You are on page 1of 26

LAPORAN KASUS PORTOFOLIO

Ventrikel Ekstrasistol

Disusun Untuk Memenuhi


Persyaratan Dokter Internsip

Disusun Oleh :
dr. Raihan

Pembimbing
dr. Muh. Al Asyhar

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARANGANYAR
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN KASUS PORTOFOLIO

Ventrikel Ekstrasistol

Karanganyar, Desember 2018

Mengetahui :

dr. Muh. Al Ashyar


Berita Acara Presentasi Portofolio

Pada hari..........,tanggal................2018 telah dipresentasikan portofolio oleh:


Nama Peserta : dr Raihan
Judul/Topik : Ventrikel Ekstrasistol
Pendamping : dr Muhammad Al Asyhar
Wahana : RSUD Karanganyar

No Nama Tandatangan
1 1
2 2
3 3
4 4
5 5
6 6
7 7
8 8
9 9
10 10

Berita acara ini ditulis dan disampaikan dengan sesungguhnya.

Pendamping,

dr. Muhammad Al Asyhar


NIP. 19711016200501 1 008

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah

Ve n t r i k e l E k s t r a s i s t o l ( V E S ) m a s i h m e n j a d i p e r d e b a t a n
d e w a s a i n i . Lakukan penatalaksanaan atau tidak melakukan penatalaksanaan
menjadi isu yang menarik dibahas. Secara keseluruhan laporan tentang
prevalensi kejadian VES bervariasi, tergantung dari populasi yang dipelajari,
lama observasi, dan metode pendeteksi. Secara keseluruhan prevalensi VES
diseluruh populasi dunia adalah 1% hingga 4%. Pada pasien asimtomatik, VES
jarang terjadi pada 12 EKG single. 1

Fr a m i n g h a r m s t u d y m e n y a t a k a n d e n g a n E K G A m b u l a t o r i ,
V E S l e b i h s e r i n g ditemukan setiap jam, dengan 33% pada laki-laki
tanpa CAD (Coronary artery disease) dan 32% pada wanita tanpa CAD serta
58% pada laki laki yang memiliki CAD dan 49% wanita yang memiliki CAD.
Prevalensi VES pada 2 menit EKG terjadi mendekati 6%, VES lebih sering
terjadi pada pria dibanding wanita, serta prevalensi VES meningkat sejalan dengan
lajut usia dan adanya faktor lain seperti sinus takikardi, hipokalemi,
hipomagnesemia,dan hipertensi.2

VES dapat memicu berbagai situasi pada miokardium ventrikel.


Ia sering menyebabkan penurunan fungsi sistolik kardiak. Umumnya
VES multiformik memiliki prognosis yang lebih buruk. Prevalensi yang
terjadi sekitar 15-20%. Studi terbaru juga menyatakan bahwa sekitar
24-79% VES akan bersambung dengan kardiomiopati. Pada pasien dengan
post infark miokard angka kematian yang berkaitan dengan adanya VES sering
terjadi, terutama saat-saat era pretombolitik. Meski era saat ini trombolitik sudah
menjamur digunakan kematian saat adanya VES masih pernah ditemukan. 3

Dua resiko mayor penyebab kematian mendadak setelah infark


miokard adalah disfungsi ventrikel sinistra dan VES yang repetitif. Pasien
dengan VES akan merasa tidak berdaya karena palpitasi maupun pusing.
VES memang jarang menyebabkan kelainan hemodinamik sebenarnya kecuali
pasien-pasien dengan fungsi ventrikel kiri yang lemah atau ketika VES
secara simultan mendasari terjadinya bradikardi. 3
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : Sri Marsufi Rahayu BA
Tanggal Lahir/Umur : 09-08-1955 / 63 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Gaum 3/2 Tasikmadu Karanganyar
No. CM : 0-30-85-28
Tanggal Masuk : 13 Desember 2018
Tanggal Periksa : 13 Desember 2018

2.2 ANAMNESA
Keluhan Utama
Nyeri ulu hati

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSUD Karanganyar dengan keluhan nyeri di ulu hati
yang dirasakan sejak 1 minggu lalu yang memberat 3 hari terakhir SMRS. Perut
dirasakan panas. Pasien juga mengaku sesekali merasakan perasaan tidak enak di
dada, seolah detak jantung berdetak lebih cepat. Namun, ia menyangkal
mengalami nyeri dada. Pasien mengeluh mual namun tidak muntah. Kepala
dirasakan pusing cekot-cekot. Demam tidak ada. Buang air besar dan kecil tidak
ada keluhan.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak 10 tahun terakhir namun tidak
terkontrol, gastritis (+), diabetes mellitus (-), asma (-).

