You are on page 1of 13

LAPORAN PRAKTIKUM

REFLEKSI DAN SENSASI INDERA PADA MANUSIA

Untuk memenuhi Tugas Matakuliah Fisiologi Hewan dan Manusia


Yang dibina Oleh Bpk. Dr. Abdul Gofur,M.Si
Disajikan Pada Hari Senin 1 Oktober 2018

Disusun oleh :
Kelompok 1 Offering B 2017
Amna Roisah M. (170341615019)
Arum Yuni R. (170341615100)
Femi Mega Lestari (170341615098)
Furzania Mumtaza (170341615056)
Mafazatud D. (170341615017)
Rodliyah Fajrin B. (170341615052)
Silvi Dwi Pangestu (170341615015)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
PRODI PENDIDIKAN BIOLOGI
SEPTEMBER 2018
A. Dasar teori
Menurut Soewolo,dkk dalam fisiologi manusia sensasi (ekspresi sensoris) adalah
interpretasi otak terhadap impuls yang dating ke otak dari saraf sensoris. Pada otak
terdapat berbagai macam pusat sensasi yang akan memberitahukan tentang sensasi
tertentu kepada kita apabila pusat tadi menerima impuls dari reseptor. Beberapa sensasi
dapat merupakan sensasi majemuk dalam ari bahwa suatu sensasi yang muncul
merupakan integrase dari beberapa input sensori. Setiap bagian tubuh memiliki daerah
sensorinya sendiri pada otak jadi serabut saraf dari ibu jari tangan akan berhubungan
dengan daerah tertentuk pada otak, serabut saraf dari lutut akan berhubungan dengan
daerah tertentu yang lain pada otak.
Rasa sakit, sentuhan ringan, tekanan, sensasi suhu propriosepsi, merupakan indera
umum tubuh, hal tersebut dikelompokkan menjadi indera umum sebab reseptor indera
tersebut terdapat diseluruh bagian tubuh: di permukaan tubuh, pada organ dalam,
persendia, dan otot. Berdasarkan strukturnya, reseptor indera umum dibagi menjadi dua
kelompok yaitu ujung saraf telanjang dan ujung saraf yang berbungkus (berkapsul).
Ujung saraf telanjang merupakan dendrit dari saraf sensoris. Reseptor yang
bertanggung jawab pada sensasi sakit, suhu, dan sentuhan ringan. Ujung saraf berkapsul
merupakan ujung saraf yang dibungkus oleh lebih dari satu sel. Reseptor berkapsul
pertama dan terbesar adalah badan pacini terletak pada lapisan kulit terdalam, merupakan
reseptor tekanan. Reseptor berkapsul kedua adalah badan Meissner, lebih kecil dari badan
pacini, yang terletak di dalam dermis tepat dibawah epidermis menerima atau merespon
sentuhan ringan, yang terdiri dari dua atau tiga ujung dendrit yang berspiral dan
dibungkus oleh kapsul yang tipis. Resptor berkapsul selanjutnya adalah badan Krause
(reseptor dingin) dan badan Ruffini (reseptor panas).
Propriosepsi (sensasi posisi tubuh) di dukung oleh reseptor berkapsul yang
terletak pada persendian tubuh, menyerupai badan Meissner. Reseptor ini memberitahu
tentang posisi anggota badan dan menjaga posisi tubuh saat kita bergerak. Propriosepsi
didukung juga oleh dua mekanoreseptor berkapsul yang lain yaitu reseptor gelendong
otot dan organ golgi tendon. Reseptor gelendong otot menerima stimulus pada saat otot
memanjang yang impulsnya diteruskan oleh saraf sensori ke sumsum tulang belakang
dan juga korteks otak dan otak kecil. Organ golgi tendon merupakan mekanoreseptor
yang terletak pada tendon suatu otot, terdiri dari jaringan ikat yang dikelilingi oleh
dendrit dan terbungkus suatu kapsul. Pada saat otot berkontraksi tendonnya akan
meregang dan tegangan ini akan menstimulus organ golgi tendon. Seperti gelendong otor,
reseptor ini juga memberitahu otak mengenai gerakan tubuh dan posisi tubuh. Impuls dari
organ golgi tendon juga dapat menstimulus kontraksi reflex otot.
Reseprtor indera sakit merupakan ujung dendrit saraf telanjang, dan terdapat
dalam kulit, tulang, persendian, dan oragn dalam. Dua tipe snsasi dakit yaitu sensasi sakit
somatic dan sensasi sakit viseral. Sensasi sakit somatic, terjadi bila reseptor sakit dalam
kulit, tulang, tendon, otot, dan persendian mendapat rangsangan. Reseptor sakit somatic
merespon stimuli mekanik dan kimia. Sensasi sakit viseral, terjadi karena stimulasi
terhadap reseptor rasa sakit pada organ tubuh dalam. Reseptor ini juga merespon stimuli
mekanik dan kimia, misalnya pembesaran organ dan anoksia akan menimbulkan sensasi
sakit pada organ tersebut.
Sensasi sakit somatic mudah dikenali, tetapi sensasi sakit viseral kabur dan sulit
ditemukan tempatnya. Sensasi sakit biseral ini sering dirasakan pada permukaan tubuh
yang jauh dari asal sakit. Rasa sakit yang muncul kepermukaan tubuh jauh dari asal sakit
disebut referred pain.
