Professional Documents
Culture Documents
Laporan Kasus
FAKULTAS KEDOKTERAN
Maret 2019
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
KEDOKTERAN KELUARGA
“TINEA CORPORIS”
Disusun Oleh :
Pembimbing :
FAKULTAS KEDOKTERAN
2019
1
LEMBAR PENGESAHAN
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas kedokteran Universitas Muhammadiyah
Makassar.
Pembimbing
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas segala limpahan rahmat
dan hidayah-Nya serta segala kemudahan yang diberikan dalam setiap kesulitan
hamba-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan laporan kasus dengan judul
Tinea corporis. Tugas ini ditulis sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat (Kedokteran
Keluarga).
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari yang
diharapkan oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis akan senang menerima
kritik dan saran demi perbaikan dan kesempurnaan tugas ini. Semoga laporan
kasus ini dapat bermanfaat bagi pembaca umumnya dan penulis secara khusus.
Penulis
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit ini dapat terjadi pada semua umur dan paling sering terjadi
pada iklim yang panas (tropis dan subtropis).5,6 Ada beberapa macam variasi
klinis dengan lesi yang bervariasi dalam ukuran derajat inflamasi dan
kedalamannya. Variasi ini akibat perbedaan imunitas hospes dan spesies dari
jamur.5 Patogenesis dermatofitosis tergantung pada faktor lingkungan, antara
lain iklim yang panas, hygiene perseorangan, sumber penularan, penggunaan
obat-obatan steroid, antibiotik dan sitostatika, imunogenitas dan kemampuan
invasi organisme, lokasi infeksi serta respon imun dari pasien.3
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Tinea korporis adalah penyakit dermatofit pada kulit glabrosa, selain kulit
kepala, wajah, kaki, telapak tangan dan kaki, janggut dan lipatan
paha.1,2,3Manifestasinya akibat infiltrasi dan proliferasinya pada stratum
korneum dan tidak berkembang pada jaringan yang hidup.1,4 Metabolisme dari
jamur dipercaya menyebabkan efek toksik dan respon alergi. Tinea korporis
umumnya tersebar pada seluruh masyarakat tapi lebih banyak di daerah tropis.1
Penyakit ini dapat terjadi pada semua umur dan paling sering terjadi pada
iklim yang panas (tropis dan subtropis).5,6 Ada beberapa macam variasi klinis
dengan lesi yang bervariasi dalam ukuran derajat inflamasi dan kedalamannya.
Variasi ini akibat perbedaan imunitas hospes dan spesies dari jamur.5
B. Epidemiologi
Tinea corporis merupakan infeksi yang umumnya sering dijumpai
didaerah yang panas, Tricophyton rubrum merupakan infeksi yang paling
umum diseluruh dunia dan sekitar 47 % menyebabkan tinea korporis.
Tricophyton tonsuran merupakan dermatofit yang lebih umum menyebabkan
tinea kapitis, dan orang dengan infeksi tinea kapitis antropofilik akan
berkembang menjadi tinea korporis.. Walaupun prevalensi tinea korporis
dapat disebabkan oleh peningkatan Tricophyton tonsuran, Microsporum canis
merupakan organisme ketiga sekitar 14 % menyebabkan tinea korporis.7
Tinea korporis mungkin ditransmisikan secara langsung dari infeksi
manusia atau hewan melalui autoinokulasi dari reservoir, seperti kolonisasi
T.rubrum di kaki. Anak-anak lebih sering kontak pada zoofilik patogen seperti
M.canis pada kucing atau anjing. Pakaian ketat dan cuaca panas dihubungkan
dengan banyaknya frekuensi dan beratnya erupsi. 2
5
Infeksi dermatofit tidak menyebabkan mortalitas yang signifikan tetapi
mereka bisa berpengaruh besar terhadap kualitas hidup. Tinea korporis