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama seperti
pasien.

Riwayat Pengobatan
Riwayat mengkonsumsi obat anti hipertensi (amlodipin 5 mg) namun tidak
rutin.

Riwayat Pekerjaan Sosial

Pasien sering meminum teh kurang lebih 3 kali sehari, dan jarang
berolahraga

2.3 PEMERIKSAAN FISIK


TANDA VITAL
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4M6V5
TD : 140/90 mmHg
HR : 98x/i, ireguler, kuat angkat
RR : 20x/i
T : 36,1◦C
SpO2 : 98%

Status Generalis
 Kulit : Warna : Kuning langsat
Sianosis : tidak ada
Turgor : cepat kembali
Kelembaban : cukup
Pucat : ada

 Kepala : Bentuk : normosefali


Rambut : Warna : hitam
Mata : Konjungtiva : pucat (+/+)
Sklera : ikterik (-/-)
Pupil : isokor ( 3 mm/ 3 mm)
Reflek cahaya : (+/+)
Telinga : Bentuk : normotia, simetris

Nyeri : tidak ada

Hidung : Bentuk : simetris


Pernafasan : nafas cuping hidung (-)
Epistaksis : tidak ada

Sekret : tidak ada

Mulut : Bentuk : simetris


Bibir : mukosa bibir basah, sianosis (-)
Lidah : Bentuk : normal
Tremor/tidak : tidak tremor
Kotor/tidak : tidak kotor

Warna : kemerahan

Faring : Hiperemi : tidak ada


Edema : tidak ada
Tonsil : Warna : kemerahan
Pembesaran : tidak ada
Abses/tidak : tidak ada
Membran/pseudomembran : (-)

 Leher :
 Vena Jugularis, Pulsasi : 5-2 cmH2O
 Pembesaran kelenjar : Pembesaran KGB (-)
 Pembesaran Tiroid : (-)

Paru Anterior dan Posterior

Inspeksi : Simetris, retraksi intercaostae (-/-)


Palpasi : Strem fremitus kanan sama dengan strem fremitus kiri
Perkusi : Sonor/ Sonor
Auskultasi : Vesikuler paru kanan sama dengan paru kiri, Rhonki (-/-) ,
Wheezing (-/-)

Cor
Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus Cordis teraba di ICS V LMCS, kuat angkat, reguler
Perkusi : Batas atas jantung ICS III Linea Midclavicula Sinistra
Batas kiri Jantung ICS V Linea Midclavicula Sinistra
Batas kanan jantung ICS V Linea Parasternal Dextra
Auskultasi : BJ I > BJ II, reguler, tidak ada bising jantung

Abdomen
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Tidak ada pembesaran organ abdomen.
H/L/R tidak teraba, nyeri tekan ulu hati(+)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal

Extremitas
- - - -
- - - -
Edema Pucat

2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


 Laboratorium Darah
Jenis Hasil
Nilai Normal
Pemeriksaan 13/12/2018
Hemoglobin 12,3-15,3gr/dl 13,5
Hematokrit 37-47% 43,4
Eritrosit 4,1-5,1 106/µL 4,61
Leukosit 4,4-11,3 103/mm3 5,79
Trombosit 152-396.103/mm3 294
MCV 82.0-92.0 fL 94,1
MCH 28-33 pg 29,2
MCHC 32.0-37.0 % 31,1
PDW 9,0-17,0 15,8
MPV 6.5-12.00 fl 7,6
Neutrofil% 50.0-70.0% 31.7
Limfosit% 25.0-40.0% 39.7
Monosit% 3.0-9.0% 8.3
Eosinofil% 0.5-5.0% 20.0
Basofil% 0.0-1.0% 0.3
Neutrofil# 2,00-7,00.103/ul 1.84
Limfosit# 1.25-4.0.103/ul 2.30
Monosit# 0.30-1.00.103/ul 0.47
Eosinofil# 0.02-0.50.103/ul 1.16
Basofil# 0.0-10.0.103/ul 0.02
RDW 11-16%% 13.4
RDW-SD 52.8
Glukosa
Darah 70-150 mg/100ml 196
Sewaktu
Ureum <1.0 mg/100ml 0.82
Creatinin 10-50 mg/dl 12

