You are on page 1of 11

BAB I

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Diabetes insipidus merupakan suatu penyakit yang jarang ditemukan. Penyakit ini diakibatkan oleh
berbagai penyebab yang dapat mengganggu mekanisme Neurohypophyseal-renal reflex sehingga
mengakibatkan kegagalan tubuh dalam mengkonversi air. Kebanyakan kasus-kasus yang pernah ditemui
merupakan kasus idiopatik yang dapat bermanifestasi pada berbagai tingkatan umur dan jenis kelamin.
( Prof. Dr. Margono Soekarjo)

Terdapat 4 jenis diabetes insipidus yaitu diabetes insipidus sentral, nefrogenik, dipsogenik, dan gestasional.
Pada diabetes insipidus sentral, kelainan terletak di hipofisis, sedangkan pada diabetes insipidus nefrogenik
kelainan dikarenakan ginjal tidak memberikan respon terhadap hormon antidiuretik sehingga ginjal terus
menerus mengeluarkan sejumlah besar air kemih yang encer. Diabetes insipidus bisa merupakan penyakit
keturunan. Gen yang menyebabkan penyakit ini bersifat dominan dan dibawa oleh kromosom X. Wanita
yang membawa gen ini bisa mewariskan penyakit ini kepada anak laki-lakinya. Penyebab lain dari diabetes
insipidus nefrogenik adalah obat-obat tertentu. ( Prof. Dr. Margono Soekarjo)

Diabetes insipidus ditandai dengan gejala khas yaitu poliuria dan polidipsia. Jika penyebabnya genetik,
gejala biasanya timbul segera setelah lahir. Bayi tidak dapat menyatakan rasa hausnya, sehingga mereka
bisa mengalami dehidrasi. Bayi bisa mengalami demam tinggi yang disertai dengan muntah dan kejang-
kejang. Jika tidak segera terdiagnosis dan diobati bisa terjadi kerusakan otak, sehingga bayi mengalami
keterbelakangan mental. Dehidrasi yang sering berulang juga akan menghambat perkembangan fisik.
( Prof. Dr. Margono Soekarjo)

Kebanyakan kasus-kasus yang pernah ditemui merupakan kasus idiopatik yang dapat bermanifestasi pada
berbagai tingkatan umur dan jenis kelamin.

Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah untuk mengetahui konsep Diabetes
Insipidus dan mengaplikasikan Asuhan Keperawatan Diabetes Insipidus.

Tujuan
Tujuan Umum
Tujuan umum dari Penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan mengenai penyakit
Diabetes Insipidus

Tujuan Khusus
Untuk mengetahui definisi/pengertian Diabetes Insipidus?
Untuk mengetahui macam-macam/klasifikasi Diabetes Insipidus?
Untuk mengetahui etiologi dari Diabetes Insipidus?
Untuk mengetahui tanda dan gejala Diabetes Insipidus?
Untuk mengetahui patofisiologi Diabetes Insipidus ?
Untuk mengetahui penatalaksanaan pada pasien diabetes insipidus?
Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang pada pasien Diabetes Insipidus?
Untuk mengetahui penyusunan asuhan keperawatan pada pasien Diabetus Insipidus?

