You are on page 1of 48

THALASEMIA

A. Definisi
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitikdimana terjadi
kerusakan sel darah merah didalam pembluh darah sehingga umur erirosit
menjadi pendek ( kurang dari 100 hari ).
Thalasemia merupakan penyakit anemua hemolitik herediter yang
diturunkan secara resesif, secara molekuler dibedakan menjadi thalasemia alfa
dan beta, sedangkan secara klinis dibedakan menjadi thalasemia mayor dan
minor ( Mansjoer, Kapita Selekta Kedokteran, 2000 : 497 )

B. Proses patologi
Hemoglobin pasca kelahiran yang normal terdiri dari dua rantai alfa dan
beta polipeptide. Dalam beta thalasemia, ada penurunan sebagian atau
keseluruhan dalam proses sintesis molekul hemoglobin rantai beta,
Konsekuensi adanya peningkatan compensatory dalam proses pensintesisan
rantai alfa dan produksi rantai gamma tetap aktif, dan menyebabkan
ketidaksempurnaan formasi hemoglobin. Polipeptida yang tidak seimbang ini
sangat tidak stabil, mubah terpisah dan merusak sel darah merah yang dapat
menyebabkan anemia yang parah. Untuk menanggulangi proses hemolitik, sel
darah merah dibentuk dalam jmlah yang banyak, atau setidaknya sumsum
tulang ditekan dengan proses trannfusi. Kelebihan Fe dari penambahan RBCs
dalam transfusi serta kerusakan yang cepat dari sel defectif disimpan dalam
berbagai organ ( hemosiderosis )

1
C. Pathways
Hemoglobin post natal ( Hb A )

Rantai alfa Rantai beta

Defisiensi rantai beta

Thalassemia beta Defisiensi sintesa rantai beta

Hiperplasia Menstimuli Hemopoiesis Sintesa rantai alfa


Sumsum tulang eritropoiesis extramedular

Perubahan SDM rusak Splenomegali Kerusakan pem


Skeletal limfadenopati bentukan Hb

Anemia Hemolisis Hemokromatosis Hemolisis

Maturasi Sexual Hemosiderosis Fibrosis Anemia berat


& pertumbuhan
Terganggu Kulit kecoklatan Pembentukan eritrosit
oleh sumsum tulang
disuplay dari transfusi

Fe meningkat

Hemosiderosis

Jantung Liver Kandung empedu pancreas limpa

Gagal Sirosis Kolelitiasis Diabetes Splenomegali


Jantung

2
D. Manifestasi klinis
 Letargi
 Pucat
 Kelemahan
 Anorexia
 Diare
 Sesak nafas
 Pembesaran limfa dan hepar
 Ikterik ringan
 Penipisan kortex tulang panjang, tangan dan kaki.
 Penebalan tulang kranial

E. Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan laboratorium darah :
- Hb :
Kadar Hb 3 – 9 g%
- Pewarnaan SDM :
Anisositosis, poikilositosis, hipokromia berat,target cell, tear drop
cell.
 Gambaran sumsum tulang
eritripoesis hiperaktif
 Elektroforesis Hb :
- Thalasemia alfa : ditemukan Hb Bart’s dan Hb H
- Thalasemia beta : kadar Hb F bervariasi antara 10 – 90 % ( N : <=
1%)

3
F. Fokus pengkajian
1. Pengkajian fisik
a. melakukan pemeriksaan fisik
b. kaji riwayat kesehatan, terutama yang berkaitan dengan anemia
(pucat, lemah, sesak, nafas cepat, hipoksia, nyeri tulang, dan dada,
menurunnya aktivitas, anorexia, epistaksis berlang )
c. Kaji riwayat penyakit dalam keluarga.

2. Pengkajian umum
a. Pertumbuhan yang terhambat
b. Anemia kronik
c. Kematangan sexual yang tertunda.

3. Krisis vaso Occlusive


a. Sakit yang dirasakan
b. Gejala yang dirasakan berkaitan denganischemia daerah yang
berhubungan:
- Ekstrimitas : kulit tangan dan kaki yang mengelupas
disertai rasa sakit yang menjalar.
- Abdomen: terasa sakit
- Cerebrum : troke, gangguan penglihatan.
- Liver : obstruksi, jaundice, koma hepaticum.
- Ginjal : hematuria
c. Efek dari krisis vaso occlusive adalah:
 Cor : cardiomegali, murmur sistolik.
 Paru – paru : ganguan fungsi paru, mudah terinfeksi.
 Ginjal : Ketidakmampuan memecah senyawa urine,
gagal ginjal.
 Genital: terasa sakit, tegang.
 Liver : hepatomegali, sirosis.

4
 Mata :Ketidaknormalan lensa yang
mengakibatkan gangguan penglihatan, kadang
menyebabkan terganggunya lapisan retina dan dapat
menimbulkan kebutaan.
 Ekstrimitas : Perubahan tulang – tulang terutama
menyebabkan bungkuk, mudah terjangkit virus Salmonella,
Osteomyelitis.

G. Diagnosa Keperawatan:
1. Perubahan perfusi jaringan b.d berkurangnya komponen selular yang
penting untuk menghantakan oksigen murni ke sel.
2. Intoleransi aktivitas b.d tidak seimbangnya kebutuhan pemakaian dan
suplay oksigen.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurang selera
makan.
4. Koping keluarga inefektif b.d dampak penyakit anak terhadap fungsi
keluarga.

H. Fokus intervensi
1. Tingkatkan oksigenasi jaringan, pantau adanya tanda – tanda hipoksia,
sianosis, hiperventilasi, peningkatan denyut apex, frekwensi nafas dan
tekanan darah.
2. Berikan periode istirahat yang sering untuk mengurangi pemakaian
oksigen.
3. Pantau peggunaan produk darah, kaji tanda reaksi transfusi ( demam,
gelisah, disritmia jantung, menggigil, mual, muntah, nyeri dada, urine
merah / hitam, sakit kepala, nyeri pinggang, tanda – tanda shock /
gagal ginjal ).
4. Pantau adanya tanda – tanda kelebihan cairan sirkulasi ( duispnea,
naiknya frekwensi pernafasan, sianosis, nyeri dada, batuk kering )
5. Minimalkan atau hilangkan nyeri.

5
6. Cegah infeksi, kaji tanda infeksi, demam, malaise, jaringan lunak dan
limfonodus meradang / bengkak.
7. Pantau tanda komplikasi : Kolaps vaskuler dan shock, splenomegali,
infark tulang dan persendian, ulkus tungkai, stroke, kebutaan, nyeri
dada, dispnea, pertumbuhan dan perkembagan yang tertunda.
8. Berikan penjelasan kepada anak sesuai usia dan tentang prosedur
perawatan di rumah sakit.
9. Beri dukungan kepada anak dan keluarga.
10. Anjurkan anggota keluarga melakukan screening BBL dan anggota
keluarga.

6
DAFTAR PUSTAKA

1. Cecilly L Betz, Buku saku keperawatan pediatri, Ed 3. EGC Jakarta;2002


2. Doenges, Moorhouse, Geissler, Rencana asuhan keperawatan, pedoman
untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pesien. EGC
Jakarta;2000
3. Mansjoer, Kapita selekta kedokteran Ed 3, jilid 2 Media Aesculapius
Jakarta : 1999

7
SAP ( SATUAN ACARA PENYULUHAN )

MASALAH PENYAKIT TALASEMIA

8
BAB I
Pendahuluan
A. Latar belakang

Talasemia merupakan salah satu jenis anemia hemolitik dan merupakan

penyakit keturunan yang diturunkan secara autosomal yang paling banyak

dijumpai di Indonesia dan Italia. Enam sampai sepuluh dari setiap 100 orang

Indonesia membawa gen penyakit ini. Pada talasemia terjadi kelainan pada gen-

gen yang mengatur pembentukan dari rantai globin sehingga produksinya

terganggu. Gangguan dari pembentukan rantai globin ini akan mengakibatkan

kerusakan pada sel darah merah yang pada akhirnya akan menimbulkan pecahnya

sel darah tersebut. Berdasarkan dasar klasifikasi tersebut, maka terdapat beberapa

jenis talasemia, yaitu talasemia alfa, beta, dan delta.

