You are on page 1of 41

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN THALASEMIA

1.1 KONSEP DASAR


1.1.1 DEFINISI TALASEMIA
Thalasemia adalah kelainan kongenital, anomali pada eritropoeisis yang diturunkan dimana
hemoglobin dalam eritrosit sangat berkurang, oleh karenanya akan terbentuk eritrosit yang relatif
mempunyai fungsi yang sedikit berkurang (Supardiman, 2002).
Thalasemia merupakan kelompok kelainan genetik heterogen yang timbul akibat
berkurangnya kecepatan sintesis rantai alpha atau beta (Hoffbrand, 2005).
Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah
mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). Akibatnya penderita
thalasemia akan mengalami gejala anemia diantaranya pusing, muka pucat, badan sering lemas,
sukar tidur, nafsu makan hilang, dan infeksi berulang. Thalasemia terjadi akibat ketidakmampuan
sumsum tulang membentuk protein yang dibutuhkan untuk memproduksi hemoglobin sebagaimana
mestinya. Hemoglobin merupakan protein kaya zat besi yang berada di dalam sel darah merah dan
berfungsi sangat penting untuk mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh bagian tubuh yang
membutuhkannya sebagai energi. Apabila produksi hemoglobin berkurang atau tidak ada, maka
pasokan energi yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi tubuh tridak dapat terpenuhi, sehingga
fungsi tubuh pun terganggu dan tidak mampu lagi menjalankan aktivitasnya secara normal.
Thalasemia adalah sekelompok penyakit keturunan yang merupakan akibat dari ketidakseimbangan
pembuatan salah satu dari keempat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin (Ganie, 2004).
Thalassemia diklasifikasikan berdasarkan rantai globin mana yang mengalami defek, yaitu
Thalassemia α dan Thalassemia β. Berbagai defek secara delesi dan nondelesi dapat menyebabkan
Thalassemia (Rodak, 2007).
a. Thalassemia α
Oleh karena terjadi duplikasi gen α (HBA1 dan HBA2) pada kromosom 16, maka akan
terdapat total empat gen α (αα/αα). Delesi gen sering terjadi pada Thalassemia α maka terminologi
untuk Thalassemia α tergantung terhadap delesi yang terjadi, apakah pada satu gen atau dua gen.
Apabila terjadi pada dua gen, kemudian dilihat lokasi kedua gen yang delesi berada pada
kromosom yang sama (cis) atau berbeda (trans). Delesi pada satu gen α dilabel α+ sedangkan pada
dua gen dilabel αo (Sachdeva, 2006).
1) Delesi satu gen α / silent carrier/ (-α/αα)
Kehilangan satu gen memberi sedikit efek pada produksi protein α sehingga secara umum
kondisinya kelihatan normal dan perlu pemeriksaan laboratorium khusus untuk mendeteksinya.
Individu tersebut dikatakan sebagai karier dan bisa menurunkan kepada anaknya (Wiwanitkit,
2007).
2) Delesi dua gen α / Thalassemia α minor (--/αα) atau (-α/-α)
Tipe ini menghasilkan kondisi dengan eritrosit hipokromik mikrositik dan anemia ringan.
Individu dengan tipe ini biasanya kelihatan dan merasa normal dan mereka merupakan karier yang
bisa menurunkan gen kepada anak (Wiwanitkit, 2007).
3) Delesi 3 gen α / Hemoglobin H (--/-α)
Pada tipe ini penderita dapat mengalami anemia berat dan sering memerlukan transfusi
darah untuk hidup. Ketidakseimbangan besar antara produksi rantai α dan β menyebabkan
akumulasi rantai β di dalam eritrosit menghasilkan generasi Hb yang abnormal yaitu Hemoglobin H
(Hb H/ β4) (Wiwanitkit, 2007).
4) Delesi 4 gen α / Hemoglobin Bart (--/--)
Tipe ini adalah paling berat, penderita tidak dapat hidup dan biasanya meninggal di dalam
kandungan atau beberapa saat setelah dilahirkan, yang biasanya diakibatkan oleh hydrop fetalis.
Kekurangan empat rantai α menyebabkan kelebihan rantai γ (diproduksi semasa kehidupan fetal)
dan rantai β menghasilkan masing-masing hemoglobin yang abnormal yaitu Hemoglobin Barts (γ4 /
Hb Bart, afiniti terhadap oksigen sangat tinggi) (Wiwanitkit, 2007) atau Hb H (β4, tidak stabil)
(Sachdeva, 2006).

b. Thalasemia β
Thalassemia β disebabkan gangguan pada gen β yang terdapat pada kromosom 11 (Rodak,
2007). Kebanyakkan dari mutasi Thalassemia β disebabkan point mutation dibandingkan akibat
delesi gen (Chen, 2006). Penyakit ini diturunkan secara resesif dan biasanya hanya terdapat di
daerah tropis dan subtropis serta di daerah dengan prevalensi malaria yang endemik (Wiwanitkit,
2007).
1) Thalassemia βo
Tipe ini disebabkan tidak ada rantai globin β yang dihasilkan (Rodak, 2007). Satu pertiga
penderita Thalassemia mengalami tipe ini (Chen, 2006).
2) Thalassemia β+
Pada kondisi ini, defisiensi partial pada produksi rantai globin β terjadi. Sebanyak 10-50%
dari sintesis rantai globin β yang normal dihasilkan pada keadaan ini (Rodak, 2007).

Secara klinis, Thalassemia β dikategori kepada:


a. Thalassemia β minor / Thalassemia β trait(heterozygous) / (β+β) or (βoβ)
Salah satu gen adalah normal (β) sedangkan satu lagi abnormal, sama ada β+ atau βo.
Individu dengan Thalassemia ini biasanya tidak menunjukkan simptom dan biasanya terdeteksi
sewaktu pemeriksaan darah rutin. Meskipun terdapat ketidakseimbangan, kondisi yang terjadi
adalah ringan karena masih terdapat satu gen β yang masih berfungsi secara normal dan formasi
kombinasi αβ yang normal masih bisa terjadi (Wiwanitkit, 2007). Anemia yang terjadi adalah
mikrositik, hipokrom dan hemolitik (Rodak, 2007). Penurunan ringan pada sistesis rantai globin β
menurunkan produksi hemoglobin. Rantai α yang berlebihan diseimbangkan oleh peningkatan
produksi rantai δ di mana keduanya akan berikatan membentuk HbA2 / α2δ2 (3.5-8%). Individu
tersebut sepenuhnya asimptomatik dan selain dari anemia ringan, tidak menunjukkan manifestasi
klinis yang lainnya (Sachdeva, 2006)
b. Thalassemia β mayor / Cooley's Anemia (homozygous) (β+βo) or (βoβo) or (β+β+)
Pada kondisi ini, kedua gen rantai β mengalami disfungsi (Wiwanitkit, 2007). HbA langsung
tidak ada pada βoβo dan menurun banyak pada β+β+. Penyakit ini berhubungan dengan gagal
tumbuh dan sering menyebabkan kematian pada remaja (Motulsky, 2010). Anemia berat terjadi dan
pasien memerlukan transfusi darah (Rodak, 2007) dan gejala tersebut selalunya bermanifestasi pada
6 bulan terakhir dari tahun pertama kehidupan atas akibat penukaran dari sistesis rantai globin γ
(Hb F/ α2γ2) kepada β (Hb A / α2β2) (Yazdani, 2011).
c. Thalassemia β intermedia (β+/β+) atau (βo/β+)
Simptom yang timbul biasanya antara Thalassemia minor dan mayor (Rodak, 2007).

Secara umum, terdapat 2 (dua) jenis thalasemia yaitu : ( PRECISE, 2010)


a. Thalasemia Mayor, karena sifat-sifat gen dominan. Thalasemia mayor merupakan penyakit
yang ditandai dengan kurangnya kadar hemoglobin dalam darah. Akibatnya, penderita kekurangan
darah merah yang bisa menyebabkan anemia. Dampak lebih lanjut, sel-sel darah merahnya jadi
cepat rusak dan umurnya pun sangat pendek, hingga yang bersangkutan memerlukan transfusi
darah untuk memperpanjang hidupnya. Penderita thalasemia mayor akan tampak normal saat lahir,
namun di usia 3-18 bulan akan mulai terlihat adanya gejala anemia. Selain itu, juga bisa muncul
gejala lain seperti jantung berdetak lebih kencang dan facies cooley. Faies cooley adalah ciri khas
thalasemia mayor, yakni batang hidung masuk ke dalam dan tulang pipi menonjol akibat sumsum
tulang yang bekerja terlalu keras untuk mengatasi kekurangan hemoglobin. Penderita thalasemia
mayor akan tampak memerlukan perhatian lebih khusus. Pada umumnya, penderita thalasemia
mayor harus menjalani transfusi darah dan pengobatan seumur hidup. Tanpa perawatan yang baik,
hidup penderita thalasemia mayor hanya dapat bertahan sekitar 1-8 bulan. Seberapa sering transfusi
darah ini harus dilakukan lagi-lagi tergantung dari berat ringannya penyakit. Yang pasti, semakin
berat penyakitnya, kian sering pula si penderita harus menjalani transfusi darah.
b. Thalasemia Minor, individu hanya membawa gen penyakit thalasemia, namun individu
hidup normal, tanda-tanda penyakit thalasemia tidak muncul. Walau thalasemia minor tak
bermasalah, namun bila ia menikah dengan thalasemia minor juga akan terjadi masalah.
Kemungkinan 25% anak mereka menerita thalasemia mayor. Pada garis keturunan pasangan ini
akan muncul penyakit thalasemia mayor dengan berbagai ragam keluhan. Seperti anak menjadi
anemia, lemas, loyo dan sering mengalami pendarahan. Thalasemia minor sudah ada sejak lahir dan
akan tetap ada di sepanjang hidup penderitanya, tapi tidak memerlukan transfusi darah di sepanjang
hidupnya
Secara molekuler talasemia dibedakan atas: (Behrman et al, 2004)
a. Talasemia  (gangguan pembentukan rantai )
b. Talasemia  (gangguan pembentukan rantai )
c. Talasemia - (gangguan pembentukan rantai  dan  yang letak gen-nya diduga berdekatan).
d. Talasemia  (gangguan pembentukan rantai )

