihatan akan
seperti berasap, berkabut, bahkan matahari seakan kelihatan tertutupi kabut tebal
(dr. Anies, 2006).
Pada umumnya katarak dapat disembuhkan terutama dengan semakin
majunya teknologi kedokteran saat ini. Katarak dapat menimbulkan kebutaan
karena lensa yang keruh dapat menghalangi pemeriksaan dokter untuk bagian
dalam mata yang lain seperti misalnya perubahan keadaan pada retina atau
kerusakan saraf mata yang meneruskan perintah dari mata ke otak sehingga
menyebabkan kebutaan pada mata (dr. Anies, 2006).
Suatu opastitas pada lensa mata:
a) Menyebabkan hilangnya penglihatan tanpa rasa nyeri
b) Menyebabkan rasa silau
c) Dapat mengubah kelainan refraksi
Pada bayi katarak dapat mengakibatkan ambliopia (kegagalan
perkembangan penglihatan normal) karena pembentukan bayangan pada retina
buruk. Bayi dengan dugaan katarak atau dengan riwayat keluarga katarak

18
kongenital harus dianggap sebagai masalah yang penting oleh spesialis mata
(Bruce James, 2006).
Tajam penglihatan berkurang. Pada beberapa pasien tajam penglihatan
yang diukur di ruangan gelap mungkin tampak memuaskan, sementara bila tes
tersebut dilakukan dalam keadaan terang maka tajam penglihatan akan menurun
sebagai akibat dari rasa silau dan hilangnya kontras (Bruce James, 2006).
Katarak terlihat hitam terhadap reflex fundus ketika mata diperiksa dengan
oftalmoskopi direk. Pemeriksaan slift lamp memungkinkan pemeriksaan katarak
secara rinci dan identifikasi lokal opasitas dengan tepat. Katarak terkait usia
biasanya terletak di subkapsular posterior. Tampilan lain yang menandakan
penyebab okular katarak dapat ditemukan. Sebagai contoh deposisi pigmen pada
lensa menunjukkan inflamasi sebelumnya atau kerusakan iris menandakan trauma
mata sebelumnya (Bruce James, 2006).
Berat tidaknya gangguan penglihatan tergantung pada lokasi dan
kematangan katarak. Katarak berkembang secara perlahan dan tidak menimbulkan
nyeri. Biasanya penyakit ini muncul secara bertahap dengan gangguan sebagai
berikut (Gindjing, 2006).
a) Kesulitan melihat pada malam hari.
b) Melihat lingkaran di sekeliling cahaya atau cahaya terasa menyilaukan di
mata.
c) Penurunan ketajaman penglihatan bahkan pada siang hari sekalipun.
d) Sering berganti kacamata.
e) Penglihatan ganda pada salah satu.
Katarak pada orang biasanya berhubungan dengan proses penuaan.
Katarak tersebut dikelompokkan sebagai berikut:
a) Katarak immature yaitu lensa masih memiliki bagian yang jernih.
b) Katarak matur yaitu lensa yang seluruhnya sudah keruh.
c) Katarak hipermatur yaitu ada bagian permukaan lensa yang sudah merembes
melalui kapsul lensa dan bisa menyebabkan peradangan pada struktur mata
yang lainnya.
Pada banyak kasus penyakit katarak sering tidak diketahui penyebabnya.
Penyakit katarak biasanya terjadi pada usia lanjut, tetapi bisa juga menimpa pada

19
usia muda, dan bisa bersifat menurun. Katarak senilis merupakan proses
kemunduran fungsi lensa mata secara bertahap. Gejalanya berupa pandangan
kabur secara bertahap dikarenakan kekeruhan lensa mata. Apabila katarak ini
masih muda yaitu kurang dari 35% masih bisa diobati dengan pengobatan
tradisional. Namun, bila tingkat keparahannya lebih dari 40% sebaiknya
pengobatan dilakukan dengan operasi. Kebanyakan lensa mata agak keruh ketika
mencapai usia diatas 60 tahun. Sebagian besar penderita mengalami perubahan
yang serupa pada kedua matanya, meskipun perubahan pada salah satu mata lebih
buruk dari pada mata yang lainnya. Banyak penderita katarak yang hanya
mengalami gangguan penglihatan yang ringan dan tidak sadar bahwa mereka telah
mengalami katarak (Bruce James, 2006).
Pembentukan katarak dipercepat oleh faktor lingkungan, seperti merokok
atau bahan beracun lainnya. Faktor-faktor lain yang memicu timbulnya penyakit
katarak diantaranya sebagai berikut.
a) Penyakit peradangan dan metabolik, misalnya Diabetes Mellitus.
b) Kekurangan vitamin A, B1, B2, dan C.
c) Mengonsumsi makanan panas atau dingin yang berlebihan.
d) Kadar kalsium darah yang rendah.
e) Pemakaian obat-obat tertentu (kortikosteroid) dalam jangka waktu lama.
f) Faktor lingkungan seperti trauma, penyinaran dan sinar ultraviolet.
g) Cedera mata.
(Bruce James, 2006)

8. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS KATARAK


8.1 Pemeriksaan biasanya dilakukan yaitu:
8.1.1 Pemeriksaan Tajam Penglihatan
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat ketajaman penglihatan.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan kartu Snellen yang merupakan kartu
untuk melihat ketajaman penglihatan seseorang. Satu mata ditutup untuk
menguji mata lainnya untuk membaca huruf yang makin lama ukurannya
semakin kecil.

20
8.1.2 Pemeriksaan Lampu Celah (Slit-lamp)
Melihat semua susunan mata bagian depan dengan pembesaran. Dengan
alat ini dapat dilihat keadaan kornea, manik mata (pupil), selaput hitam
dan lensa. Pemeriksaan mata dengan pupil mata dilebarkan untuk melihat
lensa yang keruh dan retina di belakangnya.
8.1.3 Oftalmoskopi
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengkaji struktur internal okuler, atrofi
lempeng optik, papiledema, serta perdarahan. Bila telah terdiagnosis
katarak dan dipertimbangkan untuk dilaksanakan operasi katarak, maka
diperlukan pemeriksaan prabedah yang mencakup kesehatan tubuh secara
umum untuk menentukan apakah ada kelainan yang menjadi halangan
untuk dilakukan pembedahan, pemeriksaan tersebut termasuk:
a) Gula darah
b) Tekanan darah
c) Elektrokardiografi
d) Pernafasan
e) Riwayat alergi obat
f) Tekanan bola mata
8.1.4 Uji Ultrasonografi Sken.
Ultrasonografi Sken uuntuk mengukur panjang bola mata. Pada pasien
tertentu kadang-kadang terdapat perbedaan lensa yang harus ditanam pada
kedua mata. Dengan cara ini dapat ditentukan ukuran lensa yang akan
ditanamkan untuk mendapatkan kekuatan refraksi pasca bedah.
Kelengkungan kornea dapat menentukan kekuatan lensa intraokuler yang
akan ditanam.
8.1.5 Keratometri.
Keratometri yaitu mengukur kelengkungan kornea untuk bersama
Ultrasonografi dapat menentukan kekuatan lensa yang akan ditanam.
Dilakukan terlebih dahulu pemeriksaan khusus mata untuk mencegah
terjadinya penyulit pembedahan seperti adanya infeksi sekitar mata,
glaukoma dan penyakit mata lainnya yang dapat menimbulkan penyulit
waktu pembedahan dan sesudah pembedahan.

