Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
PRODI D3 KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
Konsep Penyakit
Definisi
Cor pulmonal adalah Kondisi dimana pembesaran ventrikel kanan (hipertropi dan atau
dilatasi) yang terjadi akibat kelainan paru atau fungsi dari paru, kelainan dinding dada /
kelainan pada kontrol pernafasan atau vaskularisasunya (Wahid & Suprapto, 2013;
Somantri, 2009). Commented [s1]: BILA BERASAL DARI BUKU YANG SAMA,
MAKA BISA DI KOMBINE MENJADI 1 GABUNGAN DEFINISI.
Cor pulmonale didefinisikan sebagai perubahan dalam struktur dan fungsi ventrikel
kanan (RV) jantung yang disebabkan oleh kelainan primer sistem pernapasan. Hipertensi
paru sering merupakan hubungan umum antara disfungsi paru-paru dan jantung pada cor
pulmonale. Penyakit ventrikel sisi kanan yang disebabkan oleh kelainan primer sisi kiri
jantung atau penyakit jantung bawaan tidak dianggap sebagai cor pulmonale, tetapi cor
pulmonale dapat berkembang sekunder akibat berbagai proses penyakit kardiopulmoner.
Walaupun cor pulmonale umumnya memiliki perjalanan kronis dan progresif lambat, onset
akut atau perburukan cor pulmonale dengan komplikasi yang mengancam jiwa dapat terjadi.
(Leong, 2017).
Etiologi
Klasifikasi
Wahid & Suprapto (2013), Secara umum cor pulmonal dibagi menjadi 2 jenis yaitu :
2.1.4. Patofisiologi
Macam-macam penyakit paru-paru, emboli
paru, sindron gangguan pernapasan akut
(ARDS), Penyakit paru obstruktif kronis
(PPOK)
Peningkatan resistensi
paru
Penurunan Output RV
Penurunan Pengisian LV
COR PULMONAL
Patofisiologi cor pulmonale adalah hasil dari peningkatan tekanan pengisian sisi kanan dari
pulmonary hypertension yang berhubungan dengan penyakit paru-paru. Peningkatan afterload
menyebabkan perubahan struktural pada ventrikel kanan (RV) termasuk RV hipertrofi (RVH)
yang dapat dilihat pada cor pulmonale kronis.
Cor pulmonale akut: emboli paru (lebih umum) dan sindrom gangguan pernapasan
akut ( ARDS ). Patofisiologi yang mendasari dalam emboli paru masif yang menyebabkan cor
pulmonale adalah peningkatan resistensi paru secara tiba-tiba. Pada ARDS, kelebihan RV
dapat terjadi karena ventilasi mekanis dan fitur patologis dari sindrom itu sendiri. Ventilasi
mekanis, terutama volume tidal yang lebih tinggi, membutuhkan tekanan transpulmonary
yang lebih tinggi.
Dalam kasus ARDS, cor pulmonale dikaitkan dengan peningkatan kemungkinan shunting
kanan-ke-kiri melalui foramen ovale paten, yang membawa prognosis yang lebih buruk.
Beberapa mekanisme patofisiologis yang berbeda dapat menyebabkan hipertensi paru dan,
selanjutnya, menjadi pulmonale. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memiliki lima
klasifikasi untuk hipertensi paru, dan semua kecuali satu dari kelompok ini dapat
menyebabkan kor pulmonale (Kelompok Klasifikasi WHO 2 adalah hipertensi arteri
pulmonal akibat disfungsi ventrikel kiri [LV]). Perhatikan klasifikasi WHO berikut:
Kelompok 4: Hipertensi paru tromboemboli kronis; gumpalan darah yang terbentuk di paru-
paru dapat menyebabkan peningkatan resistensi, hipertensi paru dan, selanjutnya, cor
pulmonale
Kelompok 5: Hipertensi paru yang disebabkan oleh penyakit atau kondisi lain, termasuk
sarkoidosis, polisitemia vera (yang dapat menyebabkan peningkatan viskositas darah dan,
selanjutnya, hipertensi paru), vaskulitis, dan gangguan lainnya.
Hasil akhir dari mekanisme di atas adalah peningkatan tekanan dan resistensi arteri
pulmonalis.