1.1.2 ETIOLOGI THALASEMIA


a. Faktor genetik yaitu perkawinan antara 2 heterozigot (carier) yang menghasilkan keturunan
Thalasemia (homozigot).
b. Suku bangsa
c. Penyebab kerusakan yang menyebabkan hemoglobin yang tidak normal
(hemoglobinopatia); dan kelainan hemoglobin ini karena adanya gangguan pembentukan yang di
sebabkan oleh:
1. Gangguan struktural pembentukan hemoglobin (hemoglobin abnormal) misalnya pada Hb S,
Hb F, Hb D dan sebagainya.
2. gangguan jumlah (salah satu/ beberapa) globin seperti pada talasemia.
1.1.3 PATOFISIOLOGI

Faktor etiologi:
Keturunan, Kekurangan HbA dan eritropoesis, Tidak seimbangnya alpha dan beta asam amino

produksi rantai globin


berkurang/ tidak ada

Produksi hb
hemolisis
menurun

sel darah merah mudah


suplai o2 turun rusak, gangguan
eritrositdalam membawa
oksigen
ketidakseimbangan
suplai o2 dengan
kebutuhan tubuh eritrosit menurun

perubahan
perfusi jaringan anemia

usus kekurangan nutrisi


ambilan o2 kurang asupan
dan o2
kalsium
menurun
jaringan tubuh
kekurangan o2 kerja usus kerja
menurun lambung penipisan korteks
menurun tulang panjang
kebutuhan
energi
rearbsorbsi
meningkat
menurun
,
pertukaran o2 jantung proses resiko fraktur
di paru paru melakukan pencernaan patologis
metabolism diare
terganggu kompensasi makanan
meningkat
dengan menurun
meningkatkan
curah jantung menurunnya resiko cedera
tubuh cadangan volume
melakukan lemak tubuh cairan tubuh
kompensasi, menurun, anoreksia
RR cepat untuk hipertropi otot kehilangan
meningkatkan jantung lemak tubuh
ambilan o2
lemah,
kekurangan volume ketidakseimb
lemas
cairan angan nutrisi
bb turun
kurang dari
kardiomegali
sesak kebutuhan
gagal bertumbuh tubuh
dewasa resiko
intoleransi
kontraktibilitas terhadap
ganggu ketidakef otot jantung aktiivitas
an ektifan menurun
pertuka pola darah
ran gas nafas reflluk
takikardi
masuk ke vena deficit deficit
kava inferior, albumin imunologi
produksi bilirubin
dilanjutkan ke
indirect
hati dan limpa
meningkat di hati

resiko
hepatosplenomegali berikatan dg
produksi bil. infeksi
albumin
nyeri akut indirect meningkat
menekan rongga lambung resiko gangguan integritas
ikterus kulit
1.1.4 TANDA DAN GEJALA

Kelainan genotip Talasemia memberikan fenotip yang khusus, bervariasi, dan tidak jarang tidak
sesuai dengan yang diperkirakan (Atmakusuma, 2009).Semua Talasemia memiliki gejala yang
mirip, tetapi beratnya bervariasi, tergantung jenis rantai asam amino yang hilang dan jumlah
kehilangannya (mayor atau minor). Sebagian besar penderita mengalami anemia yang ringan,
khususnya anemia hemolitik (Tamam, 2009)
Talasemia-β dibagi tiga sindrom klinik ditambah satu sindrom yang baru ditentukan, yakni
a. Talasemia-β minor/heterozigot: anemia hemolitik mikrositik hipokrom.
b. Talasemia-β mayor/homozigot: anemia berat yang bergantung pada transfusi darah.
c. Talasemia-β intermedia: gejala di antara Talasemia β mayor dan minor. Terakhir merupakan
pembawa sifat tersembunyi Talasemia-β (silent carrier) (Atmakusuma, 2009).
Empat sindrom klinik Talasemia-α terjadi pada Talasemia-α, bergantung pada nomor gen
dan pasangan cis atau trans dan jumlah rantai-α yang diproduksi. Keempat sindrom tersebut adalah
pembawa sifat tersembunyi Talasemia-α (silent carrier), Talasemia-α trait (Talasemia-α minor),
HbH diseases dan Talasemia-α homozigot (hydrops fetalis) (Atmakusuma, 2009).
Pada bentuk yang lebih berat, khususnya pada Talasemia-β mayor, penderita dapat
mengalami anemia karena kegagalan pembentukan sel darah, pembesaran limpa dan hati akibat
anemia yang lama dan berat, perut membuncit karena pembesaran kedua organ tersebut, sakit
kuning (jaundice), luka terbuka di kulit (ulkus/borok), batu empedu, pucat, lesu, sesak napas karena
jantung bekerja terlalu berat, yang akan mengakibatkan gagal jantung dan pembengkakan tungkai
bawah. Sumsum tulang yang terlalu aktif dalam usahanya membentuk darah yang cukup, bisa
menyebabkan penebalan dan pembesaran tulang, terutama tulang kepala dan wajah. Tulang-tulang
panjang menjadi lemah dan mudah patah. Anak-anak yang menderita talasemia akan tumbuh lebih
lambat dan mencapai masa pubertas lebih lambat dibandingkan anak lainnya yang normal. Karena
penyerapan zat besi meningkat dan seringnya menjalani transfusi, maka kelebihanzat besi bisa
terkumpul dan mengendap dalam otot jantung, yang pada akhirnya bisa menyebabkan gagal
jantung (Tamam, 2009).
Bayi baru lahir dengan talasemia beta mayor tidak anemis. Gejala awalnya tidak jelas,
biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan dan pada kasus yang berat terjadi
dalam beberapa minggu setelah lahir. Anak tidak nafsu makan, diare, kehilangan lemak tubuh dan
dapat disertai demam berulang akibat infeksi. Anemia berat dan lama biasanya menyebabkan
pembesaran jantung. Terdapat hepatosplenomegali, ikterus ringan mungkin ada. Terjadi perubahan
pada tulang yang menetap, yaitu terjadinya bentuk muka mongoloid akibat system eritropoesis
yang hiperaktif. Adanya penipisan tulang panjang, tangan dan kaki dapat menimbulkan fraktur
patologis. Kadang-kadang ditemukan epistaksis, pigmentasi kulit, koreng pada tungkai, dan batu
empedu.
Gejala lainnya adalah:

a. Thalasemia Mayor:
1) Pucat
2) Lemah
3) Anoreksia
4) Sesak napas
5) Peka rangsang
6) Tebalnya tulang cranial
7) Pembesaran hati dan limpa / hepatosplenomegali
8) Menipisnya tulang kartilago, nyeri tulang
9) Disritmia
10) Epistaksis
11) Sel darah merah mikrositik dan hipokromik
12) Kadar Hb kurang dari 5gram/100 ml
13) Kadar besi serum tinggi
14) Ikterik
15) Peningkatan pertumbuhan fasial mandibular; mata sipit, dasar hidung lebar dan datar.
16) pertumbuhan lambat

b. Thalasemia Minor
1) Pucat
2) Hitung sel darah merah normal
3) Kadar konsentrasi hemoglobin menurun 2 sampai 3 gram/ 100ml di bawah kadar normal Sel
darah merah mikrositik dan hipokromik sedang
4) Pertumbuhan lambat

