You are on page 1of 6

A.

Pengertian Klorida
Klorida adalah ion yang terbentuk sewaktu unsur klor mendapatkan satu elektron untuk
membentuk suatu anion (ion bermuatan negatif) Cl-. Garam dari asam klorida (HCl)
mengandung ion klorida, contohnya adalah garam meja, yang disebut natrium klorida dengan
rumus kimia NaCl. Dalam air, senyawa ini terpecah menjadi ion Na+ dan Cl-. Klorida dalam
senyawa kimia, satu atau lebih atom klornya memiliki ikatan kovalen dalam molekul. Ini
berarti klorida dapat berupa senyawa anorganik maupun organik. Contoh paling sederhana
dari suatu klorida anorganik adalah asam klorida (HCl), sedangkan contoh sederhana senyawa
organik (suatu atau organoklorida) adalah klorometana (CH3Cl), sering disebut metil klorid
(Oputu, 2013).
Senyawa ini umum digunakan dalam pengolahan limbah, produksi air minum maupun
sebagai katalis, baik di industri maupun di laboratorium. Bila dilarutkan dalam air, besi (III)
klorida mengalami hidrolisis yang merupakan reaksi eksotermis (menghasilkan panas).
Hidrolisis ini menghasilkan larutan yang coklat, asam, dan korosif, yang digunakan sebagai
koagulan pada pengolahan limbah dan produksi air minum. Larutan ini juga digunakan
sebagai pengetsa untuk logam berbasis-tembaga pada papan sirkuit cetak (PCB). Anhidrat
dari besi (III) klorida adalah asam Lewis yang cukup kuat, dan digunakan sebagai katalis
dalam sintesis organik (Bagus, 2010).
Kebanyakan klorida larut dalam air, oleh karena itu klorida biasanya hanya ditemui di
kawasan beriklim kering, atau bawah tanah. Klorida biasanya dihasilkan melalui elektrolisis
natrium klorida yang terlarut dalam air. Dalam konsentrasi yang wajar, klorida tidak akan
membahayakan bagi manusia. Rasa asin terhadap air merupakan pengaruh dari klorida dalam
jumlah konsentrasi sebesar 250 mg/L. Oleh karena itu, penggunaan klorida dibatasi untuk
kebutuhan manusia.
B. Metode Penentuan Klorida
Dalam menentukan klorida dikenal 3 macam metode argentometri, yaitu : metode Mohr,
metode Volhard, dan metode Fajans. Istilah argentometri diturunkan dari bahasa latin
argentum, yang berarti perak. Jadi argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan
kadar zat dalam suatu larutan yang dilakukan dengan titrasi berdasar pembentukan endapan
dengan ion Ag+. Pada titrasi argentometri, zat pemeriksaan yang telah dibubuhi indikator
dicampur dengan larutan standar garam perak nitrat AgNO3. Dengan mengukur volume
larutan standar yang digunakan sehingga seluruh ion Ag+ dapat tepat diendapkan, kadar garam
dalam larutan pemeriksaan dapat ditentukan. (Underwood, 2002)

Titrasi pengendapan adalah salah satu golongan titrasi dimana hasil reaksi titrasinya
merupakan endapan atau garam yang sukar larut. Prinsip dasarnya ialah reaksi pengendapan
yang cepat mencapai kesetimbangan pada setiap penambahan titran, tidak ada pengotor yang
mengganggu serta diperlukan indikator untuk melihat titik akhir titrasi. Hanya reaksi
pengendapan yang dapat digunakan pada titrasi. (Oputu, 2013)

Penetapan titik akhir dalam reaksi pengendapan ini dapat diilustrasikan dengan
prosedur mohr untuk penetapan klorida dan bromide. Pada titrasi suatu larutan netral dari ion
klorida dengan larutan perak nitrat, sedikit larutan kalium kromat ditambahkan untuk berfungsi
sebagai indikator. Pada titik akhir, ion kromat ini bergabung dengan ion perak untuk
membentuk perak kromat merah yang sangat sedikit sekali dapat larut. Titrasi ini hendaknya
dilakukan dalam suasana netral atau sangat sedikit sekali basa, yakni dalam jangkauan pH 6,59.
(Bassett, 1994)

Tentu saja penting bahwa pengendapan indicator terjadi pada titik eqivalen atau didekat
titik eqivalen dari titrasi tersebut. Perak kromat lebih mudah larut (sekitar 8,4 x 10-5 mol /liter)
daripada perak klorida (sekitar 1x10-5 mol/ liter). Jika ion ion perak ditambah kedalam suatu
larutan yang mengandung ion klorida dengan konsetrasi besar dengan ion kromat dengan
konsentrasi kecil, perak klorida akan mengandap terlebih dahulu: perak kromat tidak terbentuk
sebelum konsentrasi ion perak meningkat sampai kenilai yang cukup besar untuk melebihi Ksp
dari perak kromat. (Underwood, 2002).
1. Metode Mohr

Titrasi Mohr terbatas untuk larutan dengan nilai pH antara 6 – 10. Dalam larutan yang
lebih basa perak oksida akan mengendap. Dalam larutan asam konsentrasi ion kromat akan
sangat dikurangi, karena HCrO4 hanya terionisasi sedikit sekali. Hidrogen kromat berada dalam
kesetimbangan dengan dikromat :

2H+ + 2CrO42- ↔ Cr2O72- + H2O


Mengecilnya konsentrasi ion kromat akan menyebabkan perlunya menambah ion perak
dengan sangat berlebih untuk mengendapkan perak kromat, dan karenanya menimbulkan galat
yang besar. Pada umumnya garam dikromat cukup dapat larut (Vogel, 1985).