prevalensinya sama antara pria dan wanita. Tinea korporis mengenai semua
orang dari semua tingkatan usia tapi prevalensinya lebih tinggi pada
preadolescen. Tinea korporis yang berasal dari binatang umumnya lebih sering
terjadi pada anak-anak.7,8 Secara geografi lebih sering pada daerah tropis
daripada subtropis.8
Berdasarkan habitatnya dermatofit digolongkan sebagai antropofilik
(manusia), zoofilik (hewan), dan geofilik (tanah). Dermatofit yang antropofilik
paling sering sebagai sumber infeksi tinea, tetapi sumber yang zoofilik di
identifikasi (jika mungkin) untuk mencegah reinfeksi manusia.9
C. Etiologi
D. Patogenesis
6
Types Of Dermatophytes Based On Mode Of Transmission
7
Pada masa inkubasi, dermatofit tumbuh dalam stratum korneum, kadang-
kadang disertai tanda klinis yang minimal. Pada carier, dermatofit pada kulit
yang normal dapat diketahui dengan pemeriksaan KOH atau kultur.10
E. Gambaran Klinik
Tinea korporis bisa mengenai bagian tubuh manapun meskipun lebih
sering terjadi pada bagian yang terpapar. Pada penyebab antropofilik biasanya
terdapat di daerah yang tertutup atau oklusif atau daerah trauma.6
Keluhan berupa rasa gatal. Pada kasus yang tipikal didapatkan lesi bulla
yang berbatas tegas, pada tepi lesi tampak tanda radang lebih aktif dan bagian
tengah cenderung menyembuh. Lesi yang berdekatan dapat membentuk pola
gyrate atau polisiklik. Derajat inflamasi bervariasi, dengan morfologi dari
eritema sampai pustula, bergantung pada spesies penyebab dan status imun
pasien. Pada penyebab zoofilik umumnya didapatkan tanda inflamasi akut.
Pada keadaan imunosupresif, lesi sering menjadi lebih luas.6
Tinea korporis dapat bermanifestasi sebagai gambaran tipikal, dimulai
sebagai lesi eritematosa, plak yang bersisik yang memburuk dan membesar,
selanjutnya bagian tengah dari lesi akan menjadi bentuk yang anular akan
mengalami resolusi, dan bentuk lesi menjadi anular.1,5,7,10,11 berupa skuama,
krusta, vesikel, dan papul sering berkembang, khususnya pada bagian tepinya.
Kadang-kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Lesi pada umumnya
merupakan bercak terpisah satu dengan yang lainnya.10
Pada tinea korporis yang menahun, tanda radang akut biasanya tidak
terlihat lagi. Kelainan ini dapat terjadi pada tiap bagian tubuh dan bersama-
sama dengan kelainan pada sela paha. Dalam hal ini disebut tinea korporis dan
kruris.12
Bentuk khas tinea korporis yang disebabkan oleh Trichophyton
concentricum disebut tinea imbrikata. Tinea imbrikata mulai dengan bentuk
papul berwarna coklat, yang perlahan-lahan menjadi besar. Stratum korneum
bagian tengah ini terlepas dari dasarnya dan melebar. Proses ini setelah
beberapa waktu mulai lagi dari bagian tengah, sehingga terbentuk lingkaran-
8
lingkaran skuama yang konsentris.7
Infeksi dermatofit secara zoofilik atau geofilik lebih sering menyebabkan
respon inflamasi daripada yang disebabkan oleh mikroba antropofilik.
Umumnya, pasien HIV-positif atau imunokompromise bisa terlihat dengan
abses yang dalam dan meluas. 7
Tinea korporis lebih sering ditemukan sebagai asimptomatik atau gatal
ringan. Secara obyektif tipikal lesinya mulai sebagai makula eritematosa atau
papul yang menjalar dan berkembang menjadi anular, dan lesi berbatas tegas,
skuama atau vesikel, tepi yang berkembang dan healing center. Tinea korporis
lebih sering pada permukaan tubuh yang terbuka antara lain wajah, lengan dan
bahu.13
F. Pemeriksaan Penunjang
Dalam patogenesisnya, jamur patogen akan menyebabkan kelainan pada
kulit sehingga atas dasar kelainan kulit inilah kita dapat membangun diagnosis.