1.1.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Diagnosis untuk Thalassemia terdapat dua yaitu secara screening test dan definitive test.
a. Screening test
Di daerah endemik, anemia hipokrom mikrositik perlu diragui sebagai gangguan
Thalassemia (Wiwanitkit, 2007).
1) Interpretasi apusan darah
Dengan apusan darah anemia mikrositik sering dapat dideteksi pada kebanyakkan
Thalassemia kecuali Thalassemia α silent carrier. Pemeriksaan apusan darah rutin dapat membawa
kepada diagnosis Thalassemia tetapi kurang berguna untuk skrining.
2) Pemeriksaan osmotic fragility (OF)
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan fragiliti eritrosit. Secara dasarnya resistan
eritrosit untuk lisis bila konsentrasi natrium klorida dikurangkan dikira. Studi yang dilakukan
menemui probabilitas formasi pori-pori pada membran yang regang bervariasi mengikut order ini:
Thalassemia < kontrol < spherositosis (Wiwanitkit, 2007). Studi OF berkaitan kegunaan sebagai
alat diagnostik telah dilakukan dan berdasarkan satu penelitian di Thailand, sensitivitinya adalah
91.47%, spesifikasi 81.60, false positive rate 18.40% dan false negative rate 8.53% (Wiwanitkit,
2007).
3) Indeks eritrosit
Dengan bantuan alat indeks sel darah merah dapat dicari tetapi hanya dapat mendeteksi
mikrositik dan hipokrom serta kurang memberi nilai diagnostik. Maka metode matematika
dibangunkan (Wiwanitkit, 2007).
4) Model matematika
Membedakan anemia defisiensi besi dari Thalassemia β berdasarkan parameter jumlah
eritrosit digunakan. Beberapa rumus telah dipropose seperti 0.01 x MCH x (MCV)², RDW x MCH
x (MCV) ²/Hb x 100, MCV/RBC dan MCH/RBC tetapi kebanyakkannya digunakan untuk
membedakan anemia defisiensi besi dengan Thalassemia β (Wiwanitkit, 2007).
Sekiranya Indeks Mentzer = MCV/RBC digunakan, nilai yang diperoleh sekiranya >13
cenderung ke arah defisiensi besi sedangkan <13 mengarah ke Thalassemia trait. Pada penderita
Thalassemia trait kadar MCV rendah, eritrosit meningkat dan anemia tidak ada ataupun ringan.
Pada anemia defisiensi besi pula MCV rendah, eritrosit normal ke rendah dan anemia adalah gejala
lanjut (Yazdani, 2011).
b. Definitive test
1) Elektroforesis hemoglobin
Pemeriksaan ini dapat menentukan pelbagai jenis tipe hemoglobin di dalam darah. Pada
dewasa konstitusi normal hemoglobin adalah Hb A1 95-98%, Hb A2 2-3%, Hb F 0.8-2% (anak di
bawah 6 bulan kadar ini tinggi sedangkan neonatus bisa mencapai 80%). Nilai abnormal bisa
digunakan untuk diagnosis Thalassemia seperti pada Thalassemia minor Hb A2 4-5.8% atau Hb F
2-5%, Thalassemia Hb H: Hb A2 <2% dan Thalassemia mayor Hb F 10-90%. Pada negara tropikal
membangun, elektroporesis bisa juga mendeteksi Hb C, Hb S dan Hb J (Wiwanitkit, 2007).
2) Kromatografi hemoglobin
Pada elektroforesis hemoglobin, HB A2 tidak terpisah baik dengan Hb C. Pemeriksaan
menggunakan high performance liquid chromatography (HPLC) pula membolehkan penghitungan
aktual Hb A2 meskipun terdapat kehadiran Hb C atau Hb E. Metode ini berguna untuk diagnosa
Thalassemia β karena ia bisa mengidentifikasi hemoglobin dan variannya serta menghitung
konsentrasi dengan tepat terutama Hb F dan Hb A2 (Wiwanitkit, 2007).
3) Molecular diagnosis
Pemeriksaan ini adalah gold standard dalam mendiagnosis Thalassemia. Molecular
diagnosis bukan saja dapat menentukan tipe Thalassemia malah dapat juga menentukan mutasi
yang berlaku (Wiwanitkit, 2007).
Studi hematologi : terdapat perubahan – perubahan pada sel darah merah, yaitu mikrositosis,
hipokromia, anosositosis, poikilositosis, sel target, eritrosit yang immature, penurunan hemoglobin
dan hematrokrit.
4) Elektroforesis hemoglobin : peningkatan hemoglobin
Pada thalasemia beta mayor ditemukan sumsum tulang hiperaktif terutama seri eritrosit.
Hasil foto rontgen meliputi perubahan pada tulang akibat hiperplasia sumsum yang berlebihan.
Perubahan meliputi pelebaran medulla, penipisan korteks, dan trabekulasi yang lebih kasar. Analisis
DNA, DNA probing, gone blotting dan pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan
jenis pemeriksaan yang lebih maju.

1.1.6 PENCEGAHAN
WHO menganjurkan dua cara pencegahan yakni pemeriksaan kehamilan dan penapisan
(screening) penduduk untuk mencari pembawa sifat Talasemia. Program itulah yang diharapkan
dimasukkan ke program nasional pemerintah. Menurut Hoffbrand (2005) konseling genetik penting
dilakukan bagi pasangan yang berisiko mempunyai seorang anak yang menderita suatu defek
hemoglobin yang berat. Jika seorang wanita hamil diketahui menderita kelainan hemoglobin,
pasangannya harus diperiksa untuk menentukan apakah dia juga membawa defek. Jika keduanya
memperlihatkan adanya kelainan dan ada resiko suatu defek yang serius pada anak (khususnya
Talasemia-β mayor) maka penting untuk menawarkan penegakkan diagnosis antenatal.
a. Penapisan (Screening)
Ada 2 pendekatan untuk menghindari Talesemia:
1) Karena karier Talasemia β bisa diketahui dengan mudah, penapisan populasi dan konseling
tentang pasangan bisa dilakukan. Bila heterozigot menikah, 1-4 anak mereka bisa menjadi
homozigot atau gabungan heterozigot.
2) Bila ibu heterozigot sudah diketahui sebelum lahir, pasangannya bisa diperiksa dan bila
termasuk karier, pasangan tersebut ditawari diagnosis prenatal dan terminasi kehamilan pada fetus
dengan Talasemia β berat.
Bila populasi tersebut menghendaki pemilihan pasangan, dilakukan penapisan premarital
yang bisa dilakukan di sekolah anak. Penting menyediakan program konseling verbal maupun
tertulis mengenai hasil penapisan Talasemia (Permono, & Ugrasena, 2006).
Alternatif lain adalah memeriksa setiap wanita hamil muda berdasarkan ras. Penapisan yang
efektif adalah ukuran eritrosit, bila MCV dan MCH sesuai gambaran Talasemia, perkiraan kadar
HbA2 harus diukur, biasanya meningkat pada Talasemia β. Bila kadarnya normal, pasien dikirim ke
pusat yang bisa menganalisis gen rantai α. Penting untuk membedakan Talasemia αo(-/αα) dan
Talasemia α+(-α/-α), pada kasus pasien tidak memiliki risiko mendapat keturunan Talesemia αo
homozigot. Pada kasus jarang dimana gambaran darah memperlihatkan Talesemia β heterozigot
dengan HbA2 normal dan gen rantai α utuh, kemungkinannya adalah Talasemia α non delesi atau
Talasemia β dengan HbA2 normal. Kedua hal ini dibedakan dengan sintesis rantai globin dan
analisa DNA. Penting untuk memeriksa Hb elektroforase pada kasus-kasus ini untuk mencari
kemungkinan variasi struktural Hb (Permono, & Ugrasena, 2006).
b. Diagnosis Prenatal
Diagnosis prenatal dari berbagai bentuk Talasemia, dapat dilakukan dengan berbagai cara.
Dapat dibuat dengan penelitian sintesis rantai globin pada sampel darah janin dengan
menggunakan fetoscopi saat kehamilan 18-20 minggu, meskipun pemeriksaan ini sekarang sudah
banyak digantikan dengan analisis DNA janin. DNA diambil dari sampel villi chorion
(CVS=corion villus sampling), pada kehamilan 9-12 minggu. Tindakan ini berisiko rendah untuk
menimbulkan kematian atau kelainan pada janin (Permono, & Ugrasena, 2006).
Tehnik diagnosis digunakan untuk analisis DNA setelah tehnik CVS, mengalami perubahan
dengan cepat beberapa tahun ini. Diagnosis pertama yang digunakan oleh Southern Blotting dari
DNA janin menggunakan restriction fragment length polymorphism (RELPs), dikombinasikan
dengan analisis linkage atau deteksi langsung dari mutasi. Yang lebih baru, perkembangan
dari polymerase chain reaction (PCR) untuk mengidentifikasikan mutasi yang merubah lokasi
pemutusan oleh enzim restriksi. Saat ini sudah dimungkinkan untuk mendeteksi berbagai bentuk α
dan β dari Talasemia secara langsung dengan analisis DNA janin. Perkembangan PCR
dikombinasikan dengan kemampuan oligonukleotida untuk mendeteksi mutasi individual,
membuka jalan bermacam pendekatan baru untuk memperbaiki akurasi dan kecepatan deteksi
karier dan diagnosis prenatal. Contohnya diagnosis menggunakan hibridasi dari ujung
oligonukleotida yang diberi label 32P spesifik untuk memperbesar region gen globin β melalui
membran nilon. Sejak sekuensi dari gen globin β dapat diperbesar lebih 108 kali, waktu hibridasi
dapat dibatasi sampai 1 jam dan seluruh prosedur diselesaikan dalam waktu 2 jam (Permono, &
Ugrasena, 2006).
Terdapat berbagai macam variasi pendekatan PCR pada diagnosis prenatal. Contohnya,
tehnik ARMS (Amplification refractory mutation system), berdasarkan pengamatan bahwa pada
beberapa kasus, oligonukleotida (Permono, & Ugrasena, 2006).Angka kesalahan dari berbagai
pendekatan laboratorium saat ini, kurang dari 1%. Sumber kesalahan antara lain, kontaminasi ibu
pada DNA janin, non-paterniti, dan rekombinasi genetik jika menggunakan RELP linkage
analysis (Permono, & Ugrasena, 2006).
Menurut Tamam (2009), karena penyakit ini belum ada obatnya, maka pencegahan dini
menjadi hal yang lebih penting dibanding pengobatan. Program pencegahan Talasemia terdiri dari
beberapa strategi, yakni (1) penapisan (skrining) pembawa sifat Talasemia, (2) konsultasi genetik
(genetic counseling), dan (3) diagnosis prenatal. Skrining pembawa sifat dapat dilakukan secara
prospektif dan retrospektif. Secara prospektif berarti mencari secara aktif pembawa sifat
thalassemia langsung dari populasi diberbagai wilayah, sedangkan secara retrospektif ialah
menemukan pembawa sifat melalui penelusuran keluarga penderita Talasemia (family study).
Kepada pembawa sifat ini diberikan informasi dan nasehat-nasehat tentang keadaannya dan masa
depannya. Suatu program pencegahan yang baik untuk Talasemia seharusnya mencakup kedua
pendekatan tersebut. Program yang optimal tidak selalu dapat dilaksanakan dengan baik terutama di
negara-negara sedang berkembang, karena pendekatan prospektif memerlukan biaya yang tinggi.
Atas dasar itu harus dibedakan antara usaha program pencegahan di negara berkembang dengan
negara maju. Program pencegahan retrospektif akan lebih mudah dilaksanakan di negara
berkembang daripada program prospektif.
1.1.7 PENATALAKSANAAN

Menurut (Suriadi, 2001) Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain :


a. Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 9-10g/dl. Komplikasi dari pemberian transfusi darah
yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya penumpukan zat besi yang disebut hemosiderosis.
Hemosiderosis ini dapat dicegah dengan pemberian deferoxamine (Desferal), yang berfungsi
untuk mengeluarkan besi dari dalam tubuh (iron chelating agent). Deferoxamine diberikan secar
intravena, namun untuk mencegah hospitalisasi yang lama dapat juga diberikan secara subkutan
dalam waktu lebih dari 12 jam.
b. Splenectomy : dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen dan meningkatkan
rentang hidup sel darah merah yang berasal dari suplemen (transfusi).
c. Pada thalasemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan pemberian tambahan asam folat.
Penderita yang menjalani transfusi, harus menghindari tambahan zat besi dan obat-obat yang
bersifat oksidatif (misalnya sulfonamid), karena zat besi yang berlebihan bisa menyebabkan
keracunan. Pada bentuk yang sangat berat, mungkin diperlukan pencangkokan sumsum
tulang. Terapi genetik masih dalam tahap penelitian.

Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain: (Rudolph, 2002; Hassan dan Alatas, 2002;
Herdata, 2008)
a. Medikamentosa
1) Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah kadar feritin serum sudah
mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali transfusi
darah. Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari subkutan melalui pompa infus
dalam waktu 8-12 jam dengan minimal selama 5 hari berturut setiap selesai transfusi darah.
2) Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk meningkatkan efek kelasi
besi.
3) Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.
4) Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur sel darah
merah
b. Bedah
1) Splenektomi, dengan indikasi:
Limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan peningkatan
tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya rupture.
2) hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau kebutuhan
suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg berat badan dalam satu tahun.
3) Transplantasi sumsum tulang telah memberi harapan baru bagi penderita thalasemia dengan
lebih dari seribu penderita thalasemia mayor berhasil tersembuhkan dengan tanpa ditemukannya
akumulasi besi dan hepatosplenomegali. Keberhasilannya lebih berarti pada anak usia dibawah 15
tahun. Seluruh anak anak yang memiliki HLA-spesifik dan cocok dengan saudara kandungnya di
anjurkan untuk melakukan transplantasi ini.
c. Suportif
1) Tranfusi Darah
Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl. Dengan kedaan ini akan
memberikan supresi sumsum tulang yang adekuat, menurunkan tingkat akumulasi besi, dan dapat
mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita. Pemberian darah dalam bentuk PRC
(packed red cell), 3 ml/kg BB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl.

1.1.8 KOMPLIKASI

Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Tranfusi darah yang
berulang ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah sangat tinggi, sehingga
di timbun dalam berbagai jarigan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan lain lain. Hal ini
menyebabkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatosis). Limpa yang besar mudah ruptur
akibat trauma ringan. Kadang kadang thalasemia disertai tanda hiperspleenisme seperti leukopenia
dan trompositopenia. Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung (Hassan dan
Alatas, 2002)
Hepatitis pasca transfusi biasa dijumpai, apalagi bila darah transfusi telah diperiksa terlebih
dahulu terhadap HBsAg. Hemosiderosis mengakibatkan sirosis hepatis, diabetes melitus dan
jantung. Pigmentasi kulit meningkat apabila ada hemosiderosis, karena peningkatan deposisi
melanin (Herdata, 2008)
Secara umum komplikasi thalassemia antara lain :
a. Fraktur patologi
b. Hepatosplenomegali
c. Gangguan tumbang
d. Disfungsi organ
e. Gagal jantung
f. Hemosiderosis
g. Hemokromatosis
h. infeksi
1.2 ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN NOC NIC
1.2.1 PENGKAJIAN
a. Anamnesis
1) Identitas klien
Nama, umur ( pada kasus thalasemia mayor, gejala klinis sering terlihat sejak usia kurang
dari 1 tahun, Sedangkan pada thalasemia minor yang gejalanya lebih ringan, biasanya anak baru
datang berobat pada umur sekitar 4 – 6 tahun), alamat, suku bangsa (Thalasemia banyak dijumpai
pada bangsa disekitar laut tengah (mediterania),
2) Keluhan utama Klien
Biasanya anak terlihat pucat, lemah, anoreksia, sesak nafas karena kekurangan sel darah
merah di tubuhnya, serta kekurangan ambilan oksigen untuk jaringan tubuhnya.
3) Riwayat kesehatan sekarang
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran pernapasan atas atau infeksi lainnya. Ini
dikarenakan rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport. BB menurun, telihat pucat.
4) Riwayat kesehatan masa lalu
Biasanya menunjukkan infeksi yang berulang, adanya pembesaran hati atau limpa, berat
badan tidak sesuai dengan umurnya. Kaji juga tentang prenatal, natal, dan post natal.
5) Riwayat Nutrisi
Antropometri biasanya mengarah pada ketidaknormalan. BB sulit bertambah atau cenderung
menurun. Asupan nutrisi anak sangat kurang tekait dengan gejala anoreksia yang ditunjukkan.
6) Riwayat kesehatan keluarga
Thalasemia merupakan penyakit kongenital, jadi perlu diperiksa apakah orang tua juga
mempunyai gen thalasemia. Jika iya, maka anak beresiko terkena talasemia mayor.
7) Riwayat tumbuh kembang
Peningkatan pertumbuhan fasial mandibular; mata sipit, dasar hidung lebar dan datar.
pertumbuhan lambat.
8) Pola aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya. Anak lebih banyak tidur/istirahat
karena anak mudah lelah
9) Riwayat Psikososial
Kaji bagaimana peran orang tua dalam menghadapi permasalahan yang tejadi pada anaknya.
Kaji juga usaha orang tua dalam menghadapi permasalahan tersebut
b. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum: Sebagian besar anak telihat kurang lincah, lemas, dan tidak selincah
sebayanya. BB turun atau tidak seimbang dengan pertumbuhan dan perkembangan, tanda tanda
vital dapat menunjukkan RR meningkat sampai sesak, suhu tubuh meningkat akibat adanya infeksi,
nadi cepat karena kompensasi jantung.
2) Pemeriksaan kepala
a) Bentuk kepala ; Ditemukan membesar, dan muka khas seperti muka mongoloid (hidung
pesek tanpa pangkal hidung), jarak mata lebar,
b) Tulang tengkorak menunjukkan seperti ras mongoloid, dan tulang dahi terlihat lebar.
c) rambut dan warna: terlihat kusam, karena jaringan tubuh kurang mendapatkan nutrisi
yang adekuat.
d) Mata:. Jarak mata lebar, ada yang terlihat kuning ikterik, mata bagian konjungtiva terlihat
pucat.
e) Hidung: Banyak ditemukan bentuk hidung yang pesek tanpa pangkal hidung
f) Telinga: Kadang jarak telinga dengan garis mata tidak simetris atau tidak sejajar.
g) Mulut: mukosa terlihat kering, pucat dan kehitaman. Bisa akibat dari kurangnya volume
cairan sehubungan dengan adanya gejala anoreksia dan diare.
3) Pemeriksaan Leher:. Kulit leher dapat terlihat ikterik karena penumpukan bilirubin indirek.
4) Pemeriksaan dada: Pada inspeksi terlihat dada kiri menonjol karena adanya pembesaran
jantung dan disebabkan oleh anemia kronik, adanya otot bantu pernafasan yang bekerja, ada
murmurata. Palpasi ada massa/ pembesaran di dada sebelah kiri, adanya retraksi. Auskultasi
terdengar peningkatan denyut jantung.
5) Perut : Terlihat pucat, dipalpasi ada pembesaran limpa dan hati (hepatospek nomegali). Ada
massa atau pembesaran abnormal di regio hipokondrik kanan, dan hipokondrik kiri. Adanya
nyeri tekan pada regio tersebut. Saat palpasi kadang juga menunjukkan adanya hipertimpani.
Auskultasi tedengar bising usus meningkat. Ditemukan diare, pada sebagian kasus
6) Ekstremitas:. Kadang terlihat ikterik, ada kelemahan di ekstremitas. turgor kulit terlihat
menurun karena kurangnya volume cairan akibat dari anoreksia ataupun diare.

1.2.2 DIAGNOSA
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer sehubungan dengan ketidakseimbangan suplai o2
b. Gangguan pertukaran gas sehubungan dengan tidak adekuatnya pertukaran gas di paru paru
c. Ketidakefektifan pola nafas sehubungan dengan kompensasi tubuh melakukan peningkatan
ambilan o2
d. gagal bertumbuh dewasa sehubungan dengan pemecahan cadangan lemak tubuh.
e. Diare sehubungan dengan reabsorbsi tubuh menurun
f. Kekurangan volume cairan sehubungan dengan diare
g. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan anoreksia
h. Resiko intoleransi tehadap aktivitas sehubungan dengan anoreksia
i. Resiko cedera sehubungan dengan fraktur patologis
j. Nyeri akut sehubungan dengan hepatospenomegali
k. Resiko gangguan integritas kulit sehubungan dengan ikterus
l. Resiko infeksi sehubungan dengan defisiensi imunologi

1.2.3 INTERVENSI
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC
1 Ketidakefektifan perfusi Perfusi jaringan seluler 1. Terapi oksigen
jaringan seluler ditingkatkan pada skala Aktivitas:
sehubungan dengan 5( tidak ada deviasi dari a. Pertahankan kepatenan jalan
ketidakseimbangan suplai kisaran normal) nafas
o2 b. Berikan oksigen tambahan sesuai
Indikator: dengan advice
a. Tekanan darah c. Monitor efektifitas terapi
sistolik maupun oksigen( oksimetri, BGA)
diastolic dalam d. Pantau tanda tanda keracunan
skala 5 oksigen
b. Gas darah arteri
dalam skala 5 2. Monitor tanda tanda vital
c. Saturasi oksigen Aktivitas:
dalam skala 5 a. Monitor TD, Nadi, Suhu, status
d. Denyut jantung pernafasan dengan tepat
apical dalam skala 5 b. Monitor dan laporkan tanda
e. Waktu pengisian hipertermi dan hipotermi
kapiler dalam skala c. Monitor irama dan laju
5 pernafasan (kedalaman,
f. Tidak ada akral kesimetrisan)
dingin dan pucat
3. Terapi intravena
Aktivitas:
a. Jaga teknik septic aseptic dengan
tepat
b. Periksa tipe cairan, jumlah,
kadaluarsa, karakteistik dari cairan
c. Berikan pengobatan IV sesuai
dengan yang diperintahkan,