21
8.1.6 Pemeriksaan penunjang : USG untuk menyingkirkan adanya kelainan lain
pada mata selain katarak.
8.1.7 CT-Scan orbita: adanya fraktur, benda asing dan kelainan lainnya.
8.1.8 Pemeriksaan khusus mata yang penting Ultrasonografi (USG) dan
biametri untuk menentukan ukuran kekuatan (power) Lensa Intra Okuler
(IOL) dan adalah astigmatism (silinder) pada mata penderita.
8.1.9 Pengukuran gonioskopi: membantu membedakan sudut terbuka dari sudut
tertutup glaukoma.
(Brunner & Suddart, 2001)

8.2 Pemeriksaan diagnostiki menurut Smeltzer, 2002):


8.2.1 Kartu mata snellen/ mesin telebinokuler: mungkin terganggu dengan
kerusakan kornea, lensa, akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi
penyakit sistem saraf penglihatan ke retina.
8.2.2 Keratometri adalah pemeriksaan mata yang bertujuan untuk mengukur
radius kelengkungan kornea.
8.2.3 Oftalmoskop adalah suatu alat yang dipakai untuk memeriksa bagian
dalam mata. Oftalmoskops sangat berguna untuk menilai keadaan retina
yaitu lapisan mata bagian dalam yang mengandung sel-sel penerima
rangsang cahaya. tampak warna hitam di atas dasar orange disebut fundus
reflek.

8.2.4 A-Scan Ultrasound (Echography).


8.2.5 Hitung sel endotel : Dengan hitung sel endotel 2000 sel/mm3 pasien ini
merupakan kandidat yang baik untuk dilakukan fakoemulsifikasi dan
implantasi IOL .

9. PENATALAKSANAAN KATARAK
Tidak terdapat pengobatan untuk katarak, meskipun tersedia 2 teknik
pembedahan yaitu Ekstraksi Katarak Intrakapsular (EKIK) dan Ekstraksi Katarak
Ekstrakapsular (EKEK).

22
9.1 Indikasi dari pembedahan adalah kehilangan penglihatan yang mengganggu
aktivitas normal atau katarak yang menyebabkan glaukoma.
9.2 Katarak diangkat dibawah anestesi lokal dengan rawat jalan.
9.3 Kehilangan penglihatan berat dan akhirnya kebutaan akan terjadi kecuali
dilakukan pembedahan.
(Brunner & Suddart, 2001)
Pembedahan dilakukan bila tajam penglihatan sudah menurun sedemikian
rupa sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari atau bila telah menimbulkan
penyulit seperti glaukoma dan uveitis (Mansjoer, 2000).
Jika digunakan teknik insisi kecil, masa penyembuhan pasca operasi
biasanya lebih pendek. Pasien dapat bebas rawat jalan pada hari operasi itu juga,
tetapi dianjurkan untuk bergerak dengan hati-hati dan menghindari peregangan
atau mengangkat benda berat selama sekitar satu bulan. Matanya dapat dibalut
selama beberapa hari, tetapi kalau matanya terasa nyaman, balutan dapat dibuang
pada hari pertama pasca operasi dan matanya dilindungi dengan kacamata.
Perlindungan pada malam hari dengan pelindung logam diperlukan selama
beberapa minggu. Kacamata sementara dapat digunakan beberapa hari setelah
operasi, tetapi biasanya pasien melihat dengan cukup baik melalui lensa
intraokuler sambil menantikan kacamata permanen (Vaughan, 2000).
Operasi katarak terdiri dari pengangkatan sebagian besar lensa dari
penggantian lensa dengan implant plastic. Saat ini pembedahan semakin banyak
dilakukan dengan anestesi lokal daripada anestesi umum. Anestesi lokal
diinfiltrasikan di sekitar bola mata dan kelopak mata atau diberikan secara topikal.
Jika keadaan sosial memungkinkan, pasien dapat dirawat sebagai kasus perawatan
sehari dan tidak memerlukan perawatan rumah sakit (Bruce James, 2006).
Operasi ini dapat dilakukan dengan
a) Insisi pada luas perifer kornea atau sclera anterior, diikuti oleh ekstraksi
katarak ekstrakapsular (EKKE). Insisi harus dijahit.
b) Likuifikasi lensa menggunakan probe ultrasonografi yang dimasukkan melalui
insisi yang lebih kecil dikornea atau sclera anterior. Biasanya tidak dibutuhkan
penjahitan.

23
Kekuatan implant lensa intraocular yang akan digunakan dalam operasi
dihitung sebelumnya dengan mengukur panjang mata secara ultrasonik dan
kelengkungan kornea (maka juga kekuatan optik) secara optik. Kekuatan lensa
sebelumnya dihitung sehingga pasien tidak akan membutuhkan kacamata untuk
penglihatan jauh. Pilihan lensa juga dipengaruhi oleh refraksi mata kontralateral
dan terdeteksi katarak mata tersebut yang membutuhkan operasi. Jangan biarkan
pasien mengalami perbedaan refraktif pada kedua mata (Bruce James, 2006).
Pasca operasi pasien diberikan tetes mata steroid dan antibiotik jangka
pendek. Kacamata baru dapat diresepkan setelah beberapa minggu, ketika bekas
insisi telah sembuh. Rehabilitasi visual dan peresapan kacamata baru dapat
dilakukan lebih cepat dengan metode fakoemulsifikasi karena pasien tidak dapat
berakomodasi maka pasien akan membutukan kacamata untuk pekerjaan jarak
dekat meski tidak dibutuhkan kacamata untuk jarak jauh. Saat ini digunakan lensa
intraocular multifocal. Lensa intrafaskular yang dapat berakomodasi sedang
dalam tahap pengembangan (Bruce James, 2006).
Ada beberapa cara dalam mengatasi katarak antara lain menurut Anni (2001):
a) Prosedur operasi/bedah
Ada beberapa jenis operasi ataupun pembedahan dalam penanganan katarak,
antara lain:
1) Intra Capsuler Cataract Ekstraksi (ICCE)
 Definisi
Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama
kapsul. Seluruh lensa dibekukan di dalam kapsulnya dengan cryophake
dan dipindahkan dari mata melalui incisikorneal superior yang lebar.
Sekarang metode ini hanya dilakukan hanya pada keadaan lensa
subluksatio dan dislokasi.
 Kontraindikasi
Pada ICCE tidak akan terjadi katarak sekunder dan merupakan
tindakan pembedahan yang sangat lama populer. ICCE tidak boleh
dilakukan atau kontraindikasi pada pasien berusia kurang dari 40 tahun
karena dapat terjadi prolapse vitreum, serta pada kasus rupture traumatik.

24
Penyulit yang dapat terjadi pada pembedahan ini yaitu astigmatisme,
glukoma, uveitis, endoftalmitis, dan perdarahan.
2) Extra Capsular Cataract Extraction (ECCE)
 Definisi
Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan
pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior
sehingga massa lensa dan kortek lensa dapat keluar melalui robekan.
Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak muda, pasien dengan
kelainan endotel, bersama-sama keratoplasti, implantasi lensa intra ocular
posterior, perencanaan implantasi sekunder lensa intra ocular,
kemungkinan akan dilakukan bedah glukoma, mata dengan prediposisi
untuk terjadinya prolaps badan kaca, mata sebelahnya telah mengalami
prolap badan kaca, sebelumnya mata mengalami ablasi retina, mata
dengan sitoid macular edema, pasca bedah ablasi, untuk mencegah
penyulit pada saat melakukan pembedahan katarak seperti prolaps badan
kaca.
 Kontraindikasi
Tindakan ini memerlukan integritas zonular untuk pengangkatan
nukleus dan korteks, maka kontraindikasi untuk kasus-kasus dimana
integritas zonular tidak kuat.
Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat
terjadinya katarak sekunder.

3) Fakoemulsifikasi
 Definisi
Fakoemulsifikasi mengacu pada operasi, dimana katarak rusak
dengan energi ultrasound dan diangkat melalui sayatan kecil. Karena
operasi dilakukan melalui sayatan kecil, pemulihan pun cepat. Banyak

25
pasien mencapai penglihatan yang baik pada hari pertama setelah operasi.
Dalam kebanyakan kasus, jahitan tidak diperlukan, sehingga pemulihan
lebih cepat dan kenyamanan yang lebih baik setelah operasi. Karena
fakoemulsifikasi merupakan operasi cepat dan aman, kebanyakan pasien
melakukan operasi ini sebagai prosedur yang tidak harus inap rumah
sakit. Operasi fakoemulsifikasi biasanya membutuhkan waktu 20-30
menit.