BAB II
KONSEP TEORI
Pengertian
Diabetes insipidus adalah kegagalan tubuh untuk menyimpan air karena kekurangan hormon antidiuretik
(ADH, vasopresin ), yang disekresikan oleh ginjal, atau karena ketidakmampuan ginjal untuk berespon
pada ADH. Diabetes insipidus ditandai oleh polidipsi dan poliuria .
( Nettina M. Sandra. 2001)
Diabetes insipidus adaah suatu penyakit yang ditandai oleh penurunan produksi sekresi dan fungsi dari
ADH. (Corwin,2000)
Diabetes insipidus merupakan kelainan pada lobus posterior hipofisis yang disebabkan oleh defisiensi
vasopressin yang merupakan hormone anti diuretic (ADH). Kelainan ini ditandai oleh rasa haus yang sangat
tinggi ( polidipsia ) dan pengeluaran urin yang encer dengan jumlah yang besar. (Suzanne C, 2001).
Klasifikasi
Klasifikasi Diabetes Insipidus menurut Buku Ajar Patofisiologi Kedokteran,2007. Jakarta:EGC.
Diabetes insipidus sentral
Merupakan bentuk tersering dari diabetes insipidus dan biasanya berakibat fatal. Diabetes insipidus sentral
merupakan manifestasi dari kerusakan hipofisis yang berakibat terganggunya sintesis dan penyimpanan
ADH. Hal ini bisa disebabkan oleh kerusakan nucleus supraoptik, paraventrikular, dan filiformis
hipotalamus yang mensistesis ADH. Selain itu, diabetes insipidus sentral (DIS) juga timbul karena
gangguan pengangkutan ADH akibat kerusakan pada akson traktus supraoptiko hipofisealis dan akson
hipofisis posterior di mana ADH disimpan untuk sewaktu-waktu dilepaskan ke dalam sirkulasi jika
dibutuhkan.
Penanganan pada keadaan DI sentral adalah dengan pemberian sintetik ADH (desmopressin) yang tersedia
dalam bentuk injeksi, nasal spray, maupun pil. Selama mengkonsumsi desmopressin, pasien harus minum
hanya jika haus. Mekanisme obat ini yaitu menghambat ekskresi air sehingga ginjal mengekskresikan
sedikit urin dan kurang peka terhadap perubahan keseimbangan cairan dalam tubuh.
Diabetes insipidus nefrogenik
Keadaan ini terjadi bila ginjal kurang peka terhadap ADH. Hal ini dapat di sebabkan oleh konsumsi obat
seperti lithium, atau proses kronik ginjal seperti penyakit ginjal polikistik, gagal ginjal, blok parsial ureter,
sickle cell disease, dan kelainan genetik, maupun idiopatik. Pada keadaan ini, terapi desmopressin tidak
akan berpengaruh. Penderita diterapi dengan hydrochlorothiazide (HCTZ) atau indomethacin. HCTZ
kadang dikombinasikan dengan amiloride. Saat mengkonsumsi obat ini, pasien hanya boleh minum jika
haus untuk mengatasi terjadinya volume overload.
Diabetes insipidus dipsogenik
Kelainan ini disebabkan oleh kerusakan dalam mekanisme haus di hipotalamus. Defek ini mengakibatkan
peningkatan rasa haus yang abnormal sehingga terjadi supresi sekresi ADH dan peningkatan output urin.
Desmopressin tidak boleh digunakan untuk penanganan diabetes insipidus dipsogenik karena akan
menurunkan output urin tetapi tidak menekan rasa haus. Akibatnya, input air akan terus bertambah sehingga
terjadi volume overload yang berakibat intoksikasi air (suatu kondisi dimana konsentrasi Na dalam darah
rendah/hiponatremia) dan dapat berefek fatal pada otak. Belum ditemukan pengobatan yang tepat untuk
diabetes insipidus dipsogenik.
Diabetes insipidus gestasional
Diabetes insipidus gestasional terjadi hanya saat hamil jika enzim yang dibuat plasenta merusak ADH ibu.
Kebanyakan kasus diabetes insipidus pada kehamilan membaik diterapi dengan desmopressin. Pada kasus
dimana terdapat abnormalitas dari mekanisme haus, desmopresin tidak boleh digunakan sebagai terapi.