 EKG
Interpretasi:
 Rhythm : Sinus Rhytm
 Rate : 89 x / menit, ireguler
 Axis : Normoaxis
 P-wave : 0,06 s / 0,2 mV
 PR-interval : 0,12 s
 QRS-complex : 0,20 s
 Hypertrophy : LVH (-), RVH (-)
 Q patologis :-
 ST-depresi : V1, V2, V3, V4
 ST-Elevasi :-
 T-inverted : V1, V2, V3, V4
 VES : + 3 kali dalam 10 s
Kesimpulan : Sinus Ritme dengan Heart Rate 89 kali/menit dan
Normoaxis serta VES

2.5 DIAGNOSA KERJA

Ventrikel Ekstrasistol + Hipertensi Grade 1

2.6 PENATALAKSANAAN

IVFD RL 20 tpm
Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam
Inj. Santagesik 1 amp/12 jam
Inj. Ondansetron 1 amp/12 jam
Amiodaron 2x 200 mg
Amlodipin 1x5 mg

2.7 PROGNOSIS
 Quo ad vitam : Dubia ad bonam
 Quo ad functionam : Dubia ad bonam

 Quo ad sanactionam : Dubia ad bonam

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Defenisi
Ekstrasistol ventrikel berasal dari fokus ektopik ventrikel. Rekaman EKG
menunjukkan bentuk QRS lebar oleh karena rangsang di ventrikel tidak berjalan
melewati jalur yang normal (sistem His-Purkinje) tetapi melalui miokard yang
merupakan media penghantar listrik yang kurang baik dibandingkan dengan jalur
normal.1 Ekstra sistol ventrikel dikenal pula dengan Premature Ventricular
Complexes (PVC), ventricular premature depolarizations atau premature
ventricular beats.1
PVC merupakan kompleks QRS yang terjadi secara prematur dan memiliki
bentuk abnormal serta memiliki durasi yang biasanya kelebihan dominan
kompleks QRS, yaitu lebih dari 120 ms sedangkan menurut harrison lebih dari 140
ms. Kompleks QRS tidak dihasilkan oleh gelombang P yang prematur tapi
dihasilkan oleh sinus yang tidak dikonduksi pada waktu yang diperkirakan.
Transmisi retrogard ke atrium dari PVC terjadi cukup sering tetapi sering keluar
karena rusaknya kompleks QRS dan gelombang T. Jika impuls retrogard
mengeluarkan atau mengembalikan nodus sinus dengan prematur maka itu akan
menghasilkan penghentian sementara yang tidak sepenuhnya dikompensasi.2,3
Istilah multifokal atau unifokal mungkin tidak tepat lagi oleh karena fokus
ektopik yang sama mungkin akan menimbulkan gambaran EKG yang berbada
karena jalan yang dilewati pun mungkin berbada. Istilah multiform atau uniform
tampaknya tidak tepat. EKG permukaan saja kadang-kadang tidak mampu
menentukan lokasi ekstrasistol ventrikel.4

3.2 Etiologi
Ekstrasistol ventrikel adalah jenis aritmia yang paling banyak dijumpai.
Pada orang dewasa, makin tua umur makin sering frekuensi ekstrasistol ventrikel.
Selain itu adalah stres emosi, olahraga, penggunaa bahan-bahan seperti alkohol,
kafein (kopi), tembakau, atau stimulan. obat-obatan seperti alpa, beta atau agonis
dopamin reseptor serta obat simpatomimetik. Selain itu ada pula penggunaan zat
terlarang seperti kokain, amfetamin, metamfetamin, dan turunannya. Adapula
masalah hipoksia, gangguan elektrolit (hipokalemi, hipomagnesemia), iskemia,
infark mikard akut, kardiomiopati, MVP, gagal jantung, sindrom QT yang
memanjang, prolaps katup mitral, cerebrovaskuler accident, keracunan digitalis,
hipokalemi, miokarditis, keracunan digitalis dan lain sebagainya. 4,5
Penyebab lain VES adalah riwayat turunan keluarga yang masih satu
derajat dengan pasien. 2
Secara ringkas etiologi VES dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 3.1 Etiologi VES6