4. Managemen pengobatan
Aktivitas:
a. Tentukan obat apa yang
diperlukan dan kelola menrut
protap
b. Monitor efektifitas dalam
pemberian obat
c. Monitor tanda dan gejala
toksisitas obat
Monitor level serum darah
(elektrolit, protrombin, dan obat
obatan)

2 Gangguan pertukaran gas Status pernafasan: 1. managemen jalan nafas


sehubungan dengan tidak pertukaran gas ditingkatkan aktivitas:
adekuatnya pertukaran ke skala 5 a. Posisikan pasien untuk
gas di paru paru memaksimalkan ventilasi
Indikator: b. gunakan teknik yang
a. Tekanan parsial menyenangkan untuk nafas dalam
oksigen (PaO2) pada anak.
dalam skala 5 c.Auskultasi suara nafas, catat area
b. Saturasi oksigen yang ventilasinya menurun.
dalam skala 5
c. Tidak ada dipsneu 2. Monitor pernafasan
saat istirahat Aktivitas:
maupun aktivitas a. Monitor kedalaman, kecepatan,
ringan dan kesulitan bernafas
d. tidak ada sianosis b. catat pergerakan dada,
e. tidak ada gangguan penggunaan otot bantu pernafasan,
kesadaran c. Monitor saturasi oksigen
d. Palpasi kesimetrisan ekspansi
paru

3. Terapi oksigen
Aktivitas:
a. Pertahankan kepatenan jalan
nafas
b. Berikan oksigen tambahan sesuai
dengan advice
c. Monitor efektifitas terapi
oksigen( oksimetri, BGA)
d. Pantau tanda tanda keracunan
oksigen

3 Ketidakefektifan pola Kepatenan jalan nafas 1. Monitor pernafasan


nafas sehubungan dengan ditingkatkan pada skala 5 Aktivitas:
kompensasi tubuh a. Monitor kecepatan, irama,
melakukan peningkatan Indikator: kedalaman dan kesulitan
ambilan o2 1. Frekuensi nafas, bernafas
irama nafas, b. catat pergerakan dada,
kedalaman inspirasi penggunaan otot bantu
menunjukkan skala nafas dan retraksi dada
5 ( tidak ada deviasi c. Monitor saturasi oksigen
dari kisaran normal) d. Berikan bantuan terapi
2. Tidak ada nafas (oksigenasi)
pernafasan cuping
hidung 2. Monitor TTV
3. Tidak menggunakan Aktivitas:
ototbantu a. Monitor TD, Nadi, Suhu, status
pernafasan. pernafasan dengan tepat
b. Monitor dan laporkan tanda
hipertermi dan hipotermi
c. Monitor irama dan laju
pernafasan (kedalaman,
kesimetrisan)

4 gagal bertumbuh dewasa Status Nutrisi: Asupan 1. Terapi nutrisi


sehubungan dengan makanan dan cairan Aktivitas:
pemecahan cadangan ditingkatkan ke skala a. Monitor intake makanan
lemak tubuh 5( sepenuhnya adekuat) dan cairan, dan hitung
masukan kalori sesuai
Indikator: dengan kebutuhan
a. Asupan makanan per oral b. Tentukan jumlah kalori dan
dalam skala 5 tipe nutrisi yang diperlukan
b. Asupan cairan per oral untuk memenuhi kebutuhan
dalam skala 5 nutrisi
c. Asupan cairan intravena c. Berikan nutrisi yang
dalam skala 5 dibutuhkan sesuai dengan
batas diet yag dianjurkan

2. Monitor cairan
Aktivitas:
a. Tentukan jumlah dan jenis
intake atau asupan serta
kebiasaan eliminasi
b. Periksa ulang kapiler/ CRT
c. Monitor berat badan
d. Monitor kadar serum
albumin dan protein total

5 Diare sehubungan dengan Eliminasi usus ditingkatkan 1. Managemen diare


reabsorbsi tubuh ke skala 5 ( tidak Aktivitas:
menurun terganggu) a. Tentukan riwayat diare
b. Instruksikan kepada pasien
Indikator: dan keluarga untuk
a. Pola eliminasi mencatat warna, volume,
dalam skala 5 frekuensi, dan konsistensi
b. control gerakan usus tinja
dalam skala 5 c. Anjurkan pasien untuk
c. warna dan jumlah menghindari makanan yag
feses dalam skala 5 mengandung laktosa
d. suara bising usus d. amati turgor kulit secara
dalam skala 5 berkala
e. tidak adadiare e. intruksikan diet rendah
serat, tinggi protein, dan
tinggi kalori sesuai dengan
kebutuhan.

2. managemen pengobatan
aktivitas:
a. Tentukan obat apa yang
diperlukan dan kelola menrut
protap
b. Monitor efektifitas dalam
pemberian obat
c. Monitor tanda dan gejala
toksisitas obat
Monitor level serum darah
(elektrolit, protrombin, dan obat
obatan)
6 Kekurangan volume Keseimbangan cairan 1. Managemen elektrolit/
cairan sehubungan ditingkatkan ke skala 5 cairan
dengan diare Aktivitas:
Indikator: a. Timbang berat badan harian
1. denyut nadi radial di dan pantau gejala
skala 5 (tidak b. Berikan cairan yang sesuai
terganggu) c. Jaga infuse intravena yang
2. Keseimbangan tepat
intake dan output d. monitor hasil laboratorium
dalam 24 jam di yang relevan dengan
skala 5 (tidak keseimbangan cairan
terganggu) (hematokrit, bun, albumin,
3. berat badan stabil serum, urin, dll)
4. turgor kulit tidak e. Monitor ttv
terganggu
5. kelembapan
membrane mukosa
tidak terganggu

7 Ketidakseimbangan Status nutrisi bayi 1. Monitor nutrisi


nutrisi kurang dari ditingkatkan ke skala 3 Aktivitas:
kebutuhan tubuh (cukup adekuat) a. Timbang berat badan pasien
sehubungan dengan b. Monitor pertumbuhan dan
anoreksia Indikator: perkembangan
1. intake nutrisi di c. Monitor turgor kulit
skala 3 d. Monitor adanya mual dan
2. intake cairan muntah
intravena di skala 3
3. pertumbuhan di 2. Terapi nutrisi
skala 3 Aktifitas:
a. kolaborasi dengan ahli gizi
untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi sesuai dengan
kebutuhan.

8 Resiko intoleransi Toleransi terhadap aktivitas 1. Terapi aktivitas


terhadap aktivitas ditingkatkan dalam skala 5 Aktivitas:
sehubungan dengan (tidak terganggu) a. Pertimbangkan kemampuan
anoreksia klien dalam berpartisipasi
Indikator: melalui aktivitas spesifik
a. Saturasi oksigen b. Dorong aktivitas kreatif
ketika beraktivitas yang tepat
dalam skala 5 c. Bantu klien untuk
b. frekuensi nadi mengidentifikasikan
dalam skala 5 aktivitas yang diinginkan.
c. kemudahan bernafas d. Berikan aktivitas untuk
dalam skala 5 meningkatkan perhatian.
d. kecepatan berjalan e. Bantu dengan aktifitas fisik
dalam skala 5 secara teratur misalkan
e. Kemudahan dalam ambulasi.
melakukan aktivitas
dalam skala 5

9 Resiko cedera Keparahan cedera fisik 1. Managemen lingkungan:


sehubungan dengan ditingkatkan dalam skala 5 ( keselamatan
fraktur patologis tidak ada) Aktivitas:
a. Identifikasi kebutuhan
Indikator: keamanan pasien
a. Memar tidak ada berdasarkan fungsi fisik dan
b. fraktur ekstremitas kognitif
tidak ada b. Identifikasi hal hal yang
c. fraktur pelvis dan berbahaya
panggul tidak ada c. Sediakat alat untuk
d. penurunan tingkat beradaptasi
kesadaran tidak ada
e. gangguan mobilitas
tidak ada
10 Nyeri akut sehubungan Kontrol nyeri 1. Pemberian analgesic
dengan Aktivitas:
hepatospenomegali Indikator: a. tentukan lokasi,
1. Menggunakan karakteristik, kualitas dan
tindakan keparahan nyeri sebelum
pengurangan nyeri mengobati pasien.
tanpa analgesic b. Cek adanya riwayat alergi
2. Melaporkan nyeri c. Pilih analgetik yang sesuai
yang terkontrol dengan indikasi
3. Menggunakan d. Monitor TTV sebelum dan
tindakan sesudah memberikan
pencegahan analgetik
Evaluasi keefektifan analgetik
11 Resiko gangguan Integritas jaringan kulit dan 1. pengecekan kkulit
integritas kulit mukosa ditingkatkan ke aktivitas:
sehubungan dengan skala 5 (tidak teganggu) a. periksa kulit dan selaput
ikterus lender terkait adanya
Indikator: kemerahan, kehangatan
1. Suhu kulit tidak ekstrim, edema, dll
terganggu b. Gunakan alat pengkajian
2. hidrasi tidak untuk mengidentifikasi
terganggu pasien beresiko mengalami
3. Integritas kulit tidak kerusakan kulit ( skala
terganggu braden)
4. tekstur/ kelembapan c. Monitor kulit adanya
kulit terjaga. kekeringan yang berlebihan
dan kelembabannya
d. Lakukan langkah langkah
untuk mencegah kerusakan
kulit (reposisi)

12 Resiko infeksi Status imunitas dapat 1. Perlindungan infeksi


sehubungan dengan dipertahankan pada skala 5 Aktivitas:
defisiensi imunologi (tidak terganggu) a. Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
Indikator: b. Monitor WBC, dan hasil
1.Suhu tubuh tidak diferensial
terganggu c. Batasi jumlah pengunjung
2.Jumlah sel darah putih d. Tingkatkan asupan nutrisi
tidak terganggu e. Kolaborasi dengan dokter
3.Tanda infeksi tidak ada terkait pemberian terapi
4.Integritas kulit tidak antibiotic.
terganggu

DAFTAR PUSTAKA

Ganie, A, 2004. Kajian DNA Thalasemia Alpha di Medan. USU Press, Medan

Hartoyo, Edi, dkk. 2006. ”Standar Pelayanan Medis. Fakultas Kedokteraan Unlam /
RSUD Ulin Banjarmasin. Jakarta:EGC

Hoffband, A, dkk, 2005. Kapita selekta Hematologi. Jakarta: EGC


Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta:
EGC

Mansjoer, arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran E d i s i k e - 3 J i l i d 2 . J a k a r t a :


Media Aesculapius Fkul.