Gambar 2. Katarak diputus dan dihapus dengan gelombang


ultrasound dari sebuah jarum berongga.
Sumber:http://www.jerrytaneyesurgery.com/docs/operasi_katarak_kencan
_edisi_6_tahun_1_2011_id.pdf

Gambar 3. Lensa Intraocular disuntikkan.


Sumber:http://www.jerrytaneyesurgery.com/docs/operasi_katarak_ke
ncan_edisi_6_tahun_1_2011_id.pdf
 Kontraindikasi
Apabila terjadi robekan pada kapsul posterior, material lensa bisa
bercampur dengan vitreus. Dapat terjadi kerusakkan iris akibat getaran
pada jarum.
Apabila lensa mata penderita katarak telah diangkat maka penderita
memerlukan lensa pengganti untuk memfokuskan penglihatannya dengan
cara sebagai berikut:
 Kacamata afakia yang tebal lensanya
 Lensa kontak

26
 lensa intra okular,
Dengan menanamkan pengganti lensa, tidak dibutuhan kacamata
tebal atau lensa kontak setelah operasi. Selain itu, dengan menyesuaikan
implant lensa, operasi katarak telah menjadi salah satu solusi, dimana
penglihatan dapat ditingkatkan dan kebebasan dari kacamata menjadi
mungkin.
Berbagai formula telah diciptakan berdasarkan kelengkungan
kornea mata serta panjang bola mata, untuk membantu memilih lensa
terbaik untuk jangkauan kekuatan terendah. Hampir semua derajat
pemandangan panjang atau pendek dapat diperbaiki dengan cara ini.
Mengukur panjang bola matase cara tradisional dilakukan dengan
menggunakan mesin ultrasound. Baru-baru ini, menggunakan sinar laser
dengan mesin IOL master memungkinkan pengukuran dilakukan dengan
5 kali lebih akurat. Dalam kebanyakan kasus, penggunaan alat semacam
ini untuk memprediksi kekuatan akhir mata dalam kemampuan bias +/-50
derajat (0,50dioptris) setelah operasi katarak dan implan lensa.
b) Penggunaan kacamata
Jika gejala katarak tidak mengganggu, tindakan operasi tidak perlu
dilakukan. Hal yang cukup dilakukan yaitu dengan mengganti kacamata.
c) Obat aldose reductase inhibitor
Sejauh ini tidak ada obat-obatan yang dapat menjernihkan lensa yang
keruh. Namun, aldose reductase inhibitor, diketahui dapat menghambat
konversi glukosa menjadi sorbitol, dan obat ini sudah memperlihatkan hasil
yang menjanjikan dalam pencegahan katarak gula pada hewan.
d) Obat-obat lainnya
Obat anti katarak lainnya sedang diteliti termasuk diantaranya agen yang
menurunkan kadar sorbitol, aspirin, ageng lutathione-raising, dan antioksidan
vitamin C dan E 2,5,7,9.

10. PENCEGAHAN KATARAK


Pencegahan utama penyakit katarak dilakukan dengan mengontrol
penyebab yang berhubungan dengan katarak dan menghindari faktor-faktor

27
yang mempercepat terbentuknya katarak. Cara pencegahan yang dapat
dilakukan dengan menggunakan kacamata hitam ketika berada di luar
ruangan pada siang hari. cara ini dapat mengurangi sinar UV yang masuk ke
dalam mata. Selain itu berhenti merokok juga bisa mengurangi resiko
terjadinya katarak (Gindjing, 2006).
Cara pencegahan katarak yang terbaik adalah mengurangi atau
mengendalikan faktor-faktor risiko terjadinya katarak. Faktor-faktor risiko
katarak itu ada yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik meliputi
faktor umur, gender dan genetik, pengaruh faktor ini tidak mungkin
dimanipulasi. Sedangkan faktor ekstrinsik meliputi penyakit, penggunaan
obat tertentu, paparan sinar matahari, merokok, minuman beralkohol,
ketidakseimbangan nutrisi dan adanya ruda paksa pada bola mata. Faktor-
faktor ini masih dapat dikendalikan seperti mengonsumsi cukup protein dan
vitamin, menghentikan kebiasaan merokok atau minum minuman beralkohol,
memakai pelindung mata atau kacamata dan lain-lain. (djatikusumo, 2002)

11. KOMPLIKASI KATARAK


11.1. Komplikasi Pre Operasi Katarak
Komplikasi katarak yang tersering adalah glaukoma. Dhawan (2005)
dalam tulisanya mengemukakan timbulnya glaukoma sekunderr akibat
katarak dapat melalui tiga cara, yaitu:
11.1.1. Glaukoma fakomorfik
Lensa dapat membengkak (intumesen) dengan menyerap cukup
banyak cairan dari kamera anterior yang menimbulkan sumbatan pupil dan
pendesakan sudut sehingga jalan trabekular terblok serta menyebabkan
glaukoma sudut tertutup.
11.1.2. Glaukoma fakolitik
Pada katarak stadium hipermatur terjadi kebocoran protein lensa dan
masuk ke dalam kamera anterior terutama pada bagian kapsul lensa.
Dengan keluarnya protein lensa maka pada kamera okuli anterior akan
bertumpuk pula serbukan fagosit atau makrofag yang berfungsi
merabsorbsi substansi lensa tersebut. Tumpukan akan menutup sudut

28
kamera okuli anterior sehingga terjadi penyumbatan trabecular yang
memicu terjadi peningkatan TIO. Glaukoma yang terjadi adalah glaukoma
sudut terbuka.
11.1.3. Glaukoma fakotopik
Lensa hipermatur dapat mengalami dislokasi, iris terdorong ke depan sudut
kamera okuli anterior menjadi sempit sehingga aliran humor aqueaous
tidak lancar sedangkan produksi berjalan terus, akibatnya tekanan
intraokuler akan meningkat dan timbul glaukoma.

11.2. Komplikasi Intra Operasi Katarak


12.2.1 Hifema
Perdarahan dapat terjadi dari insisi korneo-skeral, korpus siliaris,
atau vaskularisasi iris abnormal.Bila perdarahan berasal dari insisi, harus
dilakukan kauterisasi.Irigasi dengan BSS dilakukan sebelum ekstraksi
lensa. Perdarahan dari iris yang normal jarang terjadi, biasanya timbul bila
terdapat rubeosis iridis, uveitis heterokromik dan iridosiklitis.
12.2.2. Iridodialisis
Komplikasi ini dapat disebabkan oleh instrumen.Biasanya pada
bagian proksimal dari insisi.Clayman mengemukakan bahwa iridodialisis
yang kecil tidak menimbulkan gangguan visus dan bisa berfungsi sebagai
iridektomi perifer, tetapi iridodialisis yang parah dapat menimbulkan
gangguan pada visus.Keadaan ini dapat terjadi pada waktu memperlebar
luka operasi, iridektomi atau ekstraksi lensa.Perbaikan harus dilakukan
segera dengan menjahit iris perifer pada luka.
12.2.3. Prolaps korpus vitreum
Prolaps korpus vitreus merupakan komplikasi yang serius pada
operasi katarak, dapat menyebabkan keratopati bulosa, epithelial dan
stromal downgrowth, prolaps iris, uveitis, glaukoma, ablasi retina, edema
macular kistoid, kekeruhan korpus vitreum, endoftalmitis dan neuritis
optik.Untuk menghindari hal tersebut, harus dilakukan vitrektomi anterior
sampai segmen anterior bebas dan korpus vitreum.
12.2.4. Perdarahan ekspulsif

29
Komplikasi ini jarang terjadi, tetapi merupakan masalah serius
yang dapat menimbulkan ekspulsi dari lensa, vitreus, uvea. Keadaan ini
biasanya ditandai dengan peningkatan tekanan intra okuler yang mendadak
diikuti dengan refleks fundus merah tua, luka insisi terbuka, prolaps iris
serta diikuti keluarnya lensa, vitreus dan darah. Penanganannya segera
dilakukan temponade dengan jalan penekanan pada bola mata dan luka
ditutup dengan rapat. Bila perdarahan sudah berhenti, luka dibuka kembali
dan dilakukan vitrektomi. Beberapa penulis menganjurkan dilakukan
sklerotomi posterior (4-6 mm posterior dari limbus) untuk drainase.