Output RV dan LV
RV adalah ruang berdinding tipis yang merupakan pompa volume yang lebih baik daripada
pompa tekanan. Itu lebih cocok untuk beradaptasi dengan mengubah preload daripada
afterload. Dengan peningkatan afterload, tekanan sistolik RV meningkat untuk
mempertahankan gradien sirkulasi. Pada titik kritis, peningkatan lebih lanjut pada tekanan dan
resistensi arteri pulmonalis menghasilkan dilatasi RV yang signifikan, peningkatan tekanan
akhir-diastolik RV, dan kegagalan sirkulasi RV.
Morfogenesis RV dan LV
Investigasi genetik telah mengkonfirmasi bahwa morfogenesis ventrikel kanan dan kiri
berasal dari set sel progenitor yang berbeda. Asal-usul embriologis yang berbeda dapat
menjelaskan perbedaan tingkat hipertrofi ventrikel kanan dan kiri.
RV kelebihan beban
Tekanan RV dan volume berlebih dikaitkan dengan perpindahan septum ke arah ventrikel
kiri. Perpindahan septum, yang dapat divisualisasikan dengan ekokardiografi, merupakan
faktor tambahan yang mengurangi pengisian dan keluaran LV dalam pengaturan pembesaran
cor pulmonale dan RV.
Manifestasi Klinis
Menurut (Wahid & Suprapto, 2013), Informasi yang didapat bisa berbeda – beda antara
satu penderita yang satu dengan yang lain tergantung pada penyakit dasar yang
menyebabkan cor pulmonal
1) Cor pulmonal akibat emboli paru : sesak tiba – tiba pada saat istrirahat, kadang –
kadang di dapatkan batuk batuk dan hemoptisis
2) Cor pulmonal dengan PPOM : sesak nafas disertai batuk yang produktif (banyak
sputum)
3) Cor pulmonal dengan hipertensi pulmonal primer ; sesak nafas dan sering pingsan jika
beraktifitas ( exertinal syncope)
4) Cor pulmonal dengan kelainan jantung kiri : sesak nafas ortopnea, paroxymal noctural
dypsnea.
5) Cor pulmonal dengan kelainan jantung kanan : bengkak pada perut dan kaki serta
cepat lelah
6) Gejala predominan cor pulmonal yang terko pensasi berakibat dengan penyakit
parunya : batuk produktif kronik, dypsnea karena olah raga, wheezing respirasi,
kelelahan dan kelemahan. Jika penyakit paru sudah menimbulkan gagal jantung
kanan, gejala – gejala ini lebih berat. Edema dependent dan nyeri kuadran kanan atas
dapat juga muncul.
7) Tanda – tanda cor pulmonal misalnya : sianosis, clubbing, vena leher distensi,
ventrikel kanan menonjol atau gallop(atau keduanya ), pulsasi sternum bawah atau
epigastrium prominen, hati membesar dan nyeri tekan, dan edema dependent.
8) Gejala – gejala tambahan ialah : sianosis, kurang tanggap atau bingung, mata
menonjol.
1. Pemeriksaan EKG
a. Biasanya menunjukkan hipertropi ventrikel kanan dan abnormalitas ventrikel
kanan. Sering pula di dapatkan aritmia ventrikuler dan atau supraventrikuler. Poor
progesion of R pada sandapan precordial merupakan tanda yang sering kali di salah
artikan sebagai infark miokard lama. (Wahid & Suprapto, 2013)
b. EKG menunjukkan defiasi aksis tekanan dan gelombang P lancip. Gelombang S
dalam tampak pada lead V6. Deviasi aksis kanan dan voltase rendah dapat tampak
pada pasien dengan emfisema paru. Hipertropi ventrikel kanan jarang kecuali pada
“Hipertensi pulmonal primer”. EKG sering menunjukkan infark miokard.
Gelombang Q ini dapat muncul pada lead II, III dan aVF karena posisi ventrikel
jantung, tetapi gelombang Q ini jarang dalam atau dangkal, seperti pada infark
miokard. Aritmia supraventrikuler sering muncul tapi non spesifik. (Wahid &
Suprapto, 2013)
c. Adanya hipertropi atrium, ventrikel kanan atau keduanya.