Agar terjadi sensasi diperlukan empat syarat: 1. Harus ada rangsang organ
pengindra harus menerima rangsang dan mengubahnya menjadi impuls saraf, impuls
harus dihantarkan sepanjang jalur saraf dari sensori ke otak. Bagian otak yang menerima
harus menterjemahkan impuls menjadi sensasi (Soewolo, 1991)
B. Analisis Data

Pada pengamatan kali ini mengamati Refleksi dan Sensasi pada manusia. Manusia yang
diberi lima belas perlakuan. Perlakuan yang pertama subjek arum yaitu respon kaki pelaku duduk
dengan kedua kaki terjuntai bebas lalu pukul ligamentum patellarisnya. Pada keadaan normal
kaki berayun lambat ketika dipukul. Namun, ketika sedang mengerjakan penghitungan pelaku
dapat mengerjakan dengan lancer dan kaki berayun cepat. Kemudian melakukan kegiatan otot
yang menyebabkan kaki dapat berayun lebih cepat lagi dari sebelumnya. Perlakuan selanjutnya
yaitu pelaku dalam posisi, menekuk telapak kaki kearah betis lalu menepuk tendon Achilles yang
mengakibatkan telapak kaki mengangkat. Lalu menepuk bagian kanan dan kiri tendon Achilles
tetapi tidak terdapat respon apapun.

Perlakuan kedua yaitu reflek mata subjek pertama adalah fajrin perlakuannya yaitu
mendekatkan kapas ke kornea mata yang terjadi adalah ingin berkedip. Setelah perlakuan
tersebut melakukan perlakuan lagi subjek furi yaitu mengukur lebar pupil mata. Perlakuannya
yaitu dengan menghadap cahaya terang dengan mata lalu menutupnya selama 2 menit hasilnya
ukuran pupil yang pertama yaitu 0,3 cm pada mata kanan dan yang kedua adalah 0,4 cm pada
mata kiri. Kemudian pada akomodasi pupil mata subjek silvi melihat cahaya cukup terang
berjarak 6 m, lalu selanjutnya melihat benda jarak 20 cm hasilnya ukuran awal mata 0,4 cm dan
ukuran akhir 6 cm sama dengan 0,2 cm, 20 cm menjadi 0,3 cm. lalu melakukan konvergensi
yaitu melakukan percobaan memusatkan pandangan satu objek yang jauh dan pusat pandangan
objek yang dekat mata hasilnya posisi mata pada objek jauh mata kiri berada disebelah mata
kanan cenderung kearah dalam. Lalu ketika objek dekat mata kiri maupun mata kanan cenderung
melihat kearah dalam.

Perlakuan ketiga subjek fajrin menelan saliva 30 detik volume saliva di dalam mulut
sedikit, lalu menelan air 20 detik terjadi penambahan volume didalam tubuh, kemudian menahan
tidak menelan saliva selama 2 menit volume dibawah 1 ml pH 7, selanjutnya diberi 1-2 tetes
jeruk pada lidah pH 5, menahan tidak menelan saliva selama 2 menit volume 3 ml pH 5.
Perlakuan ke empat Menyentuh dua ujung jarum pentul pada ujung jari subyek. Catat
jarak terpendek kedua ujung jarum pentul yang dirasakan subyek terdeteksi ujung jari, hidung,
punggung lengan, dan belakang leher. Jarak terpendek ujung jari: terasapadajarak 0,5 cm,
Hidung: terasapadajarak 0 cm, Punggung lengan: tersapadajarak 2,5 cm, Belakang leher:
terasapadajarak 3,5 cm. membuat petak berukuran 2,5 cm sebanyak 25. Subyek menutup mata,
pengamat menekan ijuk pada petak sampai bengkok Sensasi yang dihasilkan: + 9, -16. Membuat
petak 2,5 cm pada lengan bawah. Gunakan es untuk mengompres. Letakkan ujung jarum pada
permukaan kulit dan tekan sampai menghasilkan rasa sakit. Sensasi yang dihasilkan +: 4, -: 2.

Perlakuan kelima Subjek menulis huruf X di papan tulis, menutup mata,membuat titik
sedekat mungkin dengan huruf X dengan 3 kali ulangan. Subjek adalah amna Jaraktitik X 1,1
cm, 3,5 cm, 5 cm. Subjek menutup mata, menunjuk jari tengah tangan kiri dengan telunjuk
tangan kanan. Tingkat keberhasilan berhasil: 9x, gagal: 1 x. Subjek menutup mata, merentangkan
tangan jauh dibelakang badan, membawa jari telunjuk keujung hidung dengan cepat. Tingkat
keberhasilan: berhasil: 10 x, gagal: 0 x.
Perlakuan keenam membuat gambar X dan O berjarak 6 cm pada kertas manila Subjek
memegang kertas 50 cm di depannya dengan tanda X lurus pada mata kanan, dan menutup mata
kiri. Subjek mendekatkan kertas perlahan. Subjek: femi jarak hilangnya objek adalah 3 cm.
Perlakuan ketujuh membuat dua lubang pada karton dengan jarak sama dengan jarak
kedua pupil, memegang karton 30 cm di depan mata dengan latar belakangnya terang. Pandang
kedua lubang dengan mata kanan untuk lubang kanan dan mata kiri untuk lubang kiri.
Mendekatkan karton perlahan tutup mata saat telah nampak satu lubang. Subjek: mafazatud tidak
berhasil, tampak dua lubang.