Etiologi
Penyebab terjadinya Diabetes Insipidus antara lain : ( Baughman C. Diane & Joann C. Hackley. 2000)
Defisiensi ADH ( diabetes insipidus sentral) yang mungkin kongenital atau didapat, disebabkan oleh defek
SSP, trauma kepala, infeksi , tumor otak, atau idiopatik. Penurunan sensitivitas ginjal pada ADH ( diabetes
insipidus nefrogenik ) biasanya menyertai penyakit ginjal kronis , atau supresi ADH sekunder akibat
mengkonsumsi cairan berlebihan ( polidipsia primer)

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis penderita diabetes insipidus ialah sebagai berikut: (Abdoerachman,dkk, 1974)
Poliuria : haluaran urine harian dalam jumlah yang sangat banyak dengan urine yang sangat encer ; berat
jenis urine 1,001 aampai 1,005 atau 50 - 200 mOsmol/kg berat badan, biasanya mempunyai awitan
mendadak, tetapi mungkin secara tersamar pada orang dewasa. Jumlah cairan yangdiminum maupun
produksi urin per 24 jam sangat banyak , dapat mencapai 5 - 10 liter sehari.
Polidipsia : rasa sangat kehausan , 4 sampai 40 liter cairan setiap hari, terutama sangat membutuhkan air
yang dingin .
Dehidrasi
Bila tidak mendapat cairan yang adekuat akan terjadi dehidrasi. Komplikasi dari dehidrasi, bayi bisa
mengalami demam tinggi yang disertai dengan muntah dan kejang-kejang. Jika tidak segera terdiagnosis
dan diobati, bisa terjadi kerusakan otak, sehingga bayi mengalami keterbelakangan mental. Dehidrasi yang
sering berulang juga akan menghambat perkembangan fisik.
Penderita terus berkemih dalam jumlah yang sangat banyak, terutama di malam hari (nokturia). Tentu akan
sangat merepotkan jika setiap tidur malam harus bolak-balik ke kamar mandi hanya untuk buang air kecil.
Akibatnya kualitas tidur menjadi berkurang, dan kondisi kesehatan pun turun/kelelahan karena kurang
tidur.
Pada bayi yang diberikan minum seperti biasa akan tampak kegelisahan yang tidak berhenti, sampai timbul
dehidrasi, panas tinggi, dan terkadang sampai syok.

Gejala lain:
Penurunan berat badan
Bola mata cekung
Hipotensi
Tidak berkeringat atau keringat sedikit, sehingga kulit kering dan pucat
Anoreksia

Patofisiologi
Patofisiologi Diabetes Insipidus menurut Buku Ajar Patofisiologi Kedokteran,2007:
Vasopresin arginin merupakan suatu hormon antidiuretik yang dibuat di nucleus supraoptik,paraventrikular
, dan filiformis hipotalamus, bersama dengan pengikatnya yaitu neurofisin II. Vasopresin kemudian
diangkut dari badan-badan sel neuron tempat pembuatannya, melalui akson menuju keujung-ujung saraf
yang berada di kelenjar hipofisis posterior, yang merupakan tempat penyimpanannya.Secara fisiologis,
vasopressin dan neurofisin yang tidak aktif akan disekresikan bila ada rangsang tertentu. Sekresi vasopresin
diatur oleh rangsang yang meningkat pada reseptor volume dan osmotic.Suatu peningkatan osmolalitas
cairan ekstraseluler atau penurunan volume intravaskuler akanmerangsang sekresi vasopresin. Vasopressin
kemudian meningkatkan permeabilitas epitel duktus pengumpul ginjal terhadap air melalui suatu
mekanisme yang melibatkan pengaktifan adenolisin dan peningkatan AMP siklik (yaitu Adenosin Mono
Fosfat). Akibatnya, konsentrasi kemih meningkat dan osmolalitas serum menurun. Osmolalitas serum
biasanya dipertahankan konstan dengan batas yang sempit antara 290 dan 296 mOsm/kg H2O.
Gangguan dari fisiologi vasopressin ini dapat menyebabkan pengumpulan air pada duktus pengumpul ginjal
meningkat karena berkurang permeabilitasnya, yang akan menyebabkan poliuria atau banyak
kencing.Selain itu, peningkatan osmolalitas plasma akan merangsang pusat haus, dan sebaliknya penurunan
osmolalitas plasma akan menekan pusat haus. Ambang rangsang osmotic pusat haus lebih tinggi
dibandingkan ambang rangsang sekresi vasopresin. Sehingga apabila osmolalitas plasma meningkat, maka
tubuh terlebih dahulu akan mengatasinya dengan mensekresi vasopresin yang apabila masih meningkat
akan merangsang pusat haus, yang akan berimplikasi orang tersebut minum banyak(polidipsia).
Secara patogenesis, diabetes insipidus dibagi menjadi 2 yaitu diabetes insipidus sentral, dimana
gangguannya pada vasopresin itu sendiri dan diabetes insipidus nefrogenik, dimana gangguannya adalah
karena tidak responsifnya tubulus ginjal terhadap vasopresin.

