You are on page 1of 13

FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA)

1. Pengertian

Avian influenza (AI) atau flu burung (bird flu) atau sampar unggas (fowl plague) adalah

virus yang sangat mematikan (virulen) yang muncul secara alamiah pada burung, cepat

bermutasi dan dapat ditularkan dari burung ke mamalia, termasuk manusia. Pertama

kali di temukan di Italia sekitar 100 tahun yang lalu.

2. Etiologi

Penyebab flu burung adalah virus AI dari family Orthomyxoviridae. Virus strain A ini

dibedakan menurut tipe hemaglutinin (H) dan neuraminidase (N)-nya sehingga virus

ini dapat diklasifikasikan menurut subtipenya, seperti H1N1 dan H2N1. Subtipe H5 dan

H7 diperkirakan merupakan penyebab wabah dengan tingkat kematian yang tinggi

(patogenik). Sampai saat ini sudah teridentifikasi 15 subtipe virus.

3. Epidemilogi

Hingga Juni 2017 sebanyak 313 orang di seluruh dunia telah terjangkit virus A1 dengan

191 orang di antaranya meninggal dunia (CFR = 61%). Kasus penyakit ini meningkat

cepat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2003 tercatat 4 kasus, kemudian berkembang

menjadi 46 kasus pada tahun (2004), 97 kasus (2005), 116 kasus (2006), dan pada tahun

2007 per tanggal 15 junu sudah dilaporkan terjadi 50 kasus dengan angka kematian

66%. Negara yang terjangkit sebagian besar adalah negara-negara di Asia (Thailand,

Vietnam, Kamboja, Cina dan Indonesia).

Kasus A1 di Indonesia bermula dari ditemukannya kasus pada unggas di Pekalongan,

Jawa Tengah, pada Agustus 2003. Sejak Juli 2005 samapai pertengahan Juni 2007,

tercatat 100 kasus dengan 80 kematian ( CRF = 80%). Provinsi terbanyak yang

terjangkit flu burung adalah Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Banten. Penyakit ini sudah

berjangkit di 11 Provinsi dan 37 kabupaten/kota.


Kementrian Kesehatan RI melalui Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian

Penyakit mengumumkan 1 kasus Flu Burung A H5N1 pada manusia yang pertama yang

dilaporkan pada tahun 2017 di desa Bantu Kandik, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten

Klungkung, Bali.

4. Penularan

Penularan penyakit ini terjadi melalui udara dan akskret (kotoran, urin, dan ingus)

unggas yang terinfeksi. Virus A1 dapat hidup selama 15 hari di luar jaringan hidup.

Virus pada unggas akan mati pada pemanasan 80℃ selama 1 menit, dan virus pada

telur akan mati pada suhu 64℃ selama 5 menit. Virus akan mati dengan pemanasan

sinar matahari dan pemberian desinfektan.

Karakteristik lain dari virus ini adalah kemampuannya untuk bertukar, bercampur, dan

bergabung dengan virus influenza strain lain sehingga menyebabkan munculnya strain

baru yang bisa berbahaya bagi manusia. Mekanisme ini juga menyebabkan kesulitan

dalam membuat vaksin untuk program penanggulangan.

Mekanisme penularan flu burung pada manusia melalui beberapa cara :

a. Virus unggas liar unggas domestic manusia

b. Virus unggas liar unggas domestic babi manusia

c. Virus unggas liar unggas domestic (dan babi) manusia

Manusia

5. Patofisiologi

Virus menyerang epitelium saluran pernapasan yang kemudian menyebabkan

inflamasi. Tubuh bereaksi dengan mengaktifkan system imun yang menghasilkan

mediator/ perantara inflamasi ( sitokin, radikal bebas oksigen, dan factor koagulasi). Ini

dapat menimbulkan badai sitokin ( produksi sitokin berlebihan), reapon imun yang

tidak sesuai dan berlebihan ini disebabkan oleh sel T yang aktif dan dengan cepat
berproliferasi. Bila respon imun tidak dibatasi paru akan rusak secara permanen, pasien

akan mengalami sindrom gawat napas akut, sepsis, dan gagal organ multisystem.

