You are on page 1of 41

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Manual ini disusun untuk menjelaskan secara garis besar sistem
manajemen mutu yang diterapkan di Puskesmas Mayang kepada seluruh staf.
Manual ini disusun berdasarkan sistem manajemen iso 9001:2000. Semua
ketentuan yang tertuang dalam manual ini merupakan acuan untuk menjalankan
kegiatan puskesmas sehari-hari.
Penjelasan yang diberikan manual ini mencakup mengenai: ruang
lingkup penerapan sistem manajemen mutu, proses-proses manajemen mutu berikut
dengan interaksi antara proses, dan referensi/rujukan ke berbagai dokumen terkait.
Referensi kepada dokumen terkait ditunjukan dengan kata yang diberi garis bawah.
(contoh apabila tertulis: kebijakan mutu maka berarti terdapat dokumen dengan
nama kebijakan mutu sebagai referensi terkait)
Penerapan sistem manajemen mutu dimaksudkan untuk memastikan
puskesmas dapat menghasilkan produk sesuai dengan persyaratan yang telah
ditetapkan sehingga dapat menjamin kepuasan pelanggan. Yang dimaksud dengan
“produk“ adalah pelayanan yang diberikan oleh puskesmas baik dalam bentuk jasa
maupun barang. Manual ini disiapkan oleh tim pengembangan sistem manajemen
mutu puskesmas dan disahkan oleh kepala puskesmas.
Puskesmas telah menunjuk wakil manajemen untuk bertanggung jawab
dan menjamin manual ini dapat dipahami dan dilaksanakan oleh seluruh staf.
Manual ini akan ditinjau ulang setahun sekali untuk penyesuaian/ perbaikan.
1.1.1 Profil singkat puskesmas
Nama puskesmas : Mayang
Alamat : Jl.Pahlawan No.32 Mayang
Produk : Jasa pelayanan kesehatan dasar strata I (berdasarkan SK
MENKES nomor 128 tahun 2004 tentang kebijakan puskesmas) meliputi upaya
kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat.secara lebih terinci produk
puskesmas terdiri atas 12 jenis pelayanan dasar, yaitu:
1. Promosi kesehatan : pembinaan peran serta masyarakat, phbs
2. Kia dan KB : pendampingan posyandu, deteksi tumbuh kembang
balita,
3. Pendataan dan pemeriksaan ibu hamil
4. Gizi : pemantauan status gizi, pemberian makanan tambahan bagi
balita,
5. Distribusi vitamin A, penyuluhan gizi, pembinaan kader gizi
6. Kesehatan lingkungan : pemantauan air bersih, sanitasi dasar, rumah
sehat,
7. Pembinaan tempat-tempat umum, penyuluhan kesehatan lingkungan
8. Pemberantasan penyakit menular : tuberkulosis, demam berdarah,
diare,
9. Surveilans, infeksi saluran pernafasan atas
10.Pelayanan rawat jalan tingkat pertama : balai pengobatan umum, gigi,
11.Kesehatan ibu anak/keluarga berencana (kia/kb), imunisasi, farmasi,
12.Laboratorium

1.2. Ruang lingkup


Lingkup pedoman mutu ini disusun berdasarkan persyaratan iso
9001:2008 dan standar akreditasi pukesmas, yang meliputi: persyaratan umum
sistem manajemen mutu, tanggung jawab manajemen, manajemen sumber daya,
proses pelayanan yang terdiri dari penyelenggaraan
Upaya kesehatan masyarakat, yang meliputi: upaya Perencanaan UKM,
Proses yang berhubungan dengan sasaran, Pembelian, Penyelenggaraan Upaya
pengendalian proses pengendalian upaya, validasi proses penyelenggaraan upaya,
identifikasi dan mampu telusur, hak dan kewajiban sasaran, pemeliharaan barang
mili pelanggan, manajemen risiko keselamatan dan pelayanan klinis. Dalam
penyelenggaraan UKM dan pelayanan klinis memperhatikan keselamatan
sasaran/pasien dengan menerapkan manajemen risiko.
1.3. Tujuan
Pedoman mutu ini disusun sebagai acuan bagi puskesmas dalam
membangun system manajemen mutu baik untuk penyelenggaraan ukm maupun
untuk penyelenggaraan pelayanan klinis

1.4. Pengendalian dokumen


Secara umum dokumen-dokumen dalam system manajemen mutu yang
disusun meliputi: dokumen level 1 : kebijakan, dokumen level 2: pedoman/manual,
dokumen level 3: standar prosedur operasional, dan dokumen level 4: rekaman-
rekaman sebagai catatan sebagai akibat pelaksanaan kebijakan, pedoman, dan
prosedur.(jelaskan bagaimana pendendalian dokumen di puskesmas: proses
penyusunan dokumen, pengesahan, penomoran, pemberlakukan, distribusi,
penyimpanan, pencarian kembali, proses penarikan dokumen yang kadaluwarsa,
dsb). Prosedur pengendalian perubahan harus ditetapkan untuk identifikasi revisi
dokumen terbaru guna mencegah penggunaan dokumen yang tidak digunakan lagi.
Semua Dokumen Terkendali harus disahkan dengan penggunaan stempel tinta
merah atau dicetak dengan tinta berwarna. Jika Dokumen Terkendali di fotokopi
maka dokumen tersebut dianggap sebagai Dokumen Tidak Terkendali. Membuat
salinan dokumen dari dokumen terkendali tidak diijinkan.
Prosedur pengendalian rekaman dilakukan oleh Ketua bidang dengan
menyimpan daftar distribusi dokumen yang ada di bagiannya dan secara periodik
akan ditinjau Pusat Jaminan Mutu. Dalam pengendalian rekaman, Ketua bidang
harus memberi identitas sebagai berikut:
1) Judul/Nama
2) Nomor
3) Tanggal penerbitan
4) Persetujuan yang berwenang
5) Status perubahan (Revisi)
BAB 2. LANDASAN HUKUM

Pada bab ini diuraikan mengenai: (1) definisi ISO 9001:2008; (2) sejarah
perkembangan ISO; (3) ISO 9001:2008 sebagai sistem manajemen mutu; (4) ISO
9001:2008 sebagai sistem manajemen mutu; (5) ISO 9001: 2008 sebagai budaya
organisasi pelayanan publik; (6) ISO 9001: 2008 di Indonesia. Berikut adalah
masing-masing uraianny:
Acuan yang digunakan dalam menyusun pedoman mutu ini adalah:
standar akreditasi puskesmas dan persyaratan iso 9001:2008. Dinas Kesehatan
merupakan salah satu pihak yang berperan sebagai motor penggerak tumbuhnya
kualitas pelayanan kesehatan. Visi “Indonesia Sehat 2010” pun dicanangkan Dinas
Kesehatan dengan tiga pilar utama, salah satunya adalah mutu pelayanan kesehatan.
Adapun dalam upaya perbaikan mutu pelayanan, maka ada dua hal yang dianggap
paling penting, yakni kepuasan pelanggan dan standar pelayanan kesehatan. Kedua
aspek ini harus seimbang. Standar pelayanan dibutuhkan untuk menjadi acuan kerja
penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Dengan demikian agar produk pelayanannya
berkualitas maka standarnya pun juga harus berkualitas. Dalam konsep TQM, maka
Standar Pelayanan akan menghasilkan pelayanan yang berkualitas dan memuaskan
pelanggan apabila standar pelayanannya dibuat dengan focus utamanya berupa
kepuasan pelanggan (customer mindset).
ISO merupakan turunan dari Konsep TQM tersebut, yang memiliki
standar manajemen mutu bagi setiap organisasi, termasuk organisasi pelayanan
publik. Penerapan ISO ternyata mampu membuahkan hasil yang cukup baik bagi
organisasi pelayanan publik. Sebagai contoh adalah puskesmas, beberapa
Puskesmas yang telah bersertifikat ISO, ternyata mampu menunjukkan sebuah
perubahan. Sistem manajemen mutu ISO yang berorientasi pada kepuasan
pelanggan ternyata mampu mendorong puskesmas untuk menyediakan pelayanan
yang memuaskan pasien / masyarakat. "Puskesmas yang sudah mengantongi ISO
karena di tempat itu sudah dokter spesialis dan didukung peralatan yang
berstandarkan rumah sakit. Jadi masyarakat sudah bisa ditangani di Puskesmas
tersebut," (Rachmie, 2012).
Namun demikian, apakah ISO merupakan prasyarat yang harus ditempuh
setiap instansi pelayanan publik untuk menciptakan pelayanan yang bermutu,
sedangkan beberapa kendala masih melekat dalam konsep ISO itu sendiri. Selain
fasilitas instansi yang belum cukup memadahi untuk mencapai standar ISO,
Komitmen SDM dan ketersediaan dana juga dibutuhkan untuk mencapai sertifikat
ISO. Dengan demikian perlu adanya pemikiran lebih lanjut terkait kebijakan
pemerintah terhadap penggalakan ISO 9001 bagi setiap instansi pelayanan publik.