2. Pemeriksaan Foto Torak
Tanda yang sering di dapatkan adalah :
a. Kelainan pada parenkim paru, pleura maupun dinding toraks tergantung penyakit
dasarnya.
b. Pelebaran trunkus pulmonalis pada daerah hilus disertai penurunan gambaran
vaskuler paru drastis di daerah perifer sehingga menimbulkan gambaran pohon
gundul (Pruned Tree)
c. Pembesaran ventrikel kanan
d. Pelebaran vena cava superior
e. Jika ada emphysema maka diafragma agak rendah, conus pulmonalis melebar.
(Wahid & Suprapto, 2013)
3. Ekokardiografi
Ekokardiografi memungkinkan pengukuran ketebalan ventrikel kanan. Meskipun
perubahan volum tidak dapat di ukur, teknik ini dapat memperlihatkan pembesaran
kavitas ventrikel kanan dalam hubungannya dengan pembesaran ventrikel kiri.
Septum interventrikel dpat bergeser kekiri. (Wahid & Suprapto, 2013)
4. Biopsi paru
Dapat digunakan untuk menunjukkan vaskulitas pada beberapa tipe penyakit
vaskuler paru-paru seperti penyakit vaskuler kolagen, arteritis rhematoid, dan
granulomatosis wagener. (Wahid & Suprapto, 2013)
5. Pemeriksaan laboratorium
a. Pada penderita Cor Pulmonal pemeriksaan fungsi paru menunjukkan kelainan
restriktif atau obstruksi berat (atau gabungan keduanya). Pemeriksaan AGD dapat
menunjukkan adanya hipoksia dan atau hiperkapmia atau asidosis respiratorik. Pada
beberapa penderita Cor Pulmonal AGDnya normal pada saat istirahat, tetapi pada
saat istirahat, tetapi pada saat beraktivitas pemeriksaan AGDnya menunjukkan
adanya hipoksia berat disertai hiperkapmia, hal ini membuktikan bahwa etiologi
sesak napasnya adalah kelainan paru. Pada penderita Cor Pulmonal dengan
hipoksia yang bermakna (saturasi Oksigen arterial 90 %) seringkali menderita
polisitemia.
b. Polisitemia (hemoglobin dan eritrosit meninggih ) akibat PPOM (penyakit paru
obstruktif menahun). Saturasi oksigen kurang dari 85 %; PCO2 dapat meningkat
atau normal.
c. Faal paru menurun yaitu :
1) F.V.C berkurang (N = 5.8 L)
2) F.E.V1 berkurang (N=4,32 L)
d. Analisa gas darah :
1) PO2 kurang dari 60 mmHg
2) PCO2 lebih besar dari 49 mmHg
e. pH darah rendah
f. Waktu sirkulasi stadium dekompensata akan memanjang (Wahid & Suprapto,
2013)
Tata Laksana
1. Penatalaksanaan keperawatan
Sasaran penatalaksanaan keperawatan adalah :
a. Melalui hidrasi yang adekuat membantu mengencerkan sekret dan
mengefektifkan bersihan jalan napas.
b. Tinggikan kepala tempat tidur dan bantu pasien memilih posisi yang mudah
untuk bernapas.
c. Tirah baring : bantu pasien dalam pemenuhan kebutuhan dasar.
d. Memberikan penyuluhan agar pasien menghindari segala jenis polusi udara
dan berhenti merokok.
e. Latihan pernapasan dan bimbingan fisioterapi
f. Kolaborasi memperbaiki ventilasi dan Oksigenisasi jaringan melalui
pemberian O2
2. Penatalaksanaan medis
Pemberian medikamentosa :
a. Aminofilin : menggunakan spasme saluran pernapasan beta 2 adrenergik
selektif (turbotalin atau salbutamol)
b. Mukolitik dan ekspektoran
Mukolitik berguna untuk mencairkan dahak dengan memecahkan ikatan rantai
kimianya, sedangkan ekspektoran untuk mengeluarkan dahak dari paru.
