You are on page 1of 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengukuran yang paling sering dilakukan adalah pengukuran suhu, nadi, tekanan
darah, frekuensi pernafasan, dan saturasi oksigen. Sebagai indikator dari status
kesehatan, ukuran-ukuran ini menandakan keefektifan sirkulasi, respirasi, fungsi
neural dan endokrin tubuh.
Karena sangat penting maka disebut tnda vital. Banyak faktor seperti suhu
lingkungan, latihan fisik, dan efek sakit yang menyebabkan perubahan tanda vital,
kadang-kadang di luar batas normal. Suhu tubuh manusia cenderung berfluktuasi
setiap saat. Untuk mempertahankan suhu tubuh manusia dalam keadaan konstan,
diperlukan regulasi suhu tubuh. Suhu tubuh manusia diatur dengan mekanisme
umpan balik (feed back) yang diperankan oleh pusat pengaturan suhu di
hipotalamus.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan termoregulasi ?
2. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya termoregulasi ?
3. Bagaimana askep pada klien dengan gangguan termoregulasi ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian termoregulasi.
2. Untuk mengatahui factor – factor yang mempengaruhi terjadinya termoregulasi
3. Untuk mengetahui askep dengan gangguan termoregulasi

BAB II
PEMBAHASAN

3.1 Pengertian Termoregulasi


Termoregulasi adalah Suatu pengaturan fisiologis tubuh manusia mengenai
keseimbangan produksi panas dan kehilangan panas sehingga suhu tubuh dapat
dipertahankan secara konstan.
Keseimbangan suhu tubuh diregulasi oleh mekanisme fisiologis dan prilaku. Agar
suhu tubuh tetap konstan dan berada dalam batasan normal, hubungan antara
prodksi panas dan pengeluaran panas harus dipertahankan. Hubungan diregulasi
melalui mekanisme neurologis dan kardiovaskular. Perawat menerapkan
pengetahuan mekanisme kontrol suhu untuk meningkatkan regulasi suhu.