6. Manifestasi Klinis

Gejala pada tersangka A1 adalah demam, anoreksia, pusing, gangguan pernapasan

(sesak), nyeri otot, dan mungkin konjungtivitis yang terdapat pada pasien dengan

riwayat kontak dengan unggas (misalnya peternak, pedagang). Gejalanya tifdak khas

dan mirip gejala flu lainnya, tetapi secara cepat gejala menjadi berat dan dapat

menyebabkan kematian karena terjadi peradangan paru (pneumonia). Masa

inkubasinya adalah 1-3 hari.

a) Kasus tersangka (possible cases)

 Demam > 38℃, batuk, nyeri tenggorokan

 DAN salah satu kriteria berikut :

 Pernah kontak dengan penderita A1

 Kurang dari 1 minggu terakhir pasien pernah mengunjungi

peternakan di daerah HPA1

 Bekerja di laboratorium dan kontak dengan sampel dari

tersangka A1.

b) Kasus ‘ mungkin’ ( proabable cases )

 Possible cases, ATAU

 Hasil laboratorium tertentu positif untuk virus A1 dengan antibody

monoclonal H5, ATAU

 Tidak terbukti adanya penyebab laim

c) Kasus pasti ( confirmed cases )


 Hasil kultur virus H5N1, ATAU

 Pemeriksaan PCR influenza H5 positif, ATAU

 Peningkatan titer antibody spesifik H5 sebesar empat kali.

Pemeriksaan laboratorium :

 Uji RT-PCR (Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction) untuk

H5

 Biakan dan identifikasi virus influenza A subtype H5N1

 Tes serologi :

a. Peningkatan > 4 kali lipat titer antibody netralisasi untuk H5N1

dari specimen konvaselen dibandingkan dengan specimen akut

(diambil >7 hari setelah awitan gejala penyakit) dan titer antibody

netralisasi konvalesen harus pula >1/80.

b. Titer antibody mikronetralisasi H5N1 >1/80 pada specimen serum

yang diambil pada >14 hari setelah awitan ( onset penyakit)

disertai hasil positif uji serologi lain, misalnya titer HI sel darah

merah muda >1/60 atau western blot spesifik H5 positif.

c. Uji penapisan

 Rapid Test untuk mendeteksi Influenza A

 ELISA untuk mendeteksi H5N1

Pemeriksaan hematologi

Hb, leukosit, trombosit, hitung jenis lekosit, limfosit total. Umumnya

ditemukan likopenia, limfositopenia dan trombositopenia. Albumin, globulin,

SPGOT, SGPT, ureum, kreatinin kinase, AGD dapat normal atau tidak normal.

Kelainan laboratorium sesuai dengan perjalanan penyakit.


Pemeriksaan Radiologik

Pemeriksaan foto thorax PA dan Lateral harus dilakukan pada setiap tersangka

flu burung. Gambaran infiltrate di paru menunjukkan bahwa kasus ini adalah

pneumonia. Pemeriksaan lain yang dianjurkan adalah pemeriksaan CT Scan

untuk kasus dengan gejala klinik flu burung tetapi hasil foto thorax normal

sebagai langkah diagnostic dini

7. Klasifikasi

Penderita Konfirm H5N1 dapat dibagi dalam 4 kategori sesuai beratnya penyakit

(MOPH Thailand,2005)

a. Derajat I : penderita tanpa pneumonia

b. Derajat II : penderita dengan Pnemonia derajat sedang tanpa gagal napas.

c. Derajat III : penderita dengan Pnemonia berat dan dengan gagal napas

d. Derajat IV : pasien dengan pneumonia berat dan Acute Respiratory Distress

(ARDS) atau dengan Multiple Organ Failure (MOF)

8. Komplikasi

Komplikasi akan terjadi bila pasien terlambat dibawa ke rumah sakit untuk

mendapatkan perawatan. Adapun komplikasi yang dapat terjadi adalah :

 Gawat napas akut

 Pneumonia vieal

 Gagal organ multisystem yang ditandai dengan gejala tidak berfungsinya ginjal

dan jantung sampai dengan sepsis bahkan kematian.

9. Pencegahan

Pencegahan flu burung pada hewan depat dilakukan dengan 3 cara yakni dengan

peningkatan biosecurity, pemberian vaksinasi, dan depopulasi serta stamping out.