c. Antibiotika
Pemberian antibiotika diperlukan karena biasanya kelainan parenkim paru,
disebabkan oleh mikroorganisme, diantaranya : hemophylus influensa dan
pneumococcus peka terhadap metisilin, Kloksasilin, flukoksasilin dan
eritromisin. Klebsiela peka terhadap gentamisin, steptomisin dan prolimiksin.
d. Oksigenasi
Peningkatan PaCO2 (tekanan CO2 arterial ) dan asidosis pada penderita PPOM
di sebabkan tidak sempurnanya pengeluaran CO2 sehingga menimbulkan
hipoksemia. Hal ini dapat diatasi dengan pemberian oksigen 20 – 30 % melalui
masker venture dan secara intermiten 1 – 3 Lpm
e. Jika terjadi gagal jantung kanan, diberikan digitalis, diuretik dan diet yang
rendah garam. Pemberian digitalis harus berhati – hati, karena dalam keadaan
hipoksia, dan kalium yang rendah mudah terjadi sehingga mudah terjadi
asidosis respiratorik dan alkalosis metabolik dan bahaya intoksitasi lebih besar.
Pemberian diuretik A seperti furosemit atau hidroklorotiazid diharapkan dapat
mengurangi kongesti edema dengan cara mengeluarkan natrium dan
menurunkan volume darah sehingga pertukaran udara dalam paru dapat
diperbaiki dan hipoksia maupun beban jantung kanan dapat dikurangi.
Prognosis
Cor pulmonale dikaitkan dengan mortalitas yang lebih tinggi dengan analisis
multivariat dalam penelitian. Para peneliti secara sistematis menerapkan langkah-langkah
spesifik yang bertujuan mengoreksi cor pulmonale, fakta yang dapat menjelaskan kurangnya
efek prognostik dalam penelitian mereka. Pasien dengan cor pulmonale lebih sering
mengalami syok dibandingkan dengan yang lain, meskipun fungsi sistolik ventrikel kiri
serupa antara kelompok. Cor pulmonale juga dikaitkan dengan kompromi oksigenasi dalam
penelitian. Terapi ajuvan untuk hipoksemia refrakter lebih sering digunakan pada kelompok
dengan cor pulmonale dan pasien-pasien ini menunjukkan lebih banyak pirau pada foramen
ovale paten dibandingkan dengan yang lain. (Boissier, et al., 2013) Commented [s3]: Cukup penulis pertama, et al., tahun.
Prognosis Cor Pulmonal bergantung pada patologi yang mendasarinya. Perkembangan Cor
Pulmonal sebagai hasil dari penyakit paru primer biasanya mempunyai prognosis yang lebih
buruk. Sebagai contoh, pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) yang
berkembang menjadi Cor Pulmonal memiliki kesempatan 30% untuk bertahan hidup 5 tahun,
namun apakah cor pulmonal memiliki prognostik yang indenpenden atau hanya
mencerminkan tingkat keparahan yang mendasari PPOK tersebut atau penyakit paru lainnya
masih bekum jelas. Prognosis pada kasus akut karena emboli paru berat ataupun sindrom
gangguan pernafasan akut belum pernah terbukti menunjukkan bahwa pada kasus emboli
paru, Cor pulmonal dapat menjadi prediktor kematian di RS. Para penelitih telah
mengumpulkan data demografi, Komorbiditas dan data manifestasi klinik pada 582 pasien
rawat inap pada unit gawat darurat maupun unit perawatan intensif dan didiagnosa menderita
emboli paru (Leong, 2017).
Hasil peneltian mereka menunjukkan bahwa pasien emboli paru dengan hemodinamik
yang stabil faktor-faktor berikut dapat menjadi predictorindenpenden kematian di RS :
4. Sinus takikardi
Komplikasi
Pada stadium lanjut, kongesti hati pasif sekunder akibat gagal ventrikel kanan berat dapat
menyebabkan anoreksia, ketidaknyamanan perut kuadran kanan atas, dan ikterus. Selain itu,
sinkop dengan aktivitas, yang juga dapat dilihat pada penyakit parah, mencerminkan
ketidakmampuan relatif untuk meningkatkan curah jantung selama latihan dengan penurunan
tekanan arteri sistemik berikutnya. (Leong, 2017).