Penatalaksanaan
Menurut Buku Saku keperawatan medikal bedah Brunner & Suddarth, penatalaksanaan dari Diabetes
Insipidus adalah sebagai berikut:
Sasaran dari terapi adalah untuk menjamin penggantian cairan yang adekuat, untuk menggantikan
vasopresin, dan untuk mencari serta memperbaiki patologi intrakarnial yang mendasarinya.
Penggantian vasopresin
Desmopressin (DDAVP) , diberikan melalui intranasal , dua kali pemberian per hari untuk mengontrol
gejala.
Pemberian ADH intramuskular ( vasopresin tannat dalam minyak ) setiap 24 jam sampai 96 jam untuk
mengurangi volume urine; rotasikan tempat suntikan untuk mencegah lipodistrofi.
Lypressin (DIAPID) diserap melalui mukosa nasal kedalam darah; durasinya mungkin akan singkat pada
pasien dengan penyakit yang parah .
Konservasi cairan
Clofibrat, suatu preparat hipolipidemik, mempunyai efek antidiuretik pada pasien yang mempunyai
sebagian vasopresin hipotalamik residual.
Klorpropamid (Diabinese) dan diuretik tiasid digunakan dalam bentuk ringan untuk memperkuat kerja
vasopresin ; dapat menyebabkan reaksi hipoglikemia.
Asal nefrogenik
Diuretik tiasid, penipisan kadar garam ringan, dan inhibitor prostaglandin ( misal : ibuprofen, endometasin
).

Menurut Ni Ketut Rahajeng selain terapi hormone pengganti dapat juga dipakai terapi adjuvant yang secara
fisiologis mengatur keseimbangan air dengan cara :
Mengurangi jumlah air ke tubuus distal dan collecting duct.
Memacu pelepasan ADH endogen.
Meningkatkan efek ADH endogen yang masih ada pada tubulus ginjal.
Obat-obatan adjuvant yang biasa dipakai adalah Diuretic Tiazid, Klorpopamid, Kofibrat, Karbamazepin.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada Diabetes Insipidus adalah : (Talbot, Laura, dkk.1997)
Hickey-Hare atau Carter-Robbins test.
Pemberian infuse larutan garam hipertonis secara cepat pada orang normal akan menurunkan jumlah urin.
Sedangkan pada diabetes insipidus urin akan menetap atau bertambah. Pemberian pitresin akan
menyebabkan turunnya jumlah urin pada pasien DIS dan menetapnya jumlah urin pada pasien DIN.
Fluid deprivation menurut Martin Golberg.
Sebelum pengujian dimulai, pasien diminta untuk mengosongkan kandung kencingnya kemudian
ditimbanh berat badannya, diperiksa volum dan berat jenis atau osmolalitas urin pertama. Pada saat ini
diambil sampel plasma untuk diukur osmolalitasnya.
Pasien diminta buang air kecil sesering mungkin paling sedikit setiap jam
Pasien ditimbang setiap jam bila diuresis lebih dari 300 ml/jam atau setiap 3 jam bila dieresis kurang dari
300 ml/jam.
Setiap sampel urin sebaiknya diperiksa osmolalitasnya dalam keadaan segar atau kalau hal ini tidak
mungkin dilakukan semua sampel harus disimpan dalam botol yang tertutup rapat serta disimpan dalam
lemari es.
Pengujian dihentikan setelah 16 jam atau berat badan menurun 3-4 % tergantung mana yang terjadi lebih
dahulu. Pengujian ini dilanjutkan dengan :
Uji nikotin
Pasien diminta untuk merokok dan menghisap dalam-dalam sebanyak 3 batang dalam waktu 15-20 menit.
Teruskan pengukuran volume, berat jenis dan osmolalitas setiap sampel urine sampai osmolalitas/berat
jenis urin menurun dibandingkan dengan sebelum diberikan nikotin.
Uji Vasopresin :
Berikan pitresin dalam minyak 5 m, intramuscular.
Ukur volume, berat jenis, dan osmolalitas urin pada dieresis berikutnya atau 1 jam kemudian.