3.1.1 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Termoregulasi

a. Usia
Pada saat lahir, bayi meninggalkan lingkungan yang hangat, yang relatif konstan,
masuk dalam lingkungan yang suhunya berfluktuasi dengan cepat.suhu tubuh bayi
dapat berespon secara drastis terhadap perubahan suhu lingkungan.
Regulasi suhu tidak stabil sampai pubertas. Rentang suhu normal turun secara
berangsur sanpai seseorang mendekati masa lansia. Lansia mempunyai rentang
suhu tubuh lebih sempit daripada dewasa awal. Suhu oral 35 ºC tidak lazim pada
lansia dalam cuaca dingin. Nmun rentang shu tubuh pada lansia sekitar 36 ºC.
b. Olahraga
Aktivitas otot memerlukan peningkatan suplai darah dalam pemecahan karbohidrat
dan lemak. Hal ini menyebabkan peningkatan metabolisme dan produksi panas.
Segala jenis olahraga dapat meningkatkan produksi panas akibatnya meningkatkan
suhu tubuh. Olahraga berat yang lama, seperti lari jarak jauh, dapat meningatkan
suhu tubuh untuk sementara sampai 41 ºC.
c. Kadar hormon
Secara umum, wanita mengalami fluktuasi suhu tubuh yang lebih besar
dibandingkan pria. Variasi hormonal selama siklus menstruasi menyebabkan
fluktuasi suhu tubuh. Kadar progesteron meningkat dan menurun secara bertahap
selama siklus menstruasi. Bila kadar progesteron rendah, suhu tubuh beberapa
derajat dibawah kadar batas. Suhu tubuh yang rendah berlangsung sampai terjadi
ovulasi. Perubahan suhu juga terjadi pada wanita menopause. Wanita yang sudah
berhenti mentruasi dapat mengalami periode panas tubuh dan berkeringat banyak,
30 detik sampai 5 menit.
d. Irama sirkadian
Suhu tubuh berubah secara normal 0,5 ºC sampai 1 ºC selama periode 24 jam.
Bagaimanapun, suhumerupakan irama stabil pada manusia. Suhu tubuh paling
rendah biasanya antara pukul 1:00 dan 4:00 dini hari. Sepanjang hari suhu tubuh
naik, sampai seitar pukul 18:00 dan kemudian turun seperti pada dini hari.
e. Stres
Stres fisik dan emosi meningkatkan suhu tubuh melalui stimulasi hormonal dan
persarafan. Perubahan fisiologi tersebut meningkatkan panas. Klien yang cemas
saat masuk rumah sakit atau tempat praktik dokter, suhu tubuhnya dapat lebih tinggi
dari normal.
f. Lingkungan
Lingkungan mempengaruhi suhu tubuh. Jika suhu dikaji dalam ruangan yang sangat
hangat, klien mungkin tidak mampu meregulasi suhu tubuh melalui mekanisme
pengluaran-panas dan suhu tubuh akan naik. Jika kien berada di lingkungan tanpa
baju hangat, suhu tubuh mungkin rendah karena penyebaran yang efektif dan
pengeluaran panas yang konduktif. Bayi dan lansia paling sering dipengaruhi oleh
suhu lingkungan karena mekaisme suhu mereka kurang efisien.
3.1.2 Perubahan suhu
Perubahan suhu tubuh di luar rentang normal mempengaruhi set point hipotalamus.
Perubahan ini dapat berhubungan dengan produksi panas yang berlebihan,
pengeluaran panas yang berlebihan, produksi panas minimal. Pengeluaran panas
minimal atau setiap gabungan dari perubahan tersebut. Sifat perubahan tersebut
mempengauhi masalah klinis yang dialami klien.
a. Demam
Demam atau hiperpireksia terjadi karena mekanisme pengeluara panas tidak mampu
untuk mempertahankan kecepatan pengeluaran kelebihan produksi panas, yang
mengakibatkan peningkatan suhu tubuh abnormal. Tingkat ketika demam
mengancamkesehatan seringkali merupkan sumber yang diperdebatkan di antara
pemberi perawatan kesehatan. Demam biasanya tidak berbahaya jika berada pada
suhu dibawah 39 ºC.
b. Kelelahan akibat panas
Kelelehan akibat panas terjadi bila diaforesis yang banyak mengakibatkan
kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebih. Disebabkan oleh lingkungan yang
terpajan panas. Tanda dan gejala kurang volume cairan adalah hal yang umum
selama kelelehan akibat panas. Tindakan pertama yaitu memindahkan klien ke
lingkungan yg lebih dingin serta memperbaiki keseimbangan cairan dan elektrolit.
c. Hipertermia
Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan ketidakmampuan tubuh untuk
meningkatkan pengeluaran panas atau menurunkan produksi panas adalah
hipertermia. Setiap penyakit atautrauma pada hipotalamus dapat mempengaruhi
mekanisme pengeluaran panas. Hipertermia malignan adalah kondisi bawaan tidak
dapat mengontrol produksi panas, yang terjadi ketika orang yang rentan
menggunakan obat-obatan anestetik tertentu.
d. Heatstroke
Perjalanan yang lama terhadap sinar matahari atau lingkungan dengan suhu tinggi
dapat mempengaruhi mekanisme pengeluaran panas. Kondisi ini disebut heatstroke,
kedaruratan yang berbahaya panas dengan angka mortalitas yg tinggi. Klien berisiko
termasuk yang masih sangat muda atau sangat tua, yang memiliki penyakit
kardiovaskular, hipotiroidisme, diabetes atau alkoholik.
e. hipotermia
pengeluaran panas akibat paparan terus-menerus terhadap dingin mempengaruhi
kemampuan tubuh untuk memproduksi panas, mengakibatkan hipotermia.
Hipotermia diklasifikasikan melalui pengukuran suhu inti. Hal tersebut dapat terjadi
kebetulan atau tidak sengaja selama prosedur bedah untuk mengurangi kebutuhan
metabolik dan kebutuhan tubuh terhada oksigen.