Perlakuan kedelapan subjek menutup mata dan memegang pensil, pengamat memegang
tabung reaksi vertical dengan lubang di atas subjek memasukkan pensil ketabung reaksi 10 kali.
ulangan diantara 10 kali percobaan yang berhasil hanya tiga percobaan.
Perlakuan kesembilan subjek menutup mata dan satu nostril dengan kapas. Pengamat
memegang minyak cengkeh di bawah nostril yang terbuka. Subjek bernafas dan menghembuskan
lewat mulut subjek adalah Amna hasilnya adalah bau dapat hilang 19 detik.
Perlakuan kesepuluh meletakkan butiran gula pada ujung lidah, meletakkan setetes
larutan gula pada ujung lidah, mengulangi perlakuan dengan zat lain, mengulangi perlakuan 1
dengan menggunakan nutrisari pada ujung dan sisi lidah. Subjek: mafazatud waktu pengecapan:
14 detik, waktu pengecapan: 2 detik, waktu pengecapan: Butiran garam: 2 detik, larutan garam: 1
cm, waktu pengecapan: Ujung lidah: 7 detik, Sisi lidah: langsung terasa oleh subjek.
Perlakuan kesebelas Subjek mengeringkan lidah, menutup mata dan menjepit hidung. Pengamat
meletakkan potongan wortel, bawang merah, kentang dan apel satu persatu pada lidah subjek.
Subjek mengenali potongan tadi dengan segera setelah mengunyah (nostril tertutup)
dansetelahmembuka nostril. Subjek: femi pada nostril tertutup yang salah hanyalah wortel,
ketika nostril terbuka benar semua hasil yg ditebak.
Perlakuan kedua belas ketajaman pendengaran Subjek menutup mata dan satu telinga dengan
kapas dan pengamat mendekatkan timer pada telinga. Jauhkan timer perlahan meletakkan timer 2
m lebih jauh dari jarak terjauh bunyi dekatkan timer perlahan. Subjek: mafazatud hasilnya adalah
Jarak: 2,7 m terdengar ( terjauh), Jarak: 1,2 m terdengar (terdekat). Kesimpulan: jika sumber
suara dari dekat kejauh maka suara terjangkau jarak jauh, tetapi jika dari jauh kedekat, maka
terdengar suara saat sudah dekat.
Perlakuan ketiga belas menggetarkan garputala, meletakkan tangkai pada kepala/ dua gigi atas
bawah. Subjek: arum asal suara: telinga kiri ( kepala),telinga kiri (bawah dagu). Kemudian
menutup satu telinga letak sumber bunyi tidak ada respon (kepala). Meletakkan garpu tala hasil
terdengar di kepala.
Perlakuan keempat belas test Romberg subjek berdiri, kedua kaki rapat, kedua, kedua tangan
disamping pengamat memperhatikan goyang tubuh subjek menutup mata melakukan perlakuan
awal. Subjek: femi Hasil: tubuh bergoyang condong kekanan. Lalu tubuh bergoyang dan bergetar
condong kedepan belakang.
Perlakuan kelima belas test kanalis semisirkularis belas Subjek duduk di atas kursi putar,
pengamat memutar kursi dan menghentikannya tiba-tiba. Sensasi yang dialami berputar-putar
keatas, kebawah, pusing

Pembahasan

1. Respon kaki
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, data yang didapatkan yaitu pada
keadaan normal pelaku duduk dengan kedua kaki terjuntai bebas kemudian dipukul
hasilnya kaki mengayun secara lambat. Pada keadaan sedang mengerjakan penjumlahan
pelaku duduk dengan kedua kaki terjuntai bebas kemudian dipukul hasilnya kaki
mengayun secara cepat. Pada keadaan melakukan aktivitas otot pelaku duduk dengan
kedua kaki terjuntai bebas kemudian dipukul hasilnya kaki mengayun semakin cepat.
Goyangan kaki ke arah depan (ada respon) yang merupakan refleks stretch. Hal ini
disebabkan karena adanya kerja dari musculus quadriceps femoris yang menyampaikan
impuls sensori ke corda spinalis dan menghasilkan impuls berupa kontraksi otot. Pada
waktu lutut praktikan dipukul, maka lutut memberikan respon dengan adanya gerakan
refleks yaitu dengan menggerakan lututnya. Refleks pada lutut ini disebut refleks
sumsum tulang belakang, karena saraf penghubungnya terletak di dalam sumsum tulang
belakang. (Indiastuty, 2005). Menurut Soewolo (2005), dari ketiga perlakuan
menghasilkan refleks yang sama, yaitu menggerakkan otot kaki ke depan. Hal ini karena
pada perlakuan yang pertama (saat ligamentum patella dipukul), respon berupa
quadriseps berkontraksi menggerakkan otot ke depan. Pada perlakuan kedua (saat pelaku
sedang menjumlahkan angka-angka/otak aktif lalu memukul ligamentum patellanya) dan
ketiga (saat pelaku melakukan aktifitas otot lalu memukul ligamentum patellanya), otot
fleksor tetap relaksasi sehingga memudahkan kaki bergerak ke depan. Burhan (2009)
menyatakan bahwa refleks patella ini termasuk refleks monosinaptik, yang hanya
melibatkan satu sinaps saja. Oleh sebab itu, seharusnya dari semua perlakuan
menghasilkan respon yang sama. Meskipun pada perlakuan kami, dari tiap perlakuan
menghasilkan respon yang sama berupa kaki yang bergoyang ke depan tetapi kekuatan
goyangannya tidak sama. Harusnya dalam perlakuan otak aktif atau otot aktif respon dan
kekuatan refleksnya sama dengan keadaan normal. Kesalahan ini bisa terjadi karena
kekurang telitian pengamat dalam melihat kekuatan respon kaki atau mungkin karena
ketidaksamaan kekuatan pemukulan dengan pemukul karet sehingga kekuatan goyangan
kaki berbeda-beda.