12.3. Komplikasi Post Operasi Katarak Awal


12.3.1. Hifema
Bisa terjadi 1-3 hari setelah operasi, biasanya berasal dari luka
insisi atau iris, pada umumnya hilang spontan dalam waktu 7- 10
hari.Perdarahan berasal dari pembuluh darah kecil pada luka. Bila
perdarahan cukup banyak dapat menyebabkan glaukoma sekunder dan
corneal staining, dan TIO harus diturunkan dengan pemberian
asetazolamid 250 mg 4 kali sehari, serta parasintesis hifema dengan
aspirasi-irigasi.
12.3.2. Prolaps iris
Komplikasi ini paling sering terjadi satu sampai lima hari setelah
operasi dan penyebab tersering adalah jahitan yang longgar, dapat juga
terjadi karena komplikasi prolapse vitreus selama operasi. Keadaan ini
merupakan penanganan (jahitan ulang) untuk menghindari timbulnya
komplikasi seperti penyembuhan luka yang lama, epithelial downgrowth,
konjungtivitis kronis, endoftalmitis, edema macular kistoid dan kadang –
kadang ophtalmia simpatika.
12.3.3. Endoftalmitis Akut
Secara umum endoftalmitis ditandai dengan rasa nyeri, penurunan
visus, injeksi siliar, kemosis dan hipopion. Endoftalmitis akut biasanya
timbul 2-5 hari pasca operasi. Penyebab endoftalmitis akut terbanyak
adalah Staphylococcus epidermidis (gram positif) dan Staphylococcus

30
coagulase negatif yang lain. Kuman gram positif merupakan penyebab
terbanyak endoftalmitis akut bila dibandingkan dengan gram negatif.Untuk
gram negatif, kuman penyebab terbanyak adalah Pseudomonas aeroginosa.
Umumnya organisme dapat menyebabkan endoftalmitis bila jumlahnya
cukup untuk inokulasi, atau sistem pertahanan mata terganggu oleh obat-
obat imunosupresan, penyakit, trauma, atau bedah, dimana COA lebih
resisten terhadap infeksi dibandingkan dengan kavum vitreus.
12.3.4. Descemet Fold
Keadaan ini paling sering disebabkan oleh operasi pada endotel
kornea.Pencegahannya adalah penggunaan cairan viskoelastik untuk
melindungi kornea. Pada umumnya akan hilang spontan beberapa hari
setelah operasi.

12.4. Komplikasi Post Operasi Katarak Lanjut


12.4.1. Edema kornea
Edema kornea merupakan komplikasi katarak yang serius, bisa
terjadi pada epitel atau stroma yang diakibatkan trauma mekananik,
inflamasi dan peningkatan TIO, insidennya meningkat pada disfungsi
endotel. Biasanya akan teresobsi sempurna 4-6 minggu setelah operasi,
tetapi edema menetap bila disebabkan perlekatan vitreus pada endotel
kornea.
12.4.2. Kekeruhan kapsul posterior
Komplikasi ini merupakan penyebab tersering penurunan visus
setelah EKEK, dimana kapsul posterior masih utuh, berasal dari sel-sel
epitel lensa yang masih hidup yang tertinggal pada kapsul anterior dan
posterior setelah pengeluaran nukleus dan korteks. Penyebabnya adalah
plak subkapsular posterior residual dimana insidennya bisa diturunkan
dengan polishing kapsul posterior, juga disebabkan fibrosis kapsular
karena perlekatan sisa kortek pada kapusl posterior, atau dapat diakibatkan
proliferasi epitel lensa pada kapsul posterior di tempat aposisi kapsul
anterior dengan kapsul posterior. Faktor-faktor yang diketahui

31
mempengaruhi antara lain umur pasien, riwayat inflamasi intraokuler,
model LIO, bahan optik LIO, capsular fixation dari implant.
Kekeruhan pada kapsul posterior setelah EKEK dapat diatasi
dengan disisio atau kapsulotomi posterior. Kapsulotomi dapat
menggunakan pisau Zingler, jarum kecil dan dapat menggunakan Nd:
YAG laser.

12.4.3. Residual Lens Material


Pada umumnya disebabkan EKEK yang tidak adekuat, dimana
terjadi kegagalan pengeluaran seluruh material lensa bagian perifer yang
berada di bawah iris. Bila material yang tertinggal sedikit akan diresorbsi
secara spontan, sedangkan bila jumlahnya banyak, perlu dilakukan aspirasi
karena bisa menimbulkan uveitis anterior kronik dan glaukoma sekunder.
Apabila yang tertinggal potongan nuklear yang besar dan keras, dapat
merusak endotel kornea, penanganannya dengan ekspresi atau irigasi
nukleus.
12.4.4. Dekompensasi kornea
Edema kornea yang disebabkan karena gangguan fungsi pompa
endotel merupakan salah satu komplikasi katarak yang paling sering
dijumpai. Penyebab terjadinya gangguan fungsi pompa endotel ini dapat
disebabkan oleh trauma mekanis yang terjadi selama operasi, antara lain
manipulasi berlebihan dalam bilik mata depan, instrumen yang menyentuh
endotel, penekanan pada kornea atau perlekatan implant pada endotel.
Penyebab lain edema kornea menetap yang diakibatkan perlekatan vitreus
atau hialoid yang intak pada endotel kornea. Pemberian agent
hiperosmotik sistemik akan menimbulkan dehidrasi vitreus, sehingga dapat
melepaskan perlekatan.
12.4.5. Glaukoma sekunder
Peningkatan TIO yang ringan bisa timbul 24-48 jam setelah
operasi, mungkin berkaitan dengan penggunaan zonulolyzis dan tidak
memerlukan terapi spesifik. Peningkatan TIO yang berlangsung lama,
dapat disebabkan oleh hifema, blok pupil, sinekia anterior perifer karena

32
pendangkalan COA, epithelial ingrowth. Glaukoma maligna atau blok
siliar adalah komplikasi pasca operasi yang jarang terjadi, disebabkan
humor akuos mengalir ke posterior dan mendorong vitreus anterior ke
depan. Penanganannya secara medikamentosa dengan pemberian agent
hiperosmotik sistemik, dilatasi pupil maksimum dengan atropin 4% dan
fenilefrin 10% atau dengan melakukan aspirasi akuos humor/vitreus
posterior.
12.4.6. Endoftalmitis Kronik
Endoftalmitis kronis dapat timbul dalam beberapa bulan sampai 1
tahun atau lebih setelah operasi.Endoftalmitis kronis ditandai dengan
reaksi inflamasi kronik atau uveitis (granulomatosus) dan penurunan visus.
Umumnya organisme dapat menyebabkan endoftalmitis bila jumlahnya
cukup untuk inokulasi, atau sistem pertahanan mata terganggu oleh obat-
obat imunosupresan, penyakit, trauma, atau bedah, dimana COA lebih
resisten terhadap infeksi dibandingkan dengan kavum vitreus. Organisme
penyebab endoftalmitis kronik mempunyai virulensi yang rendah,
penyebab tersering adalah Propionibacterium acnes organisme tersebut
menstimulasi reaksi imunologik yang manifestasinya adalah inflamasi
yang menetap.
12.4.7. Epithelial Ingrowth
Komplikasi ini jarang terjadi, tetapi sangat mengganggu,
disebabkan masuknya epitel konjungtiva melalui defek luka.Sel – sel epitel
masuk segmen anterior dan trabekular meshwork sehingga menimbulkan
glaukoma.Faktor predisposisi adalah tiap konjungtiva fornix-base,
penyembuhan luka yang tidak baik dan prolaps iris.Tanda – tanda yang
menyertai meliputi uveitis anterior pasca operasi menetap, fistula (50%
dari kasus), membran transparan dengan tepi berlipat pada bagian superior
endotel kornea, pupil distorsi dan membran pupilar.Penanganannya adalah
cryodestruction sel epitel dan eksisi epitel yang terlihat pada iris dan
vitreus anterior.
12.4.8. Ablasi retina

