Professional Documents
Culture Documents
ELIMINASI
DI Susun oleh:
RIKY PRATAMA
NIM : PO0220216044
KELOMPOK III
TA.2017/2018
A. Pengertian
Sistem tubuh yang berperan dalam eliminasi alvi ( buang air besar )
adalah sistem gastrointestinal bawah yang meliputi usus halus usus besar. Usus
halus terdiri atas duodenum, jejunum, dan ileum dengan panjang kurang lebih 6
meter dan diameter 1,5 cm, serta berfungsi sebagai tempat absorpsi elektrolit
Na, Cl, K, Mg, HCO3 dan Kalsium. Usus besar di mulai dari rektum, kolon,
hingga anus yang memiliki panajng kurang lebih 1,5 meter atau 50-60 inci
dengan diameter 6 cm. Usus merupakan bagian bawah atau bagian ujuang dari
saluran pencernaan, di mulai dari katup ileum caecum sampai ke dubur ( anus).
Batas antar usus besar dan ujung usus halus adalah katup ileocaeacal.
Katup ini biasanya mecegah zat yang masuk ke usus besar sebelum waktunya,
dan mencegah produk buang untuk kembali ke usus halus. Produk bungan yang
memasuki usus besar adalah berupa cairan. Setiap hari saluran anus menyerap
sekitar 800-1000 ml cairan. Penyerapan inilah yang menyebabkan feses
mempunyai bentuk dan berwujud setengah padat. Jika penyerapan tidak baik,
produ buangan cepat melalui usus besar, feses itu lunak dan berair. Jika feses
terlalau lama dalam usus besar, maka akan terlalau banayak air yang di serap
sehingga feses menjadi kering dan keras.
Proses Defekasi
Fese terdiri atas sisa makanan seprti selulose yang tidak di rencanakan
dan zat makanan yang lain yang seluruhnya tidak di pakai oleh tubuh, berbagai
macam mikrooraganisme, sekresi kelenjar usus, pigmen empedu, dan cairan
tubuh. Feses yang normal terdiri atas masa padat dan berwaran cokelat karena
di sebabkan oleh mobilitas sebagai hasil produksi pigmen empedu dan usus
kecil.
B. Etiologi
a. Pola diet tidak adekuat/tidak sempurna:
Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi eliminasi feses.
Cukupnya selulosa, serat pada makanan, penting untuk memperbesar
volume feses. Makanantertentu pada beberapa orang sulit atau tidak bisa
dicerna. Ketidakmampuan ini berdampak pada gangguan pencernaan, di
beberapa bagian jalur dari pengairan feses. Makan yang teratur
mempengaruhi defekasi. Makan yang tidak teratur dapat
mengganggu keteraturan pola defekasi. Individu yang makan pada waktu
yang sama setiap hari mempunyai suatu keteraturan waktu, respon
fisiologi pada pemasukan makanan dan keteraturan pola aktivitas
peristaltik di colon.
b. Cairan
Pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses. Ketika
pemasukan cairan yang adekuat ataupun pengeluaran (cth: urine,
muntah) yang berlebihan untuk beberapa alasan, tubuh melanjutkan untuk
mereabsorbsi air dari chyme ketika ia lewat di sepanjang colon.
Dampaknya chyme menjadi lebih kering dari normal, menghasilkan feses
yang keras. Ditambah lagi berkurangnya pemasukan cairan
memperlambat perjalanan chyme di sepanjang intestinal, sehingga
meningkatkan reabsorbsi cairan dari chyme.
c. Meningkatnya stress psikologi
Dapat dilihat bahwa stres dapat mempengaruhi defekasi.
Penyakit-penyakit tertentu termasuk diare kronik, seperti ulcus pada
collitis, bisa jadi mempunyai komponen psikologi. Diketahui juga bahwa
beberapa orang yagn cemas atau marah dapat meningkatkan aktivitas
peristaltik dan frekuensi diare. Ditambah lagi orang yagn depresi bisa
memperlambat motilitas intestinal, yang berdampak pada konstipasi
d. Kurang aktifitas, kurang berolahraga, berbaring lama.
Pada pasien immobilisasi atau bedrest akan terjadi penurunan
gerak peristaltic dan dapat menyebabkan melambatnya feses menuju
rectum dalam waktu lama dan terjadi reabsorpsi cairan feses sehingga
feses mengeras.
C. Manifestasi Klinis
Konstipasi kolonik merpakan keadaan individu yang mengalami atau
berisiko mengalami perlambatan pasase residu makan yang mengakibatkan
feses kering dan keras.