B. Tujuan

Tujuan makalah ini dibuat untuk sedikit berbagi ilmu pengetahuan kepada

para pembaca tentang penyakit talasemia pengertian,klasifikasi serta

pencegahanya.

9
BAB II

MATERI

A. Pengertian
Talasemia merupakan salah satu jenis anemia hemolitik dan merupakan
penyakit keturunan yang diturunkan secara autosomal yang paling banyak
dijumpai di Indonesia dan Italia. Enam sampai sepuluh dari setiap 100 orang
Indonesia membawa gen penyakit ini. Kalau sepasang dari mereka menikah,
kemungkinan untuk mempunyai anak penderita talasemia berat adalah 25%, 50%
menjadi pembawa sifat (carrier) talasemia, dan 25% kemungkinan bebas
talasemia[1]. Sebagian besar penderita talasemia adalah anak-anak usia 0 hingga 18
tahun.
B. Klasifikasi talasemia
Pada talasemia terjadi kelainan pada gen-gen yang mengatur pembentukan
dari rantai globin sehingga produksinya terganggu. Gangguan dari pembentukan
rantai globin ini akan mengakibatkan kerusakan pada sel darah merah yang pada
akhirnya akan menimbulkan pecahnya sel darah tersebut. Berdasarkan dasar
klasifikasi tersebut, maka terdapat beberapa jenis talasemia, yaitu talasemia alfa,
beta, dan delta.

a. Talasemia alfa

Pada talasemia alfa, terjadi penurunan sintesis dari rantai alfa globulin.
Dan kelainan ini berkaitan dengan delesi pada kromosom 16. Akibat dari
kurangnya sintesis rantai alfa, maka akan banyak terdapat rantai beta dan gamma
yang tidak berpasangan dengan rantai alfa. Maka dapat terbentuk tetramer dari
rantai beta yang disebut HbH dan tetramer dari rantai gamma yang disebut Hb
Barts. Talasemia alfa sendiri memiliki beberapa jenis[2].

10
1. Delesi pada empat rantai alfa

Dikenal juga sebagai hydrops fetalis. Biasanya terdapat banyak Hb Barts.


Gejalanya dapat berupa ikterus, pembesaran hepar dan limpa, dan janin yang
sangat anemis. Biasanya, bayi yang mengalami kelainan ini akan mati beberapa
jam setelah kelahirannya atau dapat juga janin mati dalam kandungan pada
minggu ke 36-40. Bila dilakukan pemeriksaan seperti dengan elektroforesis
didapatkan kadar Hb adalah 80-90% Hb Barts, tidak ada HbA maupun HbF.

2. Delesi pada tiga rantai alfa

Dikenal juga sebagai HbH disease biasa disertai dengan anemia hipokromik
mikrositer. Dengan banyak terbentuk HbH, maka HbH dapat mengalami
presipitasi dalam eritrosit sehingga dengan mudah eritrosit dapat dihancurkan.
Jika dilakukan pemeriksaan mikroskopis dapat dijumpai adanya Heinz Bodies.

3. Delesi pada dua rantai alfa

Juga dijumpai adanya anemia hipokromik mikrositer yang ringan. Terjadi


penurunan dari HbA2 dan peningkatan dari HbH.

4. Delesi pada satu rantai alfa

Disebut sebagai silent carrier karena tiga lokus globin yang ada masih bisa
menjalankan fungsi normal.

b. Talasemia Beta

Disebabkan karena penurunan sintesis rantai beta. Dapat dibagi berdasarkan


tingkat keparahannya, yaitu talasemia mayor, intermedia, dan karier. Pada kasus
talasemia mayor Hb sama sekali tidak diproduksi. Mungkin saja pada awal
kelahirannya, anak-anak talasemia mayor tampak normal tetapi penderita akan
mengalami anemia berat mulai usia 3-18 bulan. Jika tidak diobati, bentuk tulang
wajah berubah dan warna kulit menjadi hitam. Selama hidupnya penderita akan

11
tergantung pada transfusi darah. Ini dapat berakibat fatal, karena efek sampingan
transfusi darah terus menerus yang berupa kelebihan zat besi (Fe) Salah satu ciri
fisik dari penderita talasemia adalah kelainan tulang yang berupa tulang pipi
masuk ke dalam dan batang hidung menonjol (disebut gacies cooley), penonjolan
dahi dan jarak kedua mata menjadi lebih jauh, serta tulang menjadi lemah dan
keropos[4].
C. Mutasi talasemia dan resistensi terhadap malaria
Walaupun sepintas talasemia terlihat merugikan, penelitian menunjukkan
kemungkinan bahwa pembawa sifat talasemia diuntungkan dengan memiliki
ketahanan lebih tinggi terhadap malaria. Hal tersebut juga menjelaskan tingginya
jumlah karier di Indonesia. Secara teoritis, evolusi pembawa sifat talasemia dapat
bertahan hidup lebih baik di daerah endemi malaria seperti di Indonesia[5]

D. Uji talasemia pra-kelahiran

Wanita hamil yang mempunyai risiko mengandung bayi talasemia dapat


melakukan uji untuk melihat apakan bayinya akan mederita talasemia atau tidak.
Di Indonesia, uji ini dapat dilakukan di Yayasan Geneka Lembaga Eijkman di
Jakarta. Uji ini melihat komposisi gen-gen yang mengkode Hb.

E. Pencegahan dan pengobatan

Untuk mencegah terjadinya talasemia pada anak, pasangan yang akan


menikah perlu menjalani tes darah, baik untuk melihat nilai hemoglobinnya
maupun melihat profil sel darah merah dalam tubuhnya. Peluang untuk sembuh
dari talasemia memang masih tergolong kecil karena dipengaruhi kondisi fisik,
ketersediaan donor dan biaya. Untuk bisa bertahan hidup, penderita talasemia
memerlukan perawatan yang rutin, seperti melakukan tranfusi darah teratur untuk
menjaga agar kadar Hb di dalam tubuhnya ± 12 gr/dL dan menjalani pemeriksaan
ferritin serum untuk memantau kadar zat besi di dalam tubuh. Penderita talesemia
juga diharuskan menghindari makanan yang diasinkan atau diasamkan dan produk
fermentasi yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi di dalam tubuh. Dua

12
cara yang dapat ditempuh untuk mengobati talasemia adalah transplantasi sumsum
tulang dan teknologi sel punca (stem cell)[6]. Pada tahun 2009, seorang penderita
talasemia dari India berhasil sembuh setelah memperoleh ekstrak sel punca dari
adiknya yang baru lahir.

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan Talasemia

merupakan salah satu jenis anemia hemolitik dan merupakan penyakit


keturunan yang diturunkan secara autosomal.
a. Klasifikasi talasemia

1. Talasemia alfa

1. Delesi pada empat rantai alfa

2. Delesi pada tiga rantai alfa

3. Delesi pada dua rantai alfa

4. Delesi pada satu rantai alfa

2. Talasemia beta

b. Mutasi talasemia dan resistensi terhadap malaria

c. Uji talasemia pra-kelahiran

d. Pencegahan dan pengobatan

B. Kritik dan saran

Penulis menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak kesalahan dan

kekurangan dari itu saya memohon kritik dan saran kepada saya agar dapat

membuat makalh yang lebih baik lagi.