ASKEP FLU BURUNG

1. Pengkajian

pengkajian mencakup data yang dikumpulkan melalui wawancara mengenai

pemeriksaan penunjang.

a. Identitas/ biodata klien

Meliputi nama lengkap, tempat tanggal lahit, asal suku bangsa, nama

orang tua, pekerjaan orangtua dan penghasilan.

b. Keluhan utama

Panas tinggi > 38℃ lebih dari 3U hari, pilek,batuk, sesak napas, sakit

kepala, nyeri otot, sakit tenggorokan.

c. Riwayat penyakit sekarang

 Suhu badan meningkat

 Nafsu makan berkurang atau tidak ada

 Infeksi paru

 Batuk dan pilek

 Infeksi selaput mata

d. Pemeriksaan fisik

 Kulit : tidak terjadi infeksi pada system integument

 Mata : orang yang terkena flu burung sklera mata merah

 Mulut dan lidah : lidah kotor, mulutnya kurang bersih, mukosa

bibir kering
PATHWAY AVIAN INFLUENZA (H5N1)

Avian Influenza
(Influenza A)

Menginfeksi unggas

Berkembang biak di Virus menyebar di udara


mukosa unggas dan debu yang kontak
dengan unggas

Manusia kontak dengan


unggas yang terinfeksi Manusia kontak dengan
udara dan debu yang
mengandung virus
Virus terhirup/
menginfeksi konjungtiva
(masuk melalui mukosa)
doplet infection

Virus tertanam pada


membran mukosa

Virus terpajan mukoprotein


(mengandung asam sialat)

ANSIETAS Asam sialat mengikat virus


(2,3 linkage)

Px khawatir dengan Virus melekat pada epitel


kondisinya saluran nafas

Px tidak paham dan


tidak mengerti mengenai INFEKSI H5N1
penyakitnya

Terjadi replikasi 4-6 jam


Px bertanya mengenai
penyakitnya
Terjadi masa inkubasi virus

DEFESIENSI
PENGETAHUAN Virus menyebar ke sel-sel
kolumner dan bersilia

Kadar virus terus meningkat di Didukung dengan adanya


dalam tubuh hasil laboratorium.

Trombosit melakukan agregasi


melepaskan histamin, serotonin
dan braikinin

Reaksi inflamasi

Reaksi inflamasi (1) Reaksi inflamasi (2)


Reaksi inflamasi (1)

Pelepasan Histamin Pelepasan mediator nyeri


Pelepasan mediator nyeri Mengganggu Degranulasi mastosit dan
(histamin, bradikinin, keseimbangan (histamin, bradikinin,
basofil di hidung
prostaglandin, serotonin) Merangsang sekresi lambung
hematologi prostaglandin, serotonin)

Presepsi mual Timbul Rhinitis


Pelepasan sitokin Suplai ATP terfokus Merangsang nosiseptor
kepada proses infeksi
Memicu terlepasnya
dan inflamasi
Pelepasan interleukin-1 Dibawa melalui medula histamin
dan interleukin-6 spinalis
Suplai ATP ke otot
Mengaktifkan dan jaringan lain
Merangsang saraf vagus menurun Sampai ke korteks
saraf muntah somatosensorik Peningkatan
permeabilitas kapiler Hidung
Sinyal mencapai sistem Otot dan jaringan menjadi
saraf pusat Muntah kekurangan energi Presepsi nyeri gatal dan
Kelenjar mukosa sel muncul
Penurunan kekuatan goblet hiperekskresi refleks
Terjadi pembentukan Kehilangan
prostaglandin otak cairan aktif otot NYERI AKUT Vasodilatasi bersin dan
melalui muntah Rhinorea sinusoid batuk
Merangsang set point KELETIHAN
suhu di otak Cairan yang hilang
tidak segera Hidung tersumbat
Meningkatkan suhu digantikan
basal
Gangguan pada jalan
nafas
RISIKO KEKURANGAN
HIPERTERMIA VOLUME CAIRAN
KETIDAKEFEKTIFAN
BERSIHAN JALAN
NAFAS
Reaksi inflamasi (2)

Inflamasi di membran
alveoli

Kerusakan membran
alveoli

Peningkatan permeabilitas
kapiler alveoli

Cairan berpindah ke dalam


intersitial

Terjadi kebocoran protein


dan cairan

Meningkatkan tekanan
osmotik intersitial

Edema paru

Aliran darah menurun, cairan


alveoli menurun

Merusak surfaktan

Merusak kemampuan sel


RISIKO
untuk memproduksi
KETIDAKEFEKTIFAN
surfaktan lagi
PERFUSI JARINGAN OTAK

Alveoli tidak dapat


mengembang secara Terjadi accute respiratory
sempurna distress syndrome Penurunan kesadaran