Konsep Asuhan Keperawatan
1. Data Demografi
Usia dan jenis kelamin merupakan data dasar yang penting. Beberapa gangguan
sistem tubuh tertentu baru jelas dirasakan pada usia tertentu meskipun mungkin proses
patologis sudah berlangsung sejak lama. Kelainan-kelainan somatik harus selalu
dibandingkan dengan usia dan gender ,misalnya berat badan dan tinggi badan. Tempat
tinggal juga merupakan data yang perlu dikaji, khususnya tempat tinggal pada masa
bayi dan kanak-kanak dan juga tempat tinggal klien sekarang. (Purwanto, 2016)
2. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pada banyak kasus Kor pulmonal ditemukan pada anggota keluarga tertentu dan
ternyata kekurangan alfa-antripsin memegang peranan dalam penentuan predisposisi
terjadinya penyakit paru obstruktif kronik. (Wahid & Suprapto, 2013)
Riwayat penyalit paru kronik (bronchitis kronik dan emisema paru, diantaranya
disebabkan Hemophilus influenza, pneumococcus, Staphylococcus aureus,
Pseudomonas, klebsiella. (Wahid & Suprapto, 2013)
3. Riwayat Kesehatan dan Keperawatan Klien
Perawat mengkaji kondisi yang pernah dialami oleh klien di luar gangguan yang
dirasakan sekarang khususnya gangguan yang mungkin sudah berlangsung lama bila
di hubungkan dengan usia dan kemungkinan penyebabnya namun karena tidak
mengganggu aktivitas klien, kondisi ini tidak dikeluhkan. (Purwanto, 2016)
a. Cor Pulmonale akibat Emboli Paru: sesak tiba-tiba pada saat istirahat, kadang
kadang didapatkan batuk-batuk, dan hemoptisis
b. Cor Pulmonale dengan PPOM: sesak nafas disertai batuk yano produktif
(banyak sputunm)
c. Cor Pulmonale dengan Hipertensi Pulmonal primer: sesak nafas dan sering
pingsan jika beraktifitas (exertional syncope)
d. Cor Pulmonale dengan kelainan jantung kiri: sesak nafas, ortopnea, paroxymal
nocturnal dyspnea.
e. Cor Pulmonale dengan kelainan jantung kanan bengkak pada perut dan kaki
serta cepat lelah
f. Gejala predominan cor pulmonale yang terkompensasi berkaitan dengan
penyakit parunya, yaitu batuk produkif kronik, dispnea karena olahraga,
wheezing respirasi, kelelahan dan kelemahan. Jika penyakit paru sudah me
nimbulkan gagal jantung kanan, gejala gejala ini lebih berat. Edema dependen
dan nyeri kuadran kanan atas dapat juga muncul.
g. Tanda-tanda Kor pulmonal misalnya slanosis, clubbing, vena leher distensi,
ventrikel kanan menonjol atau gallop (atau keduanya), pulsasi sternum bawah
atau epigastrium prominen, hati membesar dan nyeri tekan, dan ederna
dependen.
h. Gejala-gejala tambahan ialah: sianosis, kurang tanggap/ bingung. mata
menonjol.
i. Gejala predominan cor pulmonale yang terkompensasi berkaltan dengan
penyakit parunya, yaitu batuk produktif kronik, dispnea karena olahraga,
wheezing respirasi, kelelahan dan kelemahan. Jika penyakit paru sudah
menimbulkan gagal jantung kanan, gejala-gejala ini lebih berat. Edema
dependen dan nyeri kuadran kanan atas dapat juga muncul. (Wahid & Suprapto,
2013)
4. Riwayat Diet
Perubahan status nutrisi atau gangguan pada saluran pencernaan dapat saja
mencerminkan gangguan sistem tubuh tertentu atau pola dan kebiasaan makan yang
salah dapat menjadi faktor penyebab. (Purwanto, 2016)
5. Status Sosial Ekonomi
Karena status social ekonomi merupakan aspek yang sangat peka bagi banyak orang
maka hendaknya dalam mengidentifikasi kondisi ini perawat melakukannya bersama-
sama dengan klien. Menghindarkan pertanyaan yang mengarah pada jumlah atau nilai
pendapatan melainkan lebih di fokuskan pada kualitas pengelolaan suatu nilai tertentu.