14
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

1. Masalah : kardio vaskulesr


2. Pokok Bahasan : kekurangan darah
3. Sub Pokok Bahasan : talasemia
4. Sasaran :
Sasaran Umum : Peserta Yang Hadir Dalam Penyuluhan
Sasaran Khusus :
5. Waktu : 30 Menit
Jam :
Tanggal :
Tempat :
6. Tujuan
I. Tujuan Instruksional Umum (TIU)
Setelah dilakukan penyuluhan , klien mampu memahami tentang talasemia
II. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
Setelah diberikan penyuluhan selama 20 menit, diharapkan klien dapat :
a. Menyebutkan pengertian talasemia
b. Mengetahui klasifikasi talasemia
c. Pencegahan dan pengobatan talasemia
III. Materi Penyuluhan
a. Definisi talasemia
b. Klasifikasi talasemia
c. Pencegahan dan pengobatan talasemia
IV. Metode Pembelajaran
o Metode : Ceramah dan diskusi

15
VI. KEGIATAN PENYULUHAN

Kegiatan Penyuluhan tentang Thalasemia di ruang Perawatan Anak Nusa

Indah Bawah RSU dr. Slamet Garut

No Kegiatan Penyuluh Kegiatan Audiens Waktu

1. Pendahuluan

 Memberikan salam Menjawab salam 5 menit


 Memperkenalkan
Salam Perkenalan
anggota penyuluh
 Menjelaskan tujuan Mendengarkan

penyuluhan
 Menyepakati kontrak

waktu

Pelaksanaan

2.

Mendengarkan 10 menit

Mendengarkan

16
Penutup

Tanya jawab

3. Memberikan kesempatan Mendengarkan 10 menit

4. kepada ibu hamil dan Bertanya dan mendengarkan

keluarga untuk bertanya

Evaluasi

Salam

5. Menjawab pertanyaan 5 menit

Menjawab salam

V. Media dan Sumber


o Media : Leaflet, LCD
o Sumber
a) usan A. Orshan (2007). Maternity, Newborn, and Women's Health Nursing:
Comprehensive Care Across the Life Span. Lippincott Williams & Wilkins. ISBN
978-0-7817-4254-2.
b) Anupam Sachdeva, M. R. Lokeshwar (2006). Hemoglobinopathies. Jaypee
Brothers Medical Publisher.
c) Robert S. Hillman, Kenneth A. Ault, Henry M. Rinder (2005). Hematology in
clinical practice: a guide to diagnosis and management. McGraw-Hill
Professional. ISBN 978-0-07-144035-6.
d) Howard A. Pearson, M.D., Lauren C. Berman, M.S.W., Allen C. Crocker, M.D.
(1997). "Thalassemia Intermedia: A Region I Conference". THE GENETIC
RESOURCE 11 (2).VI. VII. Evaluasi
o Prosedur : Post test
o Jenis tes : Pertanyaan secara lisan

17
Butir-butir pertanyaan :
1. Sebutkan pengertian talasemia
2. Klasifikasi talasemia
3. Sebutkan cara pencegahan talasemia

18
Thalasemia Pada Anak

BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Talasemia beta tersebar luas di daerah mediterania seperti Itali, Yunani,
Afrika Utara, Timur Tengah, India Selatan, Srilangka sampai kawasan asia
tenggara. Frekuensi talasemia beta di asia tenggara adalah antara 3-9&. Di dapat
pula pada negro Amerika, daerah-daerah tertentu di Italia dan negara-negara
mediterania frekuensi carrier thalasemia beta dapat mencapai 15-20%. Di
Thailand 20% penduduknya mempunyai satu atau jenis lain thalasemia alfa. Di
Indonesia belum jelas, di duga sekitar 3-5% sama seperti Malasia dan Singapura.
Di Indonesia, diperkirakan jumlah pembawa sifat thalasemia sekitar 6-10% dari
jumlah populasi. Palembang; 10%, Makassar; 7,8%, Ambon; 5,8%, Jawa; 3-4%,
Sumatera Utara; 1-1,5%
Faktor genetika ternyata menjadi pemicu talasemia. Temuan mengejutkan
ini disampaikan tim peneliti dari lembaga biologi molekuler Eijkman setelah
melakukan penelitian di Sumatera dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Penderita
talasemia di wilayah Sumatera Utara cukup kecil, tapi di Sumatera Selatan bisa
mencapai 15 persen. Sementara di Sumba, NTT, penderita talasemia mencapai 36
persen. Perbedaan jumlah ini cukup signifikan karena membuktikan kaitan
talasemia dengan faktor genetika."Bisa jadi di Sumba, founder atau pemilik asal
gen bawaan talasemia saling menikah dengan ras sama di daerahnya. Akibatnya di
sana terpusat frekuensi jumlah talasemia yang tinggi," jelas Dr. Iswari
Setianingsing, PhD, peneliti senior di Lembaga Eijkman kepada SH di Jakarta
Rabu(22/5).
Mendukung pendapat tersebut, ilmuwan biologi molekuler Prof. Dr.
Sangkot Marzuki mengatakan talasemia merupakan penyakit genetik tipikal
penduduk wilayah tropis seperti Sardinia, Italia, Ciprus, Mediteranian semua
negara Asia sampai Papua Nugini.

19
Namun bukan berarti talasemia tidak menjadi masalah di negara berhawa
dingin seperti Amerika Serikat (AS), Belanda, Jerman dan sebagainya. Sangkot
menjelaskan, akibat migrasi penduduk wilayah tropis ke barat maka mereka
membawa gen talasemia ke daerah tersebut. Terlebih setelah terjadinya kawin
silang.

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Anatomi dan Fisiologi


a. Pembentukkan Hemoglobin
Sintesis hemoglobin dimulai dalam eritroblast dan terus berlangsung
sampai tingkat normoblast dan retikulosit. Dari penyelidikan dengan isotop
diketahui bahwa bagian hem dari hemoglobin terutama disintesis dari asetat dan
glisin dan sebagian besar sintesis ini terjadi dalam mitokondria. Langkah awal
sintesis adalah pembentukan senyawa pirol. Selanjutnya empat senyawa pirol
bersatu membentuk senyawa protoporfirin yang kemudian berikatan dengan
membentuk molekul hem. Akhirnya empat molekul hem berikatan dengan satu
molekul globin, suatu globulin yang disintesis dalam ribosom reticulum
endoplasma, membentuk hemoglobin. Hemoglobin mempunyai berat molekul
64.458.
Ikatan hemoglobin dengan oksigen. Gambaran yang paling penting dari
molekul hemoglobin adalah kemampuannya mengikat oksigen dengan lemah dan
secara irreversibel. Fungsi primer hemoglobin dalam tubuh tergantung pada
kemampuannya untuk berikatan dengan oksigen dalam paru-paru dan kemudian
mudah melepaskan oksigen ini ke kapiler jaringan tempat tekanan gas oksigen
jauh lebih rendah dalam paru-paru. Oksigen tidak berikatan dengan besi ferro
yang bervalensi positif dua dalam molekul hemoglobin. Tetapi ia berikatan lemah
dengan salah satu enam "koordinasi" dari atom besi. Ikatan ini sangat lemah
sehingga ikatan ini mudah sekali reversible.(Guyton,1995)