3.2 Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Termoregulasi

3.2.1 Assesment ( Pengkajian )


A. Mengkaji klien dengan cara mengumpulkan :
1. Data Subyektif
Mengumpulkan data yang diperoleh berdasarkan keluhan klien / keluarga dengan
cara interview dengan klien untuk mengetahui batas normal suhu tubuh klien.
2. Data Obyektif
Mengumpulkan data yang diperoleh berdasarkan pengukuran, pemeriksaan dan
pengamatan dengan cara:
• Pengukuran suhu tubuh yang akurat
• Observasi tanda – tanda fisik
• Observasi gejala yang menandai adanya perubahan temperatur
B. Inspeksi
Area tubuh yang berhubungan harus diperiksa untuk mengetahui tanda perubahan
temperatur tubuh.
Kulit harus diamati : warna, temperatur, keringat, menggigil.
C. Observasi
1. Tingkat kesadaran klien
2. Menimbang BB
3. Status gizi
4. Hidrasi
3.2.2 Diagnosa ( diagnosis )
1. Resiko Terhadap Klien
Status dimana seseorang berhadapan dengan resiko untuk kegagalan dalam
memelihara temperature tubuh dalam batas normal.
Karakteristik :
 Usia yang ekstrim
 Ekspos ke lingkungan yang dingin
 Ekspos ke lingkungan yang panas
 Dehidrasi
 Keaktifan / kemalasan dalam beraktifitas
 Pengobatan yang disebabkan vasokontriksi dan vasodilatasi
 Meningkatnya metabolisme
 Pakaian yang tidak sesuai dengan temperature lingkungan
 Cedera system saraf pusat
 Kerusakan system termoregulasi
Factor yang brhubungan sama halnya dengan factor resiko.
2. Hypothermi
Keadaan dimana temperatur tubuh seseorang berada di bawah suhu normal.
Karakteristik :
a) Mayor : suhu dibawah suhu normal, kulit dingin, muka pucat
b) Minor : capillary refill lambat, meningkatnya denyut jantung, kuku pucat, menggigil
Faktor yang berhubungan :
 Ekspose ke lingkungan dingin
 Trauma / penyakit
 Kerusakan hypothalamus
 Berkurangnya kemampuan untuk menggigit
 Kekurangan gizi
 Ketidakseimbangan penggunaan pakaian
 Konsumsi alcohol
 Pengobatan yang menyebabkan vasodilatasi
 Penguapan dari kulit ke lingkungan dingin
 Menurunnya metabolism

3. Hyperthermia
Keadaan dimana temperature tubuh seseorang diatas suhu normal.
Karakteristik :
a) Mayor : temperature tubuh diatas suhu normal
b) Minor : kulit lembab, kejang
Factor yang berhubungan :
 Ekspose ke lingkungan panas
 Aktivitas
 Pengobatan
 Pakaian yang tidak sesuai
 Meningkatnya metabolisme
 Sakit
 Dehidrasi
 Berkurangnya keringat
4. Ineffective Thermoregulasi
Status dimana temperature individu berubah antara hypothermia hyperthermia.
Factor yang berhubungan :
 Trauma / sakit
 Immaturity
 Perubahan temperatur lingkungan
3.2.3 Planning ( perencanaan )
Tujuan perlu difokuskan sebab :
Klien akan memelihara temperatur tubuh pada batas normal
Klien akan mengidentifikasi factor yang dapat mempercepat perubahan suhu tubuh
Klien mengatakan secara lisan strategi untuk mencegah dan mengatasi perubahan
temperature suhu tubuh normal

3.2.4 Implementasi ( pelaksanaan )


 Perawat harus selalu menjelaskan bagaimana cara memonitor suhu aksila dan
kapan harus menghubungi dokter apabila terjadi demam.
 Perawat harus selalu memantau keadaan dan mengukur suhu klien secara rutin.
 Pemberitahuan tentang termoregulasi
 Perawat harus menginstruksi orang tua agar melindungi bayi yang baru lahir dari
temperature yang ekstrim

3.2.5 Evaluation ( evaluasi )


 Merupakan bagian lanjut dari proses keperawatan
 Setelah perawat melengkapi intervensi, klien harus di evaluasi kembali untuk
mengetahui apakah intervensi yang dilakukan tersebut sudah efektif
 Evaluasi proses dikatakan berhasil dengan cara membandingkan hasil klien yang
nyata dengan hasil yang direncanakan
 Apabila belum berhasil, perlu dikaji ulang lagi klien tersebut
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Termoregulasi adalah Suatu pengaturan fisiologis tubuh manusia mengenai
keseimbangan produksi panas dan kehilangan panas sehingga suhu tubuh dapat
dipertahankan secara konstan.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya termoregulasi yaitu : usia,
olahraga, kadar hormon, irama sirkadian, stres, lingkungan.
Askep klien dengan gangguan termoregulasi dapat ditinjau dari pengkajian,
perencanaan, diagnosa, implementasi , dan evaluasi.
3.2 Saran
Mahasiswa mampu melakukan proses keperawatan pada klien dengan gangguan
termoregulasi dan dalam melakukan sebuah tindakan asuhan keperawan diperlukan
ketepatan dan dalam pemilihan alat seperti termometer pada saat mengukur suhu
harus sesuai dengan fungsinya masing-masing.