3.3 Manifestasi Klinis


VES lebih sering terjadi pada pagi hari pasien dengan miokard infark,
namun irama sirkandian ini bervariasi tergantung beratnya disfungsi dari ventrikel
kirinya. Seseorang yang mengalami VES akan mengalami hal-hal sebagai berikut;
palpitasi, presinkop atau sinkop.7 Gejala awal seseorang yang mengalami VES
biasanya menyebutkan dada berdebar, bisa bunyi jantung yang keras, degupan
dada atau dada seperti berhenti. Gejala palpitasi yang terjadi lain disebutkan
seperti ketidaknyamanan di area leher dan dada karena adanya denyutan jantung
ekstra atau perasaan jantung berhenti sejenak setelah kompleks prematur tersebut.8
Gejala lain yang menyertai adalah sulit bernafas, nyeri dada, fatig, dan
pusing.2

3.4 Klasifikasi
Lown membagi ekstrasistol ventrikel sebagai berikut:
0: tidak ada ekstrasistol ventrikel
1: Ekstrasistol ventrikel jarang (<30 kali/ menit)
2: Ekstrasistol ventrikel sering (>30 kali/menit)
3: Ekstrasistol ventrikel multiform
4: Ekstrasistol ventrikel berturutan
5: Ekstrasistol ventrikel yang terjadi dini (R on T)

Beberapa peneliti telah mengatakan bahwa penderajatan ekstrasistol ventrikel


menurut lown sudah tidak tepat lagi.4
Penilaian yang tepat dari VES harus mempertimbangkan : 1 ) karakteristik
elektrokardiografi . 2) Asosiasi gejala . 3) Ada tidaknya penyakit yang mendasari,
dan 4) fungsi ventrikel ( VF ). Atas dasar ini VES dapat diklasifikasikan sebagai
"jinak" (terisolasi, asimtomatik, kardiopati ringan atau tidak ada, dan VF
permanen); “ Berbahaya " (kehadiran VES kompleks, dengan atau tanpa gejala,
dan diakui penyakit jantung organik) , dan "ganas" (VES kompleks dan takiaritmia
ventrikel, penyakit jantung simptomatik, dan VF compromise).9
Rekaman EKG VES berupa QRS yang sangat lebar, mungkin lebih dari
0,14 detik. Berbeda dengan ekstrasistol supraventrikular, maka pada ekstrasistol
ventrikel, terjadi pause kompensatoar. Interval antara gelombang P sebelum dan
sesudah ekstrasistol ventrikel sama dengan 2 kali interval PP sewaktu irama sinus.
Hal ini terjadi oleh karena letak nodus SA yang relatif lebih jauh, sehingga
rangsang ekstrasistol ventrikel terjadi diantara 2 denyutan sinus.10
Berdasarkan frekuensi dan bentuknya VES dapat dibagi menjadi:11
1. VES jarang (infrequent), yaitu gelombang muncul kurang dari lima kali
permenit
2. VES sering (frequent), yaitu gelombang muncul lebih dari lima kali permenit
3. VES repetitif:
Ekstrasistol ventrikel dikatakan bigemini, bila ektra sistol ventrikel tersebut selalu
terjadi setelah kompleks QRS sinus, dengan kata lain ekstrasistol ventrikel timbul
berganti-ganti dengan QRS irama sinus.

Gambar 3.1 Ekstrasistol ventrikel bigemini12

Bila muncul pada denyutan ketiga dari irama dasar disebut VES trigemini.
Ekstrasistol ventrikel trigemini bila ekstra sistol ventrikel terjadi setelah 2
denyutan sinus

Gambar 3.2. Ekstrasistol ventrikel trigemini 12


Bila muncul pada denyutan keempat dari irama dasar disebut VES quadrigemini.

Gambar 3.4 Ekstrasistol ventrikel quadrigemini12

Ekstrasistol ventrikel interpolated terjadi diantara 2 denyutan sinus.