20
Didalam sumsum tulang juga dibuat protein. Hemoglobin, suatu bahan
yang penting sekali dalam eritrosit juga dibentuk dalam sumsum tulang.
Hemoglobin ini dibentuk dari hem dan globin. Hem sendiri terdiri dari empat
struktur pirol dengan atom Fe ditngahnya, sedangkan globin terdiri dari dua
pasang rantai polipeptida.
Jenis hemoglobin normal yang ditemukan pada manusia ialah Hb A yang
kadarnya kira-kira 98 % dari keseluruhan hemoglobin, Hb F yang kadarnya tidak
lebih dari 2% pada anak berumur lebih dari 1 tahun dan Hb A2 yang kadarnya
tidak lebih dari 3%. Pada bayi baru lahir kadar Hb F masih sangat tinggi yaitu
kira-kira 90% dari seluruh hemoglobin bayi tersebut. Pada perkembangan
selanjutnya kadar Hb F ini akan berkurang hingga pada umur 1 tahun kadarnya
tidak lebih dari 2%.
Rantai polipeptida Hb A terdiri dari 2 rantai alfa dan 2 rantai beta. Hb F
terdiri dari 2 rantai alfa dan 2 rantai gamma. Hb A2 terdiri dari 2 rantai alfa dan 2
rantai gamma. Oleh karena itu jenis hemoglobin tersebut diberi tanda sbb : Hb
A= µ 2 b2; Hb F=µ2 d2 dan Hb A2=µ2 d2. Rantai alfa mempunyai 141 asam
amino sedangkan rantai beta dan gamma mempunyai 146 asam amino. (Ilmu
kesehatan Anak,1985)
b. Metabolisme Besi
Karena besi penting bagi pembentukan hemoglobin, mioglobin dalam otot,
dan zat-zat ini perlu mengetahui cara-cara besi digunakan dalam tubuh. Jumlah
total besi dalam tubuh rata-rata sekitar 4 gram, kira-kira 65 % diantaranya dalm
bentuk hemoglobin. Sekitar 4% terdapat dalam bentuk mioglobin, 1% dalam
bentuk berbagai senyawa hem yang mengawasi oksidasi intrasel, 0,1% berikatan
dengan protein transferin dalam plasma darah, dan sampai 30% terutama disimpan
dalam hati dalam bentuk ferritin.
c. Transpor dan penyimpanan besi
Bila besi diabsorpsi dari usus halus, segera ia berikatan dengan globulin,
transferin, dan ditranspor dalam bentu ikatan ini didalam plasma darah. Besi
berikatan sangat lemah dengan molekul globulin dan akibatnya dapat dilepaskan
kesetiap sel jaringan dan pada setiap tempat dalam tubuh. Kelebihan besi dalam

21
darah ditimbun khususnya dalam sel hati, tempat sekitar 60% besi yang
berlebihan disimpan. Disini besi berikatan dengan protein apoferritin, untuk
membentuk ferritin. Apoferritin mempunyai berat molekul kira-kira 460 ribu
dalam berbagai kuantitas besi, dalam kelompokkan rantai besi dapat berikatan
dengan molekul yang lebih besar. Oleh karena itu, ferritin dapat mengandung besi
dalam jumlah sedikit atau dalam jumlah yang relatif besar. Bila jumlah besi dalam
lasma turun sangat rendah, besi dikeluarkan dari ferritin dengan mudah sekali.
Besi kemudian ditranspor kebagian-bagian tubuh yang memerlukan. Bila sel
darah merah telah mencapai masa hidupnya dan dihancurkan, hemoglobin yang
dikeluarkan dari sel dicerna oleh sel-sel retikuloendotel. Disini dikeluarkan besi
bebas, dan besi ini kemudian dapat disimpan dalam pangkalan ferritin atau
dipakai kembali untuk pembentukan hemoglobin.
d. Absorbsi besi dari saluran pencernaan
Besi diabsorbsi hampir seluruhnya dalam usus halus bagian atas,terutama
dalam duodenum. Besi diabsorbsi dengan proses absorbsi aktif, walaupun
mekanisme absorbsi aktif yang sebenarnya tidak diketahui.
e. Pengaturan besi total tubuh dengan perubahan kecepatan absorbsi.
Bila pada hakekatnya semua apoferritin tubuh telah menjadi jenuh dengan
besi, maka sulit transferring darah melepaskan besi kejaringan. Sebagai akibatnya,
transferring yang normalnya hanya jenuh sepertiganya dengan besi, sekarang
hampir seluruhnya terikat dengan besi dan akan hampir tak menerima besi baru
dari sel mukosa usus. Kemudian sebagai stadium akhir proses ini, pembentukan
kelebihan besi dalam sel mukosa sendiri menekan absorbsi besi aktif dari lumen
usus dan pada waktu yang sama sedikit meningkatkan ekskresi besi dari mukosa.
(Guyton,1995)
B. Definisi
Thalasemia kelompok heterogen anemia hemolitik herediter yang ditandai
oleh penurunan kecepatan sintesis satu rantai polipeptida hemoglobin atau lebih
diklasifikasikan menurut rantai yang terkena (alfa, beta, gamma) ;dua kategori
mayor adalah alfa-dan beta- thalasemia.alfa-t, thalasemia yang disebabkan oleh
penurunan kecepatan sintesis rantai alfa hemoglobin (Kamus Dorlan,2000 )

22
Thalasemia adalah sekelompok kelainan darah yang dibutuhkan oleh
genetik, yang ditandai oleh berkurangnya produksi rantai alfa dan beta globin
yang membentuk hemoglobin. Semua bentuk thalasemia diturunkan sebagai sifat
resesif autosom.pada thalasemia µ, rantai µ menumpuk dan akhirnya mengendap
dan menybabkan anemia berat (thalasemia mayor dan anemia coole ). ( Derek
Llewellyn, 2000, hal 121 )
Thalassemia adalah suatu kelompok anemia hemolitik kongenital herediter
yang diturunkan secara autosomal, disebabkan oleh kekurangan sintesis rantai
polipeptid yang menyusun molekul globin dalam hemoglobin. ( Copyright ©
OpenUrika 2006)
Talasemia adalah penyakit keturunan di mana tubuh kekurangan salah satu
zat pembentuk hemoglobin (Hb) sehingga mengalami anemia berat dan perlu
tranfusi darah seumur hidup. (Copyright © 2001 INN. All rightsreserved)
Thalassaemia adalah penyakit kecacatan darah. Thalassaemia merupakan
keadaan yang diwarisi, iaitu diwariskan dari keluarga kepada anak. Kecacatan gen
menyebabkan haemoglobin dalam sel darah merah menjadi tidak normal. Mereka
yang mempunyai penyakit Thalassaemia tidak dapat menghasilkan haemoglobin
yang mencukupi dalam darah mereka. Haemoglobin adalah bahagian sel darah
merah yang mengangkut oksigen daripada paru-paru keseluruh tubuh. Semua tisu
tubuh manusia memerlukan oksigen. Akibat kekurangan sel darah merah yang
normal akan menyebabkan pesakit kelihatan pucat kerana paras hemoglobin (Hb)
yang rendah (anemia)
Thalassaemia merupakan penyakit keturunan sel darah merah
"erythrocyte", dikelaskan sebagai hemoglobinopathi: masalah genetik yang
mengakibatkan penghasilan molekul hemoglobin tidak normal. Sel darah merah
yang lemah dan terdedah kepada kecederaan mekanikal dan mudah an sel darah
merah didalam pembuluh darah.
Talasemia merupakan penyakit keturunan sel darah merah, dikelaskan
sebagai hemoglobinopathi: masalah genetik yang mengakibatkan penghasilan
molekul hemoglobin tidak normal. Sel darah merah yang lemah dan terdedah

23
kepada kecederaan mekanikal dan mudah mati. Untuk terus hidup, pengidap
talasemia memerlukan pemindahan darah secara berkala.
Thalasemia adalah suatu penyakit congenital hrediter yang diturunkan
secara autosom berdasarkan kelainan hemoglobin, dimana satu atau rantai
polipeptida hemoglobin kurang atau tidak terbentuk sehingga mengakibatkan
terjadinya anemia hemolitik. (Broyles, 1997).Dengan kata lain thalasemia
merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel darah merah
didalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 120
hari).Penyebab kerusakan tersebut adalah Hb yang tidak normal sebagai akibat
dari gangguan dalam pembentukan jumlah rantai globin atau struktur
Hb( Nursalam,2005).
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi
kerusakan sel darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit
menjadi pendek (kurang dari 100 hari). Menurut Ngastiyah, 1997, penyebab
kerusakan tersebut karena hemoglobin yang tidak normal (hemoglobinopatia) dan
kelainan hemoglobin ini karena adanya gangguan pembentukan yang disebabkan
oleh :
1. Gangguan struktural pembentukan hemoglobin (hemoglobin abnormal)
misalnya pada Hb S, Hb F, Hb D dsb
2. Gangguan jumlah (salah satu/beberapa) rantai globin seperti pada
thalasemia

Jenis Talasemia
Talasemia terbagi tiga jenis iaitu:
 Talasemia major, paling serius. Ia juga dikenali sebagai Cooley's anemia
sempena nama doktor yang mula-mula menjumpai penyakit ini pada tahun
1925. Talasemia major merujuk kepada mereka yang mempunyai baka
talasemia sepenuhnya dan menunjukkan tanda-tanda talasemia
 Talasemia intermedia, Cooley's anemia yang sederhana.
 Talasemia minor, tidak mempunyai gejala tetapi terdapat perubahan dalam
darah. alasemia minor merujuk kepada mereka yang mempunyai kecacatan

24
gen talasemia tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda talasemia
atau pembawa.