Marion Johnson, dkk, 2000, Nursing Outcome Classifications (NOC), Mosby Year-Book, St. Louis

Marjory Gordon, dkk, 2001, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2001-2002, NANDA.

McCloskey, J.C., 1996. Nursing Intervention Classification (NIC). 2nd Edition. USA: Mosby Year
Book:

North American Nursing Diagnosis Association., 2001. Nursing Diagnoses : Definition &
Classification 2001-2002. Philadelphia.

Supardiman, I, 2002. Hematologi Klinik. Bandung: Alumni

Suriadi S.Kp dan Yuliana.2001. Asuhan Keperawatan Anak, Edisi I. Jakarta: PT Fajar

1.3 APLIKASI KASUS SEMU

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN HISPRUNG DISEASE

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN


Pada An. A dengan Thalasemia
di Ruang Anak (11) IRNA IV RSU dr. Saiful Anwar Malang

Tanggal MRS : 09 Mei 2017


Tanggal Pengkajian : 09 Mei 2017

ANAMNESA
A. IDENTITAS PASIEN
1) IDENTITAS BAYI
Nama : An. A
No.Register : 1175670
Umur : 6 bulan
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Ds.Gondanglegi RT 42 RW 04 Gondanglegi Malang
Tanggal lahir : 11 Nopember 2016
Diagnosa medis : Talasemia mayor

2) IDENTITAS AYAH
Nama : Tn. S
Umur : 36 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Ds.Gondanglegi RT 42 RW 04 Gondanglegi Malang
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Kuli Bangunan

3) IDENTITAS IBU
Nama : Ny. S
Umur : 31 tahun
Alamat : Ds.Gondanglegi RT 42 RW 04 Gondanglegi Malang
Pendidikan : SLTP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

B. KELUHAN UTAMA.
Saat MRS : Keluarga mengatakan An. A mengalami sesak nafas.

C. RIWAYAT KESEHATAN
1) RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
An. A datang ke RS saiful anwar dengan keluhan pucat, badan tersa lemah. Keluarga mengatakan
sudah 3 hari yang lalu. tidak mau makan. An. A mengalami diare tgl 09 mei 2017, dengan frekuensi
BAB 4x, konsistensi encer, warna kulit kuning ikterik. An. A telihat pucat, terutama terlihat pada
konjungtiva, Hasil pemeriksaan laboratorium Hb 5,40 gr/dl,leuko 9200/mmk,Trombosit
284.000,segmen 49 %,Limfosit 49%,batang 1%. Atas keputusan dokter akhirnya klien dianjurkan
rawat inap untuk mendapatkan tranfusi.
2) RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU
a) Penyakit waktu kecil : Pada waktu kecil pasien jarang sakit, sering terlihat pucat
dan sering diare.
b) Pernah dirawat dirumah sakit : Pasien pernah dirawat di puskesmas karena diare saat umur 3
bulan.
c) Obat-obatan yang digunakan : Anak belum pernah diberikan obat sendiri selain dari
petugas kesehatan
d) Tindakan (operasi) : Belum pernah pernah dilakukan operasi pada An. A
e) Alergi : Tidak ada riwayat alergi makanan maupun obat-obatan
f) Kecelakaan : Anak belum pernah mengalami kecelakaan
g) Imunisasi : Lengkap
(1) Hepatitis B I,II,III umur 12 bulan,14 bulan dan 20 bulan
(2) BCG 1 Kali umur 1 bulan
(3) DPT I,II,III umur 2,3,4 bulan
(4) Polio I,II,III,IV umur 2,3,4,5 bulan

3) RIWAYAT NUTRISI
An.A selalu diberi asi eksklusif, belum diberi Mpasi oleh orangtuanya. Jumlah intake asi
kurang lebih 400 s.d 500 ml/hari. BB 5900 gram. PB: 56 cm, Lila: 12,40 cm.

4) RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA


Keluarga tidak mengetahui adanya kelainan darah dalam keluarganya. Hanya saja, kakek
dari pasien meninggal karena sesak dan kurang darah.

5) RIWAYAT PRENATAL, NATAL, DAN POST NATAL


a) RIWAYAT PRENATAL
(1) Pemeriksaan rutin : tidak rutin satu bulan sekali
(2) Penyakit yang diderita selama hamil : kurang darah/ Anemia
(3) Keluhan saat hamil : lemas, pusing, mual
(4) Imunisasi : Tidak pernah
(5) Obat / vitamin yang dikonsumsi : Tablet Fe
(6) Riwayat minum jamu : Tidak pernah
(7) Riwayat dipijat : Tidak pernah
(8) Masalah : ..
b) RIWAYAT NATAL
(1) Cara Persalinan : Normal/ Spontan
(2) Tempat : Polindes
(3) Penolong : Bidan
(4) Usia gestasi : 37-38 minggu
(5) Kondisi Ketuban : Warna Jernih
(6) Letak : Bujur
(7) BB/PB/LK/LD /Lila :2800 gram/39cm/33cm/32cm/11 cm
c) RIWAYAT POST NATAL
(1) Pernafasan : Bayi langsung menangis spontan
(2) Skor APGAR : 1 menit = 7, 5 menit = 9
(3) Down skore :0
(4) Trauma Lahir : Tidak ada
(5) Keterangan lain : Anus +, BAB +,

6) PEMELIHARAAN DAN PERSEPSI KESEHATAN :


Orang tua klien bila anaknya sakit selalu memeriksakan kesehatan anaknya pada petugas
kesehatan di Rumah Sakit.

7) AKTIVITAS
Aktivitas pasien di RS terbatas di tempat tidur, berbaring, duduk.
8) TIDUR DAN ISTIRAHAT
Pola tidur : Anak tidur cukup 8-9 jam
Kebiasaan sebelum tidur : Tidak ada kebiasaan khusus
Tidur siang : Anak tidur siang 1-2 jam

9) ELEMINASI :
BAB : Anak BAB 5x kali sehari konsistensi cair, warna kuning feses
BAK : Anak BAK 6-8 kali sehari warna kuning.

10) PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL


a) Pola hubungan
Yang mengasuh : Anak diasuh sendiri oleh orang tuanya
Hubungan dengan anggota keluarga: baik
Hubungan anak dengan orang tua : baik
Pembawaan secara umum : Anak berpenampilan rapi, tapi rambut kelihatan kusam

Lingkungan rumah : Lingkungan rumah bersih,rumah permanen milik sendiri


ventilasi cukup sinar matahari cukup,lantai keramik atap genteng.
b) Koping keluarga :
Stressor pada anak/keluarga : Anak sering merasa ketakutan tergadap petugas medis.
c) Kongnitif dan persepsi
Pendengaran : Anak tidak mengalami gangguan pendengaran
Penglihatan : Penglihatan anak normal
Penciuman : Penciuman anak baik
Taktil dan pengecapan : Anak dapat membedakan halus dan kasar.
d) Seksual :
Anak berjenis kelamin laki-laki tidak ada kelainan genetalia.

11) PENGKAJIAN TUMBUH KEMBANG ANAK


a) Pertumbuhan:
BB/PB/LK/LD/ LILA saat ini: 5900 gram/56 cm/ 35 cm/ 32 cm/12,40 cm
Status: kurus
LKA 35 cm, Status normal
b) Perkembangan:
Motorik kasar: An. A sudah bisa duduk tetapi harus dibantu dengan pegangan orang tua
Motorik halus:An. A sudah bisa menggapai dan meraih benda, tetapi dengan bantuan
Bahasa: An. A kadang tidak menoleh ketika dipanggil atau dirangsang oleh suara
kemandirian: An. A sudah bisa meraih mainan dengan bantuan.
Daya dengar: Anak kadang merespon jika dirangsang dengan suara
Daya lihat:Normal
mental emosional: Normal.