Gambar 3.5 Ekstrasistol ventrikel interpolated12

4. VES berkelompok: Bila dua VES muncul berkelompok disebut VES salvo. Bila
tiga atau lebih VES disebut Ventrikular takikardi.

5. VES Multifokal: Bila bentuk PVC dalam satu sadapan bentuknya berlainan. Ini
menandakan fokus ektopik berasal lebih dari satu tempat.

Gambar 3.6 Ekstrasistol ventrikel multifokal12

3.5 Patogenesis VES


VES yang sering dan multiformik seringkali di lanjutkan dengan masalah
jantung yang dapat mengarah ke kematian tiba-tiba. Menurut berbagai penelitian
VES terjadi sebagai penunjuk adanya kardiomiopati. Adapun patofisiologinya
sebagai berikut:
VES dapat menginduksi fenomena seperti atrial fibrilasi, Supraventrikular
takikardi, dan ventrikular takikardi. Hal ini terjadi karena dipicu oleh aktivitas
mekanisme cAMP sehingga membuat perubahan intraselular kalsium, dinamika
heart rate, parameter hemodinamik, dan miokardium serta stimulasi otonom
pembuluh darah. Abnormalitas morfologi dan fungsi dari miokard ventrikel dapat
ditemukan pada MRI. Penelitian lain menyebutkan, bahwa dissinkroni ventrikular
akan meningkatkan konsumsi oksigen sehingga memungkinkan terjadinya
mekanisme patogenik. Dissinkronisasi ventrikel akan menghasilkan global kardiak
efisiensi mekanik, seperti peningkatan ketebalan dinding yang tidak simetris
karena ada aktivitas regio yang melambat, perubahan aliran darah miokardiak, dan
perubahan lokal ekspresi protein miokardial. Ketika PVC terus meningkat LV (left
ventricle) dilatasi akan muncul. Perubahan aktivitas simpatis kardiak,
histopatologi seperti ekspresi channel ion. Dalam sebuah penelitian yang
dilakukan pada anjing, disfungsi LV terjadi terjadi dalam 4-12 minggu dari adanya
ventrikular ektopi.13
Pada pasien dengan infark jantung akut perlu diberikan pengobatan jika
ekstrasistol dianggap maligna, karena dapat berkembang menjadi aritmia ventrikel
yang berbahaya seperti takikadia atau fibrilasi atrial.10

Gambar 3.7 Mekanisme VES yang menyebabkan kardiomiopati.10

Sedangkan VES yang terjadi pada seseorang yang tidak memiliki masalah
jantung etiologi penyebabnya adalah aliran ventrikel kanan dan kiri, atau jaringan
epicardium yang merangsang valsalva sinus aorta.2
Pengobatan perlu diberikan pada ventrikel ekstrasistol yang dapat
berkembang menjadi aritmia ventrikel yang lebih berbahaya, seperti takikardi
ventrikel.

3.6 Diagnosis
Pada pemeriksaan fisik sebaiknya mencari fokus struktur jantung yang
mengalami kelainan. Misalnya akan terdengar suara jantung tambahan saat
auskultasi dengan intensitas yang lebih rendah, dapat sharp dan snapping.
Menemukan hal-hal yang mengarah kepada CHF termasuk peningkatan tekanan
vena jugularis, tekanan vena, ada atau tidak di denyut arteri radialis, ronki pulmo,
atau edema periver. Alat pendekteksi VES adalah EKG baik yang 12 lead maupun
yang ambulatory Holter Monitoring selama 24-48 jam, pada EKG akan ditemukan
interval PR yang memanjang dengan adanya denyutan yang terpisah dari
kompleks lainnya.8
Ekokardiografi berguna untuk menyingkirkan sebab patologis katub,
gerakan abnormal dinding, kardiomiopati, atau abnormalitas miokardium.
Ekokardiografi pada kardiomiopati biasanya menunjukkan penurunan LVEF,
peningkatan sistolik dan diastolik preassure, gerakan abnormalitas dinding jantung
dan sebagainya. Selain itu tomografi MRI yang berguna mendeteksi aritmogenik
kardiomiopati dengan keterlibatan LV dan penyakit infiltratif ketika ada
kecurigaan klinis 2,13