C. Etiologi
Adapun etiologi dari thalasemia adalah faktor genetik
(herediter).Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi
kerusakan sel darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit
menjadi pendek (kurang dari 100 hari). Penyebab kerusakan tersebut karena
hemoglobin yang tidak normal (hemoglobinopatia ) dan kelainan hemoglobin ini
karena adanya gangguan pembentukan yang disebabkan oleh ;
1. Gangguan struktural pembentukan hemoglobin (hemoglobin abnormal)
misalnya : Pada HBS,HbF, HbD.
2. Gangguan jumlah (salah satu atau beberapa )rantai globin seperti pada
thalasemia.

Penyebab Talasemia Beta major


Talasemia major berlaku apabila gen yang cacat diwarisi daripada kedua-
dua ibu dan bapa. Jika ibu atau bapa merupakan pembawa ciri Talasemia, mereka
boleh menurunkan ciri ini kepada anak-anak mereka. Jika kedua-dua ibu bapa
pembawa ciri tersebut maka anak-anak mereka mungkin merupakan pembawa
atau mereka akan menghidap penyakit tersebut seperti yang ditunjukkan dalam
rajah .
D. Manisfestasi klinis
Tanda-tanda
 Kelesuan.
 Bibir, lidah, tangan, kaki dan bahagian lain berwarna pucat.
 Sesak nafas.
 Hilang selera makan dan bengkak di bagian abdomen. hemoglobin yang
rendah yaitu kurang daripada 10g/dl.

Pada thalasemia mayor gejala klinik telah terlibat sejak umur kurang dari 1
tahun. Gejala yang tampak ialah anak lemah, pucat, perkembangan fisik tidak

25
sesuai dengan umur berat b adan kurang. Pada anak yang besar sering dijumpai
adanya gizi buruk, perut membuncit, karena adanya pembesaran limfa dan hati
yang diraba. Adanya pembesaran hati dan limfa tersebut mempengaruhi gerak
sipasien karena kemampuannya terbatas. Limfa yang membesar ini akan mudah
rupture karena trauma ringan saja.
Gejala ini adalah bentuk muka yang mongoloid, hidung pesek tanpa
pangkal hidung, jarak antara kedua mata lebar dan tulan dahi juga lebar. Hal ini
disebabkan karena adanya gangguian perkembangan ketulang muka dan
tengkorak, gambaran radiologis tulang memperhatikan medulla yang lebar korteks
tipis dan trabekula besar.
Keadaan kulit pucat kekuning-kuningan jika pasien telah sering
mendapatkan transfusi darah kulit menjadi kelabu serupa dengan besi akibat
penimbunan besi dalam jaringan kulit. Penimbunan besi (hemosiderosis) dalam
jaringan tubuh seperti pada hepar, limfa, jantung akan mengakibatkan gangguan
faal alat-alat tersebut (hemokromatosis).
E. Patofisiologi
Molekul globin terdiri atas sepasang rantai-a dan sepasang rantai lain yang
menentukan jenis Hb. Pada orang normal terdapat 3 jenis Hb, yaitu Hb A
(merupakan > 96% dari Hb total, tersusun dari 2 rantai-a dan 2 rantai-b = a2b2),
Hb F (< 2% = a2g2) dan HbA2 (< 3% = a2d2). Kelainan produksi dapat terjadi
pada ranta-a (a-thalassemia), rantai-b (b-thalassemia), rantai-g (g-thalassemia),
rantai-d (d-thalassemia), maupun kombinasi kelainan rantai-d dan rantai-b (bd-
thalassemia).
Pada thalassemia-b, kekurangan produksi rantai beta menyebabkan
kekurangan pembentukan a2b2 (Hb A); kelebihan rantai-a akan berikatan dengan
rantai-g yang secara kompensatoir Hb F meningkat; sisanya dalam jumlah besar
diendapkan pada membran eritrosit sebagai Heinz bodiesdengan akibat eritrosit
mudah rusak (ineffective erythropoesis).
Thalasemia merujuk pada sekumpulan penyakit yang melibatkan sel-sel
darah merah dan dibawa secara genetik atau bersifat keturunan/ diwarisi.Penyakit
thalasemia ini melibatkan hemoglobin yaitu komponen sel darah merah yang

26
berfungsi sebagai pembawa oksigen'melibatkan bagian globin (protein alfa atau
beta) dari molekul hemoglobin teersebut. Jikan dalam tubuh tidak dapat
menghasilkan dengan secukupnya salah satu dari protein alfa atau beta, sel-sel
darah merah tidak dapat berfungsi dengan baikmengakibatkan ketidakmampuan
untuk membawa oksigen yang secukupnya. Dalam penyakit thalasemia
pengurangan hemoglobin (akibat dari pengurangan pembentukan globin yang
normal tadi), menyebabkan pengurangan sel-sel darah merah secara umumnya
dan ini disebut anemia.( Copyright © OpenUrika 2006 Inc)
Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb A dengan polipeptida rantai alfa
dan dua rantai beta . Pada beta thalasemia adalah tidak adanya atau kurangnya
rantai beta dalam molekul hemoglobin yang mana ada gangguan kemampuan
eritrosit membawa oksigen. Adanya suatu kompensator yang meningkat dalam
rantai alfa, tetapi rantai beta memproduksi secara terus-menerus sehingga
menghasilkan hemoglobin defective. Ketidakseimbangan polipeptida ini
memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal ini menyebabkan sel darah
merah menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis.
Kelebihan dalam rantai alfa ditemukan pada thalasemia beta dan kelebihan rantai
beta dan gamma ditemukan pada thalasemia alfa. Kelebihan rantai polipeptida
kini mengalami presipitasi dalam sel eritrosit. Globin intra eritrositik yang
mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida alfa dan beta, atau
terdiri dari hemoglobin tak stbil badan Heinz, merusak sampul eritrosit dan
menyebabkan hemolisis. Produksi dalam hemoglobin menstimulasi bone marrow
memproduksi RBC yang lebih. Dalam stimulasi yang konstan pada bone marrow,
produksi RBC diluar menjadi eritropoetik aktif. Kompensator produksi RBC
secara terus-menerus pada suatu dasar kronik. Dan dengan cepatnya destruksi
RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi
dan destruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah pecah
atau rapuh.
F. Penatalaksanaan
I. Medikamentosa

27
Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah kadar
feritin serum sudah mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin lebih 50%, atau
sekitar 10-20 kali transfusi darah.
Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari subkutan melalui
pompa infus dalam waktu 8-12 jam dengan minimal selama 5 hari berturut setiap
selesai transfusi darah.Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi,
untuk meningkatkan efek kelasi besi.
Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang
meningkat.Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat
memperpanjang umur sel darah merah.
II. Bedah
 Splenektomi, dengan indikasi:
Limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita,
menimbulkan peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya ruptur
Hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah
atau kebutuhan suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg berat badan dalam
satu tahun.
 Transplantasi Sumsum Tulang Belakang
III. Suportif
 Transfusi darah :
Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl. Dengan kedaan
ini akan memberikan supresi sumsum tualang yang adekuat, menurunkan tingkat
akumulasi besi, dan dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan
penderita. Pemberian darah dalam bentuk PRC (packed red cell), 3 ml/kg BB
untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl.
Pemeriksaan penunjang
1. Darah tepi :
Hb rendah dapat sampai 2-3 g%
Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik hipokromik, sel target,
anisositosis berat dengan makroovalositosis, mikrosferosit,