Akan tetapi kadang temuan floresensi tidak khas atau tidak jelas, sehingga
diperlukan pemeriksaan penunjang. Sehingga diagnosis menjadi lebih tepat. 14
Pemeriksaan mikroskopik langsung terhadap bahan pemeriksaan
merupakan pemeriksaan yang cukup cepat, berguna dan efektif untuk
mendiagnosis infeksi jamur.6
Pemeriksaan KOH merupakan pemeriksaan tunggal yang paling penting
untuk mendiagnosis infeksi dermatofit secara langsung dibawah mikroskop
dimana terlihat hifa diantara material keratin.5
9
G. Diagnosis
Diagnosis ditetapkan berdasarkan gambaran klinis dan lokalisasinya atau
pemeriksaan sediaan langsung kerokan lesi dengan larutan KOH 20%, untuk
melihat elemen jamur dermatofit. Biakan jamur diperlukan untuk identifikasi
spesies jamur penyebab yang lebih akurat.10
Diagnosis pasti digunakan melakukan pemeriksaan dengan menggunakan
mikroskop untuk mengidentifikasi adanya hifa dan spora untuk mengetahui
infeksi dermatofit. Infeksi dapat dikonfirmasi atau beberapa dari keadaan ini
diidentifikasi dari hasil positif kerokan oleh kultur jamur. 14
H. Diagnosis Banding
Bergantung variasi gambaran klinis, tinea korporis kadang sulit dibedakan
dengan beberapa kelainan kulit yang lainnya. Antara lain dermatitis kontak,
dermatitis numularis, dermatitis seboroik, ptiriasis rosea,6,12 dan psoriasis.6,7,12
Untuk alasan ini, tes laboraturium sebaiknya dilakukan pada kasus dengan lesi
kulit yang tidak jelas penyebabnya. 6
Kelainan kulit pada dermatitis seboroik selain dapat menyerupai tinea
korporis, biasanya dapat terlihat pada tempat-tempat predileksi, misalnya
dikulit kepala, lipatan-lipatan kulit, misanya belakang telinga, daerah
nasolabial dan sebagainya. Psoriasis dapat dikenal dari kelainan kulit dari
tempat predileksi, yaitu daerah ekstensor, misalnya lutut, siku dan punggung.
Kulit kepala berambut juga sering terkena pada penyakit ini. Adanya lekukan
lekukan pada kuku dapat pula menolong untuk menentukan diagnosis. 12
Pitiriasis rosea, yang distribusi kelainan kulitnya simetris dan terbatas,
tubuh dan bagian proksimal anggota badan, sukar dibedakan dengan tinea
korporis tanpa heral patch yang dapat membedakan penyakit ini dengan tinea
korporis. Pemeriksaan laboratoriumlah yang dapat memastikan diagnosisnya. 12
I. Penatalaksanaan
Menghilangkan faktor predisposisi penting, misalnya mengusahakan
daerah lesi selalu kering dan memakai baju yang menyerap keringat.
10
a. Terapi topikal
Terapi direkomendasikan untuk infeksi lokal karena dermatofit biasanya
hidup pada jaringan. Berbagai macam preparat imidazol dan alilamin
tersedia dalam berbagai formulasi. Dan semuanya memberikan
keberhasilan terapi (70-100%). Terapi topikal digunakan 1-2 kali sehari
selama 2 minggu tergantung agen yang digunakan. Topikal azol dan
allilamin menunjukkan angka perbaikan perbaikan klinik yang tinggi7
Berikut obat yang sering digunakan :
1. Topical azol terdiri atas :
a. Econazol 1 %
b. Ketoconazol 2 %
c. Clotrinazol 1%
d. Miconazol 2% dll.
11
b. Terapi sistemik
1. Griseofulvin
2. Ketokonazol
3. Flukonazol
4) Itrakonazol
5. Amfosterin B
12
sebagai obat pilihan pada pasien dengan infeksi jamur yang
membahayakan jiwa dan tidak sembuh dengan preparat azol.