2.1 Definisi ISO 9001:2008


Iso bukanlah sebuah singkatan, melainkan sebuah istilah yang berasal
dari bahasa yunani (Isos) yang berarti “sama”. Kemudian istilah ISO dijadikan
sebuah nama standar mutu organisasi tingkat Internasional yang berisi tentang
sistem manajemen mutu (Quality Management System). Angka 2008 menunjukkan
tahun revisi, dimana ISO telah mengalami beberapa revisi seiring perkembangan
jaman dan teknologi. Semakin luasnya dunia usaha dan kondisi masyarakat yang
semakin kompleks, menuntut ISO harus lebih rinci dan aplikatif. ISO 9001: 2008
merupakan ISO versi terbaru yang telah ditetapkan sejak bulan Desember 2008.

2.2 Sejarah Perkembangan ISO


ISO pada awalnya lahir dari dunia militer sejak masa perang dunia II.
Pada tahun 1943, pasukan inggris membutuhkan amunisi perang dalam jumlah
yang banyak sehingga membutuhkan supplier amunisi yang banyak pula. Untuk
menjamin standarisasi kualitas, mereka merasa perlu membuat standar seleksi
supplier.
Sistem standarisasi ini ternyata menarik beberapa negara, pada akhirnya
departemen pertahanan Amerika mengeluarkan standar MIL-Q-9858A sebagai
bagian dari MIL-STD series. Standar ini oleh NATO diadopsi menjadi AQAP-1
dan diadopsi oleh militer Inggris lagi menjadi DEF/STAN 05-8. Pada tahun 1979
Inggris menyempurnakan dan mengembangkan standar tersebut menjadi BS-5750.
Atas usulan American National Standard Institute kepada Inggris, maka
pada tahun 1987 melalui International Organization for Standardization, BS-5750
diadopsi sebagai sebuah standar internasional yang kemudian dinamai ISO 9000:
1987. Perkembangan ISO 9000 secara singkat dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Tahun 1987, ISO 9000 memiliki 3 versi implementasi, yakni versi
Quality Assurance, versi QA and Production, dan versi QA for
testing.
2. Tahun 1994, ISO 9000 memiliki 3 versi, yakni ISO 9001 tentang
desain Organisasi, ISO 9002 tentang proses produksi, dan versi
ISO 9003 tentang Pelayanan. Bukan hanya focus pada final
inspection, tetapi juga diperlukan process preventive action untuk
menghindari kesalahan pada proses yang menyebabkan
ketidaksesuaian produk.
3. Tahun 2000, ISO 9001, merupakan gabungan dari ISO 9001, 9002
dan 9003 versi 1994, yang lebih focus pada proses business dalam
organisasi. Kelebihannya bahwa standar ISO 9001:2000 dapat
diimplementasikan di berbagai jenis organisasi termasuk organiasi
bisnis kecil. Standar ini mewajibkan 6 Prosedur yang harus
terdokumentasi, yaitu procedur control of document, control of
record, control of Non Conforming Product , Control of Internal
Audit, control of corrective action, dan control of preventive action
4. Tahun 2008, ISO 9001 merupakan bentuk penyempurnaan dari
ISO 9001:2000 dengan perubahan penekanan. ISO 9001:2008
lebih menekankan pada effectivitas process dan control of
outsourcing process. Focus “effectivitas process diwujudkan
melalui pola pikir PDCA (Plan – Do – Check – Action) dan
prinsip-prinsip manajemen mutu.
2.3 ISO 9001:2008 Sebagai Sistem Manajemen Mutu
2.3.1 Sistem Manajemen yang terbuka.
ISO adalah sebuah sistem dengan standar mutu yang telah dibakukan.
Sistem, berasal dari bahasa Yunani (system) adalah suatu keseluruhan yang terdiri
dari sejumlah bagian-bagian yang saling berkaitan. Dengan demikian merupakan
sebuah satu kesatuan sistem yang terdiri dari bermacam-macam bagian sub sistem
manajemen. Untuk menciptakan tujuan sebuah mutu, maka harus ada bermacam-
macam sub bagian/sub sistem yang berperan dan saling berkaitan.
Sistem ada yang bersifat tertutup dan ada yang terbuka. Pokok
pembedaannya adalah ketersediaannya sistem berinteraksi dengan lingkungan.
Sistem yang tertutup cenderung tertutup terhadap lingkungan, tidak mau
terpengaruh dan tidak mau mempengaruhi lingkungan. Sedangkan sistem yang
terbuka sangat erat hubungannya dengan lingkungan. Bahkan sistem terbuka
menganggap bahwa sistem tersebut merupakan bagian dari lingkungan atau
lingkungan adalah sistem yang lebih besar dari sistem yang kecil.
Sistem manajemen ISO membagi sebuah organisasi menjadi beberapa
sub sistem yang saling berkaitan satu sama lainnya. Sehingga keberhasilan sub
sistem yang satu ditentukan oleh sub sistem sebelumnya, dan mempengaruhi
keberhasilan sub sistem selanjutnya. Selain itu organisasi juga diposisikan menjadi
bagian dari sistem lingkungan, dimana keberhasilan organisasi sangat tergantung
oleh baik buruknya lingkungan. Selain itu perilaku organisasi juga berpengaruh
pada kondisi lingkungan sekitar. Dengan demikian organisasi yang menghendaki
sebuah keberhasilan maka harus senantiasa memperhatikan kondisi lingkungannya.
Mengacu pada pendapat Robbins (1994), beberapa karakteristik yang
melekat dalam sistem manajemen terbuka, maka ISO memiliki karakteristik sebagai
berikut (Sulaeman, 2009):
1. Kepekaan terhadap lingkungan
Perlu adanya pengakuan bahwa antara sistem dan lingkungan memiliki
keterkaitan satu sama lainnya. Meskipun ada batas diantara keduanya, namun batas
itu tidak dapat memisahkan diantaranya, sehingga perubahan lingkungan akan
berpengaruh terhadap sitem dan sebaliknya perubahan dalam sistem akan
berpengaruh terhadap lingkungannya
2. Umpan balik
Sistem terbuka secara terus menerus menerima informasi dari
lingkungannya. hal ini membantu sistem untuk menyesuaikan dan memberikan
kesempatan pada sistem untuk melakukan tindakan korektif untuk memperbaiki
penyimpangan
3. Cyclical character
Sistem terbuka merupakan kegiatan yang berputar. Keluaran dari sistem
menyediakan bahan sebagai masukan baru yang memungkinkan terjadinya
pengulangan (repetisi) siklus tersebut
4. Negative entropy
Sistem terbuka dengan karakter negative entropy dapat memperbaiki diri
sendiri, mempertahankan struktur, menghindari kematian dan bahkan dapat tumbuh
berkembang dengan memasukkan kekuatan/energi baru dari lingkungannya.
5. Steady state
Sistem terbuka juga perlu adanya kondisi yang stabil dalam pertukaran
energy, yakni adanya konsistensi dalam pertukaran energy, sehingga manajemen
dapat berjalan dengan lancar
6. Gerakan ke arah pertumbuhan dan ekspansi
Karakteristik steady state menggambarkan sistem terbuka yang
sederhana. Pada saat sistem tersebut menjadi lebih kompleks dan bergerak untuk
melawan entropy, maka sistem terbuka bergerak kea rah pertumbukan dan
ekspansi. Hal ini tidak kontradiktif dengan tesis steady state
7. Keseimbangan antara mempertahankan dan menyesuaikan aktivitas
Sistem terbuka berusaha untuk menyelaraskan 2 (dua) macam aktivitas
yang seringkali bertentangan. Aktivitas pemeliharaan (maintenance activity)
memastikan bahwa berbagai subsistem berada dalam keseimbangan dan
keseluruhan sistem sesuai dengan lingkungannya. sebaliknya, aktivitas penyesuaian
(adaptive activity) dibutuhkan agar sistem dapat menyesuaikan diri dari waktu ke
waktu dengan variasi dari permintaan intern dan ekstern
8. Equifinality
Sistem yang terbuka dapat mencapai tujuannya dengan berbagai macam
masukan dan proses transformasi
Berdasarkan karakteristik di atas, maka Sistem Manajemen Mutu ISO
9001:2008 adalah salah satu bentuk dari sistem yang terbuka. Hal ini dapat dilihat
dari metodologi PDCA yang menjadi salah satu pilar dari prinsip manajemen mutu
ISO.