Metode Mohr dapat juga diterapkan untuk titrasi ion bromida dengan perak, dan juga
ion sianida dalam larutan yang sedikit agak basa. Efek adsorpsi menyebabkan titrasi ion iodida
dan tiosianat tidak layak. Perak tak dapat dititrasi langsung dengan ion klorida, dengan
menggunakan indikator kromat. Endapan perak kromat yang telah ada sejak awal, pada titik
kesetaraan melarut kembali dengan lambat. Tetapi, orang dapat menambahkan larutan klorida
standar secara berlebih, dan kemudian menitrasi balik, dengan menggunakan indikator kromat
(Vogel, 1985).

2. Metode Volhard

Titrasi Ag dengan NH4CNS dengan garam Fe(III) sebagai indikator adalah contoh
metode Volhard, yaitu pembentukan zat berwarna di dalam larutan. Selama titrasi, Ag(CNS)
terbentuk sedangkan titik akhir tercapai bila NH4CNS yang berlebih bereaksi dengan Fe(III)
membentuk warna merah gelap (FeCNS)2+. Jumlah thiosianat yang menghasilkan warna harus
sangat kecil. Jadi kesalahan pada titik akhir harus sangat kecil, dengan cara mengocok larutan
dengan kuat pada titik akhir tercapai, agar Ag yang teradsorpsi pada endapan dapat didesorpsi.
Pada metode Volhard untuk menentukan ion klorida, suasana haruslah asam karena pada
suasana basa Fe3+ akan terhidrolisis. AgNO3 yang ditambahkan berlebih ke larutan klorida
tentunya tidak bereaksi. Larutan Ag tersebut kemudian di titrasi balik dengan menggunakan
Fe(III) sebagai indikator, tetapi cara ini menghasilkan suatu kesalahan karena AgCNS kurang
larut dibandingkan AgCl. Sehingga :
AgCl + CNS- → AgCNS + Cl-

Akibatnya lebih banyak NH4CNS diperlukan sehingga kandungan Cl- seakan-akan


lebih rendah. Kesalahan ini dapat dikurangi dengan mengeluarkan endapan AgCl sebelum
titrasi balik berlangsung atau menambahkan sedikit nitrobenzen, sehingga melindungi AgCl
dari reaksi dengan thiosianat tetapi nitrobenzen akan memperlambat reaksi. Hal ini dapat
dihindari jika Fe(NO3)3 dan sedikit NH4CNS yang diketahui ditambahkan dulu ke larutan
bersama-sama HNO3, kemudian campuran tersebut dititrasi dengan AgNO3 sampai warna
merah hilang (Oputu, 2013)
3. Metode Fajans

Metode ini dipakai untuk penetapan kadar halida dengan menggunakan indikator
adsobsi. Jika AgNO3 ditambahkan ke NaCl yang mengandung zat berpendar fluor, titik akhir
ditentukan dengan berubahnya warna dari kuning menjadi merah jingga. Jika didiamkan,
tampak endapan berwarna, sedangkan larutan tidak berwarna disebabkan adanya adsobsi
indikator pada endapan AgCl. Warna zat yang terbentuk dapat berubah akibat adsorpsi pada
permukaan (Harjadi, 1993)

Penentuan klorida dilakukan dengan beberapa metode diantaranya adalah metode


argentometri and metode spketrofotometer. Pengunaan metode titrasi argentometri nerupakan
metode yang klaisk untuk menganalisis kadar klorida yang dilakukan dengan mempergunakan
AgNO3 dan indicator K2Cr2O4, kelebihan dari analisis klorida dengan cara ini yaitu
pelaksanaan yang mudah dan cepat, memiliki ketelitian dan keakuratan yang tingga dan dapat
digunakan untung menetukan kadar yang memiliki sifat yang berbeda beda (Titis, 2009).

C. Standar Klorida Dalam air

Klorida dalam bentuk ion Cl- adalah anion anorganik yang banyak terdapat dalam air.
Adanya klorida yang berlebihan dalam air minum dapat menyebabkan gangguan pada sifat fisis
air, gangguan pipa logam, dan gangguan kesehatan. Persyaratan kualitas air minum sesuai
dengan Permenkes, RI No 907/ Menkes/ SK/ VII/ 2002, sebagai mana kadar maksimal klorida
yang diperbolehkan untuk air minum adalah 250 mg/l.

DAFTAR PUSTAKA
Bagus, Dewa Gde dan Nobelia I, James .2010.Penentuan Waktu Detensi Optimum Dalam
Proses Penyisihan Klorida Pada Reaktor Kontinu Electro Gravitational Desalination.
http://www.ftsl.itb.ac.id/kk/rekayasa_air_dan_limbah_cair/wp-
content/uploads/2010/11/pi-ws4-dewa-gde-bagus-15305071.pdf. Diakses pada 28
Februari 2018
Basssett, J.1994. Buku Ajar Vogel: Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta: EGC.
Harjadi, W. 1993. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia. Jakarta : UI-Press
Oputu, Arifin. 2013. Laporan - Titrasi Argentometri (Menentukan kadar Cl- dalam air laut).
http://www.finop.tk/2013/06/laporan-titrasi-argentometri-menentukan.html Diakses pada
28 Februari 2019.
Titis, U. A. 2009. Analisis Kadar Khlorida Pada Air Dan Air Limbah Dengan Metode
Argentometri. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/13905/1/09E02375
Diakses pada 28 Februari 2019.

Underwood A.L, JR. R.A. DAY. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam. Jakarta:
Erlangga.
Vogel.1985. Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Edisi Kelima.Jakarta: PT.
Kalman Media Pustaka

You might also like