1. Adanya penurunan frekuensi eliminasi
2. Feses kering dan keras
3. Mengejan saat defekasi
4. Nyeri defeksi
5. Adanya distensi pada abdomen
6. Adanya tekanan pada rektum
7. Nyeri abdomen.
D. Patofisiologi/Pathway
Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga disebut
bowel movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari
beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali per minggu.Banyaknya feses juga
bervariasi setiap orang. Ketika gelombang peristaltik mendorong feses kedalam
kolon sigmoid dan rektum, saraf sensoris dalamrektum dirangsang dan individu
menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk defekasi. Defekasi biasanya dimulai oleh
dua refleks defekasi yaitu refleksdefekasi instrinsik. Ketika feses masuk kedalam
rektum, pengembangan dinding rektum memberi suatu signal yang menyebar
melalui pleksusmesentrikus untuk memulai gelombang peristaltik pada kolon
desenden, kolonsigmoid, dan didalam rektum. Gelombang ini menekan feses kearah
anus.Begitu gelombang peristaltik mendekati anus, spingter anal interna
tidak menutup dan bila spingter eksternal tenang maka feses keluar.Refleks defekasi
kedua yaitu parasimpatis. Ketika serat saraf dalam rektum dirangsang, signal
diteruskan ke spinal cord (sakral 2 – 4) dan kemudian kembali ke kolon desenden,
kolon sigmoid dan rektum. Sinyal – sinyal parasimpatis ini meningkatkan gelombang
peristaltik, melemaskan spingter anus internal dan meningkatkan refleks defekasi
instrinsik. Spingter anus individu duduk ditoilet atau bedpan, spingter anus eksternal
tenangdengan sendirinya.Pengeluaran feses dibantu oleh kontraksi otot-otot perut
dandiaphragma yang akan meningkatkan tekanan abdominal dan oleh kontraksi
muskulus levator ani pada dasar panggul yang menggerakkan feses melalui saluran
anus.
F. Penatalaksanaan
Prosedur Kerja
1. Cuci tangan
2. Jelaskan prosedur yang akan di lakukan
3. Atur ruangan, letakkan sampirang apabila di bangsal umum atau
tutp pintu apabila di ruang sendiri
4. Atur posisi pasie dengan posisi sim miring ke kiri
5. Pasang pengals dibawah glutea
6. Irigator diisi cairan hangat sesuai dengan suhu badan (10,5-43°c)
dan hubungkan kanula rekti kemudian cek aliran dengan membulka
kanula dan keluarkan air ke bengkok serta berikan jeli pada ujung
kanula
7. Gunakan sarung tangan dan masukkan kanula ke kira-kira 15 cm
ke dalam rektum kearah kolom desenden sambil pasien disuruh
bernapas panjang dan pegang irigator setinggi 50 cm dari tempat
tidur. Buak klemnya dan air di alirkan sampai menuju keinginanaya
BAB
8. Anjurkan apsien untuk menahan sebentar bila mau BAB dan
pasang pispot atau anjurka ke toilet. Jika pasien tidak mamapu
mobilisasi jalan, bersihkan daerah sekitar rektum hingga bersih
9. Cuci tangan
10. Catat jumlah fese yang keluar, konsistensi, dan respon paisen
G. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang kemungkinan terjadi pda masalah kebutuhan eliminasi
alvi, sebagaimna dalam NANDA-Internasiaonmal 2013-2014 sebagai berikut.
H. Perencanaan
Tujuan:
1. Memahami arti eliminasi
2. Mempertahan asupan makanan
3. Membntu latihan secara teratur
4. Mempertahankan kebiasaan defekasi secara teratur
5. Meprtahankan defekasi secara normal.
Rencana Tindakan
1. Kaji perubahan faktor yang mempengaruhi masalah eliminasi alvi.
2. Kurangi faktor yang mempengaruhi terjadinya masalah.
b. Konstipasi secara umum
1. Membiasakan pasien untuk buang air secara teratur.
2. Meningkatkan asupan cairang dengan bvanyalk minum
3. Diet yang seimbang dan makan bahan makanan yang banyak
mengandung serat.
4. Melakukan latihan fisik, miasalnya melatih otot perut.
5. Mengatur posisis yang baik untuk buang air besar
6. Anjurkan untuk tidak memaksakan diri dalam BAB
7. Beriakan otot laksatif, misalnya dulcolax tm atau jenis obat
suppositoria.
c. Konstipasi akibat nyeri
1. Tingkat asupan cairan
2. Diet yang tinggi serat
3. Tingkat latihan setiap hari
4. Berikan pelumas di sekitar anus untuk mengurangi rasa nyeri
5. Kompres di sekitas anus untuk mengurangi rasa gatal
6. Rendam duduk atau mandi di bak dengan air hangat (43-46
derajat celcius, selama 15 menit) jika nyeri hebat
7. Berikan pelunak feses.
8. Cegah dudki apabila hemoroid, dengan cara berdiri tiap 1 jam
kurang lebih 5-10 menit untuk menurunkan tekanan.
d. Konstripasi kolik akibat gaya hidup
1. Berikan stimulus untuk defekasi, seprti minum kopi atau jus
2. Bantu pasien untuk menggunakan pispot bila memungkinkan.
3. Gunakan kamar mandi dari pada pispot bila memungkinkan
4. Ajarkan latihan fisik dengan memberikan ambulasi, latihan
rentang gerak, dan lain-lain.
5. Tingkat diet tinggi serat seperti buah dan sayuran.
e. Inkontinensia usus
1. Pada waktu tertentu, setiap 2 atau 3 jam letakkan pasien di
bawah pasien.
2. Beriakan latihan buang iar besar dan anjurkan pasien
untukselalu berusaha latihan
3. Kalau inkontinensia hebat, di perlukan adanya pakaian dalam
yang tahan lembab, supaya pasien dan sepray tidak kotor.
4. Pakai laket yang dapat di buang dan menyenagkan untuk
dipakai
5. Untuk mengurangi rasa malu pasien, perlu didukung semnagat
pengertian perawta khusus
3. Jelaskan mengenai elminasi yang normal kepada pasien
4. Pertahankan asupan makanan dan minum
5. Bantu defekasi secara manual.
6. Bantu latihan buang air besar.