Gambar: Metodologi Plan Do Check Action


2.3.2 Sistem Manajemen Mutu ISO adalah Sistem Manajemen
Kontingensi
Kemampuan sebuah organisasi untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungan merupakan prinsip yang harus dimiliki setiap organisasi agar mampu
bertahan dalam persaingan. Sebagaimana dalam konsep sistem terbuka, organisasi
tidak dapat terpisah dari lingkungan. Begitu juga dalam konsep manajemen
kontingensi, organisasi merupakan bagian dari lingkungan yang bersifat unik dan
dinamis, memiliki ketergantungan dengan lingkungan.
Sebagaimana diketahui bersama bahwa tidak ada lingkungan yang stabil /
statis. Setiap saat memiliki kemungkinan lingkungan akan berubah, dan tidak dapat
diprediksi pula derajad perubahannya. Dalam konsep kontingensi dijelaskan bahwa
setiap situasi tertentu perlu dihadapi dengan strategi tertentu pula, atau disebut
dengan manajemen situasional.
“A contingency relationship can be thought of simply as an ‘if – then’
functionnal relationship.” (Fred Luthans). Konsep ini menjelaskan bahwa tindakan
manajemen yang tepat tergantung pada variable dan parameter khusus dari situasi
dan kondisi baik lingungan dalam maupun lingkungan luar organisasi. Pendekatan
manajemen Kontingensi memiliki beberapa karakteristik, antara lain (Kast &
Rosenzweig):
 Everything is situasional : The essence of contingency view is a
rejection of universal principles appropriate to all situation. There is no
“one best way” to organize and manage. Tidak ada Jalan/ strategi yang
terbaik, karena setiap organisasi memiliki karakteristik dan lingkungan yang
berbeda-beda
 “it all depend” on a number of interrelated external and
internal variabel” . Antara lingkungan internal dan eksternal organisasi
memiliki keterkaitan yang erat.
 Tiap organisasi adalah unik dan tiap situasi harus dianalisis
tersendiri
 Accurate information system
Sistem Manajemen Mutu ISO dibentuk bukan untuk menyeragamkan
model manajemen setiap organisasi, melainkan berupaya memadukan segala
potensi yang dimiliki organisasi dengan prasyarat-prasyarat manajemen mutu.
2.4 Pilar Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008
Sesuai dengan uraian karakteristik Sistem Manajemen Mutu di atas,
maka ISO memiliki dua pilar utama, yakni:
2.4.1 Plan, Do, Check, Action (PDCA)
Ciri dari sistem yang terbuka, adanya orientasi terhadap lingkungan,
dimana lingkungan memiliki peranan terhadap tujuan organisasi. Selama output
organisasi belum mampu memenuhi kebutuhan lingkungan maka selama itu pula
organisasi perlu melakukan penyesuaian dan perbaikan. Namun, ketika organisasi
telah mampu menciptakan output yang sesuai dengan kehendak
lingkungan/konsumen, maka organisasi akan melakukan inovasi baru agar mampu
bersaing dengan pesaing lainnya (manajemen kontingensi). Proses penyesuaian dan
peningkatan tersebut dapat dibagi menjadi empat langkah, yaitu Plan, Do, Check,
Action.
Tahap Langkah Keterangan
Plan
I Mempelajari proses sehingga mampu menentukan
(perencanaan perubahan apa yang mungkin ditempuh untuk
proyek memperbaki proses tersebut. Jika perlu, tambahan
peningkatan data dikumpulkan sebelum menentukan bentuk
Mutu) perubahannya
Do
I Upaya memperkenalkan perubahan yang telah
I (bertindak) dirumuskan (uji coba) dengan skala kecil untuk
memperbaiki proses dan penyempurnaan kualitas
produk atau jasa
Check
I Pengamatan terhadap efek dari perubahan atau uji
II (memeriksa) coba yang dilakukan, dan bila perlu diadakan
umpan balik dari pelanggan atau klien
Action
I Upaya memperkenalkan perubahan yang lebih
V (bertindak permanen berdasarkan hasil perubahan atau uji
pada hasil) coba awal.
Sumber : (Tompkins, 2005).
a. Prinsip Manajemen
Pilar berikutnya yang digunakan demi menyukseskan proses
implementasi ISO 9001 ini, maka ditetapkanlah Delapan prinsip manajemen mutu
yang bertujuan untuk mengimprovisasi kinerja system agar proses yang
berlangsung sesuai dengan focus utama yaitu effectivitas continual improvement. 8
prinsip manajemen yang dimaksud adalah :
Specifically, the Standard has integrated the following eight
quality management principles into its requirements : 1. Customer focus; 2.
Leadership; 3. Involvement of people; 4. Process approach; 5. System
approach to management; 6. Continual improvement; 7. Factual approach
to decision making; 8. Mutually beneficial supplier relationships.
(Shclickman, 2003)

1. Customer Focus (Fokus pada Pelanggan): Semua aktifitas


perencanaan dan implementasi system semata-mata untuk memuaskan customer.
2. Leadership (kepemimpinan): Top Management berfungsi sebagai
Leader dalam mengawal implementasi System bahwa semua gerak organisasi
selalu terkontrol dalam satu komando dengan commitment yang sama dan gerak
yang synergy pada setiap elemen organisasi
3. Involvement of people (Keterlibatan semua orang): Semua element
dalam organisasi terlibat dan concern dalam implementasi system management
mutu sesuai fungsi kerjanya masing-masing, bahkan hingga office boy sekalipun
hendaknya senantiasa melakukan yang terbaik dan membuktikan kinerjanya layak
serta berqualitas, pada fungsinya sebagai office boy.
4. Process approach (Pendekatan Proses): Aktifitas implementasi
system selalu mengikuti alur proses yang terjadi dalam organisasi. Pendekatan
pengelolaan proses dipetakan melalui business process. Dengan demikian,
pemborosan karena proses yang tidak perlu bisa dihindari atau sebaliknya, ada
proses yang tidak terlaksana karena pelaksanaan yang tidak sesuai dengan flow
process itu sendiri yang berdampak pada hilangnya kepercayaan pelanggan
5. System approach to management (Pendekatan Sistem Manajemen):
Implementasi system mengedepankan pendekatan pada cara pengelolaan
(management) proses bukan sekedar menghilangkan masalah yang terjadi. Karena
itu konsep kaizen, continual improvement sangat ditekankan. Pola pengelolaannya
bertujuan memperbaiki cara dalam menghilangkan akar (penyebab) masalah dan
melakukan improvement untuk menghilangkan potensi masalah.
6. Continual improvement (Perbaikan berkelanjutan) : Improvement,
adalah roh implementasi ISO 9001:2008
7. Factual approach to decision making (Pendekatan Fakta sebagai
Dasar Pengambilan Keputusan): Setiap keputusan dalam implementasi sistem
selalu didasarkan pada fakta dan data. Tidak ada data (bukti implementasi) sama
dengan tidak dilaksanakannya sistem ISO 9001:2008
8. Mutually beneficial supplier relationships (Kerjasama yang saling
menguntungkan dengan pemasok): Supplier bukanlah Pembantu, tetapi mitra
usaha, business partner karena itu harus terjadi pola hubungan saling
menguntungkan.
2.5ISO 9001: 2008 sebagai budaya Organisasi Pelayanan Publik
Organisasi adalah penggabungan orang-orang, benda-benda, alat-alat
perlengkapan, ruang kerja dan segala sesuatu yang bertalian dengannya, yang
dihimpun dalam hubungan yang teratur dan efektif untuk mencapai tujuan yang
diinginkan” (Sutarto, 2002, hal. 23). Menurut Fremont E. Kast & James E.
Rosenzweig (1974) organisasi didefinisikan sebagai suatu subsistem dari
lingkungan yang lebih luas, dan berorientasi tujuan (orang-orang dengan tujuan),
termasuk subsistem teknik (orang-orang memakai pengetahuan, teknik, peralatan
dan fasilitas), subsistem struktural (orang-orang bekerja sama pada aktivitas-
aktivitas yang tersatu padu), subsistem jiwa sosial (orang-orang dalam hubungan
sosial) dan dikoordinasikan oleh subsistem manajemen (perencanaan dan
pengontrolan semua usaha (Sutarto, 2002:36). Menurut Herbert A. Simon, Donald
W. Smithbug dan Victor A. Thompson (1956) (Sutarto, 2002:27), berpendapat
tentang organisasi sebagai berikut:
“Organisasi adalah suatu sistem terencana mengenai usaha kerja
sama dalam mana setiap peserta mempunyai peranan yang diakui untuk
dijalankan dan kewajiban-kewajiban atau tugas-tugas untuk dilaksanakan”
Dari ketiga definisi tentang organisasi di atas, maka organisasi memiliki
beberapa karakteristik, yaitu:
1. Organisasi merupakan gabungan beberapa orang, benda, peralatan,
ruang kerja dan segala yang bertalian dengannya
2. Gabungan tersebut dihimpun dalam hubungan yang teratur dan efisien,
sehingga masing-masing memiliki peran berupa kewajiban-kewajiban
atau tugas-tugas yang disertai dengan haknya
3. Organisasi memiliki sebuah tujuan tertentu yang menjadi kesepakatan
bersama
4. Dilihat dari interaksinya dengan lingkungan sekitar, organisasi
merupakan subsistem dari berbagai sistem yang luas
Hubungan yang teratur diantara beberapa orang tersebut, selanjutnya
menjadi sebuah kebiasaan yang dipatuhi, dan dijadikan dasar bagi setiap anggota
dalam berperilaku. Keteraturan tersebut terwujud karena adanya sebuah aturan,
kebijakan pemimpin, kebiasaan anggota serta norma lingkungan sekitar. Seluruh
aspek tersebut teramu dalam sebuah organisasi menjadi aturan baru sehingga
memiliki sebuah ciri khas tersendiri dari organisasi yang lainnya. Kekhasan
perilaku dan aturan tersebut dinamakan dengan budaya organisasi.
Sebagai organisasi non profit, maka organisasi pelayanan publik
dihadapkan pada lingkungan masyarakat yang menuntut sebuah pelayanan yang
baik dan memuaskan (mampu memenuhi harapan masyarakatnya). Tuntutan
tersebut akan mempengaruhi pola perilaku organisasi. Budaya yang berkembang
idealnya adalah budaya organisais yang didalamnya memiliki tujuan untuk
melayani masyarakat, sebagaimana diungkapkan oleh Robert N. Anthony and
David W. Young (Gies & dkk, 1990, hal. 216)
“a nonprofit organization is an organization whose goal is
something other than earning a profit for its owners. Usually its goal is to
provide services” (organisasi nonprofit adalah organisasi yang memiliki
tujuan berbeda dari organisasi profit yang ada. Biasanya tujuannya adalah
untuk memberikan pelayanan)