28
polikromasi, basophilic stippling, benda Howell-Jolly, poikilositosis dan sel
target. Gambaran ini lebih kurang khas.
Retikulosit meningkat.
2. Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis) :
Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari jenis
asidofil.
Granula Fe (dengan pengecatan Prussian biru) meningkat.
3. Pemeriksaan khusus :
Hb F meningkat : 20%-90% Hb total
Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F.
Pemeriksaan pedigree: kedua orangtua pasien thalassemia mayor
merupakantrait (carrier) dengan Hb A2 meningkat (> 3,5% dari Hb total).
4. Pemeriksaan lain :
Foto Ro tulang kepala : gambaran hair on end, korteks menipis, diploe
melebar dengan trabekula tegak lurus pada korteks.
Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum tulang
sehingga trabekula tampak jelas.
G. Komplikasi
1. Fraktur patologi
2. Hepatopslenomegali
3. Gangguan tumbang
4. Disfungsi organ
5. Gagal jantung
6. Hemosiderosis
7. Hemokromatosis
8. infeksi
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Transfusi
darah yang berulang-ulang dari proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam
darah tinggi, sehingga tertimbun dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar,
limpa, kulit, jantung, dan lain-lain. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi
alat tersebut (hemokromotosis). Limpa yang besar mudah rupture akibat trauma

29
yang ringan, kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung
(Ngastiyah, 2005).
H. Prognosis
Thalasemia minor atau trait umumnya mempunyai prognosis baik dan
dapat hidup seperti biasa (Harnawatiaj, 2008).

I. Pencegahan
1. Pencegahan Primer
Penyuluhan sebelum perkawinan (marriage counseling) untuk mencegah
perkawinan diantara pasien thalasemia agar tidak mendapatkan keturunan yang
homozigot. Perkawinan antara 2 heterozigot (carier) menghasilkan keturunan :
25% thalasemia (homozigot), 50% carier (heterozigot), dan 25% normal
(Harnawartiaj,2008).
2.Pencegahan Sekunder
Pencegahan kelahiran bagi homozigot dari pasangan suami istri dengan
thalasemia heterozigot, salah satu jalan keluarnya adalah inseminasi buatan
dengan sperma berasal dari donor yang bebas dan thalasemia troit. Kelahiran
kasus homozigot terhindari, tetapi 50% dari anak yang lahir adalah carier,
sedangkan 50% lainnya normal.
Diagnosis prenatal melalui pemeriksaan DNA cairan amnion pada ibu
hamil dengan masa kehamilan antara 10 minggu hingga 16 minggu. Pemeriksaan
ini digunakan untuk mendiagnosis kasus homozigot intra-uterin sehingga dapat
dipertimbangkan tindakan abortus provokatus (Soeparman, dkk, 1996).

30
ASUHAN KEPERAWATAN PADA THALASEMIA

A. PENGKAJIAN
Fokus pengkajian perawatan untuk pasien thalasemia menurut Cindy
Smith Greenberg (1998 : 263), hal yang perlu dikaji adalah :
1. Riwayat yang berhubungan dengan riwayat kelahiran anak (neonatus), penekanan
imun, splenektomy, imunisasi hepatitis, DPT, BCG, Polio, transfusi 3 kali,
penyakit dahulu, diare, batuk.
2. Data Objektif
Pemeriksaan fisik meliputi tingkat kesadaran, tingkat energi, lokasi atau
karakteristik penyakit, ulserasi kulit, pucat, lemas, kulit ikterik, distensi perut,
hepatomegali, splenomegali, pembesaran jantung, pergerakan ekstrim, inflamasi
pada jari-jari, nyeri, kemerahan, lemah.
3. Psikososial atau faktor perkembangan
Tingkat perkembangan, rencana masa depan, respon anak atau orang tua
terhadap penyakit kronik, tahap atau tingkat kehilangan dan koping, kebiasaan.
4. Data Subjektif
a. Pemahaman klien atau keluarga tentang penyakit
b. Riwayat thalasemia
Thalasemia adalah penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan
dari kedua orang tua kepada anak-anaknya secara resesif, menurut hukum mandel.
Factor genetic ini diturunkan dari perkawinan antara 2 heterozigot (carier)
menghasilkan keturunan : 25% thalasemia (homozigot), 50% carier (heterozigot),
dan 25% normal.

P ♀ Thth x ♂ Thth
Thalasemia Minor Thalasemia Minor
F1

31
Th th


Dari ♀ perkawinan
Th ThTh Thth
antara 2 heterozigot
Thalasemia Thalasemia Minor
(carier) dihasilkan :
Mayor
25% th Thth Thth Thalasemia
mayor atau Thalasemia Normal Thalasemia
homozigot Minor
50% Thalasemia minor atau Thalasemia heterozigot (carier)
25% normal
(Suryo, 2003 : 110)
5. Data Penunjang menurut Suryo (2003 : 110)
a. Pemeriksaan darah tepi
1) Kadar konsentrasi Hb menurun dapat sampai 2-3 g%.
2) Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik dan hipokromik sedang, hitung darah
sel darah merah normal
3) Retikulosit meningkat.
b. Pemeriksaan radiologi
1) Foto Ro tulang kepala : gambaran hair on end, korteks menipis, diploe melebar
dengan trabekula tegak lurus pada korteks.
2) Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum tulang sehingga
trabekula tampak jelas.

B. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
Diagnosa yang muncul pada anak dengan kasus thalasemia berdasarkan
rumusan diagnosa keperawatan NANDA (2006) adalah :
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia.

32
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplay O2 dengan
kebutuhan.
3. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan kadar Hb.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan perubahan sekunder tidak adekuat.
5. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi.
6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi.

C. FOKUS INTERVENSI
Intervensi menurut Wilkinson, J.M (2007) Nursing Interventions
Classification (NIC) dan hasil yang diharapkan menurut Nursing Outcomes
Classification (NOC) antara lain :
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan nutrisi pasien
adekuat.
NOC : Status nutrisi
Kriteria hasil :
a. Tidak terjadi penurunan berat badan
b. Asupan nutrisi adekuat
c. Tidak terjadi tanda-tanda malnutrisi
Skala :
1 = Tidak adekuat
2 = Ringan
3 = Sedang
4 = Kuat
5 = Adekuat total
NIC : Pengelolaan nutrisi
Aktivitas :
a. Kaji status nutrisi pasien
b. Ketahui makanan kesukaan pasien
c. Anjurkan makan sedikit tapi sering

33
d. Timbang berat badan dalam interval yang tepat
e. Sajikan makanan selagi hangat dan dalam bentuk yang menarik
f. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan diet yang tepat

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplay O2 dengan


kebutuhan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan pasien dapat
beraktivitas seperti biasa.
NOC : Penghematan energi
Kriteria hasil :
a. Menyadari keterbatasan energi
b. Menyeimbangkan aktivitas dan istirahat
c. Tingkat daya tahan adekuat untuk beraktivitas
Skala :
1 = Tidak sama sekali
2 = Jarang
3 = Kadang
4 = Sering
5 = Selalu
NIC : Pengelolaan energi
Aktivitas :
a. Tentukan penyebab keletihan (misalnya karena perawatan, nyeri, dan
pengobatan)
b. Pantau respon O2 pasien terhadap aktivitas perawatan diri.
c. Bantu pasien untuk mengidentifikasi pilihan waktu.
d. Bantu dengan aktivitas fisik teratur (misal berubah posisi sesuai kebutuhan).
e. Batasi rangsang lingkungan (kebisingan).
f. Berikan istirahat adekuat.
g. Pantau asupan nutrisi untuk memastikan keadekuatan sumber energi.

3. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan kadar Hb

34
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan perfusi
jaringan efektif.
NOC : Perfusi jaringan : perifer
Kriteria hasil :
a. Kulit utuh, warna normal
b. Suhu ekstrim, hangat
c. Tingkat sensasi normal
Skala :
1 = Ekstrem
2 = Berat
3 = Sedang
4 = Ringan
5 = Tidak terganggu
NOC : Penatalaksanaan sensasi perifer
Aktivitas :
a. Kaji tingkat rasa tidak nyaman.
b. Pantau adanya kesemutan.
c. Pantau penggunaan alat yang panas atau dingin.
d. Periksa kulit setiap hari dari adanya perubahan integritas kulit.
e. Diskusikan dan identifikasi penyebab dari sensasi tidak normal atau perubahan
sensasi.