3.7 Penatalaksanaan
Secara klinis PVC yang terjadi pada pasien dengan jantung normal tidak
memiliki faktor prognostik yang penting. Bila pasien merasa tidak nyaman dapat
diberikan minor tranzquilizer dan menghindarkan faktor yang memperberat seperti
kopi, rokok dan menghindari obat-obat simpatomimetik seperti adrenalin, efedrin
dan lain-lain.5 Bila gejala tidak dapat berkurang dapat diberikan obat penyekat
beta, nondihydropyridine calcium channel blockers (verapamil, atau diltiazem).11
Beta blocker bekerja dengan menghambat reseptor adrenergik untuk
mengurangi intraselular siklik adenosin monofosfat supaya menurunkan
automatisasi. Beta bloker juga memberikan efek konotrofik negatif sehingga
mengurangi irama jantung dan menurunkan konduksi nodus atrioventrikular.
Kardioselekstif seperti atenolol, betaxolol, metoprolol, dan nadolol efektif
mengurangi VES. Adapun efek sampingnya adalah fatig, nafas dangkal, mood
yang depresi dan kehilangan nafsu seksual.2
Jika penggunaan Beta blocker atau Chalsium channel blocker tidak efektif
maka perlu dipertimbangkan pemberian antiaritmia seperti flecainide. Namun
sangat dipertimbagkan efek sampingnya yang merusak fungsi hati dan ginjal. Pada
dasarnya, pengobatan ditujukan pada penyakit asalnya.13
Obat yang paling sering dipakai pada ekstrasistol ventrikel maligna pada
infark jantung akut ialah xilokain yang diberikan secara intravena dengan dosis
bolus 1-2 mg per kg berat badan, dilanjutkan dengan infus 1-2 mg permenit. Dosis
dapat dinaikkan sampai 4 mg permenit. Obat lain yang dapat dipakai adalah
amiodaron, meksiletin, dilantin.11
Pada keadaan akut seperti infark miokard akut, terutama PVC bigemini
multifokal, atau R on T, dapat diberikan lidokain, prokainamid meskipun
kegunaannya belum begitu terlihat sukses, IV magnesium dilaporkan dapat
digunakan untuk mencegah ventrikular takikardi. Amiodaron disebutkan cukup
efektif mengendalikan PVC.8
Namun, tidak ada penelitian yang telah mendokumentasikan bahwa
penghapusan PVC dengan terapi obat antiarrhythmic mengurangi risiko kematian
arrhythmic pada pasien dengan penyakit jantung struktural yang parah. Bahkan ,
terapi obat konduksi miokard lambat dan / atau meningkatkan dispersi
refractoriness benar-benar dapat meningkatkan risiko aritmia yang mengancam
nyawa (obat-perangsang perpanjangan QT) meskipun efektif dalam
menghilangkan VPCs.9
Penelitian 2013 yang telah menyebutkan bahwa tekhnik ablasi kateter
dengan prosedur yang benar telah sukses lebih dari 90% mengatasi VES. 2 Kateter
ablasi perlu dipertimbangkan ketika pasien VES ada disfungsi LV dengan VES
berjumlah >10000-20000 atau > 10% dari total heart beat selama 24 jam.13

3.8 Prognostik
Bila PVC yang sering (frequent) muncul pada pasien pasca infark dengan
penurunan fungsi LV (fraksi ejeksi <35%) atau kardiomiopati dilatasi, maka nilai
prognostiknya menjadi penting karena kelompok pasien ini sebaiknya dirujuk
untuk pemeriksaan elektrofisiologi untuk menentukan apakah perlu dipasang
implantable cardioveter defibrilator.11

3.9 Edukasi
Pasien dengan VES akan diedukasi tentang perbaikan aktivitas. Aktivitas
dapat meningkatkan frekuensi jantung dan menurunkan kekhawatiran terhadap
prematur sistol tersebut. Olahraga juga mengurangi kompleks prematur pada
beberapa pasien.8
Selain itu, masukan kafein, obat-obat stimulan, rokok, alkohol untuk
dihindari. Faktanya, Penelitian secara random digunakan 81 laki-laki tidak
ditemukan adanya kaitan yang positiv terhadap tubuh tentang penggunaan barang-
barang tersebut.2
BAB IV
PEMBAHASAN