ISO 9001:2008 memiliki landasan filosofi TQM, dimana tujuan utama


dari sebuah organisasi bukanlah hasil, melainkan customer. Sedangkan customer
bagi organisasi pelayanan publik tidak lain adalah masyarakat. Dengan demikian,
organisasi pelayanan publik yang menerapkan ISO tentu menempatkan masyarakat
sebagai puncak akhir tujuan organisasi, artinya organisasi akan berusaha keras
untuk dapat memuaskan masyarakat, atau dapat dikatakan bahwa ukuran
keberhasilan organisasi bukan berada pada kualitas produk saja, melainkan sampai
pada kepuasan masyarakat. Robert N. Anthony and David W. Young (Gies & dkk,
1990, hal. 216) menjelaskan sebagai berikut:
“in nonprofit organization, decisions made by management are
intended to result in providing the best possible service with the available
resources; success is measured primarily by how to much service the
organizations provide and by how well these sevices are rendered. More
basically the success of a nonprofit organization should be measured by how
much it contributes to the public well-being”( artinya : dalam organisasi
nonprofit, kesuksesan pokok diukur dengan seberapa banyak pelayanan yang
mampu disediakan oleh organisasi dan seberapa bagus pelayanan yang telah
disumbangkan tersebut. Sebagian besar dasar keseuksesan organisasi
nonprofit dapat diukur melalui seberapa banyak/besar organisasi mampu
memberikan kontribusi kepada masyarakat dengan perilaku yang baik)
Ciri Khas, merupakan salah satu nilai yang menjadi prioritas sebuah
organisasi agar mampu mempertahankan hidup. Hal ini dapat dilihat dari setiap
perusahaan yang ada di sekitar, bahwa hanya perusahaan yang memiliki
keistimewaan yang selalu diburu oleh pelanggannya, baik dari segi harga yang
murah, atau kualitas produknya yang baik, atau dari segi pelayanannya yang baik
atau unik, atau bahkan karena fasilitas atau sarana dan prasaranya yang nyaman.
Begitu juga organisasi pelayanan publik, perlu memiliki sebuah keunikan agar
memiliki image yang khas. ISO 9001:2008 bukan menyamaratakan setiap
organisasi dalam hal perilakunya, namun ISO 9001: 2008 berupaya memperlakukan
sama terhadap setiap organisasi dan bagian-bagian yang didalamnya, bahwa setiap
sistem pasti memiliki potensi yang harus dibangkitkan, sehingga menjadi
kelebihan/keunggulan organisasi tersebut. Dalam sistem organisasi tersebut
terdapat sub-sub sistem juga, yang masing-masing memiliki potensi. Dengan
melibatkan setiap sub sistem dalam seluruh aktifitas organisasi, maka secara tidak
langsung potensi dari sub sistem tersebut dapat terangkat. Gabungan dari beberapa
potensi yang dikomunikasikan dalam sebuah sistem yang bermutu itulah yang
akhirnya menjadi budaya organisasi yang khas bagi organisasi tersebut tiga sudut
pandang yang dapat digunakan untuk memahami sebuah budaya organisasi
(Moeljono, 2006, hal. 9), yaitu:
a. Budaya merupakan produk konteks pasar di tempat organisasi
beroperasi, peraturan yang menekan, dan sebagainya.
b. Budaya merupakan produk struktur dan fungsi yang ada dalam
organisasi.
c. Budaya merupakan produk sikap orang-orang dalam pekerjaan
mereka, hal ini berarti produk perjanjian psikologis antara individu
dengan organisasi

Berkaitan dengan tiga sudut pandang di atas, maka ISO 9001: 2008
sangat relevan untuk diterapkan di setiap organisasi pelayanan publik, karena ISO
9001: 2008 jelas membangun budaya organisasi berdasarkan kondisi lingkungan
sekitar, karena ISO 9001: 2008 mengarahkan setiap organisasi menjadi organisai
yang bersistem terbuka dan berorientasi pada pelanggan/masyarakat.
ISO 9001: 2008 juga mengarahkan setiap organisasi untuk berperilaku
secara sistematis, baik dari sisi aturan, sistem kerja ataupun sistem komunikasinya.
Struktur organisasi dibentuk seperti halnya sistem kontingensi, yaitu menyesuaikan
kebutuhan, yang mana tujuannya adalah mempermudah mekanisme kerja anggota
dan lebih mudah untuk menciptakan kepuasan pelanggannya. Fungsi yang dibuat
dalam organisasi juga disesuaikan dengan kebutuhan organisasi.
Adapun terkait dengan produk perjanjian psikologis antar individu
dengan organisasi, ISO 9001: 2008 memiliki budaya “loyal” yang baik untuk
membangun loyalitas anggota terhadap organisasinya. Budaya tersebut dibangun
dengan jalan melibatkan setiap anggota untuk berproses dalam setiap aktifitas
termasuk dalam perumusan kebijakan. Dengan demikian setiap anggota akan ikut
merasa memiliki terhadap kebijakan yang telah ditetapkan, dan akan dengan tulus
ikhlas melaksanakan kebijakan tersebut. Hal ini berkaitan dengan pernyataan
bahwa budaya organisasi (organizarional culture) merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari lingkungan internal organisasi. Organisasi diisi oleh sejumlah
orang, baik berupa karyawan, maupun berupa atasan, masing-masing mempunyai
ciri dan karakteristik dalam berperilaku. Karakteristik tersebut memberikan
pengaruh terhadap seorang karyawan dalam berpersepsi atas suatu hal atau
kejadian, sedangkan perwujudan daripada perepsi tersebut salah satunya adalah
perilaku. Dengan beragam persepsi dan karakteristik yang mengakibatkan
beragamnya perilaku, akan membahayakan bagi berjalannya suatu organisasi
dengan baik, maka perlu adanya penyatuan persepsi dari seluruh karyawan yaitu
dengan budaya organisasi.
Penyatuan persepsi tidak sama dengan penyamaan persepsi. Penyatuan
adalah aktivitas untuk menyatukan / menggabungkan berbagai persepsi yang
berbeda dari masing-masing anggota, namun tanpa harus disamakan. Sedangkan
penyamaan persepsi merupakan perilaku merubah persepsi orang lain agar sama
dengan persepsi yang lain. Dampak negatif dari penyamaan persepsi adalah adanya
keterpaksaan dari sebagian anggota yang merasa memiliki persepsi yang lebih baik.
Dengan demikian, sebagaimana dijelaskan di atas, ISO 9001: 2008 bukan berusaha
menyamakan persepsi, melainkan menyatukan beberapa persepsi terhadap sebuah
tujuan yang mulia, yakni kepuasan pelanggan.
Melalui budaya ISO 9001: 2008, maka organisasi dapat berjalan dengan
baik dan sehat. Hal ini tercermin dari budayanya yang baik. Ciri-ciri budaya
organisasi yang baik, Menurut Anderson dan Kryprianou dan Qiuck (1997)
(Moeljono, 2006, hal. 16) adalah budaya organisasi yang kohesif atau efektif, yang
tercermin pada kepercayaan, keterbukaan komunikasi, kepemimpinan yang
mendapat masukan (considerate) dan didukung oleh bawahan (supportive),
pemecahan oleh kelompok, kemandirian kerja, dan pertukaran informasi. ISO 9001:
2008 sebagai budaya organisasi juga mengedepankan sebuah kepercayaan kepada
anggotanya dalam bekerja, sehingga komunikasi yang dibangun pun adalah
komunikasi yang terbuka, setiap permasalahan diselesaikan bersama dan secara
berkelompok. Pemimpin selalu mendorong anggota dan bawahannya untuk lebih
aktif bukan hanya dalam menjalankan tugas, melainkan juga dalam merumuskan
kebijakan organisasi.
Budaya organisasi secara spesifik memiliki lima peranan pernting, yaitu
(Poerwanto, 2008, hal. 26) pertama,membantu menciptakan rasa memiliki identitas
dan kebanggaan bagi karyawan, yaitu menciptakan perbedaan yang jelas antara
organisasi dengan yang lain . Kedua, mempermudah terbentuknya komitmen dan
pemikiran yang lebih luas daripada kepentingan pribadi seseorang. Ketiga,
memperkuat standar perilaku organisasi dalam membangun pelayanan superior
pada pelanggan. Keempat, budaya menciptakan pola adaptasi. Kelima, membangun
sistem kontrol organisasi secara menyeluruh
Beberapa peranan penting budaya perusahaaan tersebut sejalan dengan
peran ISO 9001 : 2008 terhadap organisasi pelayanan publik, yaitu (Sutrisno,
2009):
1. Meningkatkan image atau citra organisasi. Hal ini terjadi
karena ISO adalah standar Internasional sehingga dengan
diterimanya sertifikat ISO 9001, berarti sistem manajemen
mutunya sudah sesuai (comply with) dengan Sistem
Manajemen Mutu (SMM) ISO 9001. Yang berarti pula,
organisasi bisa menjamin kepuasan pelanggan.
2. Meningkatnya performance organisasi. Kepuasan pelanggan
terhadap organisasi yang mengimplementasikan SMM ISO
9001 berdampak pada meningkatnya permohonan pelanggan
terhadap organsiasi.
3. Bagi konsumen, meraka bisa lebih mendapatkan kepastian
atas pelayanannya, baik dari sisi kualitas produk sesuai
kualifikasi yang telah ditetapkannya, delivery atau waktu
layanan, harga yang sesuai, dan juga safety yang telah menjadi
persyaratan yang mereka ajukan kapada organisasi.
4. Bagi Karyawan, penerapan ISO 9001: 2008 yang baik juga
mampu meningkatkan kompetensi karyawan, karena
karyawan harus memiliki kompetensi yang memadahi, dan
jika kurang memadahi maka perlu ditingkatkan
kompetensinya, baik melalui pelatihan, seminar, pendidikan
lanjut, dsb sesuai kebutuhan organisasi.
Pentingnya budaya organisasi bagi organisasi pelayanan publik,
sebagaimana disampaikan oleh Ratminto dan Winarsih (2005:117) adalah bahwa
salah satu faktor yang harus ada agar dapat diselenggarakan pelayanan yang
berkualitas adalah adanya budaya pelayanan yang berorientasi pada kepentingan
pelanggan atau pengguna jasa. Hal ini juga sejalan dengan model Birokrasi New
Public Service (NPS), bahwa untuk mencapai tujuan pelayanan, yaitu kualitas
pelayanan, birokrasi pelayanan publik harus memiliki unsur budaya pelayanan,
yaitu inovatif dan ramah.
Faktor orientasi organisasi pelayanan publik yang menerapkan ISO 9001:
2008 cenderung untuk menciptakan kepuasan publik/pelanggan dan sebagai tujuan
organisasi, sehingga nilai-nilai yang dijadikan kesepakatan budaya dalam
organisasi adalah nilai-nilai yang mendukung terciptanya pelayanan yang
berkualitas. Jika budaya tersebut menjadi budaya yang kuat dalam organisasi, maka
petugas akan puas dengan kinerjanya apabila mampu memberikan pelayanan yang
berkualitas kepada pelanggan, atau dapat dikatakan bahwa dengan budaya yang
kuat tersebut, organisasi pelayanan publik mampu menciptakan pelayanan yang
berkualitas. Hal ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 3. Budaya Organisasi Pelayanan Publik, modifikasi dari Model
Budaya Organisasi Moeljono