D. PEMERIKSAAN FISIK (HEAD TO TOE)


1) Keadaan Umum
a) Postur : Normal
b) Kesadaran : Compos mentis, pasien rewel,
c) BB/PB/LK/LD/ LILA saat ini : 5900 gram/56 cm/ 35 cm/ 32 cm/12,40 cm
d) Nadi : 120 x/menit
e) Suhu : 36,2 C
f) RR : 65 x/menit, O2 nasal canul 2 lpm/mnt
g) Saturasi oksigen :89%
h) Skala nyeri :5
2) Kepala dan Rambut
a) Kebersihan : Cukup
b) Bentuk Kepala : Normal, simetris,
c) Keadaan Rambut : kusam
d) Fontanela Anterior : Lunak
e) Sutura Sagitalis : Tepat
f) Distribusi rambut : Merata
g) Caput : tidak ada
3) Mata
a) Kebersihan : Bersih
b) Pandangan : Baik,
c) Sklera : Icterus
d) Konjungtiva : Anemis
e) Pupil : Dilatasi, Reflek cahaya baik, bereaksi bila ada
cahaya.
f) Gerakan bola mata : Normal, memutar dengan baik
g) Sekret : Tidak ada
4) Hidung
a) Pernapasan cuping hidung : ada
b) Struktur : pesek, tanpa pangkal hidung
c) Kelainan lain : Tidak ada
d) Sekresi : Tidak ada
5) Telinga
a) Kebersihan : Bersih
b) Sekresi : Tidak ada
c) Struktur : Normal, simetris, sejajar dengan garis mata

6) Mulut dan Tenggorokan


a) Kandidiasis : Tidak ada
b) Stomatitis : Tidak ada
c) Mukosa Bibir : Kering, pucat
d) Kelainan Bibir dan Rongga Mulut : Tidak ada, sianosis
e) Problem menelan : Tidak ada
7) Leher
a) Kelenjar Tiroid : Tidak ada pembesaran, kulit icterik
b) Arteri Karotis : Teraba berdenyut teratur dan kuat
c) Trachea : Berada di garis tengah
8)Dada atau Thorak (Jantung dan Paru)
a) Bentuk dada : Simetris, barrel chest
b) Pergerakan dinding dada : Simetris
c) Tarikan dinding dada (retraksi) : retraksi dangkal
d) Suara pernafasan : Sonor, tidak ada wheezing dan ronchi
e) Abnormalitas suara nafas : Tidak ada
f) Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
g) Perkusi : pekak
h) Palpasi : pembesaran dada bagian kiri,
i) Auskultasi : Suara jantung I, suara jantung II ; tunggal,
sedang, regular, gallop -, murmur –
j) Kelainan jantung bawaan : Tidak ada
9) Ekstremitas Atas dan bawah
a) Tonus otot : sedang
b) Refleks menggenggam : menurun
c) Warna : Kuku pucat, ekstremitas pucat, CRT > 2 detik
d) Trauma, deformitas : Tidak ada
e) Kelainan : Tidak ada
10) Abdomen
a) Bentuk : teraba masa di area hipokondrik kanan dan kiri
b) Bising Usus : Kurang, 8 x/menit
c) Benjolan : ada
d) Turgor : > 3 detik
e) Hepar, lien : teraba
f) Distensi : Ya, terdapat nyeri tekan. teraba massa di 1 dan 3

11) Kelamin dan Anus


a) Kebersihan : Bersih
b) Keadaan kelamin luar : Normal, tidak ada lesi, tidak ada benjolan abnormal
c) Anus : Normal,
d) Kelainan : Tidak ada
12) Integumen
a) Warna kulit : icterik, murmurata ada
b) Kelembapan : Kering
c) Lesi : Tidak ada
d) Warna Kuku : Pucat
e) Kelainan : Tidak ada
D. REFLEKS PRIMITIF
a. Rooting Refleks (Refleks mencari)
Baik. Bayi kurang merespon ketika pipi dibelai / disentuh bagian pinggir mulutnya dan mencari
sumber rangsangan tersebut.
b. Sucking Refleks (Refleks menghisap)
Bayi merespon ketika disusui ibunya atau diberi susu melalui botol. Namun daya hisap masih lemah.
c. Palmar grasp (Refleks menggenggam)
Jarinya menutup saat telapak tangannya disentuh dan menggenggam lemah
d. Tonic neck (Refleks leher)
sedang . Peningkatan tonus otot pada lengan dan tungkai ketika bayi menoleh ke satu sisi.
e. Refleks Moro / Kejut
Sedang. Bayi merespon secara tiba – tiba suara atau gerakan yang mengejutkan baginya.
f. Reflek Babinski
Sedang. Gerakan jari-jari mencengkram saat bagian bawah kaki diusap.

F. RIWAYAT IMUNISASI
a. Hepatitis B I,II,III umur 12 bulan,14 bulan dan 20 bulan
b. BCG 1 Kali umur 1 bulan
c. DPT I,II,III umur 2,3,4 bulan
d. Polio I,II,III,IV umur 2,3,4,5 bulan

G. DATA PENUNJANG
HASIL LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK
Tanggal 09 Mei 2017
JENIS HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN DEWASA NORMAL
PEMERIK
SAAN
HEMATOLOGI
Hemoglobin (HGB) 5,40 g/dL 11, 4 – 15, 1
Eritrosit (RBC) 2,33 4,0 – 5, 0
Leukosit (WBC) 9,2 103 ML 4,7 – 11, 3
Hematokrit 45,00 % 38 – 42
Trombosit (PLT) 28,4 103 ML 142 – 424
MCV 93,20 fL 80 – 93
MCH 32,30 Pg 27 – 31
MCHC 34,70 g/dL 32 – 36
RDW 16,20 % 11,4 – 14, 5
DDW 19,0 fL 9–3
MPV 12,9 fL 7,2 – 11,1
P – LCR 45,6 % 15,0 – 25, 0
PCT 0,39 % 0,150 – 0,400
Hitung jenis
1. Eusinofil 0,2 % 0 –4
2. Basofil 0,3 % 0 -1
3. Neutrofil Stabil 0,0 %
4. Neutrofil 45,8 % 51 – 67
5. Limfosit 49 % 25 – 33
6. Monosit 20,6 % 2-5
Pao2 90 95 s.d 100%
Evaluasi Hapusan Darah
Eritrosit Hipokrom mikrositik
Anisositosis
Leukosit Kesan jumlah meningkat
Trombosit Kesan jumlah dan morfologi normal

JENIS HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN DEWASA NORMAL


PEMERIK
SAAN
KIMIA KLINIK
FAAL HATI
Bilirubin total 12,39 mg/dL < 1,0
Bilirubin direk 0,82 mg/dL < 0,25
Bilirubin indirek 11,57 mg/dL < 0,75
Albumin 3,37 g/dL 3,5-5,5

JENIS HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN DEWASA NORMAL


PEMERIK
SAAN
KIMIA KLINIK
Elektrolit Serum
Natrium (Na) 144 136-145
Kalium( K) 3,65 Mmol/L 3,5-5,0
Klorida (Cl) 110 Mmol/L 98-106
KIMIA KLINIK
FAAL HATI
Albumin 2,11 g/dL 3,5-5,5

Hasil pemeriksaan USG:


Tampak pembesaran hepar dan limpa. Kesimpulan: Hepatosplenomegali.
ANALISA DATA
Nama Pasien : An. A
Umur : 6 bulan
No. Registrasi : 11175670
DATA FOKUS MASALAH ETIOLOGI

DS : - Nyeri akut Hepatosplenomegali,


DO : distensi abdomen
-Pasien rewel, pupil dilatasi
-wajah grimace
-Nyeri tekan pada daerah abdomen
regio 1 dan 3
- massa abdomen (+)
Nadi :120x/menit
RR : 65x/menit
Skala nyeri: 5
DS : - Gangguan pertukaran gas tidak adekuatnya
pertukaran gas di paru
DO :
paru
Saturasi oksigen 89%, Retraksi ada,
dangkal, Pao2 90%. nafas cuping
hidung +
Sianosis ada, CRT> 2 detik,
RR : 65x/menit, Nadi 120x/menit
O2 kanul nasal 2 lpm
Murmurata ada
DS : - Ketidakefektifan pola nafas kompensasi tubuh
DO : melakukan
Terpasang O2 nasal kanul 2 lpm peningkatan ambilan
Pernafasan cuping hidung (+) o2
Retraksi dada dangkal
RR: 65x/menit

ANALISA DATA
Nama Pasien : AN. A
Umur : 6 bulan
No. Registrasi : 11175670
DATA FOKUS MASALAH ETIOLOGI

DS : . Keluarga mengatakan sudah 3 Ketidakseimbangan nutrisi Anoreksia


hari yang lalu tidak mau makan. kurang dari kebutuhan tubuh
DO :
A: BB/PB/LK/LD saat ini :
5900 gram/56 cm/ 35 cm/ 32
cm/12,40 cm
B: Albumin 2,11 g/ml
C: reflek sucking lemah, reflek
rooting lemah, BB tidak sesuai
dengan indikator normal.
D: Asi ekslusif 400 s.d 500 ml/hari
DS : . Keluarga mengatakan sudah 3 Diare reabsorbsi tubuh
hari An. A mengalami diare tgl 09 menurun
mei 2017, dengan frekuensi BAB 4x,
bentuk encer
DO :
-BAB 5x/hari.
Konsistensi feses cair, warna kuning
feses
Bising usus 8x/menit
DS : . Keluarga mengatakan An. A Ketidakseimbangan volume Diare
mengalami diare tgl 09 mei 2017, cairan
dengan frekuensi BAB 4x,
konsistensi encer,
DO :
-mukosa kering, warna pucat
Turgor kulit > 3 detik
Diare +, Feses cair +
BB hanya 5900 gram
Nadi 120x/mnit
Hematokit 45%, lemah+, reflek
menggenggam lemah.
Ds: keluarga mengatakan pasien Ketidakefektifan perfusi Penurunan
pucat jaringan seluler komponen seluler
DO: yang digunakan
Kadar HB 5,40 mg/dl, sesak, retraksi untuk pengiriman
ada, O2 nasal kanul 2 lpm, kulit nutrisi ke sel
kering, pucat, eritrosit dalam
pemeriksaan lab berbentuk hipokrom
mikrositik

PRIORITAS MASALAH

Nama Pasien : An. A


Umur : 6 bulan
No. Registrasi : 11175670
NO. TANGGAL DIAGNOSA KEPERAWATAN
DITEMUKAN
1 9 Mei 2017 Gangguan pertukuran gas sehubungan dengan tidak adekuatnya
pertukaran gas di paru paru
2 9 Mei 2017 Ketidakefektifan pola nafas sehubungan dengan kompensasi tubuh
melakukan peningkatan ambilan O2
3 9 mei 2017 Ketidakefektifan perfusi jaringan seluler sehubungan dengan
Penurunan komponen seluler yang digunakan untuk pengiriman
nutrisi ke sel.
3 9 Mei 2017 Nyeri akut sehubungan dengan hepatosplenomegali