4. Resiko infeksi berhubungan dengan perubahan sekunder tidak adekuat.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan tanta-tanda
infeksi terjadi.
NOC : Pengendalian resiko
Kriteria hasil :
a. Mendapatkan imunisasi yang tepat
b. Terbebas dari tanda dan gejala infeksi
c. Mengubah gaya hidup untuk mengurangi resiko
Skala :

35
1 = Tidak pernah menunjukkan
2 = Jarang menunjukkan
3 = Kadang menunjukkan
4 = Sering menunjukkan
5 = Selalu menunjukkan
NIC : Pengendalian Infeksi
Aktivitas :
a. Ajarkan pada klien dan keluarga tanda dan gejala terjadinya infeksi dan kapan
harus melaporkan kepada petugas.
b. Pertahankan teknik isolasi.
c. Berikan terapi antibiotik bila diperlukan.
d. Informasikan kepada keluarga kapan jadwal imunisasi.
e. Jelaskan keuntungan dan efek dari imunisasi.

5. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan tidak terjadi
kerusakan integritas kulit.
NOC : Pengendalian resiko
Kriteria hasil :
a. Memantau factor resiko dari perilaku dan lingkungan yang memperparah
kerusakan integritas kulit.
b. Mengenal perubahan pada stadium kesehatan.
Skala :
1 = Tidak pernah dilakukan
2 = Jarang dilakukan
3 = Kadang-kadang dilakukan
4 = Sering dilakukan
5 = Dilakukan secara konsisten
NIC : Surveilans kulit
Aktivitas :
a. Kaji adanya faktor resiko yang dapat menyebabkan kerusakan kulit.

36
b. Pantau kulit dari adanya ruam dan lecet, warna dan suhu, area kemerahan.

6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan pengetahuan
pasien dan keluarga bertambah.
NOC : Pengetahuan : Proses penyakit
Kriteria hasil :
a. Mengenal nama penyakit
b. Deskripsi proses penyakit
c. Deskripsi faktor penyebab
d. Deskripsi tanda dan gejala
e. Deskripsi cara meminimalkan perkembangan penyakit
Skala :
1 = Tidak pernah menunjukkan
2 = Jarang menunjukkan
3 = Kadang menunjukkan
4 = Sering menunjukkan
5 = Selalu menunjukkan
NIC : Pembelajaran proses penyakit
Aktivitas :
a. Jelaskan tanda dan gejala penyakit.
b. Jelaskan proses penyakit
c. Identifikasi penyebab penyakit
d. Beri informasi mengenai kondisi pasien
e. Beri informasi tentang hasil pemeriksaan diagnostik
D. EVALUASI
Dx. 1 Skala :
a. Tidak terjadi penurunan BB 1 = Tidak adekuat
b. Asupan nutrisi adekuat 2 = Ringan
c. Tidak terjadi tanda-tanda malnutrisi 3 = Sedang
4 = Kuat

37
5 = Adekuat total

Dx. 2 Skala :
a. Menyadari keterbatasan energi 1 = Tidak sama sekali
b. Menyeimbangkan aktivitas dan istirahat 2 = Jarang
c. Tingkat daya tahan adekuat untuk 3 = Kadang
beraktivitas 4 = Sering
5 = Selalu

Dx. 3 Skala :
a. Kulit utuh, warna normal 1 = Ekstrem
b. Suhu ekstrim, hangat 2 = Berat
c. Tingkat sensasi normal 3 = Sedang
4 = Ringan
5 = Tidak terganggu

Dx. 4 Skala :
a. Mendapatkan imunisasi yang tepat 1 = Tidak pernah
b. Terbebas dari tanda dan gejala infeksi menunjukkan
c. Mengubah gaya hidup untuk mengurangi 2 = Jarang menunjukkan
resiko 3 = Kadang menunjukkan
4 = Sering menunjukkan
5 = Selalu menunjukkan

Dx. 5 Skala :
a. Memantau faktor resiko dari perilaku dan 1 = Tidak pernah dilakukan
lingkungan yang memperparah kerusakan 2 = Jarang dilakukan
integritas kulit. 3 = Kadang-kadang dilakukan
b. Mengenal perubahan pada stadium 4 = Sering dilakukan
kesehatan. 5 = Dilakukan secara
konsisten

38
Dx. 6 Skala :
a. Mengenal nama penyakit 1= Tidak pernah menunjukkan
b. Deskripsi proses penyakit 2 = Jarang menunjukkan
c. Deskripsi faktor penyebab 3 = Kadang menunjukkan
d. Deskripsi tanda dan gejala 4 = Sering menunjukkan
e. Deskripsi cara meminimalkan 5 = Selalu menunjukkan
perkembangan penyakit

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Thalasemia adalah suatu penyakit congenital hrediter yang diturunkan
secara autosom berdasarkan kelainan hemoglobin, dimana satu atau rantai
polipeptida hemoglobin kurang atau tidak terbentuk sehingga
mengakibatkan terjadinya anemia hemolitik. (Broyles, 1997).Dengan kata
lain thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi
kerusakan sel darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur
eritrosit menjadi pendek (kurang dari 120 hari).Penyebab kerusakan
tersebut adalah Hb yang tidak normal sebagai akibat dari gangguan dalam
pembentukan jumlah rantai globin atau struktur Hb( Nursalam,2005).
2. Kelainan hemoglobin ini karena adanya gangguan pembentukan yang
disebabkan oleh gangguan struktural pembentukan hemoglobin
(hemoglobin abnormal) misalnya : Pada HBS,HbF, HbD. Gangguan
jumlah (salah satu atau beberapa )rantai globin seperti pada thalasemia.
3. Penyebab Talasemia Beta major

Talasemia major berlaku apabila gen yang cacat diwarisi daripada kedua-
dua ibu dan bapa. Jika ibu atau bapa merupakan pembawa ciri Talasemia, mereka
boleh menurunkan ciri ini kepada anak-anak mereka. Jika kedua-dua ibu bapa
pembawa ciri tersebut maka anak-anak mereka mungkin merupakan pembawa

39
atau mereka akan menghidap penyakit tersebut seperti yang ditunjukkan dalam
rajah .
4. Tanda-tanda Thalasemia

 Kelesuan.
 Bibir, lidah, tangan, kaki dan bahagian lain berwarna pucat.
 Sesak nafas.
 Hilang selera makan dan bengkak di bagian abdomen. hemoglobin yang
rendah yaitu kurang daripada 10g/dl.

5. Komplikasi:

 Fraktur patologi
 Hepatopslenomegal
 Gangguan tumbang
 Disfungsi organ
 Gagal jantung
 Hemosiderosis
 Hemokromatosis
 Infeksi
6. Diagnosa yang muncul pada anak dengan kasus thalasemia berdasarkan
rumusan diagnosa keperawatan NANDA (2006) adalah :

 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


anoreksia.
 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplay O2 dengan
kebutuhan.
 Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan kadar Hb.
 Resiko infeksi berhubungan dengan perubahan sekunder tidak adekuat.
 Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi.
 Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi

40
DAFTAR PUSTAKA

Dorland.1998.Kamus Saku Kedokteran. Jakarta : EGC


FKUI.1985. Ilmu Kesehatan Anak buku I. Jakarta : FKUI
Guyton & Hall.1997. Fisiologi Kedokteran (Ed. 9). Jakarta : EGC
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta :EGC
Nursalam.2005. Asuhan Keperawatan bayi dan Anak. Jakarta : Salemba Medika
Wong.2001. Maternal Child Nursing Care. Edisi 2. Mosby
(Stoppard, Miriam. Panduan Penjagaan Kanak-kanak. Tropical Press, 1998. ms
232 in http://www.google.com)
(http://id.wikipedia.org/wiki/Talasemia) di akses pada tanggal 2 Mei 2012
http://aangcoy13.blogspot.com/2012/01/asuhan-keperawatan-anak-
dengan_29.html di akses pada tanggal 2 Mei 2012
Harnawartiaj. 2008. Askep Thalasemia, terdapat pada www.wordpress.com,
diakses tanggal 5 Juni 2008.
Hoffbrand, A.V dan Petit, J.E. 1996. Kapita Selekta Haematologi Edisi 2. Jakarta
: EGC.
NANDA. 2006. Diagnosa Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.
Yogyakarta : Prima Medika.
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC.