DAFTAR PUSTAKA

Perry, A.G.& Potter, P.A.(1993). Fundamental of Nursing : Consept, Prosess, and


practice.
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN

DENGAN GANGGUAN TERMOREGULASI

Perubahan fisiologi tentang regulasi suhu tubuh membantu perawat untuk mengkaji
respons klien terhadap gangguan tubuh dan dapat dilakukan tindakan secara aman.
Tindakan mandiri dapat meningkatkan kenyamanan. Tindakan ini menambah efek terapi
pengobatan selama sakit. Banyak tindakan yang juga dapat diajarkan kepada anggota
keluarga, orang tua anak atau pemberi perawatan lain.

A. PENGKAJIAN

o Tempat

Ada banyak tempat untuk mengkaji suhu inti dan permukaan tubuh. Suhu inti dari arteri
paru, esofagus dan kandung kemih digunakan untuk perawatan intensif. Pengukuran ini
membutuhkan peralatan yang di psang invasif secara terus-menerus dalam rongga atau
organ tubuh. Peralatan ini haus memiliki pembacaan akurat yang secara cepet dan
terus-menerus menunjukkan pembacaan pada monitor elektronik.

Tempat yang paling sering digunakan untuk pengukuran suhu ini juga invasif tetapi
dapat digunakan secara intermiten. Termasuk membran timpani, mulut rektum dan
aksila. Lapisan termometer noninvasif yang disiapkan secara kimia juga dapat digunkan
pada kulit. Tempat pengukuran seperti oral, rektal, aksila dan kulit menghandalkan
sirkulasi efektif darah pada tempat pengukuran.panas dari darah di alirkan ke alat
termometer. Suhu timpani mengandalkan radiasi panas tubuh erhadap sensor
inframerah. Karena suplai darah arteri membran timpani dianggap sebagai suhu inti.

Untuk memastikan bacaan suhu yang akurat, setiap tempat harus diukur dengan akurat.
Variasi suhu yang didapatkan bergantung pada tempat pengukuran, tetapi harus antara
36 ºC dan 38 ºC. Walaupun temuan riset dari banyak dari banyak didapati pertentangan;
secara umum diterima bahwa suhu rektal biasanya 0,5 ºC lebih tinggi dari suhu oraldan
suhu aksila 0,5 ºC lebih rendah dari suhu oral. Setiap tempat pengukuran tersebut
memiliki keuntungan dan kerugian. Perawat memilih tempat yang paling aman dan
akurat untuk pasien. Perlu dilakukan pengukuran pada tempat yang sama bila
pengukuran tersebut di ulang.

o Termometer

Ada tiga jenis termometer yang digunakan untuk menentukan suhu tubuh adalah air
raksa-kaca, elektronik dan sekali pakai. Perawat bertanggung jawab untuk banyak
menetahui dan terampil dalam menggunakan alat ukur yang dipilih. Tingkat pendidikan
inservice dapat mempengaruhi keakuratan dan reabilitas pembacaan suhu. Setiap alat
pengukuran menggunakan derajat celsius atau skala fahrenheit. Termometer elektronik
membuat perawat dapat mengonversi skala dengan cara mngaktifkan tombol.