Pada perlakuan kedua pelaku dalam posisi menekuk telapak kaki kearah betis
kemudian ditepuk tendon Achilles hasilnya telapak kaki mengangkat. selanjutnya pelaku
dalam posisi menekuk telapak kaki kearah betis kemudian ditepuk bagian kanan tendon
achilles hasilnya tidak ada respon. Lalu pelaku dalam posisi menekuk telapak kaki kearah
betis kemudian ditepuk bagian kiritendon achilles hasilnya tidak ada respon.
Fenomena refleks achilles ini merupakan salah satu contoh dari refleks tendon yang
melibatkan neuron asosiasi dan neuron motor. Refleks tendon terpola untuk melindungi
tendon dari kerusakan yang mungkin dihasilkan karena tegangan yang berlebihan.
Adanya organ neuron tendinose sebagai mekanoreseptor dapat mengakibatkan kontraksi
tendon (Burhan, 2009). Pusat pengintegrasi refleks ini pada segmen sakral ke-1 dan
kedua dari sumsum tulang belakang. Jika pelaku tidak dapat merasakan refleks ini maka
telah terjadi kerusakan saraf pada otot kaki posterior atau sel saraf di dalam wilayah
lumbosacral cordaspinal. Pada percobaan, saat pelaku duduk berlutut di kursi dengan
telapak kaki ditekuk-tekuk agar menghasilkan tegangan otot gastroknemius dan setelah
itu dipukul pada bagian tendon achillesnya, maka terdapat respon pada pelaku berupa
kaki langsung bergerak/adanya gerakan kaki. Sehingga hal ini menunjukan bahwa
gerakan kaki pelaku dalam keadaan normal merespon refleks. Refleks ini menunjukkan
kontraksi gastroknemius dan solius (Tortora, 1984). Seperti yang dinyatakan Burhan
(2009) bahwa Refleks tendon terpola untuk melindungi tendon dari kerusakan yang
mungkin dihasilkan karena tegangan yang berlebihan oleh karena itu sebelum dilakukan
pemukulan pada tendon Achilles, telapak kaki pelaku ditekuk-tekuk ke atas untuk
menghasilkan tegangan pada otot gastroknemius. Dalam praktikum ini pelaku
memberikan respon berupa adanya gerakan kaki yang artinya refleks tendon pelaku
masih baik, akan tetapi ketika menekuk telapak kaki kearah betis kemudian ditepuk
bagian kanan dan kiri tendon achilles hasilnya tidak ada respon. Seharusnya
menghasilkan respon seperti menepuk tendon Achilles, kesalahan ini bisa terjadi karena
kekurang telitian pengamat dalam melihat kekuatan respon kaki atau mungkin karena
ketidaksamaan kekuatan pemukulan dengan pemukul karet.
2. Reflex mata
Perlakuan pertama yaitu mendekatkan kapas ke kornea hasilnya mata pelaku ingin
berkedip. Respon ini adalah refleks dasar sebagai bentuk respon adanya benda yang akan
masuk ke mata. Menurut Burhan (2009), refleks ini merupakan refleks kranial yang
diintegrasikan oleh otak. Sedangkan menurut Anthony (1983) refleks ini di mediai oleh
lengkung refleks dengan serabut sensori pada percabangan opnthalmik dari saraf kranial
ke-5 yang berpusat dalam pons dan serabut motoriknya pada saraf kranial ke-7. Dalam
praktikum ini pelaku merespon kapas yang perlahan didekatkan ke mata dengan ingim
mengedipkan mata yang artinya refleks mata pelaku terhadap benda yang akan masuk ke
mata masih baik.
Perlakan kedua yaitu pelaku menghadap cahaya terang dengan mata tertutup selama 2
menit hasilnya ukuran pupil awal 0,3 cm dan ukuran akhirnya 0,4 cm. Mata berusaha
untuk mengumpulkan cahaya kembali setelah lamanya penutupan mata, dan mata
kehilangan cahaya. Cahaya yang dapat masuk hanya cahaya yang masuk kedalam
omatidium yang paralel (atau hampir) dengan sumbu panjang yang mundur yang diserap
oleh pigmen-pegmen penyaring. Sifat faset dalam mata bertindak sebagai lensa yang
menghimpun khas cahaya dari seluruh bagian objek yang dipandang dan meneruskannya
kembali (Idel, 2000). Hasil percobaan tersebut sesuai dengan teori. Pada saat sesudah
diberi perlakuan diameternya semakin besar karena otot sirkuler relaksasi dan otot radier
berkontraksi untuk mengatur cahaya yang masuk (Burhan, 2009). Sehingga saat sebelum
pelaku di beri perlakuan dan setelah diberi perlakuan terjadi penambahan ukuran dimeter
pupil. Adapun penyebab setelah dibiarkan beberapa detik diameter pupil kembali normal
atau kecil dikarenakan pupil akan berkontriksi (mengecil saat melihat cahaya terang
disebut juga refleks cahaya pupillary / pupillary light) untuk melindungi retina dari
intensitas atau stimulus cahaya yang berlebihan (Anthony, 1983). Refleks fotopupil pusat
sensorisnya adalah saraf kranial II dan III dan motorisnya adalah saraf kranial VII
(Soewolo, dkk. 2003). Mekanisme kontraksi serabut otot iris akan mengakibatkan
kontriksi pupil hal ini mencegah cahaya menyebar dari obyek masuk ke mata melewati
kornea dan lensa, cahaya yang menyebar tidak akan terfokus pada retina sehingga
gambar terlihat kabur pada retina (Anthony, 1983).