33
Mekanisme pasti timbulnya ablasi retina masih belum
diketahui.Faktor predisposisinya meliputi prolaps vitreus, myopia tinggi
perlekatan vitreo-retinal dan degenarasi latis. Ablasi retina pada mata
afakia khas ditandai adanya tear kecil berbentuk “U” yang pertama kali
mengenai makula. Apabila ablasi retina terjadi pada mata afakia, resiko
terjadinya ablasi retina pada satunya bila belum dioperasi adalah 7%,
sedangkan insiden pada mata satunya yang sudah afakia adalah 25%.
12.4.9. Edema makula kistoid
Keadaan ini sering merupakan penyebab penurunan visus setelah
operasi katarak, baik yang terjadi komplikasi maupun yang tanpa
komplikasi. Patogenesisnya tidak diketahui, kemungkinan karena
permeabilitas perifoveal yang meningkat, inflamasi, vitreomacular
traction, dan hipotoni yang lama atau yang sementara waktu. Pada
pemeriksaan fluorescein angiography, tampak gambaran flower petal.Mata
bisa tetap tampak normal atau mudah iritasi dan fotofobia, tampak ciliary
flush dengan iritis ringan, ruptur hyaloid anterior dengan adhesi vitreus
pada bagian dalam luka.Penurunan visus biasanya terjadi 2-6 bulan setelah
operasi dan bertahan beberapa minggu sampai beberapa bulan.Sebagian
besar kasus pulih spontan dalam 6 bulan dan tidak memerlukan terapi
spesifik.Pada kasus – kasus yang kronis (berlangsung lebih dari 9 bulan),
penurunan visus permanen karena pembentukan lamelar mucular
hole.Kortikosteroid dan anti inflamasi non steroid topical dapat bermanfaat
pada beberapa kasus. Ada beberapa laporan mengenai keberhasilan
pengobatan dengan anti inflamasi non steroid dan carbonic anhydrase
inhibitor oral.
(http://scribd.com/doc/238416534/REFERAT-KOMPLIKASI-
KATARAK. Diakses tanggal 6 Oktober 2014)
Bila katarak dibiarkan maka akan terjadi komplikasi berupa
glaukoma dan uveitis. Glaukoma adalah peningkatan abnormal tekanan
intraokuler yang menyebabkan atrofi saraf optik dan kebutaan bila tidak
teratasi (Doenges, 2000).

34
13. PERAWATAN PASIEN PRE OPERASI DAN POST OPERASI
a) Perawatan Pasien Pre Operasi Katarak :
1) Observasi retina. Retina harus baik yang diperiksa dengan tes proyeksi
sinar
2) Observasi tanda infeksi. Tidak ada oleh ada infeksi pada mata atau
jaringan sekitar
3) Observasi adanya tanda glaukoma. Pada keadaan glaukoma pembuluh
darah retina telah menyesuaikan diri dengan TIO yang tinggi. Jika
dilakukan operrasi, pada waktu kornea dipotong, TIO menurun, pembuluh
darah pecah danmenimbulkan perdarahan hebat. Juga dapat menyebabkan
prolap dari isi bulbus okuli seperti iris, badan kaca dan lensa.
4) Periksa visus
5) Observasi keadaan umum. Keadaan umum harus baik : tidak ada
hipertensi, tidak ada diabetes militus ( kadar gula darah < 150 mg/dl),
tidak ada batuk menahun dan penyakit jantung, seperti dekompensasi
kordis.
6) Anjurkan pasien mandi dan keramas sebelum operasi, untuk mengurangi
resiko infeksi.
7) Berikan obat-obat premedikasi, dan cukur buli mata sesuai saran dokter.
(Barbara, 2003)

b) Perawatan Pasca Operasi :


1) Observasi tanda-tanda vital sampai stabil.
2) Perawatan pasca bedah rutin berhubungan dengan ansietas yang dialami.
3) Melindungi mata selama empat minggu pertama. Anjurkan pasien
memakai kacamata pada siang hari dan memakai pelindung mata pada
malam hari
4) Mengurangi nyeri. Pastikan untuk melaporkan ketidaknyamanan dan
terutama nyeri yang melibatkan mata.
5) Batasi pasien untuk melakukan tindakan yang dapat menimbulkan
ketegangan, diantaranya: batuk, membungkuk, mengejan, bersin,
mengangkat benda berat >10 kg, tidur berbaring disisi yang dioperasi.

35
6) Mata tidak boleh terkena air selama tiga minggu pertama.
7) Membersihkan bagian-bagian keras pada bulu mata dengan salep
antibiotic dan/atau Q-Tip.
8) Berikan obat-obat tetes mata mata sesuai resep dokter. Untuk mencegah
infeksi, mengurangi peradangan dan mempercepat penyembuhan, selama
beberapa minggu setelah pembedahan diberikan tetes mata.
9) Observasi adanya peningkatan TIO yang ditandai dengan : Nyeri hebat,
mual, muntah.
10) Obserrvasi adanya tanda-tanda infeksi, dan anjurkan pasien untuk tidak
menggosok mata untuk mencgah terjadinya infeksi. Anjurkan paien
mencuci tangan sebelum memberikan salep/obat tetes mata.
11) Observasi adanta tanda-tanda perdarahan ruang mata anterior yang
ditandai dengan perubahan pandangan
12) Observassi adanya tanda Retinal detachment, yang ditandai dengan
tampaknya titik hitam, peningkatan jumlah floaters atau sinar dan
hilangnya sebagian/seluruh lapang pandang.
13) Membantu semua aktivitas untuk meminimalkan ketegangan
14) Memeriksa balutan dan melaporkan adanya drainase.
(Barbara, 2003)

14. PENDIDIKAN PASIEN SETELAH PEMBEDAHAN KATARAK


a) Diperbolehkan
1) Menonton televisi; membaca bila perlu, tapi jangan terlalu lama
2) Mengerjakan aktivitas biasa tapi dikurangi
3) Pada awal mandi waslap selanjutnya menggunakan bak mandi atau
pancuran
4) Tidak boleh membungkuk pada wastafel atau bak mandi; condongkan
sedikit kepala kebelakang saat mencuci rambut
5) Tidur dengan perisai pelindung mata logam pada malam hari;
mengenakan kacamata pada siang hari
6) Ketika tidur, berbaring terlentang atau miring tidak boleh telengkup
7) Aktivitas dengan duduk

36
8) Mengenakan kacamata hitam untuk kenyamanan
9) Berlutut atau jongkok saat mengambil sesuatu dari lantai
10) Dihindari (paling tidak selama 1 minggu)
11) Tidur pada sisi yg sakit
12) Menggosok mata; menekan kelopak untuk menutup
13) Mengejan saat defekasi
14) Hindari menggunakan make-up
15) Memakai sabun mendekati mata
16) Mengangkat benda yang berlebihan
17) Hubungan seks
18) Mengendarai kendaraan
19) Batuk, bersin, dan muntah
20) Menundukkan kepala sampai bawah pinggang, melipat lutut saja dan
punggung tetap lurus untuk mengambil sesuatu dari lantai
(Barbara, 2003)

37
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1) Identitas pasien
Meliputi identitas pribadi pasien.
Riwayat Kesehatan
a) Keluhan utama
b) Riwayat penyakit sekarang
c) Riwayat penyakit dahulu
d) Riwayat penyakit keluarga
e) Riwayat hospitalisasi
f) Riwayat psikologi
g) Riwayat kebiasaan
Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum
Kesadaran dan TTV
b) Pengkajian fisik :
 Kepala dan leher :
Inspeksi: rambut tampak kering, tampak pengembunan seperti
mutiara keabuan pada pupil, bentuk mata simetris, mulut klien
berbau, tidak terpasang oksigen, orbita mata menghitam, tidak ada
pembesaran vena jugularis, sianosis (-), ikterik (-), mukosa bibir
kering, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
c) Pengkajian pola :
 Pola aktivitas/istirahat :
Sebelum MRS: klien mengatakan sulit untuk beraktivitas dan
melakukan hobinya karena pandangannya yang kabur. Klien
mengatakan ia dapat beristirahat dengan tenang.
Setelah MRS: klien mengatakan semakin sulit untuk melihat
bahkan ia hanya bisa terbaring di atas tempat tidur dan meminta
bantuan kepada keluarga jika ia ingin beraktivitas. Klien
mengatakan sulit untuk tidur saat ia masuk RS.