Mendiskusikan bersama-sama bagaimana klien dan keluarganya memperoleh
makananyang sehat dan bergizi, upaya mendapatkan pengobatan bila klien dan
keluarganya sakit dan upaya mempertahankan kesehatan klien dan keluarga tetap
optimal dapat mengungkapkan keadaan sosial ekonomi klien dan menyimpulkan
bersama-sama merupakan upaya untuk mengurangi kesalahan penafsiran. (Purwanto,
2016)
6. Masalah Kesehatan Sekarang Atau disebut juga Keluhan Utama
Perawat memfokuskan pertanyaan pada hal-hal yang menyebabkan klien meminta
bantuan pelayanan seperti:
a. Apa yang di rasakan klien
b. Apakah masalah atau gejala yang dirasakan terjadi secara tiba-tiba atau perlahandan
sejak kapan dirasakan
c. Bagaimana gejala itu mempengaruhi aktivitas hidup sehari-hari. (Purwanto, 2016)
7. Pola Kebiasaan Sehari-hari
a. Aktivilas dan Istirahat
Gejala : Mengeluh lemah, cepat lelah, pusing, rasa berdenyur dan berdebar.
Mengeluh sulit tidur (ortopneu, dispneu paroksimal nok turnal, nokturia,
keringat malam hari).
Tanda: Takikardia, perubahan tekanan darah, pingsan karena kerja, takpineu,
dispneu
b. Sirkulas
Gejala : Menyatakan memiliki riwayat demam reumatik hipertensi, kongenital:
kerusakan arteial septal, trauma dada, riwayat murmur jantung dan palpitasi,
serak, hemoptisisi, batuk dengan/tanpa sputum, riwayat anemia, riwayat shock
hipovolema.
Tanda: Getaran sistolik pada apek, bunyi jantung: S1 keras pembukaan yang
keras, takikardia. Irama tidak teratur: fibrilasi arterial.
c. Intensitas Ego
Tanda : Menunjukkan kecemasan: gelisah, pucal, berkeringat, gemetar. Takut
akan kematian, keinginan mengakhiri hidup merasa tidak berguna, kepribadian
neurotik
d. Makanan/Cairan
Gejala: Mengeluh terjadi perubahan berat badan, sering penggunaan diuretik
Tanda : Edema umum, hepatomegali dan asistes, pemafasan payalh dan bising
terdengar krakela dan mengi.
e. Neurosensoris
Gejala : Mengeluh kesemutan, pusing.
Tanda: Kelemahan
f. Pernafasan
Gejala: Mengeluh sesak, batuk menetap atau nokturnal.
Tanda: Takipneu, bunyi nafas: krekels, mengi, sputum berwarna bercak darah,
gelisah.
g. Keamanan
Gejala: Proses infeksi/sepsis, riwayat operasi
Tanda: Kelemahan tubuh. (Wahid & Suprapto, 2013)
8. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi
a) Vena-vena pada leher tidak terihat tidak terlihat kolaps pada saat inspirasi.
b) Kelemahan
c) Disprea.
d) Sianosis pada jari.
e) Perubahan Mental(Sinkope pada saat aktivitas). (Wahid & Suprapto, 2013)
2) Aiuskultasi
a) Terdengar Graham steel murmur yang bersifat soft blowing, high pitch
diastolic murmur, akibat adanya insusifisiensi relative katup pulmonal.