Perlakuan ketiga yaitu akomodasi mata dalam melihat cahaya yang cukup terang
berjarak 6 cm hasilnya ukuran pupil awal 0,2 cm selanjutnya melihat benda jarak 20 cm
hasilnya pupil berukuran 0,3 cm. Hal tersebut dapat terjadi karena daya akomodasi mata
diatur melalui saraf parasimpatis, perangsangan saraf parasimpatis menimbulkan
kontraksi otot siliaris yang selanjutnya akan mengendurkan gligamen lensa dan
meningkatkan daya bias. Dengan meningkatkan daya bias, mata mampu melihat objek
lebih dekat dibanding waktu daya biasnya rendah. Akibatnya dengan mendekatnya objek
kearah mata frekuensi impuls parasimpatis kedotsiliaris progresif ditingkatkan agar objek
tetap dilihat dengan jelas. Menurut Febrisa (2012) pupil mata akan melebar jika kondisi
ruangan yang gelap, dan akan menyempit bila kondisi ruangan terang. Lebar pupil di
pengaruhi oleh iris di sekelilinginya. Iris berfungsi sebagai diafragma. Iris inilah yang
terlihat sebagai bagian yang berwarna pada mata. Pada saat mata disinari oleh cahaya,
maka mata akan menutup, hal ini dikerenakan oleh dalam keadaan terang terlalu
banyaknya gelombang cahaya yang masuk ke sistem mata, sedangkan mata yang hanya
dapat menyaring cahaya dalam jumlah kecil (Optimum) (Idel, 2000). Semua fotoreseptor
umumnya memiliki suatu pigmen yang dapat dipengaruhi oleh sinar. Penterapan sinar
oleh foto pigmen mengakibatkan aktifnya suatu enzim yang akan mengkatalis produksi
sejumlah besar molekul intraseluler, salah satunya kemudian menyebabkan salah satu
saluran (Chanel) pada memban untuk difusi ion-ion mengikuti gradien (Landaian) elektro
kimia, hal ini lah yang menyebabkan membesar dan mengecilnya pupil terhadap jumlah
cahaya yang diterima (Soewolo, 1970).
Perlakuan keempat konvergensi, pusat pandangan satu objek yang jauh hasilnya
posisi mata pada mata kiri berada ditengah mata kanan cenderung ke arah dalam.
Selanjutnya pusat pandangan obyek dekat mata hasilnya posisi mata cenderung melihat
kearah dalam semua. Febrisa (2012) menyatakan bahwa mata dalam keadaan istirahat
memilki fokus pada jarak yang tak terhingga. Ketika seseorang melihat benda dari jarak
dekat dengan refleks konvergensi-akomodasi yaitu mata berkonvergensi, pupil menjadi
konstruksi, mata memfokuskan pada objek. Dibelakang masing-masing pupil terdapat
lensa, yang memfokuskan cahaya yang datang dari retina. Ketika kita mengarahkan
penglihatan kita pada sesuatu yang berjarak dekat dengan kita, ketegangan pada ligamen-
ligamen yang mempertahankan masing-masing lensa agar tetap ditempatnya disesuaikan
oleh otot-otot siliaria, dan lensa berbentuk silindris sesuai bentuk alamiahnya.
3. Reflex salivary
Perlakuan pertama yaitu menelan saliva 20 detik dihasilkan respon volume saliva
dalam mulut sedikit. Perlakuan kedua menelan air selama 20 detik dihasilkan respon
seperti terjadi penambahan volume saliva dalam mulut. Dari data tersebut dapat
disimpulkan bahwa menelan air lebih mudah daripada menelan ludah. Menurut Ronquillo
(2011) perbedaan antara menelan ludah dengan menelan air berkenaan dengan produksi
saliva yang secara tidak sadar, dimana menurunnya sekresi ludah diatur oleh saraf
autonom, tepatnya saraf simpatik. Sedangakan menelan air lebih mudah karena tidak
dipengaruhi oleh kerja saraf autonom, tetapi merupakan gerakan sadar.
Pengeluaran saliva sekitar 0,5 sampai 1,5 liter per hari. Tergantung pada tingkat
perangsangan, kecepatan aliran bervariasi dari 0,1 sampai 4 ml/menit. Pada kecepatan 0,5
ml/menit sekitar 95% saliva disekresi oleh kelenjar parotis (saliva encer) dan kelenjar
submandibularis (saliva kaya akan musin) sisanya disekresi oleh kelenjar sublingual dan
kelenjar-kelenjar di lapisan mukosa mulut. Sekresi saliva yang bersifat spontan dan
kontinu, bahkan tanpa adanya rangsangan yang jelas, disebabkan oleh stimulasi konstan
tingkat rendah ujung-ujung saraf parasimpatis yang berakhir di kelenjar saliva. Sekresi
basal ini penting untuk menjaga agar mulut dan tenggorokan tetap basah setiap waktu.