38
 Pola makan dan minum :
Sebelum MRS: klien mengatakan dia makan 3x sehari dengan
porsi yang normal.
Setelah MRS: klien mengatakan ia merasakan mual dan ingin
muntah, ia diberi makan 3x sehari namun makanan tersebut sering
bersisa.
 Pola neurosensori :
Klien mengatakan matanya kabur, jika melihat sinar yang terang
terasa silau, dan benda yang ia lihat tampak berbayang dan ia
sering mengganti kacamatanya.
 Pola kebersihan dan personal hyghine :
Klien sulit untuk melakukan personal hyghinenya karena
keterbatasan penglihatannya.
 Pola nyeri/ketidaknyamanan :
Klien mengatakan ketidaknyamanan yang ia rasakan karena
penglihatannya yang semakin kabur dan silau saat melihat sinar
terang.
d) Pemeriksaan penunjang :
 Snellen chart : tidak dapat melihat dengan jelas huruf-huruf yang
ada di snellen chart.
 Pengukuran tonografi : (n 12-25mmHg)
 Pengukuran gonioskopi : Pengukuran gonioskopi : membantu
membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glaukoma
 Pemeriksaan penunjang : CT-scan orbita: adanya fraktur, benda
asing dan kelainan lainnya
 USG : USG untuk menyingkirkan adanya kelainan lain pada mata
selain katarak. Pemeriksaan khusus mata yang penting
ultrasonografi (USG) dan biametri untuk menentukan ukuran
kekuatan (power) lensa intra okuler (IOL) dan adakah astigmatism
(silinder) pada mata penderita.
 Slit lamp : lensa yang terlihat keruh.
 Oftalmoskopi : atrofi lempeng optic, papiledema, serta perdarahan

39
 Gula darah : 140 mg/dL
 Riwayat alergi obat : tidak ada riwayat alergi dengan obat
 Sel endotel : 2000 sel/mm3
 Uji Ultrasonografi Sken.A untuk mengukur panjang bola mata.
Pada pasien terentu kadang-kadang terdapat perbedaan lensa yang
harus ditanam pada kedua mata. Dengan cara ini dapat ditentukan
ukuran lensa yang akan ditanamkan untuk mendapatkan kekuatan
refraksi pasca bedah.
 Keratometri yanitu mengukur kelengkungan kornea untuk bersama
Ultrasonografi dapat menentukan kekuatan lensa yang akan
ditanam. Dilakukan terlebih dahulu pemeriksaan khusus mata
untuk mencegah terjadinya penyulit pembedahan seperti adanya
infeksi sekitar mata, glaucoma, dan penyakit mata lainnya yang
dapat menimbulkan penyulit waktu pembedahan dan sesudah
pembedahan.

2) Diagnosa Keperawatan Pra bedah


1) Gangguan sensori visual yang berhubungan dengan gangguan
penerimaan sensori atau transmisi.
2) Kecemasan berhubungan dengan prosedur pembedahan dan
kemungkinan hilang pandangan.
3) Kurang pengetahuan tentang kondisi, pembedahan, perawatan pra
dan pascaoperasi, perawatan diri di rumah berhubungan dengan
kurang terpapar akan informasi.
3) Rencana Intervensi
Dx : Gangguan sensori visual berhubungan dengan gangguan
penerimaan sensori atau transmisi
Tujuan : Gangguan sensori dirasakan minimal
Kriteria hasil : Pasien memahami bahwa gangguan presepsi sensori
normal akan terjadi.

40
Intervensi Rasional
Kaji dan dokumentasikan ketajaman Menetukan seberapa bagus visus pasien
penglihatan (visus) dasar,
Orientasikan pasien akan lingkungan fisik Memberikan data dasar tentang
sekitarnya, bunyi dan pendengarannya. pandangan akurat pasien dan bagaimana
hal tersebut mempengaruhi perawatan
Pendekatan pada sisi yang tidak dioperasi Bantuan orientasi
Jelaskan bahwa pandangan tidak akan Meningkatkan kesadaran akan gangguan
normal sampai luka sembuh dan bila sensori yang terjadi
perlu menggunakan kacamata
Cegah sinar yang menyilaukan Mencegah distres dari sinar yang
menyilaukan
Optimalisasi lingkungan untuk Pengaturan posisi tempat tidur berada
menurunkan risiko cedera dalam posisi rendah dan pasang
pengaman tempat tidur.menyingkirkan
benda-benda yang mudah jatuh pada area
yang dilewati pasien untuk ambulasi dan
meletakkan bel pemanggil, tisu, telepon
atau pengontrol di tempat yang mudah
dijangkau.

Dx : Kecemasan berhubungan dengan prosedur pembedahan dan


kemungkinan hilang pandangan
Tujuan : kecemasan berkurang
Kriteria evaluasi :
1) Tanda-tanda cemas berkurang
2) Mengungkap perasaan secara verbal dan rileks
Intervensi Rasional
Berikan pasien suatu kemungkianan Memberitahukan bisa membantu
untuk mengeksplorasikan perhatian mengurangi kecemasan dan
tentang kemungkinan hilangnya mengidentifikasi ketakutan spesifik
penglihatan
Eksplorasi pemahaman tentang katarak, Informasikan mengurangi ketidakpastian
kejadian pra dan pasca operasi, koreksi dan membantu pasien meningkatkan
beberapa kesalahpahaman dan jawab Kontrol dan merasa kecemasan
pertanyaan dengan sabar berkurang

41
Dx : Kurang pengetahuan tentang kondisi, pembedahan, perawatan pra
dan pasca operasi, perawatan diri dirumah berhubungan dengan kurang
terpapar akan informasi
Tujuan : pengetahuan pasien akan meningkat
Kriteria evaluasi :
1) Pasien mampu menjelaskan katarak dan gejala-gejala dasar
2) Pasien mampu menjelaskan perawatan pra dan pasca operasi serta
perawatan diri di rumah
Intervensi Rasional
Jelaskan tentang mata dan peran lensa Meningkatkan pemahaman dan kerja
bagi penglihatan sama pasien
Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang
Pasien dan anggota keluarga harus
pelaksanaan operasi dipersiapkan untuk prosedur ini dengan
memberikan informasi mengenai yang
mungkin akan dialami sebelum dan
setelah pembedahan laser. Kebanyakan
orang takut terhadap laser, dan ansietas
ini dapat mengakibatkan agitasi, gerakan,
atau sinkop selama prosedur
dilaksanakan. Pasien harus diberi
informasi bahwa akan diberi tetes
anestesi sebelum tindakan, bahwa mereka
akan didudukkan dengan nyaman dengan
kepala diposisikan pada penyangga
kepala, dan ahli bedah akan
menstabilisasi mata. Mereka harus diberi
tahu akan terasa kesemutan, kilatan
cahaya, dan suara berdenting logam
setiap kali pemberian. Pasien diberi
informasi untuk segera memberi tahu ahli
bedah bila mereka merasa akan pingsan.
Jelaskan kepada pasien aktivitas yang Kegiatan yang bisa meningkatkan TIO
boleh dilakukan pasca operasi dapat dihindari. Pascaoperasi pasien
kemungkina akan mengalami penglihatan
yang kabur setiap 1 jam dan sedikit rasa
tak nyaman. Maka, harus direncanakan
bagaimana transportasi ke rumah. Pasien
mungkin merasakan nyeri tumpul pada
mata. Nyeri kepala pascaoperasi dapat

42
dikurangi dengan acetaminophen.
Biasanya tak ada pantangan diet maupun
aktivitas
Demonstrasikan teknik membersihkan Teknik yang baik mengurangi resiko
mata, yaitu dari kuntus dalam ke luar penyebaran bakteri di mata
menggunakan kapas bersih
Anjurkan pasien untuk segera lapor Memerlukan penanganan yang segera
dokter bila ada keluhan-keluhan