B. Prognosis
Untuk tinea korporis yang bersifat lokal, prognosisnya akan baik dengan
tingkat kesembuhan 70-100% setelah pengobatan dengan azol topikal atau
allilamin atau dengan menggunakan anti jamur sistemik.7
13
ekonomi yang rendah, adanya sumber penularan disekitarnya, obesitas,
penyakit sistemik, penggunaan obat antibiotik, steroid, sitostatika yang tidak
terkendali.
b. Oksigen
Oksigen sangat dibutuhkan oleh jamur untuk melakukan respirasi
yang menghasilkan CO2 dan H2O. Sebaliknya untuk pertumbuhan yang
optimum, oksigen harus diambil secara bebas dari udara. Tanpa adanya
oksigen, tidak ada jamur yang dapat hidup.
c. Kelembaban
Kebutuhan jamur akan kelembaban berbeda-beda, namun hampir
semua jenis jamur dapat hidup pada substrat yang belum jenuh air. Kadar air
substrat yang rendah sering menjadi fakyor pembatas bagi pertumbuhan
jamur. Hal ini terutama berlaku bagi jenis jamur yang hidup pada kayu atau
tanah. Kayu dengan kadar air kurang dari 20% umumnya tidak terserang
jamur perusak, sebaliknya kayu dengan kadar air 35-50% sangat disukai
oleh jamur perusak.Jamur pelapuk akan menyerang kayu yang berbeda pada
lingkungan yang lembab dalam waktu yang relatif lama. Kayu yang
dipasang sebagai komponen bangunan disekitar kamar mandi atau sumur,
kayu yang terkena tempias air hujan atau kayu yang terendam air akibat
banjir akan mudah sekali terserang jamur pembusuk.
e. Perumahan
14
Berdasarkan literatur disebutkan bahwa rumah yang tidak memiliki
kelembaban yang memenuhi syarat kesehatan akan membawa pengaruh
bagi penghuninya. Rumah yang lembab merupakan media yang baik bagi
pertumbuhan mikroorganisme, mikroorganisme tersebut dapat masuk ke
dalam tubuh melalui udara. (Gould dan Brooker, 2003).
Keadaan perumahan adalah salah satu faktor yang menentukan
keadaan higiene dan sanitasi lingkungan. Adapun syarat-syarat rumah yang
sehat ditinjau dari ventilasi, cahaya, luas bangunan rumah, Fasilitas-fasilitas
di dalam rumah sehat sebagai berikut : (Notoatmodjo, 2003).
1. Ventilasi
Fungsi ventilasi adalah untuk menjaga agar aliran udara di dalam rumah
tersebut tetap segar dan untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-
bakteri, terutama bakteri patogen.. Luas ventilasi kurang lebih 15-20 %
dari luas lantai rumah
2. Cahaya
Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, kurangnya cahaya
yang masuk ke dalam ruangan rumah, terutama cahaya matahari
disamping kurang nyaman, juga merupakan media atau tempat baik untuk
hidup dan berkembangnya bibit penyakit. Penerangan yang cukup baik
siang maupun malam 100-200 lux.
15
limbah, fasilitas dapur, ruang berkumpul keluarga, gudang, kandang
ternak.
D. Pencegahan
Berikut ini beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya
infeksi jamur :
16
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
- Nama : Ny. Rosnah
- Usia : 43 tahun
- Jenis kelamin : Perempuan
- Agama : Islam
- Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
- Alamat : Jl. Bonto Duri 7 Lr. 3
- Status perkawian : kawin
- Suku/ Bangsa : Makassar
- Tanggal Pemeriksaan : 27 Februari 2019
Tanggal kunjungan puskesmas : 27 Februari 2019
B. Anamnesis
Ny.T, 43 tahun, seorang ibu rumah tangga datang ke puskesmas
Jongaya dengan keluhan gatal dan kemerahan di sekitar pinggang dan
paha sebelah kanan, sejak kurang lebih 2 minggu sebelum datang ke
Puskesmas. Gatal terjadi sepanjang hari dan gatal semakin bertambah pada
saat pasien berkeringat dan bila setelah bekerja sebagai ibu rumah tangga.
Awalnya bercak timbul disekitar pinggang kanan dan apabila terasa gatal,
pasien menggaruk dan bercak tersebut semakin melebar dan bertambah
banyak dan berubah warna menjadi kehitaman. Menurut pasien gatal tidak
dipengaruhi makanan yang dikonsumsi setiap harinya.