GANGGUAN CO2 mudah melewati membran Penurunan kadar O2


PERTUKARAN GAS dalam darah
alveoli

Hipoventilasi
KETIDAKEFEKTIFAN POLA
NAPAS
DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Hipertermi

2. Nyeri akut

3. Ketidakefektifan bersihan jalan napas

4. Gangguan pertukaran gas

5. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak

6. Risiko kekurangan volume cairan tubuh

7. Ketidakefektifan Pola Napas

8. Ansietas

9. Defisiensi pengetahuan
NOC DAN NIC KEPERAWATAN

NO Diagnose keperawatan Tujuan (NOC) NIC

1. Hipertermi NOC NIC


Ditandai dengan : Termoregulation Feaver treatment
DS : Kriteri Hasil : 1. Pantau suhu tubuh minimal setiap 2 jam
 Pasien mengatakan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2. Monitor TTV
tubuh teraba hangat 3x24 jam, tidak terjadi peningkatan suhu 3. Monitor warna kulit dan suhu
 Pasien mengatakan tubuh dengan kriteri hasil : 4. Monitor WBC, Hb dan Hct
demam  Suhu tubuh dalam batas normal: 5. Monitor intake dan output
DO : 36-36,5℃ 6. Kolaborasi dlm pemberian obat antipiretik
 Suhu tubuh : > 36,5℃  Nadi dan pernapasan dalam batas 7. kolaborasi dlm pemberian cairan intravena
 Nadi > 100x/menit normal : 60-100x/menit 8. berikan kompres hangat
 Kulit tampak 10-20x/menit
kemerahan.  Tidak ada perubahan warna
kulit.warna merah.

2. Nyeri akut NOC NIC


Ditandai dengan : Kontrol Nyeri 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
DS : Kriteria Hasil : komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
 Pasien mengatakan Setelah dilakukan tindakan keperawatan durasi, kualitas dan factor presipitasi.
sakit kepala 3x24 jam, pasien tidak mengalami nyeri, 2. Observasi reaksi nonverbal dari
 Pasien mengatakan dengan kriteri hasil : ketidaknyamanan
nyeri otot  Pasien mampu mengontrol nyeri 3. Kurangi factor presipitasi nyeri
DO :  Melaporkan nyeri berkurang 4. Kontrol lingkungan yang dapat
 Gelisah dengan manajemen nyeri mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
 Ekspresi muka tampak  Mampu mengenal nyeri ( skala, pencahyaan dan kebisingan
meringis. intensitas, frekuensi ) 5. Tingkatkan istirahat
 Tanda vital dalam batas normal 6. Berikan informasi tentang penyebab nyeri,
 Tidak mengalami gangguan tidur. berapa lama nyeri akan berkurang, dan
antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur.
7. Kolaborasi dalam pemberian analgetik
dalam mengatasi nyeri.

3. Ketidakefektifan bersihan jalan NOC NIC


napas. Status respirasi : kepatenan jalan napas Airway suction
Ditandai dengan : Kriteria Hasil : · 1. Pastikan kebutuhan oral/tracheal suctioning
· 2. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah
DS : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
suctioning.
 Pasien mengeluh 3x24 jam, bersihan jalan napas kembali · 3. Informasikan pada klien dan keluarga
hidung tersumbat efektif, dengan kriteria : tentang suctioning
 Pasien mengeluh rasa  Pasien mampu batuk secara · 4. Minta klien nafas dalam sebelum suction
gatal pada hidung dan efektif dilakukan.
selalu ingin bersin  Dyspnoe tidak ada
DO :  Menunjukan jalan napas yang · 5. Berikan O2 dengan menggunakan nasal
 Bersin-bersin paten : tidak ada bunyi tercekik, untuk memfasilitasi suksion nasotrakeal
 Batuk irama napas, frekuensi napas · 6. Gunakan alat yang steril setiap melakukan
tindakan
 Produksi secret dalam rentang yang normal.
· 7. Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas
meningkat dalam setelah kateter dikeluarkan dan
 Gelisah nasotrakeal
· 8. Monitor status oksigen pasien
· Ajarkan keluarga bagaimana cara
melakukan suksion
· 10. Hentikan suksion dan berikan oksigen
apabila pasien menunjukkan bradikardi,
peningkatan saturasi O2, dll
Airway Management
· 1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift
atau jaw thrust bila perlu
· 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi
· 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan
alat jalan nafas buatan
·
· 4. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
· 5. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
· 6. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
tambahan
· 7. Lakukan suction pada mayo
· 8. Berikan bronkodilator bila perlu
· 9.Berikan pelembab udara Kassa basah NaCI
Lembab
· 10. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
· Monitor respirasi dan status O2