Ø Termometer air raksa-kaca

Termometer air raksa-kaca adalah termometer yang paling dikenal, telah digunakan
sejak abad ke-15. termometer tersebut terbuat dari kaca yang pada salah satu ujungnya
ditutup dan jung lainya dengan bentolan berisi air raksa. Ada 3 jenis termometer kaca,
yaitu oral ( ujungnya ramping), stubby, dan rektal (ujungnya berbentuk buah pir). Ujung
termometer oral langsing, sehingga memungkinkan pentolan lebih banyak terpapar
pada pembuluh darah di dalam mulut. Termometer oral biasanya memiliki ujung
berwarna biru. Termometer stubby biasanya lebih pendek dan lebih gemuk dari pada
jenis oral. Dapat digunakan mengukur suhu dimana saja. Termometer rektar memiliki
ujung yang tumpul atau runcing, untuk mencegah trauma terhadap jaringan rektal pada
saat insersi. Termometer ini biasanya di kenali dengan ujung yang berwarna merah.
Keterlambatan waktu pencatatan dan dan mudah pecah merupakan kerugian dari
termometer air raksa-kaca. Keuntungan dari termometer air raksa-kaca adalah harga
murah, mudah diperoleh, dan banyak tersedia.

Ø Termometer elektronik

Termometer elektronik terdiri atas unit tampilan tenaga batere yang dapat diisi
ulang, kabel kawat yang tipis dan alas yang memproses suhu yang dibungkus dengan
kantung plastik sekali pakai. Salah satu bentuk termometer elektronik menggunakan alat
seperti pensil. Probe tersendiri yang anti pecah tersedia untuk oral dan rektal. Probe
untuk oral dapat juga digunakan untuk mengukur suhu di aksila. Selama 20 sampai 50
detik dari insersi, pembacaan terlihat pada unit tampilan tanda bunyi yang terdengar
bila puncak pembacaan suhu terukur.

Bentuk lain dari termometer elektronik digunakan secara khusus untuk pengukuran
timpanik. Spekulum otoskop dengan ujung sensor inframerah mendeteksi penyebaran
panas dari membran timpani. Dalam 2 sampai 5 detik dari mulai dimasukkan ke dalam
kanal auditorius, hasilnya terlihat pada layar. Tanda bunyi terdengar saat puncak bacaan
suhu telah tercapai.

Ø Termometer sekai pakai

Termometer sekali pakai dan penggunaan tunggal berbentuk strip kecil yang terbuat
dari plastik dengan sensor suhu pada salah satu ujungnya. Sensor tersebut terdiri atas
matrik dari lekukan seperti titik yang mengandung bahan kimia yang larut dan berubah
warna pada perbedaan suhu. Digunakan untuk suhu oral dan aksila, terutama pada
anak-anak. Dipakai dengan cara yang sama dengan termometer aksila dan digunakan
hanya sekali. Waktu yang dibutuhkan untuk menunjukkan suhu hanya 60 detik
(Ericksonet al, 1996). Termometer di ambil dan dibaca setelah sekitar 10 detik supaya
stabil.

Bentuk lain dari termometer sekali pakai adalah koyo (patch) atau pita sensitif suhu.
Digunakan pada dahi atau abdomen, koyo akan berubah warna pada suhu yang
berbeda.

Kedua jenis termometer sekali pakai ini berguna untuk mengetahi suhu, khususnya pada
bayi yang baru lahir.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Perawat mengkaji temuan pengkajian dan mengelompokkan karateristik yang


ditentukan untuk membuat diagnosa keperawatan. Misalnya, pada peningkatan suhu
tubuh, kulit kemerahan, kulit hangat saat disentuh, dan takikardia menandakan
diagnosis, hipertermia. Diagnosis keperawatan mengidentifikasi risiko klien terhadap
perubahan suhu tubuh atau perubahan suhu yang aktual. Jika klien memiliki faktor
resiko, perawat meminimalkan atau menghilangkan faktor yang meningkatkan
perubahan suhu. Pengkajian suhu di batas normalmengarah pada diagnosa
keperawatan.

Pada contohnya hipertermia, faktor yang berhubungan dengan aktivitas yang berat akan
menghasilkan intervensi yang sangat berdeda daripada faktor yang berhubungan
dengan ketidakmampuan atau berkeringat.