Berdasarkan praktikum perlakuan ketiga menahan tidak menelan saliva selama 2 menit
dihasilkan volume dibawah 1 ml dan phnya menunjukkan angka 7. Perlakuan keempat
yaitu memberikan 2-3 tetes sari jeruk pada lidah didapatkan phnya 5. Perlakuan kelima
yaitu menahan tidak menelan saliva selama 2 menit dihasilkan volume 3 ml dan phnya
menunjukkan angka 5.
4. Reflex sentuh
Perlakuan pertama yaitu menyentuh dua ujung jarum pada ujung
jari,hidung,punggung lengan dan belakang leher subjek dihasilkan respon ujung jari
terasa pada jarak 0,5 cm, hidung terasa pda jarak 0 cm, punggung lengan pada jarak 2,5
cm dan belakang leher pada jarak 3,5 cm. Hal ini menunjukkan bahwa bahwa pada
keempat daerah tersebut peka terhadap rangsangan sentuhan. Dari keempat darah tersebut
ujung jari memilikmi kepekaan yang tinggi, hal inisesuai teori yang menyatakan
bahwaurutan yang paling sensitif adalah ujung lidah, ujung jari, sisi hidung, punggung
lengan, dan belakang leher (Tortora, 1984). Tortora (1984) menegaskan lagi bahwa
sensasi ini merupakan sensasi yang memilki reseptor sederhana. Reseptor ini terdiri dari
dendrit dari neuron sensoris yang terbungkus kapsul dari epiteliumatau jaringan konektif
dan terbungkus oleh kapsul. Reseptor ini termasuk reseptor berkapsul badan meissner
yang berbentuk oval dibungkus oleh kapsul tipis. Badan meissner ini terletak di dalam
dermis tepat di bawah epidermis dan diduga merupakan mekanoreseptor yang merespon
terhadap sentuhan ringan. Sebab di semua bagian tubuh yang sangat sensitif terhadap
sentuhan ringan banyak dijumpai badan meissner.
Perlakuan kedua yaitu membuat petak pada lengan bawah,subjek menutup maa dan
pengamat menekan ijuk pada petak sampai bengkok dihasilkan data bahwa dari 25 kotak
yang dibuat hanya 9 kotak subjek dapat merasakan tekanan selebihnya tidak dirasakan.
Perlakuan ketiga sama seperti perlakuan kedua akan tetapi lengan subjek dikompres es
dihasilkan bahwa dari 25 kotak yang dibuat hanya 3 kotak subjek dapat merasakan
tekanan selebihnya tidak dirasakan. Hal ini menunjukkan bahwa pada petak-petak yang
dibuat tersebut terdapat reseptor sentuhan yang memang letaknya tersebar. Fakta di atas
sesuai dengan pernyataan Basuki (2000), untuk terjadi sensasi harus ada rangsang harus
ada reseptor, impuls harus dihantarkan sepanjang jalur saraf dari sensori ke otak, bagian
otak yang menerima harus menerjemahkan impuls untuk menjadi sensasi. Apabila salah
satu dari itu tidak ada, maka stimulus tidak akan dirasakan. Pada praktikum ini hanya
sedikit petak yang mengalami sensasi sakit yaitu petak yang diberi perlakuan. fakta diatas
menunjukkan bahwa pada petak yang tidak merasakan sakit tidak terdapat reseptor rasa
sakit, tetapi pada petak yang terasa sakit maka pada petak tersebut terdapat rasa sakit.
Reseptor sakit bekerja disetiap jaringan tubuh. Reseptor ini distimulasi oleh berbagai
stimulus. Menurut Tortora (1984) rasa sakit somatik merupakan rasa sakit dengan daerah
stimulus terdapat dikulit yang biasa disebut superfisial somatic pain atau reseptor
terdapat di otot tendon yang disebut deep somatic pain. Dari uraian di atas dapat
diperoleh keterangan bahwa pada kulit (petak) yang tidak merasakan sakit tersebut
memang tidak terbentuk sensasi rasa sakit karena tidak tepat mengenai superfisial
somatic pain.
5. Propioreseptor
Perlakuan pertama yaitu subjek menulis huruf x pada papan kemudian menutup mata dan
membuat 3 titik sedekat mungkin dihasilkan data titik pertama 1,1 cm, kedua 3,5 dan
ketiga 5 cm. perlakuan kedua subjek menutup mata menunjuk jari tengah tangan kiri
dengan tangan kanan dihasilkan tingkat keberhasilan 9x dan gagal 1x. pelakuan ketiga
yaitu subjek menutup mata,merantangkan tangan jauh dibelakang bada, membawa jari
telunjuk ke ujung hidung dengan cepat dihasilkan tingkat keberhasilan 10x dan gagal 0x.
Keberhasilan dan kegagalan subyek menaruh posisi dipengaruhi noleh propioesptor.