b) Right ventricular lift
c) Right arterial gallop di Giant waves. (Wahid & Suprapto, 2013)
Kondisi Terkait
Hambatan pertukaran gas yang berhubungan dengan hipoksemia secara revesible / menetap
NOC NIC
Respons Alergi: Sistemik: Keparahan Manajemen Asam-Basa: Meningkatkan
respons hipersensitivitas imun sistemik kescimbangan asam-basa dan mencegah
terhadap antigen lingkungan (eksogenus) komplikasi akibat ketidakseimbangan asam-
tertentu. basa
Keseimbangan Elcktrolit dan Asam-Basa: Manajemen Asam-Basa: Asidosis
Keseimbangan elektrolit dan non-elektrolit Respiratori: Meningkatkan keseimbangan
dalam kompartemen intrasel dan ekstra sel asam-basa dan mencegah komplikasi akibat
tubuh kadar pCO2, serum yang lebih tinggi dari
Respons Ventilasi Mekanis: Orang yang diharapkan
Dewasa: Pertukaran alveolar dan perfusi Manajemen Asam-Basa: Alkalosis
jaringan yang disokong oleh ventilasi Respiratori: Meningkatkan keseimbangan
mekanis asam-basa dan mencegah komplikasi akibat
Status Pernapasan: Pertukaran Gas: kadar pCO2, serum yang lebih rendah dari
Pertukaran CO, atau O, di alveoli untuk yang diharapkan
mempertahankan konsenstrasi gas darah Manajemen Jalan Napas: Memfasilitasi
arteri kepatenan jalan napas
Status Pernapasan: Ventilasi: Manajemen Anafilaksis: Meningkatkan
Perpindahan udara masuk dan keluar paru- keadekuatan ventilasi dan perfusi jaringan
paru untuk individu yang mengalami reaksi alergi
Perfusi Jaringan: Paru: Keadekuatan (antigen-antibodi) berat
aliran darah melewati vaskulatur paru yang Manajemen Asma: Mengidentifikasi,
utuh untuk perfusi unit alveoli kapiler mengatasi, dan mencegah reaksi terhadap
Tanda-Tanda Vital: Kondisi suhu, nadi, inflamasi/konstriksi di jalan napas
pernapasan, dan tekanan darah dalam Manajemen Elektrolit: Meningkatkan
rentang normal keseimbangan elektrolit dan mencegah
komplikasi akibat kadar elektrolit serum
yang tidak normal atau di luar harapan
Perawatan Emboli: Paru: Membatasi
komplikasi pada pasien yang mengalami,
atau berisiko terhadap oklusi sirkulasi paru
Pengaturan Hemodinamik:
Mengoptimalkan frekuensi jantung,
preload, afterload, dan kontraktilitas
jantung
Interpretasi Data Laboratorium:
Menganalisis secara kritis data laborator
pasien untuk membantu pengambilan
keputusan klinis
Ventilasi Mekanis: Penggunaan alat
buatan untuk membantu pasien bernapas
Terapi Oksigen: Memberikan oksigen dan
memantau efektivitasnya
Pemantauan Pernapasan: Mengumpulkan
dan menganalisis data pasien untuk
memastikan kepatenan jalan napas dan
adekuatnya pertukaran gas.
Bantuan Ventilasi: Meningkatkan pola
pernapasan spontan yang optimal dalam
memaksimalkan pertukaran oksigen dan
karbon dioksida di dalam paru
Pemantauan Tanda Vital: Mengumpulkan
dan menganalisis data kardiovaskular,
pernapasan, dan suhu tubuh untuk
menentukan dan mencegah komplikasi
INTERVENSI RASIONAL
1. Observasi tanda vital dan irama 1. Takikardia, distrimia dan perubahan
jantung TD dapat menunjukkan efek
hipoksemia sistemik pada fungsi
jantung
3. Kaji /awasi secara rutin kulit dan 3. Sianosis mungkin perifer( terlihat
warna membra mukosa pada kuku) atau sentral (terlihat pada
sekitar bibir). Keabu abuan dan
sianosis sentral mengindikasikan
beratnya hipoksemia.
E. Weitzenblum and A. Chaouat , 2009. Cor pulmonale. Chronic Respiratory Disease , I(6),
pp. 177-185.
Purwanto, H., 2016. Keperawatan Medikal Bedah II. 1 penyunt. Jakarta : Pusdik SDM
Kesehatan.
Somantri, I., 2009. Asuhan Keperawatan pada klien dengan gangguan sistem pernapasan.
Jakarta: Salemba Medika.
Wahid, A. & Suprapto, I., 2013. Kepeprawatan Medikal Bedah Asuhan Keperawatan Pada
Gangguan Sistem Respirasi. Jakarta: CV.Trans Info Media.