Kinerja petugas Tujuan Organisasi


Faktor Budaya
Obyektif:
organisasi
Orientasi Kuat
pelayanan
kepuasan
publik Kepuasan Kepuasan
pelanggan
petugas pelanggan

Sumber: Cultured!, Budaya Organisasi dalam Tantangan (Moeljono,


2006:41) Lemah
Pelayanan yang inovatif adalah pelayanan yang mampu memenuhi
kebutuhan para pengguna jasa disertai dengan trend dan nilai yang sedang
berkembang di masyarakat. Dengan pelayanan yang inovatif, masyarakat tidak
akan mengalami kejenuhan ketika proses pelayanan berlangsung. Perilaku ramah
adalah salah satu cerminan perilaku yang menghargai orang lain, dimana dalam
model pelayanan NPS, pelayanan bukan sekedar dipandang sebatas produktifitas
belaka, namun juga perlu adanya nilai menghargai orang (masyarakat).
Penghargaan atas keberadaan masyarakat (memanusiakan manusia) akan dapat
melahirkan rasa simpati para pengguna jasa terhadap pelayanan yang diterima,
bahkan produk pelayanan yang kurang baik dapat terhapuskan oleh keramahan
petugas.
2.6ISO 9001: 2008 di Indonesia
Lembaga yang bertanggung jawab atas sertifikasi dan akreditasi ISO di
Indonesia adalah Komite Akreditasi Nasional (KAN). Lembaga ini dibentuk
berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 2001. Sejak tanggal 24 Agustus
2000, KAN telah berhasil memperoleh pengakuan di bidang akreditasi lembaga
sertifikasi sistem manajemen mutu dari forum Pacific Accreditation Cooperation
(PAC). Selanjutnya pada tanggal 10 November 2000 telah mendapatkan pengakuan
untuk bidang akreditasi sistem manajemen mutu tingkat Internasional.
Tugas pokok KAN pertama adalah menetapkan akreditasi. KAN hanya
memberikan akreditasi kepada organisasi yang memberikan sertifikasi, pengujian
dan / atau jasa inspeksi. Organisasi-organisasi ini dikenal dengan Lembaga
Penilaian Kesesuaian (LPK). KAN memberikan Akreditasi Sistem Manajemen
Mutu untuk LPK, dan selanjutnya disebut Lembaga Sistem Manajemen Mutu
(LSMM). LSMM yang telah terakreditasi memiliki kompetensi untuk Memberikan
jasa sertifikasi berdasarkan standar SNI lSO 90011 kepada organisasi-organisasi
untuk Memberikan Keyakinan Bahwa mereka dapat secara konsisten menyediakan
produk yang memuaskan Pelanggan dan persyaratan hokum. Tugas KAN kedua,
adalah memberikan pertimbangan dan saran kepada Badan Standardisasi Nasional
(BSN) dalam menetapkan sistem akreditasi dan sertifikasi.

1
Adopsi dari ISO 9001: 2008
BAB 3. ISTILAH DAN DEFINISI

1. Dokumen : sebuah tulisan yang memuat informasi.


2. Efektivitas : suatu keadaan yang menunjukkan sejauh mana
rencana dapat tercapai.
3. Efisiensi : ketepatan cara (usaha, kerja) dalam menjalankan
sesuatu (dengan tidak membuang waktu, tenaga, biaya);
kedayagunaan; ketepatgunaan; kesangkilan)
4. Kebijakan : penetapan pimpinan pada tataran strategis atau
bersifat garis besar.
5. Kebijakan mutu : salah satu dokumen yang wajib dimiliki oleh
setiap perusahaan atau organisasi yang menerapkan Sistem
Manajemen Mutu ISO 9001:2008
6. Kepuasan pelanggan : perasaan senang atau kecewa seseorang yang
muncul setelah membandingkan antara persepsi/kesannya terhadap
kinerja suatu produk dan harapan-harapannya
7. Pasien : seseorang yang menerima perawatan medis.[2] Sering
kali, pasien menderita penyakit atau cedera dan memerlukan bantuan
dokter untuk memulihkannya.
8. Pedoman : ketentuan dasar yg memberi arah bagaimana sesuatu
harus dilakukan
9. Pedoman mutu : suatu maksud atau arahan secara menyeluruh
sebuah organisasi tentang mutu.
10. Pelanggan : seseorang yang membina hubungan baik dengan
orang lain khususnya produsen dalam bidang usaha.
11. Perencanaan mutu : aktivitas pengembangan produk dan proses
yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan.
12. Proses : urutan pelaksanaan atau kejadian yang terjadi secara
alami atau didesain, mungkin menggunakan waktu, ruang, keahlian
atau sumber daya lainnya, yang menghasilkan suatu hasil.
13. Prosedur. : langkah-langkah yang dibakukan untuk menyelesaikan
proses kerja rutin tertentu.
14. Rekaman : suatu dokumen yang menyatakan bahwa sesuatu hasil
telah dicapai atau suatu bukti kegiatan telah dilaksanakan.
15. Sarana : segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dalam
mencapai maksud atau tujuan; alat; media.
16. Sasaran mutu : tujuan yang akan dicapai dalam melakukan proses
pada suatu perusahaan / organisasi.
17. Tindakan korektif : tindakan korektif dilakukan untuk
mengeliminasi ketidaksesuaian yang terjadi selama kinerja sistem
manajemen mutu dan proses pemberian layanan pelanggan. Dengan
demikian ketidaksesuaian tidakterulang/terjadi lagi setelah tindakan
perbaikan
18. Tindakan preventif : suatu tindakan pencegahan terjadinya sesuatu
hal
BAB 4. SISTEM MANAJEMEN MUTU