Berdasarkan anamnesis, keluhan utama yang dialami oleh pasien adalah


nyeri ulu hati. Nyeri ulu hati merupakan salah satu gambaran klinis dari penyakit
jantung koroner dan gastritis. Untuk membedakannya membutuhkan pemeriksaan
lanjutan berupa pemeriksaan EKG. Pada pasien ini, nyeri ulu hati merupakan
gambaran klinis dari penyakit jantung. Hal ini berdasarkan hasil pengukuran Vital
Sign yang menunjukkan adanya peningkatan tekanan darah dan heart rate
irreguler serta diperkuat dari hasil pemeriksaan EKG yang menunjukkan adanya
kelainan jantung.
Pasien juga mengeluhkan jantung terasa berdebar-debar. Hal ini sesuai
dengan teori yang menyatakan bahwa gejala awal seseorang yang mengalami VES
biasanya menyebutkan dada berdebar, bisa bunyi jantung yang keras, degupan
dada atau dada seperti berhenti. Gejala palpitasi yang terjadi lain disebutkan
seperti ketidaknyamanan di area leher dan dada karena adanya denyutan jantung
ekstra atau perasaan jantung berhenti sejenak setelah kompleks prematur tersebut. 8
Gejala lain yang menyertai adalah sulit bernafas, nyeri dada, fatig, dan pusing.2
Pada pemeriksaan fisik didapatkan status internus dalam batas normal dan
pemeriksaan fisik jantung dalam batas normal. Ventrikuler ekstrasistol merupakan
salah satu kelainan irama jantung yang paling sering ditemukan dan dapat timbul
pada jantung yang normal. VES jarang menimbulkan gangguan hemodinamik
kecuali pada pasien – pasien yang mengalami gangguan fungsi ventrikel kiri atau
yang disertai dengan bradikardia.

Ventrikel Ekstrasistol (VES) dapat disebabkan oleh etiologi cardiac seperti


sindrom koroner akut, hipertensi, penyakit katup jantung, dan penyakit bawaan.
Teori ini mendukung kasus ini dimana kemungkinan terbesar etiologi VES pada
pasien adalah hipertensi tidak terkontrol yang sudah dialami sejak 10 tahun.
Selan itu, berdasarkan riwayat kebiasaannya, pasien sering meminum teh.
Komposisi senyawa kimia yang terkandung dalam teh sangat kompleks, salah satu
diantaranya terdapat senyawa xantin berupa kafein. Dalam teori dilaporkan bahwa
kafein merupakan salah satu faktor resiko terjadinya VES. Kafein dapat
menstimulus kelenjar pituitary untuk mengeluarkan hormon yang kemudian
merangsang kelenjar adrenal untuk menghasilkan hormon adrenalin. Adrenalin
bekerja dengan cara mengaktifkan agonis adrenoseptor α1 dan β1. Pengaktifan
reseptor α1 yang dapat langsung menyebabkan peningkatan influks kalsium ke
dalam sel otot polos pembuluh darah dan jantung. Peningkatan Ca2+ dalam sel
dapat meningkatkan kontraksi otot jantung sehingga kerja jantung juga meningkat.
Apabila kondisi ini terus berlangsung dapat menyebabkan denyut jantung lebih
cepat dan tekanan darah meningkat.15

Dalam mendiagnosis VES pemeriksaan yang dapat dilakukan berupa ECG.