Evaluasi Diagnostik
Menurut buku pedoman praktek keperawatan Nettina M. Sandra, evaluasi diagnostik pada Diabetes
Insipidus dilihat dari :
Urinalisis menunjukkan penurunan berat jenis, penurunan osmolalitas, dan penurunan natrium.
Uji penyimpangan cairan, pemberian ditunda selama 8 sampai 12 jam sampai terjadi penurunan tubuh
sekitar 3 % sampai 5%. Ketidakmampuan untuk meningkatkan berat jenis dan osmolalitas urin selama
pemeriksaan merupakan karakteristik diabetes insipidus.
Peningkatan serum osmolalitas ( lebih besar dari 295 mOsm)
serum natrium
Serum ADH rendah dalam hubungan dengan serum osmolalitas yang tingggi.
Tes kekurangan air ( potensial bahaya) untuk membedakan diabetes insipidus sentral dari diabetes insipidus
nefrogenik .
Cairan dibatasi, dan volume urinarius serta konsentrasi dipantau setiap jam, selama pasien ditimbang .
Tes di akhiri bila pasien kehilangan lebih dari 3% sampai 5% berat badan. Serum natrium pasca-tes dan
osmolalitas tinggi; osmolalitas urin tetap rendah.
Tes diselesaikan dengan memberikan dosis ADH, yang harus menghentikan diuresis abnormal. Bila tidak,
anak mungkin mengalami DI nefrogenik

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
Demografi
Menurut orphanet, sebuah konsorsium European partner, menyatakan ini merupakan penyakit langka yang
terdapat 1 tiap 2.000 orang. gambaran klinis dan gejala jangka panjang dari kekacauan ini sebagian besar
tak tergambarkan. metode yang dipelajari dari 79 pasien dengan diabetes insipidus sentral yang diteliti pada
empat pusat endokrinologi anak antara tahun 1970 dan 1996. Terdiri 37 laki-laki dan 42 pasien wanita
dengan rata rata umur 7 tahun
Riwayat :
Trauma kepala, pembedahan kepala, pemakaian obat phenotoin, lithium karbamat, infeksi kranial, tumor
paru/mamae. Riwayat keluarga menderita kerusakan tubulus ginjal atau penyakit yang sama
Pemeriksaan fisik
Kaji keadaan umum klien: klien terlihat lemah dan mata cekung
Kaji TTV klien : TD pasien menurun dan suhu tubuh meningkat. RR dan nadi normal
Sistem Integumen :Turgor kulit menurun (pucat) , kulit kering, mukosa bibir kering.
Sistem Kardiovaskeler : Bradikardia
Sistem Muskuloskeletal : Gerakan lambat.
Sistem Neurologi ; Pasien tidak mengalami Pusing, orientasi baik, tidak ada perubahan pupil, kesadaran
kompos metis dengan skala GCS = 15, reflek motorik penilaian 6,reflek pada mata pada penilaian 4,reflek
Verbal pada penilaian 5
Gastrointestinal :
intensitas untuk berkemih semakin banyak tiap harinya.Output yang berlebih (frekuensi BAK ≥ 6x/hari)
terutama pada malam hari (nokturia).
penurunan BB, poliuri.