Bagian ini menjelaskan secara singkat gambaran umum sistem


manajemen mutu puskesmas yang akan diterapkan berikut dokumen dan arsip yang
dibutuhkan serta pengelolaannya.
4.1 Persyaratan umum
Puskesmas x menetapkan, mendokumentasikan, memelihara system
manajemen mutu sesuai dengan standar akreditasi puskesmas dan standar iso
9001:2008. Sistem ini disusun untuk memastikan telah diterapkannya persyaratan
pengendalian terhadap proses-proses penyelenggaraan pelayanan kepada
masyarakat baik penyelenggaraan upaya puskesmas maupun pelayananan klinis,
yang meliputi kejelasan proses pelayanan dan interaksi proses dalam
penyelenggaraan pelayananan, kejelasan penanggung jawab, penyediaan sumber
daya, penyelenggaraan pelayanan itu sendiri mulai dari perencanaan yang berdasar
kebutuhan masyarakat/pelanggan, verifikasi terhadap rencana yang disusun,
pelaksanaan pelayanana, dan verifikasi terhadap proses pelayanan dan hasil-hasil
yang dicapai, monitoring dan evaluasi serta upaya penyempurnaan yang
berkesinambungan.
Sistem manajemen mutu dalam manual mutu ini disusun berdasarkan
pendekatan proses yang terdiri dari:
4.1.1 Proses yang terkait dengan tanggung jawab manajemen
(termasuk persyaratan pelanggan);
4.1.2 Proses pengelolaan sumber daya;
4.1.3 Proses realisasi produk; dan
4.1.4 Proses pengukuran, analisa dan tindak lanjut (termasuk
kepuasan pelanggan)
Gambar 1. Sistem manajemen mutu (smm) dengan pendekatan
model pendekatan proses
manual mutu ini menjelaskan mengenai kriteria dan metode
pengukuran untuk memastikan masing-masing proses tersebut dilaksanakan dan
dimonitor dengan efektif, termasuk apabila proses tersebut dilakukan oleh pihak
ketiga (outsourcing).
puskesmas memastikan bahwa sumberdaya (termasuk informasi) yang
diperlukan untuk melaksanakan dan memonitor proses tersebut terpenuhi. Hasil
monitor digunakan untuk mengukur, mengevaluasi dan melakukan tindak lanjut
dalam rangka meningkatkan pelaksanaan proses tersebut secara terus menerus.
4.2 Dokumentasi sistem manajemen mutu
Sistem manajemen mutu puskesmas didokumentasikan dalam bentuk
dokumen dan arsip, yaitu:
4.2.1. Dokumen kebijakan mutu dan sasaran mutu
4.2.2. Dokumen manual mutu (dokumen ini)
4.2.3. Dokumen prosedur mutu: adalah prosedur terdokumentasi
yang
dipersyaratkan oleh iso 9001:2000, yaitu:
1. Prosedur pengendalian dokumen
2. Prosedur pengendalian arsip
3. Prosedur audit mutu internal
4. Prosedur penanganan pelayanan tidak sesuai
5. Prosedur tindakan koreksi atau pencegahan
4.2.4 Dokumen lain: adalah dokumen lain yang dibutuhkan puskesmas
untuk dapat merencanakan, melaksanakan dan memonitor proses sistem
manajemen mutunya.
1. Dokumen lain ini dapat berupa prosedur kerja, instruksi
kerja, pedoman, diagram alir, petunjuk pelaksanaan, petunjuk teknis dan
sebagainya.
2. Dokumen lain ini dapat berasal dari luar puskesmas
(dokumen eksternal) dalam berbagai bentuk media (cetak, file komputer, gambar,
dan sebagainya)
4.2.4. Arsip mutu: adalah catatan/rekaman tentang pelaksanaan
proses sistem manajemen mutu yang dipersyaratkan oleh iso 9001:2000. Rekaman
dapat dalam berbagai bentuk media (cetak, file komputer, gambar, foto, video film,
dan sebagainya)
4.3 Pengendalian dokumen
Seluruh dokumen sistem manajemen mutu dikendalikan oleh puskesmas
agar dokumen yang dipergunakan adalah dokumen yang tepat dan benar.
Cara pengendalian dokumen diatur dalam prosedur pengendalian
dokumen yang secara garis besar mengatur hal-hal sebagai berikut:
4.3.1 Cara pembuatan dokumen;
4.3.2 Cara pengesahan dokumen sebelum digunakan;
4.3.3 Cara melakukan peninjauan dan revisi dokumen;
4.3.4 Cara menempatkan/menggunakan dokumen;
4.3.5 Cara mengidentifikasi dan menelusuri dokumen;
4.3.6 Cara menangani dokumen eksternal;
4.3.7 Cara menyimpan dokumen yang sudah tidak berlaku.
4.4 Pengendalian rekaman
semua catatan/rekaman yang memberikan bukti bahwa sistem
manajemen mutu telah dilaksanakan, dikelola dengan baik agar aman,
teridentifikasi dengan jelas dan mudah ditemukan bila diperlukan. Cara
pengendalian arsip diatur dalam prosedur pengendalian rekaman yang secara garis
besar mengatur hal-hal sebagai berikut:
4.4.1 Cara memberi identifikasi rekaman
4.4.2 Cara menyimpan rekaman
4.4.3 Cara melindungi rekaman
4.4.4 Cara pengambilan rekaman
4.4.5 Cara menentukan masa simpan
4.4.6 Cara memusnahkan rekaman
BAB 5. TANGGUNG JAWAB MANAJEMEN

Bagian ini menjelaskan mengenai peran manajemen puncak puskesmas


(kepala puskesmas, wakil manajemen dan koordinator unit) dalam sistem
manajemen mutu. Manajemen puncak diminta untuk menunjukan komitmennya
terhadap manajemen mutu, memiliki fokus terhadap pelanggan, memastikan adanya
kebijakan mutu, menyusun rencana mutu, memastikan adanya tanggung-jawab,
wewenang dan komunikasi manajemen mutu, dan memastikan terlaksananya
tinjauan manajemen.
5.1 Komitmen manajemen
Kepala puskesmas, penanggung jawab manajemen mutu, penanggung
jawab upaya, penanggung jawab pelayanan klinis, dan seluruh karyawan
puskesmas bertanggung jawab untuk menerapkan seluruh persyaratan yang ada
pada manual mutu ini manajemen puncak melakukan sosialisasi kepada para staf
tentang pentingnya memenuhi persyaratan pelanggan dan regulasi melalui berbagai
kesempatan seperti rapat, surat edaran, pidato pembukaan acara dan sebagainya.
5.1.1. Manajemen puncak menerbitkan kebijakan mutu
5.1.2. Manajemen puncak menetapkan sasaran mutu
5.1.3. Manajemen puncak memastikan adanya kegiatan untuk menilai
efektifitas sistem manajemen mutu melalui pelaksanaan prosedur tinjauan
manajemen
5.1.4. Manajemen puncak memastikan sumberdaya untuk melaksanakan
sistem manajemen mutu tersedia
5.2Fokus pada sasaran/pasien:
Pelayanan yang disediakan oleh puskesmas dilakukan dengan berfokus
pada pelanggan. Pelanggan dilibatkan mulai dari identifikasi kebutuhan dan
harapan pelanggan, perencanaan penyelenggaraan upaya puskesmas dan pelayanan
klinis, pelaksanaan pelayanan, monitoring dan evaluasi serta tindak lanjut
pelayanan.
5.2.1 Manajemen puncak harus mengetahui persyaratan yang
diminta oleh pelanggan. Untuk mengetahui persyaratan pelanggan maka puskesmas
akan menjalankan prosedur identifikasi persyaratan pelanggan
5.2.2 manajemen puncak memastikan bahwa persyaratan tersebut telah
terpenuhi untuk mencapai kepuasan pelanggan.
5.3 Kebijakan mutu:
Seluruh karyawan berkomitmen untuk menyelenggarakan pelayanan
yang berfokus pada pelanggan, memperhatikan keselamatan pelanggan, dan
melakukan penyempurnaan yang berkelanjutan. Kebijakan mutu dituangkan dalam
surat keputusan kepala puskesmas yang meliputi kebijakan mutu pelayanan klinis
dan kebijakan mutu pelayanan ukm.
5.3.1 Manajemen puncak menyusun kebijakan mutu sesuai dengan
tujuan puskesmas, mencakup komitmen untuk memenuhi persyaratan dan
perbaikan berkelanjutan serta menyediakan kerangka kerja untuk menetapkan dan
meninjau sasaran mutu.
5.3.2 Manajemen puncak memastikan bahwa kebijakan mutu
dikomunikasikan dan dipahami oleh setiap staf.
5.3.3 Manajemen puncak akan meninjau kebijakan mutu secara
berkala minimal setiap tahun agar tetap sesuai.
5.4 Perencanaan sistem manajemen mutu
Sasaran mutu ditetapkan berdasarkan standar kinerja/standar pelayanan
minimal yang meliputi indikator-indikator pelayanan klinis, indikator
penyelenggaraan upaya puskesmas. Perencanaan disusun dengan memperhatikan
kebutuhan dan harapan pelanggan, hak dan kewajiban pelanggan, serta upaya untuk
mencapai sasaran kinerja yang ditetapkan. Perencanaan mutu puskesmas dan
keselamatan pasien berisi program-program kegiatan peningkatan mutu yang
meliputi:
5.4.1 Penilaian dan peningkatan kinerja baik ukm maupun ukp
5.4.2 Upaya pencapaian enam sasaran keselamatan pasien
5.4.3 Penerapan manajemen risiko pada area prioritas
5.4.4 Penilaian kontrak/kerjasama pihak ketiga
5.4.5 Pelaporan dan tindak lanjut insiden keselamatan pasien
5.4.6 Peningkatan mutu pelayanan laboratorium
5.4.7 Peningkatan mutu pelayanan obat
5.4.8 Pendidikan dan pelatihan karyawan tentang mutu dan
keselamatan pasien