Sebelumnya pasien pernah mengalami keluhan yang sama sekitar 6
bulan yang lalu, namun keluhan gatal pasien berkurang setelah pasien
membeli obat sendiri di apotik. Keluhan yang serupa juga dialami oleh
17
suami pasien namun pada suami pasien terjadi keluhan di tempat
predileksi yang berbeda yaitu pada bagian perut dan selangkangan. Namun
suami pasien tidak pernah pergi berobat untuk mengobati keluhannya
disebabkan urusan pekerjaan.
ANAMNESIS KELUARGA :
1) Bentuk Keluarga
Family ) yaitu keluarga yang terdiri dari suami, istri dan anak-anak
kandung.
18
- Bentuk keluarga menurut Sussman
2) Fungsi Keluarga
a) Fungsi biologis
b) Fungsi Psikologis
c) Fungsi Sosial
perkembangan anak.
d) Fungsi Ekonomi
19
• Mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi
kebutuhan keluarga.
kebutuhan keluarga.
dsb.
dari segi fungsi biologis, psikologis, sosial sedangkan dari segi ekonomi
b. Siklus Keluarga
berusia remaja sedangkan anak kedua berusia sekolah dan anak ketiga
berusia sekolah.
B. Pemeriksaan Fisik
20
- Frekuensi Pernapasan : 20 x/mnt
- Suhu : 36,50 C
- Berat Badan : 40 kg
- Tinggi Badan : 152 cm
2) Status Generalis
- Kepala : Normocephal
- Mata : Konjungtiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik(- /-),
Pupil bulat, isokor
- THT (tonsil) : Hiperemis(-) T1-T1
- Leher : Pembesaran KGB dan tiroid (-)
- Paru-paru
• Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri
• Palpasi : Fremitus taktil dan vokal simetris kanan dan kiri
• Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
• Auskultasi : Vesikuler kanan dan kiri, rhonki halus (-/-),
wheezing (-/-)
- Jantung
• Inspeksi : Iktus kordis tidak nampak
• Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V linea midklavikula
sinistra, Nyeri Tekan (-)
21
• Perkusi : Timpani di semua lapang abdomen, nyeri ketuk (+)
- Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)
C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang tidak dilakukan
D. Diagnosis Banding
Psoriasis
Dermatitis seboroik
F. Terapi
22
Farmakologi
Non Farmakologi
G.Prognosis
Dubia ad bonam. Untuk tinea korporis yang bersifat lokal, prognosisnya
akan baik dengan tingkat kesembuhan 70-100% setelah pengobatan dengan
azol topikal atau allilamin atau dengan menggunakan anti jamur sistemik. (7)
23
BAB IV
Keterangan:
PEMBAHASAN
: pria
A. Genogram : wanita
Gambar 1. Genogram
keluarga : pasien tinea corporis
24
B. Apgar Keluarga
Apgar keluarga adalah suatu penentu sehat / tidaknya keluarga
dikembangkan oleh Rosen, Geymon, dan Leyton dengan menilai 5 fungsi
pokok keluarga / tingkat kesehatan keluarga yaitu :
25
LINGK. KERJA
Komunitas :
GAYA HIDUP
NAN KESEHATAN Family
BIOLOGI
PERILAKU KESEHATAN LINGK. PSIKO-SOSIO-EKONOMI Faktor pekerjaan yang
Pemukiman padat penduduk. LINGKUNGAN FISIK
Pemenuhan kebutuhan mengakibatkan pasien
mah dgn PKM cukup dekat
- Pasien menderita Tinea
- kurangnya pengetahuan pasien akan
primer dapat tercukupi - keringat berlebih
Pendapatan keluarga
Corporis
Gambar 2.Mandala of Health - Keadaan rumah dan
kurang cukup
penyakitnya dengan baik
- Kurangnya pengetahuan pasien tentang
Pasien Datang dengan keluhan gatal-gatal dan - lingkungan kurang
Kehidupan sosial baik
hyginis
kebersihan diri kemerahan di pinggang kanan hingga ke paha
.