Proses Diagnostik Keperawatan terhadap Termoregulasi

pengkajian Batasan karakteristik Diagnosa keperawatan

Ukur tanda vital, termasuk suhu, nadi, Peningkatan suhu tubuh di Hipertermia yang
pernapasan atas batas normal berhubungan dengan proses
infeksi
Takikardia

Takipnea

Palpasi kulit Kulit hangat

Observasi penampilan dan prilaku Gelisah


klien saat berbicara dan istirahat
Tampak kemerahan

C. PERENCANAAN

Klien yang beresiko mengalami perubahan suhu membutuhkan rencana perawatan


individu yang ditunjukkan dengan mempertahankan normotermia dan mengurangi
faktor resiko. Hasil yang diharapkan ditetapkan untuk menentukan kemajuan ke arah
kembalinya suhu tubuh ke batas normal. Rencana perawatan bagi klien dengan
perubahan suhu yang aktual berfokus pada pemulihan normotermia, meminimalkan
komplikasi dan meningkatkan kenyamanan. (lihat rencana keperawatan)

Rencana asuhan keperawatan untuk hipertermia

Diagnosa keperawatan : hipertermia yang berhubungan dengan proses infeksi

Definisi : hipertermia adalah kondisi ketika suhu tubuh individu meningkat di atas
batasan suhu normalnya.

Tujuan Hasil yg diharapkan intervensi rasional

Klien akan kembali Suhu tubuh turun Pertahankan suhu Suhu ruangan sekitar
ke batasan suhu paling sedikit 1°C ruangan pada 21°C dapat meningkatkan
tubuh normal pada setelah terapi (pada kecuali jika klien suhu tubuh. Namun
21/2 19/2) menggigil menggigil harus
dihindari karena
meningkatkan suhu
tubuh (Guyton, 1991)

Antiseptik menurunkan
set point

Suhu tubuh tetap Berikan asetaminofen


sama antara 36°C- sesuai program medik
38°C smpai paling apabila suhu lebih tinggi
sedikit 24 jam (pada dari 39°C
20/2)
Pakaian yang basah
atau terlalu basah
Klien mencapai Klien mampu Kurangi penutup ekternal mencegah pengeluaran
rasa nyaman dan beristirahat dengan pada tubuh klien . jaga panas melalui radiasi,
istirahat pada 21/2 tenang pada 21/2 supaya pakaian dan alas
konveksi dan konduksi
tempat tidur tetap kering

D. IMPLEMENTASI

Diagnosa implementasi

Hipertermia yang berhubungan dengan proses Memantau keadaan klien


infeksi
Memberikan asetaminofel

Mengukur suhu klien

E. EVALUASI

Semua intervensi keperawatan dievaluasi dengan membandingkan respon aktual klien


terhadap hasil yang diharapkan dari rencana perawatan.hal ini menunjukkan apakah
tujuan keperawatan telah terpenuhi atau apakah dibutuhkan revisi terhadap rencana.

Evaluasi interensi terhadap hipertermia

tujuan Tindakan evaluasi Hasil yang diharapkan

Suhu tubuh klien akan kembali Pantau suhu tubuh setelah Suhu tubuh paling sedikit 1°C
ke batas normal intervensi setelah terapi

Suhu tubuh tetap berada


antara 36°C dan 38°C selama
paling sedikit 24 jam pada
20/2

Klien menyatakan kepuasan


Klien mendapatkan rasa Tanyakan apa yang dirasakan terhadap istirahat dan tidur
nyaman dan istirahat pada klien meningkat
21/2
Klien dapat istirahat dan tidur
Observasi adanya kegelisahan, dengan tenang.
kelemahan.

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa:

Termoregulasi adalah Suatu pengaturan fisiologis tubuh manusia mengenai


keseimbangan produksi panas dan kehilangan panas sehingga suhu tubuh dapat
dipertahankan secara konstan.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya termoregulasi yaitu : usia, olahraga,


kadar hormon, irama sirkadian, stres, lingkungan.

Askep klien dengan gangguan termoregulasi dapat ditinjau dari pengkajian,


perencanaan, diagnosa, implementasi , dan evaluasi.

3.2 Saran

Berdasarkan pembahasan di atas saran yang dapat di ambil yaitu dalam melakukan
sebuah tindakan asupan keperawatan diperlukan ketepatan dan dalam pemilihan alat
seperti termometer pada saat mengukur suhu harus sesuai dengan fungsinya masing-
masing.
DAFTAR PUSTAKA

- Perry, A.G.& Potter, P.A.(1993). Fundamental of Nursing : Consept, Prosess,


and practice

You might also like