5.5 Tanggung jawab, wewenang dan komunikasi


Manajemen puncak menetapkan dan mengkomunikasikan uraian tugas
dan wewenang seluruh staf terkait dengan sistem manajemen mutu. Manajemen
puncak menetapkan wakil manajemen melalui surat keputusan pengangkatan wakil
manajemen yang memiliki tanggung jawab dan wewenang sebagai berikut:
1. Memastikan sistem manajemen mutu ditetapkan, diterapkan dan
dipelihara.
2. Melaporkan kepada manajemen puncak tentang kinerja sistem
manajemen mutu dan perbaikan yang ada.
3. Membangkitkan kesadaran akan persyaratan pelanggan di seluruh
bagian/unit
Manajemen puncak menetapkan prosedur komunikasi internal dan
memastikan telah terjadi komunikasi untuk membahas efektivitas sistem
manajemen mutu.
5.6 Wakil Manajemen Mutu
Wakil manajemen bertanggung jawab untuk melaksanakan tinjauan
manajemen dan memastikan proses dan hasilnya terdokumentasi. Kepala
puskesmas menunjuk seorang wakil manajemen mutu yang bertanggung jawab
untuk mengkoordinir seluruh kegiatan mutu di puskesmas:
5.6.1 Memastikan sistem manajemen mutu ditetapkan,
diimplementasikan, dan dipelihara
5.6.2 Melaporkan kepada manajemen kinerja dari system
manajemen mutu dan kinerja pelayanan
5.6.3 Memastikan kesadaran seluruh karyawan terhadap kebutuhan
dan harapan sasaran/pasien.
5.7 Komunikasi internal
Komunikasi internal dilakukan dengan cara workshop (minilokakarya),
pertemuan, diskusi, email, sms, memo dan media lain yang tepat untuk melakukan
komunikasi.
BAB 6. TINJAUAN MANAJEMEN

6.1 Umum
Rapat tinjauan manajemen dilakukan minimal dua kali dalam setahun
6.2 Masukan tinjauan manajemen meliputi:
6.2.1 Hasil audit
6.2.2 Umpan balik pelanggan
6.2.3 Kinerja proses
6.2.4 Pencapaian sasaran mutu
6.2.5 Status tindakan koreksi dan pencegahan yang dilakukan
6.2.6 Tindak lanjut tehadap hasil tinjauan manajemen yang lalu
6.2.7 Perubahan terhadap Kebijakan mutu
6.2.8 Perubahan yang perlu dilakukan terhadap system manajemen
mutu/system pelayanan
6.3 Luaran tinjauan
Hasil yang diharap dari tinjauan manajemen adalah peningkatan
efektivitas system manajemen mutu, peningkatan pelayanan terkait dengan
persyaratan pelanggan, dan identifikasi perubahan-perubahan, termasuk penyediaan
sumber daya yang perlu dilakukan
BAB 7. MANAJEMEN SUMBER DAYA

Untuk dapat menjalankan sistem manajemen mutu, maka puskesmas


memastikan sumber daya yang dimiliki dapat dikelola dengan baik. Sumber daya
tersebut berupa sumber daya manusia, sumber daya dalam bentuk
infrastuktur/sarana, dan sumber daya dalam bentuk lingkungan kerja.
7.1 Penyediaan Sumber Daya
Kepala puskesmas berkewajiban menyediakan sumber daya yang
dibutuhkan untuk penyelenggaraan pelayanan di puskesmas. Penyediaan sumber
daya meliputi: (baik untuk penyelenggaraan UKM maupun pelayanan klinis).
7.1.1 Puskesmas menetapkan dan menyediakan sumber daya yang
dibutuhkan untuk menjalankan serta mengembangkan sistem manajemen mutu ini.
7.1.2 Puskesmas menetapkan dan menyediakan sumber daya yang
dibutuhkan untuk meningkatkan kepuasan dan memenuhi persyaratan pelanggan.

7.2 Manajemen Sumber Daya Manusia


Penyediaan sumber daya manusis, proses rekrutmen, proses kredensial,
proses pelatihan dan peningkatan kometensi
7.2.1 Puskesmas menetapkan standar kompetensi staf (terdiri dari
tingkat pendidikan, jenis pelatihan, jenis ketrampilan dan pengalaman kerja) bagi
setiap staf sesuai dengan tugas dan wewenangnya.
7.2.2 Puskesmas menyediakan pelatihan atau kegiatan lain untuk
memenuhi atau meningkatkan kompentensi staf, baik diselenggarakan secara
mandiri atau oleh pihak luar. Pelatihan dan kegiatan tersebut antara-lain:
7.2.3 Puskesmas menilai efektifitas pelatihan dan kegiatan tersebut
diatas melalui prosedur evaluasi pelaksanaan pelatihan atau kegiatan lain dalam
peningkatan kompetensi staf
7.2.4 Puskesmas melalui berbagai kesempatan akan mendorong
setiap staf untuk menyadari arti penting dan kontribusi mereka dalam mencapai
sasaran mutu termasuk menyadari kaitan antara kompetensi dengan tugas dan
wewenangnya.
7.2.5 Puskesmas memelihara rekamanan mengenai pendidikan,
pelatihan, keahlian dan pengalaman kerja yang dialami oleh setiap staf.

7.3 Infrastruktur
Terdapat beberapa komponen di dalam infrasturktur puskesmas,
diantaranya:
7.3.1 Puskesmas menetapkan, menyediakan dan memelihara
infrastruktur yang dibutuhkan untuk mencapai kesesuaian terhadap persyaratan
produk, terdiri dari:
1. Gedung, ruang kerja dan peralatan penunjang (misal: mebel,
komputer)
2. Peralatan yang dipakai dalam proses produk (misal: tensimeter,
timbangan)
3. Sarana pedukung (misal: mobil ambulance, pesawat telefon)
7.3.2 Penetapan infrastruktur dituangkan dalam daftar infrastruktur
yang dibutuhkan di setiap unit
7.3.3 Penyediaan infrastruktur sesuai dengan prosedur pembelian
barang
7.3.4 Pemeliharaan infrastruktur sesuai dengan prosedur
pemeliharaan

7.4 Lingkungan Kerja


Puskesmas menetapkan dan mengelola lingkungan kerja yang
dibutuhkan untuk mencapai kesesuaian dengan persyaratan produk, antara lain:
7.4.1 Menetapkan bahwa lingkungan fisik didalam dan luar gedung
puskesmas merupakan daerah bebas asap rokok, bersih, dan aman dari limbah
infeksius;
7.4.2 Mengelola lingkungan kerja dengan cara menerapkan prinsip
5s sesuai prosedur kegiatan tata graha dengan prinsip 5s.
BAB 8. PENYELENGGARA PELAYANAN

8.1 Pelayanan Upaya Kesehatan Masyarakat Puskesmas


8.1.1 Perencanaan upaya kesehatan masyarakat
8.1.2 Proses yang berhubungan dengan sasaran
8.1.3 Pembelian
Puskesmas mengevaluasi dan memilih pemasok (rekanan) berdasarkan
kemampuannya untuk menyediakan produk (barang dan jasa) yang dibutuhkan oleh
Puskesmas. Puskesmas menetapkan kriteria untuk pemilihan, evaluasi dan evaluasi
ulang terhadap pemasok. Puskesmas memelihara rekaman dari hasil evaluasi dan
tindak lanjut dari setiap pemasok.
Sebelum melaksanakan pembelian, Puskesmas menetapkan dan
menyediakan informasi kepada pemasok mengenai persyaratan produk atau
persyaratan kualifikasi personil atau persyaratan sistem manajemen mutu yang
dibutuhkan. Puskesmas memastikan bahwa persyaratan tersebut telah mencukupi.
Puskesmas menetapkan dan melaksanakan cara melakukan verifikasi
terhadap produk yang dibeli baik dengan cara inspeksi (dengan daftar tilik), uji-
coba (test) atau cara lainnya. Verifikasi ini dilakukan untuk memastikan bahwa
produk yang dibeli sesuai dengan persyaratan pembelian.