43
ASUHAN KEPERAWATAN INTRAOPERATIF DI KAMAR OPERASI
1. Pengkajian
Pengkajian intraoperatif ekstraksi katarak secara ringkas dilakukan pada hal-hal
yang berhubungan dengan pembedahan. Pengkajian ringkas tersebut adalah
sebagai berikut.
a) Validasi identitas dan prosedur jenis pembedahan yang akan dilakukan.
b) Kelengkapan pembedahan, meliputi adanya lensa intraokulus dan sarana
pembedahan seperti benang, cairan intravena dan obat antibiotic profilaksis
sesuai dengan kebijakan institusi.
2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis intraoperatif ekstraksi katarak yang lazim adalah sebagai berikut.
a) Risiko cedera berhubungan dengan trauma prosedur pembedahan.
b) Risiko infeksi berhubungan dengan adanya port de entrée luka pembedahan
3. Rencana Intervensi
Tujuan utama asuhan keperawatan pada jenis pembedahan ekstraksi
katarak adalah menurunkan cidera, pencegahan kontaminasi intraoperatif dan
optimalisasi hasil pembedahan. Kriteria yang diharapkan meliputi: pada saat
masuk ruang pemulihan kondisi TTV dalam batas normal, tidak terdapat adanya
cedera sekunder dari trauma prosedur bedah dan luka pascabedah tetutup kasa.
Rencana yang disusun dan akan dilaksanakan pada baik pada risiko cedera
maupun risiko infeksi adalah sebagai berikut.
Intervensi Rasional
Kaji ulang identitas pasien Perawat ruang operasi memeriksa kembali
identitas dan kardeks pasien. Lihat kembali
lembar persetujuan tindakan, riwayat
kesehatan, hasil pemeriksaan fisik dan
berbagai hasil pemeriksaan diagnostic.
Pastikan bahwa alat protese dan barang
berharga telah dilepas dan diperiksa kembali
rencana perawatan praoperatif yang berkaitan
dengan rencana perawatan intraoperatif.
Siapkan sarana scrub Sarana scrub, meliputi cairan antiseptic cuci
tangan pada tempatnya, gaun (terdiri dari
gaun kedap air dan baju bedah steril), duk
penutup dan duk berlubang dalam kondisi

44
lengkap dan siap pakai.
Siapkan instrumensasi bedah ekstrasi Manajemen instrumen dilakukan perawat
katarak instrumen sebelum pembedahan. Perawat
instrumen bertanggung jawab terhadap
kelengkapan instrumen bedah ekstraksi
katarak dan sebagai antisipasi diperlukan
instrumen cadangan dalam suatu tromol steril
yang akan memudahkan pengambilan apabila
diperlukan tambahan alat instrumen.
Gambar 4. Atas: ujung penghisap
yankauer (2). Bawah: refraktor senn
(2), refraktor USA (1). Refraktor
bergarpu empat (1), refraktor bergarbu
enam (2), refraktor lahey (2). Perawat
instrumen mempersiapkan
instrumensasi yang diperlukan pada
meja bedah dan dalam kondisi sebelum
scrub.

Siapkan obat dan peralatan emergensi. Selain pemantauan; peralatan darurat dasar,
obat-obatan, dan protokol pengobatan juga
harus tersedia. Juga harus ada defibrillator
yang berfungsi baik. Peralatan jalan nafas
juga diperlukan termasuk laringoskop, selang
endotrakeal dan jalan nafas oral dan
nasafaringeal. Selain itu, masker dan
resusitasi self-inflating (ambutipe) adalah alat
yang penting dan harus mudah diakses.
Lakukan persiapan meja bedah dan Bedah ekstraksi katarak dilakukan posisi
lakukan pengaturan posisi telentang. telentang. Pada pengaturan posisi perlu
komunikasi agar pasien bisa kooperatif dan
pengaturan posisi dilaksanakan secara
optimal.

45
Gambar 5. Kiri: perawat periopratif berkomunikasi dengan pasien agar pasien bisa
kooperatif dalam pengaturan posisi sewaktu berada di atas meja bedah. Tengah:
perawat perioperaktif membersihkan area mata sambil memberikan dukungan psikologi
dan menjelaskan secara ringkas prosedur ekstraksi katarak yang akan dilakukan. Karena
prosedur bedah ini dilakukan dengan pasien dalam kondisi sadar, maka pemenuhan
informasi dapat meningkatkan respons kooperatif yang baik pasien. Kanan: pengaturan
posisi lengan dengan menjaga akses intravena dan manset tekanan darah. Posisi kepala
berada pada depan meja bedah dan posisi leher yang sejajar dengan kurvatura tulang
belakang dan posisi endotrakeal dalam posisi optimal.
Bersihkan area mata Pembersihan area mata bertujuan untuk mencegah adanya
dan lakukan benda asing yang mengganggu intervensi bedah. Pemberian
pemberian tetes mata obat profilaksis diharapkan menurunkan resiko infeksi
profilaksis antibiotic intraoperasi.
Lakukan manajeman  Manajemen asepsis dilakukan untuk menghindari kontrak
asepsis intraoperasi dengan zona steril meliputi pemakaian baju bedah,
pemakaian sarung tangan, persiapan kulit, pemasangan
duk, penyerahan alat yang diperlukan perawat instrumen
yang dengan perawat sirkulasi
 Manajemen asepsis intraoperasi merupakan tanggungjawab
perawat instrumen dengan mempertahankan integritas
lapangan steril selama pembedahan dan bertanggungjawab
untuk mengomunikasikan kepada tim bedah setiap
pelanggaran teknik aseptif atau kontaminasi yang terjadi
selama pembedahan.

Gambar 6. Perawat instrumen yang sudah scrub melakukan desinfeksi pada area
bedah menggunakan iodine povidum dengan cara swabbing dari arah dalam de arah
luar secara memutar.

46
Gambar 7. Setelah desinfeksi, perawat memasang duk untuk membuat area bedah.

Gambar 8. Kiri: perawat instrumen melakukan fiksasi keempat sudut duk dengan
penjepit. Kanan: area bedah dibersihkan dari bekas iodine povidum
Lakukan pemasangan Reflaktor mata di perlukan untuk memudahkan akses bedah
reflaktor mata

Gambar 9. Kiri: perawat asisten melakukan pemasangan speculum kawat untuk


meretraksi kelopak mata. Kanan: perawat perioperatif bedah mata melakukan
anestesi local.
Lakukan pemberian Pemberian anastesi local pada mata bisa di lakkukan ahli
anastesi local bedah atau perawat bedah mata yang berpengalaman
Lakukan desinfeksi Desinfeksi bedah pada mata dilakukan setelah pemberian
area bedah anastesi local. Biasanya penggunaan antiseptic seperti
iodine providum di masukkan ke dalam spuit yang ujung

47
njarum nya telah di bengkokkan dan kemudian di lakuaknb
irigasi pada area bedah/ penggunaan normal saline steril di
berikan untuk membersihkan bekas sisa iodine providum
yang mempunyai tingkat iritasi yang tinggi pada jaringan.

Gambar 10. Perawat asisten melakukan desinfeksi dengan iodine povidum dan
dengan normal saline.
Lakukan peran Pada bedah mata pertawat di tantang dengan pelaksanaan
asistensi beadah asistensi menyeluruh pada setiap intervensi bedah. Pada
selama intraoperatif pelaksanaannya, perawat intraoperatif bedah mata harus
menyesuaikan intervensi sesuai kebutuhan ahli bedah agar
pelaksanaan dapat berjalan optimal.

Gambar 11. Pada saat ahli bedah melakukan intervensi, perawat asisten melakukan
irigasi cairan normal saline dengan menggunakan spuit untuk mempermudah askes
bedah.
Bantu ahli bedah pada Tujuan bedah adalah melakukan ekstraksi bedah. Perwat
saat melakukan asisten bedah membantu ahli bedah agar tujuan
ekstraksi katarak pembedahan dapat tercapai secara optimal.

Gambar 12. Proses ekstraksi katarak. Peran perawat perioperaktif sangat penting
membantu ahli bedaah sebagai agar tujuan pembedahan dapat terlaksana secara
optimal.