5 9 Mei 2017 Diare sehubungan dengan reabsorbsi tubuh menurun

6 9 Mei 2017 Ketidakseimbangan volume cairan sehubungan dengan diare

7 9 Mei 2017 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


sehubungan dengan anoreksia

DIAGNOSA KEPERAWATAN

Nama Pasien : An. A


Umur : 4 hari
No. Registrasi : 11175670
NO. TANGGAL DITEMUKAN DIAGNOSA TANGGAL TTD
KEPERAWATAN TERATASI

1 9 Mei 2017 Gangguan pertukuran gas


sehubungan dengan tidak
adekuatnya pertukaran gas di
paru paru
2 9 Mei 2017 Ketidakefektifan pola nafas
sehubungan dengan kompensasi
tubuh melakukan peningkatan
ambilan O2
3 9 Mei 2017 Ketidakefektifan perfusi
jaringan seluler sehubungan
dengan Penurunan komponen
seluler yang digunakan untuk
pengiriman nutrisi ke sel.
4 9 Mei 2017 Nyeri akut sehubungan dengan
hepatosplenomegali
5 9 Mei 2017 Diare sehubungan dengan
reabsorbsi tubuh menurun
6 9 Mei 2017 Ketidakseimbangan volume
cairan sehubungan dengan diare

7 9 Mei 2017 Ketidakseimbangan nutrisi


kurang dari kebutuhan tubuh
sehubungan dengan anoreksia
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Nama : An. A/ 6 bulan
No. Reg : 11175670
NO Rencana Perawatan
Hari / Tgl DX Ttd
NOC NIC
Selasa, 9 Mei Status pernafasan: pertukaran gas ditingkatkan ke skala 5 1. managemen jalan nafas
aktivitas:
2017
Indikator: a. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
a. Tekanan parsial oksigen (PaO2) dalam skala 5 b. gunakan teknik yang menyenangkan untuk nafas dalam
b. Saturasi oksigen dalam skala 5 pada anak.
c. Tidak ada dipsneu saat istirahat maupun aktivitas ringan c.Auskultasi suara nafas, catat area yang ventilasinya
d. tidak ada sianosis menurun.
tidak ada gangguan kesadaran
2. Monitor pernafasan
Aktivitas:
a. Monitor kedalaman, kecepatan, dan kesulitan bernafas
b. catat pergerakan dada, penggunaan otot bantu pernafasan, c.
Monitor saturasi oksigen
d. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru

3. Terapi oksigen
Aktivitas:
a. Pertahankan kepatenan jalan nafas
b. Berikan oksigen tambahan sesuai dengan advice
c. Monitor efektifitas terapi oksigen( oksimetri, BGA)
d. Pantau tanda tanda keracunan oksigen
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Nama : An. A/ 6 Bulan
No. Reg : 11175670
NO Rencana Perawatan
Hari / Tgl DX Ttd
NOC NIC
Selasa, 9 Mei Kepatenan jalan nafas ditingkatkan pada skala 5 1. Monitor pernafasan
Aktivitas:
2017
Indikator: a. Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan kesulitan bernafas
a. Frekuensi nafas, irama nafas, kedalaman inspirasi menunjukkan b. catat pergerakan dada, penggunaan otot bantu nafas dan
skala 5 ( tidak ada deviasi dari kisaran normal) retraksi dada
b. Tidak ada pernafasan cuping hidung c. Monitor saturasi oksigen
c. Tidak menggunakan ototbantu pernafasan. d. Berikan bantuan terapi nafas (oksigenasi)

2. Monitor TTV
Aktivitas:
a. Monitor TD, Nadi, Suhu, status pernafasan dengan tepat
b. Monitor dan laporkan tanda hipertermi dan hipotermi
c. Monitor irama dan laju pernafasan (kedalaman, kesimetrisan)

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


Nama : An. A/ 6 Bulan
No. Reg : 11175670
NO Rencana Perawatan
Hari / Tgl DX Ttd
NOC NIC
Selasa, 9 Mei Perfusi jaringan seluler ditingkatkan pada skala 5( tidak ada deviasi dari 1. Terapi oksigen
kisaran normal) Aktivitas:
2017
a. Pertahankan kepatenan jalan nafas
Indikator: b. Berikan oksigen tambahan sesuai dengan advice
a. Tekanan darah sistolik maupun diastolic dalam skala 5 c. Monitor efektifitas terapi oksigen( oksimetri, BGA)
b. Gas darah arteri dalam skala 5 d. Pantau tanda tanda keracunan oksigen
c. Saturasi oksigen dalam skala 5
d. Denyut jantung apical dalam skala 5 2. Monitor tanda tanda vital
e. Waktu pengisian kapiler dalam skala 5 Aktivitas:
f. Tidak ada akral dingin dan pucat a. Monitor TD, Nadi, Suhu, status pernafasan dengan tepat
b. Monitor dan laporkan tanda hipertermi dan hipotermi
c. Monitor irama dan laju pernafasan (kedalaman, kesimetrisan)

3. Terapi intravena
Aktivitas:
a. Jaga teknik septic aseptic dengan tepat
b. Periksa tipe cairan, jumlah, kadaluarsa, karakteistik dari cairan
c. Berikan pengobatan IV sesuai dengan yang diperintahkan,

4. Managemen pengobatan
Aktivitas:
a. Tentukan obat apa yang diperlukan dan kelola menrut protap
b. Monitor efektifitas dalam pemberian obat
c. Monitor tanda dan gejala toksisitas obat
Monitor level serum darah (elektrolit, protrombin, dan obat obatan)
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Nama : An. A/ 6 bulan
No. Reg : 11175670
NO Rencana Perawatan
Hari / Tgl DX Ttd
NOC NIC
Selasa, 9 Mei Kontrol nyeri 1. Stimulasi kutaneus
Aktivitas:
2017
Indikator: a. Diskusikan berbagai metode stimulasi kulit dan efeknya
a. Menggunakan tindakan pengurangan nyeri tanpa analgesic b. Pilih jenis rangsangan kulit yang paling tepat untuk pasien,
b. Melaporkan nyeri yang terkontrol misalnya dingin, panas, pijat, dll)
c. Menggunakan tindakan pencegahan c. Pilih area stimulasi, pertimbangkan area altenatif ketika
aplikasi langsung tidak memungkinkan.
d. Berikan stimulasi langsung di lokasi yang terkena dampak
e. Hentikan stimulasi jika nyeri meningkat atau terjadi iritasi
pada kulit

2. Pemberian analgesic
Aktivitas:
a. tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan keparahan
nyeri sebelum mengobati pasien.
b. Cek adanya riwayat alergi
c. Pilih analgetik yang sesuai dengan indikasi
d. Monitor TTV sebelum dan sesudah memberikan analgetik
e. Evaluasi keefektifan analgetik
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Nama : An. A/ 6 bulan
No. Reg : 11175670
NO Rencana Perawatan
Hari / Tgl DX Ttd
NOC NIC
Selasa, 9 Mei Eliminasi usus ditingkatkan ke skala 5 ( tidak terganggu) 1. Managemen diare
Aktivitas:
2017
Indikator: a. Tentukan riwayat diare
a. Pola eliminasi dalam skala 5 b. Instruksikan kepada pasien dan keluarga untuk mencatat
b. control gerakan usus dalam skala 5 warna, volume, frekuensi, dan konsistensi tinja
c. warna dan jumlah feses dalam skala 5 c. Anjurkan pasien untuk menghindari makanan yag
d. suara bising usus dalam skala 5 mengandung laktosa
e. tidak adadiare d. amati turgor kulit secara berkala
e. intruksikan diet rendah serat, tinggi protein, dan tinggi
kalori sesuai dengan kebutuhan.

2. managemen pengobatan
aktivitas:
a. Tentukan obat apa yang diperlukan dan kelola menrut protap
b. Monitor efektifitas dalam pemberian obat
c. Monitor tanda dan gejala toksisitas obat
d. Monitor level serum darah (elektrolit, protrombin, dan obat
obatan)
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Nama : An. A/ 6 bulan
No. Reg : 11175670
NO Rencana Perawatan
Hari / Tgl DX Ttd
NOC NIC
Selasa, 9 Mei Keseimbangan cairan ditingkatkan ke skala 5 1. Managemen elektrolit/ cairan
Aktivitas:
2017
Indikator: a. Timbang berat badan harian dan pantau gejala
a. denyut nadi radial di skala 5 (tidak terganggu) b. Berikan cairan yang sesuai
b. Keseimbangan intake dan output dalam 24 jam di skala 5 (tidak c. Jaga infuse intravena yang tepat
terganggu) d. monitor hasil laboratorium yang relevan dengan
c. berat badan stabil keseimbangan cairan (hematokrit, bun, albumin, serum,
d. turgor kulit tidak terganggu urin, dll)
e. kelembapan membrane mukosa tidak terganggu e. Monitor ttv

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


Nama : An. A/ 6 bulan
No. Reg : 11175670
NO Rencana Perawatan
Hari / Tgl DX Ttd
NOC NIC
Selasa, 9 Mei Status nutrisi bayi ditingkatkan ke skala 3 (cukup adekuat) 1. Monitor nutrisi
Aktivitas:
2017
Indikator: a. Timbang berat badan pasien
a. intake nutrisi di skala 3 b. Monitor pertumbuhan dan perkembangan
b. intake cairan intravena di skala 3 c. Monitor turgor kulit
c. pertumbuhan di skala 3 d. Monitor adanya mual dan muntah

2. Terapi nutrisi
Aktifitas:
a. kolaborasi dengan ahli gizi untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi sesuai dengan kebutuhan.

You might also like