4. Gangguan pertukaran gas NOC NIC


Ditandai dengan : Status pernapasan : pertukaran gas Manajemen asam basa : Asidosis respiratori
DS : Kriteria Hasil 1.Pertahankan kepatenan jalan napas
 Pasien mengatakan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2.Monitor pola pernapasan (frekuensi, irama,
sesak 3x24, pertukaran CO2 atau O2 kembali kedalaman)
DO : efektif untuk mempertahankan konsentrasi 3.Monitor tanda dan gejala kelebihan asam
 Dispnea gas arteri, dengan kriteria : karbonat dan asidosis respiratorik
 Frekuensi pernapasan >  Dispnea tidak ada 4.Pertahankan bersihan jalan napas : suction,
20x/menit  Gelisah tidak ada fisioterapi dada, batuk dan napas yang dalam
 Gelisah  Tidak terdapat sianosis 5.Posisikan pasien dalam posisi ventilasi yang
 SPO2 < 95%  Frekuensi pernapasan dalam optimal : semi fowler
 Sianosis . rentang normal 10-20x/menit 6.Monitor status neurologis : tingkat
 Ph ,7,35  SPO2 95-100% kesadaran dan konfulsi
 PaCO2 > 45 mmHg 7.Monitor indikasi asidosis respiratori kronik
misalnya barrel chest, clubbing finger atau
penggunaan otot-otot asesoris tambahan
8.Monitor tanda-tanda gagal napas :
penurunan PaO2, peningkatan PaCO2,
kelelahan otot pernapasan.
9.Kolaborasi dalam pemberian oksigen yang
tepat
10. Kolaborasi dalam pemberian obat
bronkodilator dengan tepat.
5. Risiko kekurangan volume NOC NIC
cairan tubuh. Manajemen cairan Manajemen Cairan
Ditandai dengan : Kriteria Hasil :
Faktor resiko Setelah dilakukan tindakan keperawatan · 1. Pertahankan catatan intake dan output
yang akurat
 Kehilangan volume 3x24 jam, volume cairan tubuh dalam batas
· 2. Monitor status hidrasi (kelembaban
cairan aktif melalui normal, dengan kriteria : membran mukosa, nadi adekuat, tekanan
muntah.  Tekanan darah, nadi, suhu tubuh darah ortostatik ), jika diperlukan
dalam batas normal · 3. Monitor vital sign
 Tidak ada tanda-tanda dehidrasi,· 4. Monitor masukan makanan / cairan dan
Elastisitas turgor kulit baik, hitung intake kalori harian
membran mukosa lembab, tidak· 5. Kolaborasikan pemberian cairan IV
ada rasa haus yang berlebihan · 6. Monitor status nutrisi
· 7. Berikan cairan IV pada suhu ruangan
· 8. Dorong masukan oral
· 9. Berikan penggantian nesogatrik sesuai
output
· 10. Dorong keluarga untuk membantu pasien
makan
· 11.Tawarkan snack (jus buah, buah segar)

6. NIC
Ketidakefektifan pola napas NOC
Status pernapasan : Ventilasi 1.Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan
Ditandai dengan :
Kriteria Hasil : ekspansi dada
DS :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2.Auskultasi bunyi nafas
 Pasien mengatakan
3.Tinggikan kepala dan bantu mengubah
sesak napas 1x24 jam, menunjukkan pola pernapasan
posisi
DO : normal dengan kriteri : 4.Observasi pola batuk dan karakter sekret
 Dispnea  Tidak terdapat dyspnea 5.Dorong/bantu pasien nafas dalam dan
 Penggunaan otot bantu  Tidak terdapat penggunaan otot latihan batuk efektif
pernapasan bantu pernapasan 6.Berikan Oksigen tambahan
 Fase ekspirasi normal 7.Awasi Analisa Gas Darah
 Fase ekspirasi
memanjang  Frekuensi pernapasa 20x/menit
 Frekuensi pernapasan >  Nilai AGD dalam rentang normal
20x/menit
 Nilai AGD abnormal

You might also like