Rekaman EKG VES berupa QRS yang sangat lebar, mungkin lebih dari 0,14 detik.
Hal ini terjadi oleh karena depolarisasi diinisiasi pada suatu lokasi dalam otot
ventrikel, maka depolarisasi menyebar keseluruh ventrikel secara lambat daripada
implus normal yang di distribusi secara cepat oleh sistem konduksi HIS-Purkinje
khusus. 8
Pasien ini diberikan terapi amiodaron 2 x 200 mg. Konsep pengobatan
aritmia secara farmakologi ialah mengubah konduksi dan masa refrakter yang
kacau menjadi teratur agar implus tidak mampu melakukan penetrasi ke dalam
jaringan yang refrakter. Secara umum obat anti aritmia dibagi menjadi 4 kelas,
yaitu: Kelas I : semua obat-obat anti aritmia yang menstabilkan aktivitas membran
sel (predominan menghambat kanal Na+), Kelas II Obat yang yang mempelambat
konduksi dan masa refrakter di nodus AV, Kelas III : Obat-obat yang
memperpanjang durasi potensial aksi atau masa refrakter efektif (menghambat
kanal K+) sehingga memperpanjang interval QT, namun tidak mempengaruhi
penanjkan, amplitudo, dan potensial aksi istirahat, Kelas IV : Obat-obat ini
memperpanjang konduksi dan masa refrakter nodus AV sehingga memperpanjang
interval PR. Pada pasien ini diberikan terapi amiodaron 2 x 200 mg. Hal ini sesuai
dengan teori dimana amiodaron merupakan salah satu obat anti aritmia kelas III
yang paling sering dipakai dan efektif untuk mengatasi ventrikuler ekstra sistol.17

Pasien juga diberikan terapi tambahan untuk gejala simptomatis lainnya berupa inj
ranitidin 1 amp/ 12 jam untuk nyeri perut, inj ondansetron 1 amp/12 jam untuk
mual, inj santagesik 1 amp/12 jam untuk nyeri kepala dan terapi yang mendasari
penyakitnya (hipertensi) dengan amlodipin 1x5 mg.
DAFTAR PUSTAKA

1. Cantillon, Daniel J. Cleveland Clinic Journal Of Medicine. Evaluation and


Management of Premature Ventricular Complexes. 2013. 6 (6). P : 377-387
2. Rosendorff, Clive. 2005. Essential Cardiology. New York : Humana Press
3. Ismudiaty, Lily; baraas, Faisal; Santoso Karo-karo, Poppy Surwianti
Roebiono. 2004. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : Gaya Baru
4. Trisnohadi, Hanafi B. 2007. Gangguan Irama Jantung yang Spesifik.
Jakarta : Penerbitan IPD FK UI Pusat. P : 1517-1521
5. P, Voiriot; E, Aliot; JM, Gilgenkrantz. Ann Cardiol Angeiol . [Ventricular
extrasystole: prognostic value and therapeutic indication]. 1984. 2 (33). P :
99-107
6. Dave, Jatin. 2012. Medscape.
http://emedicine.medscape.com/article/158939-overview#showall
7. Salvador, Maria J. 2012. Practical Management of Asymptomatic PVC.
Barcelona : Europennes the Cardiology Practics
8. Libby, Peter; Bonow, Robert O; Mann, Douglas L; Zipes, Douglas P. 2008.
BRAUNWALD'S HEART DISEASE: A Textbook of Cardiovascular
Medicine. Philadephia : SAUNDERS ELSEVIER
9. J, Beregovich. Rev Med Chil. Ventricular extrasystole and coronary
disease: to treat or not to treat. 1992. 5 (120). P : 577-84
10. Trisnohadi, Hanafi B. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam : Gangguan
Irama Jantung yang Spesifik. Jakarta : Penerbitan IPD FK UI Pusat. P:
1517-1521
11. Yamin, M; harun, Sjaharuddin. 2006. Buku Ajar Penyakit Dalam : Aritmia
Ventrikel. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Indonesia
12. Yonowits, Frank G. 2006. ECG Learing Centre. Utah : ECG Departmen
13. Cha, Yong Mei; Lee, Glenn K; Klarich, Kyle W; Grogan, Martha. Circ
Arrhytm Electrophysiol. Premature Ventricular Contraction-Induced
Cardiomiyopathy A Treatble Condition. 2012. 5. P ; 229-236
14. Craina M, et all. 2004. Cardiac Arrhytmias – New Consideration.
Arrhythmias in Pregnancy. China : Intech Europe
15. Atmaja SB. 2007. Perbedaan Denyut Jantung laki-laki peminum kopi dan
bukan peminum kopi usia 25-39 tahun setelah pemberian anestetikum lokal
yang mengandung vasokontriktor. Jember : Fakultas Kedokteran/
16. Cunningham et al. 2014. Obstetri Williams. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
17. Rilanto Lily L.2012. Penyakit Kardiovaskular (PKV). Jakarta : Badan
Penerbit FK UI

You might also like