Propioreseptor mengatur aktivitas otot, tendon dan sendi. Propioreseptor ini
menyebabkan kita bisa mengetahui posisi dan perpindahan anggota badan tanpa
menggunakan mata. Jadi meski dengan mata tertutup subyek masih dapat menunjuk
sesuatu dengan tepat (Anthony, 1983)
6. Bintik buta
Perlakuannya yaitu membuat gambar X dan O berjaraj 6 cm pada kertas manila
kemudian memegang kertas 50 cm didepannya dengan tanda X lurus pada mata
kanan,dan menutup mata kiri lalu mendekatkan kertas perlahan dihasilkan subjek
kehilangan objek pada jarak 3cm. Hal ini disebabkan bayangan jatuh pada bintik buta
sehingga tidak sensitif terhadap cahaya. Hal ini sesuai dengan Soewolo (2003:143) yang
menyatakan bahwa cahaya yang masuk ke mata melalui kornea akan diproyeksikan oleh
lensa tepat pada retina. Sebelum mencapai fotoreseptor, cahaya tadi memewati lapisan
ganglion dan lapisan bipolar. Akson sel-sel ganglion akan merambat pada permukaan
dalam retina dan akan mengumpul menjadi satu pada bagian belakang bola mata,
membentuk saraf penglihatan. Disebut bintik buta karena tempat ini tidak ada
fotoreseptor sehingga tidak sensitif terhadap cahaya.
7. Proyeksi binocular
Perlakuannya yaitu membuat dua lubang pada karton dengan jarak sama dengan jarak
kedua pupil lalu memegang karton 30 cm didepan mata dengan latar belakang cahaya
terang kemusian memandang kedua lubang dengan mata kanan lubang kanan dan lubang
kiri mata kiri selanjutnya didekatka karton perlahan dan tutup mata saat telah tampak satu
lubang. Menurut Tortora (1984) terjadi karena pada saat melihat otot siliaris berkontraksi,
dan lensa mengembung. Suatu obyek yang bergerak mendekati mata menyebabkan
cahaya yang dipantulkan semakin sejajar dan divergen. Oleh karena alasan tersebut
maka satu lubang yang terlihat mata yang tidak tertutup hanya terlihat adanya cahaya
yang kabur. Pada praktikum ini seharusnya menghasilkan respon tampak satu lubang
kesalahan ini bisa terjadi karena kekurang telitian pengamat dalam membuat jarak lubang
atau mungkin karena jarak antara karton ke mata tidak sesuai.
8. Pentingnya Penglihatan Binokuler
Pada pengujian kali ini subyek menutup salah satu mata dan berusaha
memasukkan pensil yang dipegangnya. Dari 10 kali ulangan, subyek hanya berhasil
memasukkan pensil yang dipegaangnya sebanyak 3 kali. Banyaknya kegagalan yang
dialami subyek dikarenakan permukaan refraktif memiliki daya bias yang kurang
memadai untuk membelokkan cahaya dan titik pada retina menjadi kurang jelas (Basoeki,
1988).
Menurut Sethi, et al (2015), penglihatan binokuler memiliki keunggulan
dibandingkan penglihatan dengan menggunakan satu mata. Ruang pandang yang
dihasilkan penglihatan binokuler lebih luas, visus mata lebih baik, sehingga mendapatkan
depth perception yang optimal.
9. Adaptasi Olfaktori
Minyak cengkeh yang dihirup oleh subyek menghilang setelah 19 detik. Hal ini
terjadi karena olfaktori mulai beradaptasi dengan bau yang tercium sehingga bau seolah
menghilang dalam kurun waktu tertentu. Menurut Turkingston et.al (2009), Olfactory
Fatigue Times (OFT) adalah waktu yang diperlukan untuk menerima rangsang bau
sampai kehilangan kemampuan membau. OFT terjadi dikarenakan perubahan pada
syaraf olfaktori. Pada setiap seseorang memiliki kemampuan dan waktu yang berbeda.
Sedangkan Olfactory Recovery Times (ORT) adalah waktu yang dibutuhkan untuk
mengembalikan kepekaan membau pada waktu tertentu.
10. Reseptor Gustatori
Subyek merasakan manis akibat butiran gula yang diletakkan pada ujung lidahnya
setelah 14 detik. Sementara ketika yang diletakkan adalah larutan gula, waktu subyek
untuk merasakan rasa manis lebih cepat, yaitu 2 detik. Hal ini terjadi akibat banyaknya
papila lidah fungiformis pada ujung lidah. Papila ini mengakibatkan rasa manis terdeteksi
lebih cepat. Larutan gula lebih cepat terdeteksi oleh subyek karena hanya zat kimia dalam
larutan atau zat padat yang telah larut dalam saliva yang dapat berikatan dengan sel
reseptor (Sherwood, 2016).
Ketika zat yang diberikan pada subyek diubah menjadi garam, waktu yang dilalui
cenderung lebih cepat. 2 detik untuk butiran garam dan 1 detik untuk larutan garam. Hal
ini terjadi karena butiran garam mudah larut dalam air dan dapat berikatan dengan
reseptor lebih cepat.
Perlakuan ketiga yang diberikan kepada subyek adalah mengubah zat dengan nutrisari.
Ketika nutrisari diletakkan pada ujung lidah, subyek dapat mengenali rasa nutrisari
setelah 1 detik, sedangkan ketika nutrisari diberikan pada sisi lidah, subyek langsung
mengenali rasa dari nutrisari tersebut. Hal ini terjadi karena dominasi rasa pada nutrisari
adalah asam, dan lidah bagian tepi atau sisi lidah yang lebih peka terhadap rasa asam.
11. Pengecap dan Pembau
Kegiatan pengamatan dilakukan dengan meletakkan potongan bahan kepada lidah
subyek dengan posisi mata tertutup dan hidung terjepit. Ketika lubang hidung (nostril)
ditutup, subyek salah mengenali potongan wortel, sementara bahan lain seperti kentang,
bawang merah dan apel berhasil dikenali.