- Kurang menjaga higienitas personal dan
- Suami pasien
keluarga
Pemfis: status generalis dalam batas normal
- ku
seorang perokok
aktif
Skoring : Hampir selalu=2
, kadang-kadang=1 , hampir tidak pernah=0
Total skor
la
8-10 = fungsi keluarga sehat
4-7 = fungsi keluarga kurang sehat
0-3 = fungsi keluarga sakit
Dari tabel APGAR keluarga diatas total nilai skoringnya adalah 7, ini menunjukan
fungsi keluarga kurang sehat.
C. Mandala of Health
D.
E.
F.
G.
H.
I.
J.
K.
L.
M.
N.
O. Gambar 2. Mandala of health
26
L. Status Keluarga
Kedudukan
L/
Nama dalam Umur Pendidikan Pekerjaan Ket
P
keluarga
Belum Belum
N Anak P 7 th
sekolah bekerja
- Pengetahuan pasien
terhadap penyakitnya kurang
27
2. 2 Maret 2019 Follow up anamnesa dan Pasien dan keluarga lebih
pemeriksaan fisik. paham mengenai penyakitnya
dan akan mengikuti saran
Konseling pasien mengenai
untuk lebih menjaga
penyakitnya.
kebersihan diri dan
Edukasi tentang penyakit lingkungan. Pasien akan
dan gaya hidup. kontrol ke puskesmas untuk
memantau perkembangan
Menjelaskan pentingnya
kesembuhan penyakitnya.
konsultasi ke pelayanan
kesehatan. Menyarankan kepada suami
untuk diberikan pengobatan
juga.
1. Kondisi pasien.
Saat kunjungan rumah, keluhan pasien masih sama karena baru 1 hari
mendapatkan pengobatan, tetapi rasa gatal cenderung berkurang. Dari
pemeriksaan fisik yang dilakukan juga tidak didapatkan kelainan yang
28
memperburuk kondisi pasien dan pasien dapat beraktifitas secara normal
sesuai dengan umurnya.
2. Keadaan rumah.
29
Tempat pembuangan sampah : sampah dikumpulkan di keranjang
sampah, yang setiap dipindah ke depan rumah untuk diambil oleh petugas
sampah.
3. Kepemilikan barang.
N. Diagnosa Holistik
1. Aspek personal
! Alasan berobat :. Bercak disertai rasa yang sangat gatal pada
pinggang kanan hingga ke paha yang dirasakan sejak 2 minggu yang
lalu.
! Harapan : Keluhan dapat hilang dan pasien dapat sembuh
dari penyakit tersebut, sehingga dapat nyaman beraktivitas seperti
biasa.
! Kekhawatiran : takut keluhannya bertambah berat dan meluas
keseluruh badan dan menularkan ke anggota keluarga yang lain,
2. Aspek Klinis
! Diagnosa kerja : Tinea Korporis
! Diagnosa Banding : Dermatitis numularis, Dermatitis seboroik
30
3. Aspek Faktor Intrinsik
(merupakan faktor-faktor internal yang mempengaruhi masalah
kesehatan pasien)
! Kurangnya pengetahuan tentang tinea
! Kurang memperhatikan anggota keluarga dengan gejala yang sama,
! Kurangnya pengetahuan pasien tentang kebersihan diri.
4. Aspek Psikososial Keluarga
(merupakan faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi masalah
kesehatan pasien)
! Kurangnya kesadaran terhadap pencegahan penyakit
! Status pendidikan orang tua rendah
! Kurang menjaga higienitas personal dan keluarga
! Faktor pekerjaan yang mengakibatkan pasien keringat berlebih
• Penilaian Status Sosial dan Kesejahteraan Hidup
" Lingkungan tempat tinggal
Kepemilikan Rumah Kontrakan
Daerah perumahan Padat penduduk
Luas rumah 3m x 5m
Bertingkat Bertingkat
Jumlah Penghuni Rumah 4 orang
Luas halaman rumah 1x 5m
Kondisi halaman Berantakan
Lantai rumah Terbuat dari semen
Dinding rumah Tembok dan seng
Kondisi dalam rumah Buruk
Penerangan listrik Ada
Jamban Ada (Wc didalam rumah)
Ketersiadiaan air bersih Ada (PDAM) dan sumur bor
31
memiliki beberapa barang elektronik dan barang rumah tangga di
rumahnya antara lain yaitu, 1 buah televisi, 1 buah kipas angin, 1
buah rice cooker, 1 buah lemari berisi piring dan peralatan dapur, 3
buah lemari berisi pakaian, 1 buah kompor gas, 1 buah kulkas.