48
Bantu ahli bedah Prosedur penutupan jaringan dilakukan setelah tujuan
dalam penutupan pembedahan sudah selesai dilaksanakan.
jaringan

Gambar 13. Proses penutupan jaringan pascaoperasi ekstraksi katarak.


Bersihkan area bedah Sebelum area bedah bekas darah dan lainnya didensinfeksi
dan tutup luka bedah dan dibersihkan, perwat mengangkat duk dan menutup luka
dengan kasa dan di plester secara keseluruhan.

Gambar 14. Perawat menutup luka dengan kasa anti bakteri dan ditutup dengan
kasa serta diplester adhesive secara keseluruhan.
Rapikan dan Instrumen dibersihkan di tempat pembersihan dengan air yang
bersihkan instrumen mengalir. Perawat membersihkan seluruh bagian instrumen
dari sisa pembedahan. Instrumen yang telah dikeringkan
kemudian dipaket untuk di sterlisisasi kembali.
Lakukan dokumentasi Catatan keperwatan intraoperatif diisi lengkap sebelum pasien
intraoperatif di pindahkan ke ruang pulih sadar agar asuhan keperwatan
yang di berikan berkesinambungan.

49
ASUHAN KEPERAWATAN PASCA OPERATIF BEDAH EKSTRAKSI
KATARAK
1. Pasien rawat jalan
Kepala pasien tidak boleh digerakan saat dipindah dari meja operasi ke
tempat tidur. Penting untuk memberitahu pasien sebelum menyetuh pasien yang
buta atau menggunakan perban mata. Observasi keadaan umum pasien. Pasien
biasanya dirawat di ruang pemulihan selama 2-3 jam pasca operasi. Mual dan
muntah dapat menyebabkan kerusakan pada jaitan mata. Oleh karena itu, luka
pasien merasa mual, harus segera diberi obat antiemetik dan tidak memberikan
makanan dan minuman. Nyeri mendadak pada mata atau perubahan visus
merupakan indikasi perdarahan dan harus mendapatkan perhatian medis segera.
bebat mata. Bebat mata biasanya diletakan pada mata yang telah
dioperasi. Jika diperlukan pembatasan gerak mata, maka kedua gerakan mata,
maka kedua mata dibebat. Saat melakukan bebat pada mata, mulai dengan cuci
tangan, lalu bersihkan kulit dahi dan pipi pasien, dan siapkan plaster nonalergik
untuk mengamankan bebat. Beritahu pasien untuk menutup kedua mata dan
letakan kasa di atas kelopak mata yang akan dibebat. Pasang plester di atas kasa
secara diagonal dari pipi ke dahi. Jika diperlukan balutan tekan (misalnya pada
pembedahan retina), gunakan dua kasa (lihat cara pemasangan balutan mata).
Untuk proteksi lebih lanjut atau untuk tidur, shield plastik atau logam
diletakkan di atas bebat. Setelah penyembuhan, shield digunakan pada mata tanpa
bebat dibawahnya. Hal ini diperlukan selama 2-6 minggu bergantung pada
instruksi medis.
Medikasi. Instruksi yang berhubungan dengan medikasi pascaoperasi dan
jadwal diberikan sebelum pasien pulang. Pasien atau anggota keluarga lain yang
berkepentingan diberitahukan cara memberikan obat mata.

50
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Katarak adalah suatu keabnormalan yang terjadi di lensa mata, yang mana
menyebabkan penglihatan menjadi berkurang. Keabnormalan ini disebabkan oleh
terurainya protein-protein.
Katarak ini memiliki klasifikasi antara lain : Katarak terkait usia (katarak
senilis), katarak anak-anak, katarak traumatik, katarak komplikata, katarak akibat
penyakit sistemik, katarak toksik dan katarak ikutan.
Katarak dapat diatasi dengan cara prosedur operasi/bedah, penggunaan
kacamata, obat aldose reductase inhibitor, dan obat-obat lainnya.

B. SARAN
Agar katarak tidak dapat menyerang kita, maka pencegahan utama
penyakit katarak dilakukan dengan mengontrol penyebab yang berhubungan
dengan katarak dan menghindari faktor-faktor yang mempercepat terbentuknya
katarak. Cara pencegahan yang dapat dilakukan dengan menggunakan kacamata
hitam ketika berada di luar ruangan pada siang hari. cara ini dapat mengurangi
sinar UV yang masuk ke dalam mata. Selain itu berhenti merokok juga bisa
mengurangi resiko terjadinya katarak (Gindjing, 2006)
Selain itu, cara pencegahan katarak yang terbaik adalah mengurangi atau
mengendalikan faktor-faktor risiko terjadinya katarak. Faktor-faktor risiko katarak
itu ada yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik meliputi faktor
umur, gender dan genetik, pengaruh faktor ini tidak mungkin dimanipulasi.
Sedangkan faktor ekstrinsik meliputi penyakit, penggunaan obat tertentu, paparan
sinar matahari, merokok, minuman beralkohol, ketidakseimbangan nutrisi dan
adanya ruda paksa pada bola mata. Faktor-faktor ini masih dapat dikendalikan
seperti mengonsumsi cukup protein dan vitamin, menghentikan kebiasaan
merokok atau minum minuman beralkohol, memakai pelindung mata atau
kacamata dan lain-lain (Djatikusumo, 2002).

51
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif, Amin H et al. 2013. NANDA NIC NOC Edisi Revisi Jilid 2. Jakarta:
Mediaction Publishing.
Istiqomah, Indriana N. 2004. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata.
Jakarta: EGC.
Ilyas, H Sidarta. 2006. Katarak Lensa Mata Keruh Edisi Kedua. Jakarta: FKUI.
Brunner & Suddart. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Alih bahasa Agung
Waluyo. Jakarta: EGC.
Doengoes, Marilyn, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Alih Bahasa.
Jakarta: EGC.
Hegner, Barbara R. 2003. Asisten Keperawatan: Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan. Jakarta: EGC.
Elizabeth J. Corwin. 2007. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Ilyas DSM, Sidarta. 2013. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta. 2013
American Academy of Opthalmology, Basic and aclinical Science Course. Lens
and Cataract. Section 11. San Fransisco : American Academy of
Opthalmology : 17-22, 81-97, 103-10 Diakses tanggal 6 Oktober 2014
kBoyd FB. Highlight of opthalmology. World atlas series of ophthalmic surgery.
Vol 1. Eldorado : Highlight Opthalmology Intl : 123-4. 172-75. Diakses
tanggal 6 Oktober 2014
Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology. 17th ed. USA : Mc Graw-
Hill; 2007. Diakses tanggal 6 Oktober 2014
(buku kapita selekta kedokteran edisi ketiga jilid 1 editor arif mansjoer)
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31307/5/Chapter%201.pdf. Diakses
tanggal 9 Oktober 2014
Stoane, Ethel.2003.Anatomi dan Fisiologi untuk pemula.Jakarta:ECG.
Guyton
(Gin Djing, Oei. 2006. Terapi Mata dengan Pijat & Ramuan. Jakarta: Penebar
Swadaya)

52
(Leske dkk, 1991) (dalam thesis: djatikusumo, P. S. 2002. Kadar Vitamin C
Plasma dan Humor Akuos Menurut Gradasi Katarak Senilis. Tesis. Program
Pascasarjana Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta)
Khalilullah, Said Alfin,desember 2010, version 1,
http://alfinzone.files.wordpress.com/2010/12/patologi-pada-katarak1.pdf, 05
oktober 2014
Ming,PorYong, january 2011, Jerry Tan Eye Surgery, edisi
6,http://www.jerrytaneyesurgery.com/docs/operasi_katarak_kencan_edisi_6_t
ahun_1_2011_id.pdf, 05 oktober 2014
Sulistyawati, Anny, January 2001, vol 1,
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33580/5/Chapter%20I.pdf, 05
oktober 2014
Muttaqin Arif.2011.Keperawatan Bedah Komperatif.Jakarta:Medika Salemba

53

You might also like