3. Diagnosa Keperawatan
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan keluaran cairan aktif
Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan penurunan permeabilitas tubulus ginjal, ditandai dengan
poliuri dan nokturia.
Gangguan pola tidur berhubungan dengan nocturia
Keletihan fisik berhubungan dengan peningkatan kebutuhan terhadap istirahat

Rencana Keperawatan

No. Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional

1. Kekurangan volume Tujuan : Manajemen cairan : Adanya perubahan TTV


cairan berhubungan menggambarkan status
Setelah diberikan tindakan Kaji dan Pantau TTV
dengan keluaran dehidrasi klien.
selama 2 x 24 dan catat adanya jika ada
cairan aktif Hipovolemia dapat
jam,diharapkan kekurangan perubahan
dimanifestasikan oleh
volume cairan teratasi.
Berikan cairan sesuai hipotensi dan takikardia.
Kriteria hasil: kebutuhan.
Memenuhi kebutuhan
cairan dalam tubuh.
TTV dalam batas normal Catat intake dan output Memberikan hasil
(skala 5) cairan. pengkajian yang terbaik
dari status cairan yang
Suhu tubuh 36-37,5°C) Monitor dan Timbang
sedang berlangsung dan
berat badan setiap hari.
Intake dan output dalam 24 selanjutnya dalam
jam seimbang (skala 4) Monitor status hidrasi memberikan cairan
(suhu tubuh, kelembaban pengganti
Kulit/membran mukosa
membran mukosa, warna
klien lembab Mengetahui berapa cairan
kulit).
yang hilang dalam tubuh
BB klien tetap/tidak terjadi
penurunan berat badan Mengetahui tingkat
dehidrasi.

2. Gangguan eliminasi Tujuan : Manajemen pengeluaran Mengetahui sejauh mana


urine berhubungan urin : perkembangan fungsi
Setelah diberikan
denganpenurunan ginjal dan untuk
askeptindakan keperawatan monitor dan kaji
permeabilitas tubulus mengetahui normal atau
selama 2 x 24 jam, karakteristik urine
ginjal, ditandai dengan tidaknya urine klien.
diharapkan gangguan meliputi frekuensi,
poliuri dan nokturia.
eliminasi urin teratasi,. konsistensi, bau, volume Mengurangi pengeluaran
dan warna. cairan berupa urine
Kriteria hasil:
terutama saat malam hari.
Batasi pemberian cairan
Karakteristik urine meliputi
sesuai kebutuhan. Mengidentifikasikan fungsi
warna, berat jenis, jumlah,
kandung kemih, fungsi
bau normal (skala 5) Catat waktu terakhir
ginjal, dan keseimbangan
klien eliminasi urin.
Tidak terjadi nocturia cairan.
Instruksikan
Pola eliminasi normal Mengetahui jumlah
klien/keluarga untuk
(skala 5) pengeluaran urin
mencatat output urine
klien.