8.1.4 Penyelenggara upaya


8.1.4.1 Pengendalian proses penyelenggaraan upaya
1. Puskesmas mengendalikan produksi dan penyediaan jasa dengan
menyediakan dan menerapkan:
2. Informasi tentang karakteristik produk (jika diperlukan)
3. Instruksi kerja (jika diperlukan)
4. Peralatan yang memadai (jika diperlukan)
5. Peralatan pemantauan dan pengukuran (jika diperlukan)
6. Proses penyerahan produk dan pasca penyerahan produk (jika
diperlukan)
8.1.4.2 Validasi proses penyelenggaraan upaya
1. Puskesmas menetapkan beberapa produk yang tidak dapat dilakukan
verifikasi baik melalui pengukuran atau pemantauan output/keluarannya
2. Untuk produk seperti itu maka Puskesmas akan melakukan validasi
proses produksi dan penyediaan jasa dengan cara:
a. Menetapkan kriteria untuk pengesahaan proses
b. Menetapkan alat dan kualifikasi personil yang melakukan proses
c. Menetapkan metode spesifik
d. Menetapakan rekaman yang dibutuhkan
e. Melakukan validasi ulang
8.1.4.3 Identifikasi dan mampu telusur
1. Seluruh pelayanan Puskesmas yang telah dilaksanakan harus
diidentifikasi sehingga mampu ditelusuri
2. Umumnya proses identifikasi melalui proses rekam medik, registrasi,
laporan kegiatan, dan sebagainya
8.1.4.4 Hak dan kewajiban sasaran
8.1.4.5 Pemeliharaan barang milik pelanggan
1. Puskesmas merawat barang milik pelanggan selama berada dibawah
kendali Puskesmas atau digunakan oleh Puskesmas.
2. Bila barang milik pelanggan digunakan atau digabungkan dalam
produk (seperti spesimen laboratorium, obat yang dibawa sendiri, alat kesehatan
milik sendiri), maka barang tersebut harus diidentifikasi, diverifikasi, dilindungi
dan dijaga.
3. Bila ada barang milik pelanggan yang hilang, rusak atau tidak sesuai
maka hal tersebut harus dilaporakan kepada pelanggan dan dicatat dalam bentuk
rekaman terpelihara.
8.1.4.6 Manajemen risiko dan keselamatan
8.2Pelayanan Klinis (Upaya Kesehatan Perseorangan)
8.2.1 Perencanaan pelayanan klinis
8.2.2 Proses yang berhubungan dengan pelanggan
8.2.3 Pembelian/pengadaan barang terkait dengan pelayanan klinis
8.2.4 Penyelenggara pelayanan klinis.
BAB 9. PENGUKURAN, ANALISIS DAN PENYEMPURNAAN

9.1 Umum
Puskesmas menetapkan dan melaksanakan kegiatan pengukuran, analisis
dan perbaikan untuk:
9.1.1 Membuktikan kesesuaian produk melalui:
9.1.1.1 Prosedur Survei Kepuasan Pelanggan,
9.1.1.2 Prosedur Pemantauan dan Pengukuran Proses,
9.1.1.3 Prosedur Pemantauan dan Pengukuran Produk,
9.1.1.4 Prosedur penanganan pelayanan tidak sesuai
9.1.2 Memastikan kesesuaian sistem manajemen mutu melalui
Prosedur Audit Mutu Internal
9.1.3 Melakukan perbaikan secara terus-menerus melalui: Prosedur
Tindakan Koreksi atau Pencegahan
Prosedur tersebut mencakup metode yang dapat diterapkan, tehnik
statistik dan tingkat penggunaannya

9.2 Pemantauan dan Pengukuran


9.2.1 Kepuasan pelanggan
9.2.1.1 Puskesmas menetapkan Prosedur Survei Kepuasan Pelanggan
yang secara umum memuat metoda untuk memperoleh informasi dan pemanfaatan
informasi yang diperoleh.
9.2.1.2 Pengukuran dimaksudkan untuk menilai salah satu kinerja
sistem manajemen mutu yaitu apakah Puskesmas telah memenuhi persyaratan
pelanggan.
9.2.2 Audit internal
9.2.2.1 Puskesmas melakukan audit internal untuk memastikan sistem
manajemen mutu telah diimplementasikan secara efektif dan terpelihara sesuai
standar ISO 9000:2000 dan sesuai dengan ketetapan Puskesmas.
9.2.2.2 Tim audit dibentuk oleh wakil manajemen dan disahkan oleh
Direksi dan dibekali pelatihan yang cukup sebelum melaksanakan audit.
9.2.2.3 Pelaksanaan internal audit lebih lanjut diataur dalam Prosedur
Audit Mutu Internal
9.2.3 Pemantauan dan pengukuran proses
Puskesmas menetapkan Prosedur Pemantauan dan Pengukuran Proses
yang menjelaskan metode pemantauan proses produksi dalam mencapai hasil yang
direncanakan dan perbaikan serta tindakan yang harus diambil apabila hasil yang
direncanakan tidak terpenuhi
9.2.4 Pemantauan dan pengukuran hasil layanan
Puskesmas menetapkan Prosedur Pemantauan dan Pengukuran Produk
yang menjelaskan upaya Puskesmas dalam memonitor dan mengukur karakteristik
produk apakah telah sesuai dengan persyaratan produk

9.3 Pengendalian Jika Ada Hasil yang Tidak Sesuai


Puskesmas menetapkan Prosedur penanganan pelayanan tidak sesuai.
Untuk memastikan bahwa produk yang tidak sesuai persyaratan produk dapat
diidentifikasi dan dikendalikan. Secara umum prosedur tersebut menjelaskan bahwa
Puskesmas akan melakukan salah satu atau lebih cara berikut apabila ada produk
yang tidak sesuai, yaitu:
1. Menghilangkan ketidaksesuaian yang ditemukan

2. Tetap menggunakan produk tersebut dengan konsesi (ganti rugi) yang


diberikan dengan persetujuan petugas yang berwenang atau persetujuan pelanggan

3. Menghindarkan penggunaan produk tersebut

4. Ketidaksesuaian produk dan tindakan yang diambil dicatat dalam


rekaman

9.4 Analisis Data


Puskesmas menentukan, mengumpulkan dan menganalisis ketepatan data
untuk memastikan kelayakan dan efektifitas sistem manajemen mutu.
9.4.1 Wewenang dan Tanggung Jawab
a. Kepala Puskesmas
Melakukan perbaikan dan peningkatan Sistem Manajemen Mutu di
Puskesmas.
b. Koordinator pelayanan Klinis, Administrasi Manajemen/ Ka.TU dan
koordnator UpayaPuskesmas
c. Menetapkan dan memelihara tindakan yang diperlukan untuk
menganalisis data yang berhubungan dengan aktivitas untuk memelihara
Sistem Manajemen Mutu Puskesmas dan hasil kinerja Puskesmas,
9.4.2 Ketua Tim Mutu Puskesmas,
a. Mengkoordinir untuk melakukan analisis data dan hasil audit mutu
internal, kinerja Puskesmas dan hasil pengukuran kepuasan pelanggan;
b. Mengkoordinir melakukan pengumpulan, pengukuran dan analisis
data serta melaporkan kepada kepala Puskesmas
9.4.3 Kebijakan
a. Menetapkan, mengumpulkan dan menganalisa data untuk
menunjukkan kesesuaian dan keefektifan Sistem Manajemen Mutu Puskesmas serta
untuk mengevaluasi dimana peningkatan berkesinambungan terhadap Sistem
Manajemen Mutu Puskesmas.
b. Melaksanakan analisis data berkaitan dengan :
1. Kepuasan Pelanggan
2. Kesesuaian pada persyaratan layanan
3. Sifat dan kecenderungan proses dan layanan termasuk peluang untuk
tindakan pencegahan
4. Pemasok/ supplier bila ada,
9.4.4 Dokumen Terkait
SPO Analisis Data,

9.5 Peningkatan Berkelanjutan


Pukskesmas meningkatkan secara berkelanjutan efektifitas sistem
manajemen mutu dengan menggunakan kebijakan mutu, sasaran mutu, hasil audit,
analisis data, tindakan perbaikan dan pencegahan, dan tinjauan manajemen
9.6 Tindakan Korektif
Puskesmas menetapkan prosedur tindakan koreksi sebagai pedoman
untuk mengambil tindakan koreksi atas penyebab timbulnya ketidaksesuaian, baik
ketidaksesuaian produk maupun ketidaksesuaian pelaksanaan sistem manajemen
mutu. Prosedur tersebut secara umum mencakup:
1. Meninjau ketidaksesuaian termasuk keluhan konsumen.
2. Menentukan penyebab ketidaksesuaian
3. Mengevaluasi berbagai tindakan koreksi yang dapat diambil
4. Menetapkan dan melaksanakan tindakan koreksi
5. Menyimpan arsip tindakan koreksi
6. Meninjau efektivitas tindakan koreksi

9.7 Tindakan Preventif


Puskesmas menetapkan Prosedur Tindakan Pencegahan untuk
menghilangkan penyebab yang berpotensi menimbulkan ketidaksesuaian. Prosedur
tersebut secara umum mencakup:
1. Menentukan penyebab yang berpotensi menimbulkan ketidaksesuaian
2. Mengevaluasi berbagai tindakan pencegahan yang dapat diambil
3. Menetapkan dan melaksanakan tindakan pencegahan
4. Menyimpan arsip tindakan pencegahan
BAB 10. PENUTUP

You might also like