32
Data sarana pelayanan kesehatan dan lingkungan kehidupan keluarga
1. Keluarga Y - - - - 1
mengikuti
program KB
2. Ibu hamil N - - - - N
melahirkan di
fasyankes
3. Bayi usia 0-11 N N - - - N
bulan diberikan
imunisasi lengkap
4. Pemberian ASI N - - - - N
eksklusif bayi 0-6
bulan
5. Pemantuan N N - - - N
pertumbuhan
balita
6. Penderita TB Paru N N N N N N
yang berobat
sesuai standar
33
Y 4 4
= = = 0,666
12-N 12-6 6
7. Penderita N N N N N N
hipertensi yang
berobat teratur
8. Tidak ada anggota T T T T T T
keluarga yang
merokok
9. Sekeluarga sudah Y Y Y Y Y 1
menjadi anggota
JKN
10. Mempunyai dan Y Y Y Y Y 1
menggunakan
sarana air bersih
11. Menggunakan Y Y Y Y Y 1
jamban keluarga
12. Penderita N N N N N N
gangguan jiwa
berat berobat
dengan benar
Indeks Keluarga Sadar Kesehatan (IKSK) 4
Keterangan:
• T = Tidak
• Y = Ya
• N = Nol
• - = tidak ditanyakan
• 1 = jika tidak ada jawaban yang jawab “T”
• 0= jika ada jawaban yang jawab “T”
Interpretasi:
34
Hasil: dari perhitungan didapatkan hasil yaitu 0,666 dikategorikan dalam nilai
indeks 0,500 - 0,800 yaitu keluarga prasehat.
Total jawaban ya 3
Interpretasi: Total skor adalah 3 yang berarti keluarga Ny.R tidak menerapkan
PHBS dengan baik.
35
BAB V
LAMPIRAN
Ruang tamu
36
Kamar tidur
37
DAFTAR PUSTAKA
1. Patel S, Meixner JA, Smith MB, McGinnis MR. Superficial mycoses and
dermatophytes. In : Tyring SK, Lupi O, Hengge UR, editors. Tropical
dermatology. China: Elsenvier inc, 2006. p.185-92.
2. Nelson MM, Martin AG, Heffernan MP. Fungal disease with cutaneus
involvement. In : Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF,
Goldsmith LA, Katz SI. Fitzpatrick’s: Dermatology in general medicine.
6th ed. New York: Mc graw hill, 2004.p:1908-2001.
3. Sobera JO, Elewski BE. Fungal disease. In : Bolognia JL, Jorizzo JL,
Raiini RP, editors. Dermatology. Spain : Elsevier Science; 2003. p.1174-
83.
6. Goedadi MH, Suwito PS. Tinea korporis dan tinea kruris. In : Budimulja
U, Kuswadji, Bramono K, Menaldi SL, Dwihastuti P, Widaty S, editors.
Dermatomikosis superfisialis. Jakarta: Balai penerbit FKUI, 2004.p.31-4
7. Rushing ME. Tinea corporis. Online journal. 2006 June 29; available
from; http://www.emedicine.com/asp/tinea corporis/article/page
type=Article.htm
9. Noble SL, Forbes RC, Stamm PL. Diagnosis and management of common
tinea infections. 1998 July 1, available from:
38
<http://www.afp.org/journal/asp/.htm>
10. Amiruddin MD. Ilmu penyakit kulit. Makassar: Percetakan LKiS, 2003.
11. Allen Hb, Rippon JW. Superficial and deep mycoses. In : Moschella SL,
Hurley HJ. Dermatology. 2nd ed. Philadelphia: W.B. Sauders company,
1992. p.739-75
13. Arndt KA, Bowers KE. Manual of dermatology therapeutics with essential
of diagnostic. 6th ed. Philadelphia: Lippincot Williams & willkins.2002.
39