3. Gangguan pola tidur Tujuan : Jelaskan pentingnya Pasien dan keluarga lebih
berhubungan dengan tidur yang adekuat memahami dan mengerti
setelah diakukan tindakan
nocturia. selama sakit tentang pentingnya tidur
keperawatan selama 2 x 24
selama sakit
jam, diharapkan pola tidur Bantu pasien untuk
pasien tidak terganggu. mengidentifikasi factor Pasien mengetahui faktor
yang menyebabkan penyebab dan mengetahui
kurang tidur. solusi nya
Kriteria hasil :
Dekatkan pispot dengan Memudahkan pasien untuk
Jam tidur cukup (skala 5) pasien di malam hari. melakukan BAK selama
sakit
Pola tidur baik (skala 4) lakukan pijatan yang
nyaman, pengaturan
Kualitas tidur baik (skala 4) posisi, dan sentuhan Meingkatkan rasa ngantuk
afektif pada pasien
Tidur tidak terganggu (skala
4) Ciptakan lingkungan Pasien merasa nyaman
yang nyaman
Kebiasaan tidur Memenuhi kebutuhan tidur
Berikan tidur siang, jika pasien
diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan
tidur.

BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan

Diabetes insipidus merupakan suatu kondisi kronik dimana terjadi peningkatan rasa haus dan peningkatan
kuantitas urin dengan berat jenis yang rendah. Kondisi ini merupakan manifestasi klinis dari defisiensi
pitresin (ADH)atau merupakan kondisi klinis akibat dari ketidakpekaan tubulus ginjal terhadapADH.
Penyebab diabetes insipidus dapat karena penyebab sentral yangmenyebabkan penurunan produksi ADH
maupun kelainan ginjal (diabetes insipidus nefrogenik) yang menyebabkan ginjal kurang peka terhadap
ADH, serta idiopatik.Gejala klinis khas diabetes insipidus yaitu poliuria dan polidipsia, gejala lainnya yaitu
dehidrasi, hipertermia, nyeri kepala, lemah dan lesu, nyeri otot,hipotermia dan takikardia. Berat badan turun
dengan cepat, serta gejala enuresis, pada anak yang telah dapat mengendalikan kandung kencing, keringat
sedikit sehingga kulit kering dan pucat, anoreksia, lebih menyukai karbohidrat. Komplikasi dari dehidrasi,
bayi bisa mengalami demam tinggi yang disertaidengan muntah dan kejang-kejang. Jika tidak segera
terdiagnosis dan diobati, bisa terjadi kerusakan otak, sehingga bayi mengalami keterbelakangan mental.
Dehidrasi yang sering berulang juga akan menghambat perkembangan fisik. Gejala dan tanda lain
tergantung pada lesi primer.

Diagnosis ditegakkan dengan anamnesa dan pemeriksaan penunjang(laboratorium : darah, urinalisis fisis
dan kimia), test deprivasi air,radioimunoassay untuk vasopresin, rontgen cranium, dan MRI. Komplikasi
diabetes insipidus dapat terjadi dehidrasi hipernatremik serta komplikasi neurologisnya, retardasi mental,
hidronefrosis. Pada DIS yang komplit, terapi hormon pengganti (hormonal replacement) yaitu
desmopressin atau DDAVP (1-desamino-8-d-arginine vasopressin) merupakan pilihan utama. Selain terapi
hormon pengganti, bisa juga digunakan terapi adjuvant yang mengatur keseimbangan air, seperti: diuretik
tiazid,klorpropamid, klofibrat, karbamazepin. Untuk mencegah dehidrasi, penderitaharus selalu minum
cairan dalam jumlah yang cukup ketika mereka merasa haus.Diabetes insipidus jarang mengancam jiwa.
Penderita dengan diabetes insipidustanpa komplikasi dapat hidup selama bertahun-tahun dengan kesulitan
poliuriadan polidipsia sepanjang mereka memiliki mekanisme haus yang utuh danmendapatkan air dengan
bebas
DAFTAR PUSTAKA
Nettina M. Sandra. 2001. pedoman prktek keperawatan.jakarta;EGC
Baughman C. Diane & Joann C. Hackley. 2000. Keperawatan medikal bedah buku saku dari brunner &
suddart. Jakarta; AGC
Corwin, Eizabeth J. 2003. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
http://htmlimg3.scribdassets.com/51mj9ec4jk109u6r/images/22-b02c669eb3.jpg

You might also like