41
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok Bahasan : Keperawatan Anak


Sub Pokok Bahasan : Pendidikan Kesehatan Pada Keluarga Dengan Thalasemia
Sasaran : Keluarga Klien
Hari/tanggal : Senin, 1 April 2013
Tempat : Ruang keperawatan anak STIKES MUH Gombong

I. Latar Belakang
seorang anak laki-laki 2 tahun datang dengan keluhan lemas. Dari
heteroanamnesis, sejak 6 bulan ini, anak terlihat lemas, pucat, dan mudah capek,

42
serta sering panas dan batuk pilek (sebulan bisa 2 kali sakit). Sudah 2 kali
mendapat obat tambah darah tapi tidak membaik. Pasien adalah anak pertama, ibu
pasien sedang hamil anak kedua(2 bulan). Pasien berasal dari keluarga dengan
sosial ekonomi kurang. Dalam keluarga, salah satu sepupunya juga menderita
penyakit yang sama dan sering mendapat transfusi darah. Pada pemeriksaan fisik
didapat keadaan umum : anak tampak kurus (BB 10 kg, TB 75 cm), anemis,
lemas. Tanda vital : frekuensi nadi 120 kali/menit, respirasi 24 kali/menit, suhu
badan 38o C. Tonsil membesar dan kemerahan, faring kemerahan.teraba
splenomegali sebesar 1 shuffner dan hepatomegali sebesar 2 jari di bawah arcus
costarum. Sebelumnya keluarga tidak mengetahui gejala yang dialami oleh
anaknya dan keluarga baru mengetahui kondisi penyakit anaknya setelah
membawanya kerumah sakit.

II. Tujuan Instruksional Umum (TIU)


Melalui kegiatan pendidikan kesehatan ini keluarga mampu memahami konsep
dasar penyakit, dan cara merawat anak yang mengalami thalasemia.

II. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)


1. Keluarga dapat menjelaskan pengertian thalasemia pada anak.
2. Keluarga dapat menjelaskan penyebab thalasemia pada anak
3. Keluarga dapat menjelaskan tanda dan gejala thalasemia pada anak.
4. Keluarga dapat merawat klien yang mengalami thalasemia

IV. Metode
a. Ceramah
b. Diskusi/tanya jawab

III. Media
- Leaflet

IV. Kegiatan Penyuluhan


Uraian Kegiatan Waktu
No. Kegiatan
Penyuluh Audience (menit)

43
1 Pembukaan Salam Menjawab salam 2
Perkenalan Mendengar 2
Menjelaskan maksud Mendengarkan 3
dan tujuan
2 Proses Menjelaskan pokok Memperhatikan 15
masalah : thalasemia
Memberi kesempatan Bertanya 10
kepada audience untuk
bertanya
3 Evaluasi Kilas balik : bertanya Menjawab 5
kepada audience
Kesimpulan Mendengarkan 3
Mengakhiri dengan Menjawab salam 2
salam

V. Evaluasi
1. Jelaskan kembali pengertian thalasemia ?
2. Sebutkan kembali salah satu penyebab terjadinya thalasemia ?
3. Sebutkan kembali tanda dan gejala penyakit thalasemia ?
4. Jelaskan kembali cara merawat anak dengan penyakit thalsemia ?

VI. Referensi
1. FKUI.1985. Ilmu Kesehatan Anak buku I. Jakarta : FKUI
2. Guyton & Hall.1997. Fisiologi Kedokteran (Ed. 9). Jakarta : EGC
3. Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta :EGC
PENYAKIT THALASEMIA

A. DEFINISI
Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan ditandai oleh 
atau ( produksi rantai defesiensi ) pada haemoglobin (Suryadi, 2001).
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemofilia dimana terjadi kerusakan
sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit pendek (kurang
dari 100 hari) (Ngastiyah, 1997).
Jadi Thalasemia adalah penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan
sel darah merah (eritrosit) sehingga umur eritrosit pendek (kurang dari 100 hari),

44
yang disebabkan oleh defesiensi produksi satu, yang diturunkan dari kedua dan
 atau lebih dari satu jenis rantai orang tua kepada anak-anaknya secara resesif.

B. Etiologi
Adapun etiologi dari thalasemia adalah faktor genetik (herediter). Thalasemia
merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel darah merah
didalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100
hari). Penyebab kerusakan tersebut karena hemoglobin yang tidak normal
(hemoglobinopatia ) dan kelainan hemoglobin ini karena adanya gangguan
pembentukan yang disebabkan oleh:
1. Gangguan struktural pembentukan hemoglobin (hemoglobin abnormal) misalnya:
Pada HBS,HbF, HbD.
2. Gangguan jumlah (salah satu atau beberapa ) rantai globin seperti pada
thalasemia.

C. Gambaran klinis
1. Thalasemia mayor (Thalasemia homozigot)
Anemia berat menjadi nyata pada umur 3 – 6 bulan setelah lahir dan tidak dapat
hidup tanpa ditransfusi. Pembesaran hati dan limpa terjadi karena penghancuran
sel darah merah berlebihan, haemopoesis ekstra modular dan kelebihan beban
besi. Limpa yang membesar meningkatkan kebutuhan darah dengan menambah
penghancuran sel darah merah dan pemusatan (pooling) dan dengan menyebabkan
pertambahan volume plasma. Perubahan pada tulang karena hiperaktivitas
sumsum merah berupa deformitas dan fraktur spontan, terutama kasus yang tidak
atau kurang mendapat transfusi darah. Deformitas tulang, disamping
mengakibatkan muka mongoloid, dapat menyebabkan pertumbuhan berlebihan
tulang prontal dan zigomatin serta maksila. Pertumbuhan gigi biasanya buruk.
Gejala lain yang tampak ialah anak lemah, pucat, perkembanga fisik tidak sesuai
umur, berat badan kurang, perut membuncit. Jika pasien tidak sering mendapat
transfusi darah kulit menjadi kelabu serupa dengan besi akibat penimbunan besi
dalam jaringan kulit.
2. Thalasemia intermedia
Keadaan klinisnya lebih baik dan gejala lebih ringan dari pada Thalasemia mayor,
anemia sedang (hemoglobin 7 – 10,0 g/dl)

45
Gejala: deformitas tulang, hepatomegali dan splenomegali, eritropoesis ekstra
medular dan gambaran kelebihan beban besi nampak pada masa dewasa.
3. Thalasemia minor atau troit ( pembawa sifat)
Umumnya tidak dijumpai gejala klinis yang khas, ditandai oleh anemia
mikrositin, bentuk heterozigot tetapi tanpa anemia atau anemia ringan.

D. Perawatan anak dengan thalasemia


1. Bantu anak dalam aktivitas sehari-hari yang melebihi toleransi anak
2. Berikan anak aktivitas pengalihan misalnya bermain
3. Berikan anak periode tidur dan istirahat sesuai kondisi dan usia
4. Berikan lingkungan yang menyenangkan, bersih dan rileks pada saat makan
misalnya makan ditaman
5. Batasi makan-makanan yang banyak mengandung Fe : seperti bayam, kangkung,
pepaya dll
6. Tingkatkan masukan peroral pada anak
7. Berikan makanan yang bergizi (TKTP)
8. Berikan minuman yang bergizi pada anak misalnya susu
9. Berikan anak porsi makan yang sedikit tapi sering
10. lauk yang bervariasi misalnya: pagi telur siang daging
11. Berikan suplement atau vitamin pada anak
12. Berikan makanan yang disukai anak yang mengandung protein

46
47
48

You might also like