Bahan yang sama diberikan kepada subyek dengan nostril terbuka, dan semua bahan
dapat dikenali dengan baik oleh subyek. Hal ini terjadi karena ada keterkaitan antara
indera pengecap dengan indera pembau, seperti yang telah dijelaskan oleh Syaifuddin
(2009) bahwa indera penciuman atau pembau adalah alat dalam rongga badan yang
erat hubungannya dengan indera perasa. Sebagian rasa makanan merupakan kombinasi
dari indera perasadan pembau.
12. Ketajaman Pendengaran
Sumber suara daapat didengar oleh subyek dengan jarak 2,7 m. Jarak ini didapatkan
setelah sumber suara dijauhkan dari subyek. Sementara ketika sumber suara didekatkan
(dari jauh ke dekat) suara baru terdengar ketika berada pada jarak 1,2 m. Seharusnya,
jarak yang dihasilkan baik dari dekat ke jauh atau sebaliknya adalah sama, sebab subyek
yang mendengar sama. Tetapi faktor lingkungan sekitar dapat mempengaruhi
pendengaran dari subyek, misalnya kebisingan.
13. Penghantaran Suara
Pengamatan kali ini dilakukan dengan menggetarkan garputala pada beberapa bagian.
Bagian pertama adalah pada atas kepala dan kang kedua adalah bagian bawah dagu.
Subyek mendengar suara getaran garputala pada telinga kiri baik ketika berada pada
bagian atas kepala maupun bawah dagu. Ketika salah satu telinga ditutupi, subyek tidak
dapat mendengar suara getaran ketika garputala diletakkan pada atas kepala, tetapi ketika
diletakkan pada bawah dagu, subyek dapat mendengar getaran dengan telinga kanan.
Subyek mendengar suara getaran dengan kedua telinga sesaat setelah garputala bergetar
yang berada di atas kepala dipindahkan ke dekat telinga. Hal ini menunjukkan bahwa
telinga subyek normal sesuai dengan teori mengenal sumber bunyi, yaitu sumber suara
yang datang pada sumber manapun baik depan, atas, maupun belakang tubuh akan
terdengar oleh telinga dalam waktu bersamaan (Isnaeni, 2014).
14. Tes Romberg
Subyek berdiri selama 5 menit dengan mata terbuka dan tertutup. Gerak tubuh yang
dihasilkan subyek lebih banyak ketika mata tertutup. Hal ini menunjukkan bahwa subyek
sedang tidak menderita gangguan equlibratory coordination. Gerak tubuh yang
ditunjukkan oleh subyek normal terjadi. Karena subyek berusaha mempertahankan posisi
berdiri agar tidak terjatuh (Resiana, dkk., 2013).
15. Kanalis Semisirkularis
Pengamatan kali ini dilakukan dengan memutar subyek yang duduk pada kursi putar
sebanyak 10 kali putaran dan menghentikannya tiba-tiba. Setelah kursi putar
diberhentikan, subyek merasakan adanya putaran keatas dan kebawah serta sedikit
merasa pusing.
Hal ini dikarenakan kanalis semisirkularis berfungsi mendeteksi akselerasi atau
deselerasi kepala rotasional atau angular, misalnya saat kita memulai atau berhenti
berputar, jungkir-balik atau menengok. Akselerasi atau deselerasi sewaktu rotasi kepala
dalam arah apapun akan menyebabkan gerakan endolimfe paling tidak pada salah satu
kanalis semisirkularis (Pirmandi dkk., 2013).

C. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan dapat di tarik kesimpulan
bahwa pada beberapa indra terdapat beberapa sensasi yang sama dan berbeda. untuk
sensasi sama maksudnya adalah sensasi tesebut secara umum dapat dirasakan oleh
beberapa indera karena reseptor yang sama pada indera tersebut, inilah yang di sebut
sensasiumum. Sedangkan untuk sensasi khusus karena hanya pada indera tersebut sensasi
dapat terjadi, hal ini di sebabkan karena hanya pada indera tersebut terdapat reseptor
tertentu itu. Kulit merupakan alat indera yang dapat merasakan berbagai rangsang, misal
sentuhan, rasa sakit, tekanan, panas, dan dingin. Setelah dilakukan percobaan mengenai
sensasi sentuh dan sakit, ternyata daerah di seluruh permukaan kulit dapat merasakan
rangsang berupa sentuhan. Namun, tidak untuk rangsang yang berupa rasa sakit. Terdapat
beberapa daerah yang hanya dapat merasakan sentuhan dan tidak merasakan sakit untuk
tekanan(pemberian rangsang) yang besarnya sama. Penglihatan binokuler merupakan
suatu sistem yang melibatkan kerjasama sensori motor antar kedua mata atau sering
disebut dengan pergesaran mata. Perkembangan fungsi binokuler normal mencakup tajam
penglihatan dan penglihatan normal merupakan suatu proses perkembangan yang
melibatkan korteks dan perkembangan perilaku (behavioural development). Semakin
dekat sumber suara dengan organ pendengaran, yaitu telinga, maka suara yang didengar
akan semakin nyaring. Pada umumnya, manusia akan memiliki keseimbangan yang lebih
baik (stabil) pada saat membuka mata daripada saat menutup mata. Lidah yang
merupakan indera pengacap juga mempunyai fungsi lain yaitu untuk mengatur makanan
pada waktu mengunyah dan menelan makanan.

You might also like