You are on page 1of 7

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/324161605

Mialigia Akibat Trichinellosis

Article · April 2018

CITATIONS READS

0 263

4 authors:

Nurin Kamila Marina Shobah Firdaus


Universitas Jember Universitas Jember
6 PUBLICATIONS   6 CITATIONS    6 PUBLICATIONS   2 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Elisa Fadia Laili Yudha Nurdian


Universitas Jember Universitas Jember
6 PUBLICATIONS   2 CITATIONS    681 PUBLICATIONS   567 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Gangguan Bipolar yang Refrakter Akibat Filariasis View project

Parasitology Locomotor View project

All content following this page was uploaded by Nurin Kamila on 02 April 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Mialgia Akibat Trichinellosis
1
Elisa Fadia Laili, 1Nurin Kamila Suwandi Putri, 1Marina Shobah Firdaus,
dan 2Yudha Nurdian

1
Student, Faculty of Medicine, University of Jember, Indonesia
2
Faculty of Medicine, University of Jember, Indonesia
Corresponding author: Elisa Fadia Laili, chacha.fadia@gmail.com, 152010101045@students.unej.ac.id

Abstrak
Trichinella spiralis merupakan nematoda yang dapat menginfestasi melalui makanan,
umumnya daging babi yang terkontaminasi. Manusia sebagai inang definitif ditumpangi
cacing dewasa, dan menjadi inang perantara ketika larva menginfestasi otot-otot.
Metode penulisan yang kami gunakan ialah studi pustaka dari jurnal internasional
terakreditasi mulai tahun 2014 sampai 2018 dengan kata kunci “Trichinella spiralis”,
“trichinellosis”, dan “myalgia”. Masa inkubasi trichinellosis diperkirakan antara 10-14
hari setelah memakan daging yang mengandung kista berisi larva infektif yang masih
hidup. Kista yang termakan akan masuk ke dalam lambung dan larva akan keluar
menuju usus. Larva tersebut hidup di mukosa usus duodenum dan jejunum hingga
menjadi cacing dewasa. Sebagian larva menembus dinding usus dan bergerak menuju
pembuluh darah kemudian mengikuti aliran darah dan limfe menuju jantung dan paru,
akhirnya larva mamasuki otot. Infestasi oleh parasit memicu respons eosinofilia oleh
tubuh. Namun, ketika parasit telah memasuki sel-sel otot, mereka menjadi kebal
terhadap respons tersebut. Gejala awal yang dirasakan penderita bersifat nonspesifik
seperti demam, sakit kepala, nyeri perut, mual, muntah, dan diare. Kemudian
penderita mengalami mialgia, diikuti gangguan pernapasan, gangguan menelan, dan
sulit berbicara. Mialgia terjadi pada 75% kasus trichinellosis, umumnya terdapat pada
otot masseter, diafragma, otot-otot intercostalis, dan daerah di sekitar leher dan bahu.
Mialgia kemudian menimbulkan keluhan lain seperti kelemahan otot dan artritis. Obat
yang diberikan pada penderita trichinellosis meliputi antihelmintik, glukokortikosteroid,
dan obat yang mengkompensasi defisit protein dan elektrolit.

Pendahuluan
Trichinella spiralis merupakan nematoda yang dapat menginfestasi
melalui makanan, umumnya daging babi yang terkontaminasi.
Trichinellosis umumnya dijumpai di negara-negara Eropa Tengah dan
Amerika Utara, di mana daging babi dikonsumsi secara luas, dan jarang
terjadi di negara-negara dengan budaya Islami atau Yahudi, atau pun
negara-negara tropis. T. spiralis dapat menginfestasi manusia sebagai inang
definitif yang ditumpangi cacing dewasa, dan menjadi inang perantara
ketika larva telah menginfestasi otot-otot. Setelah mengonsumsi daging
yang mengandung larva T. spiralis, larva akan berkembang menjadi cacing
dewasa di usus dalam waktu 1 minggu. Cacing dewasa betina menyimpan
larva dalam mukosa sistem pencernaan. Larva yang terdapat dalam mukosa
tersebut dapat menembus pembuluh darah dan ikut dalam aliran darah yang
kemudian dapat berakhir pada otot-otot seperti lidah, masseter,
gastrocnemius, deltoid, dan diafragma. Pada otot-otot tersebut kemudian
terjadi perkembangan larva dan pembentukan kapsul. Gejala infestasi yang
ditimbulkan dapat berupa klinis maupun subklinis, namun hal yang pasti
ditemukan dalam pemeriksaan yaitu ditemukan adanya gambaran nodul
radioopak sebagai hasil dari kalsifikasi larva dalam jaringan otot (Scully,
2014).
Metode
Metode penulisan yang kami gunakan ialah studi pustaka dengan
mengumpulkan data yang relevan dari jurnal internasional terakreditasi
mulai tahun 2013 sampai 2018. Kami mencari sumber jurnal berdasarkan
server yang telah diakui secara internasional, di antaranya NCBI,
ScienceDirect, PubMed, dan buku teks. Kata kunci yang kami gunakan
yaitu “Trichinella spiralis”, “trichinellosis”, dan “myalgia”. Selanjutnya,
kami menganalisis data-data yang telah diperoleh dengan teknik analisis-
sintesis sehingga didapatkan data dan informasi yang akurat.
Pembahasan
Masa inkubasi trichinellosis diperkirakan antara 10-14 hari setelah
memakan daging yang terinfestasi. Variasi masa inkubasi ini berhubungan
dengan jumlah larva yang dikonsumsi karena gejala dan tanda-tanda
penyakit akan tampak bila terjadi infestasi dengan 10 larva pada setiap
gram daging.
Trichinellosis terjadi pada manusia melalui daging yang
mengandung kista berisi larva infektif yang masih hidup. Setelah kista
termakan, kista akan masuk ke dalam lambung dan larva akan keluar
menuju usus. Larva tersebut akan hidup di mukosa usus duodenum dan
jejunum hingga menjadi cacing dewasa. Pada hari keenam setelah infeksi,
cacing tersebut akan menghasilkan larva motil dan akan terus dihasilkan
hingga sekitar 4 minggu. Jumlah larva yang dihasilkan dapat mencapai
1350-1500 ekor. Larva-larva ini kemudian menembus dinding usus dan
bergerak menuju pembuluh darah kemudian mengikuti aliran darah dan
limfe menuju jantung dan paru. Akhirnya larva mamasuki otot yang
beroksigenasi tinggi, yaitu otot lurik. Otot-otot yang sangat aktif biasanya
terinvasi, seperti otot diafragma, otot gastrocnemius, dan otot bisep
(Alvionia dan Nurdian, 2017; Calcagno et al., 2017).
Infestasi oleh parasit memicu respons eosinofilia oleh tubuh. Namun,
ketika parasit telah memasuki sel-sel otot, mereka menjadi kebal terhadap
respons tersebut. Begitu menginfestasi sel otot, T. spiralis mengubah
aktivitas tiap-tiap sel menjadi “sel perawat”. T. spiralis menstimulasi
angiogenesis sehingga terbentuklah kapiler-kapiler baru di sekeliling sel
yang terinfestasi. Sehingga, T. spiralis mendapatkan nutrisi yang cukup.
Terbentuknya sel perawat ini juga memberikan fungsi dalam perbaikan sel
otot (Arnold, 2015).
Manifestasi klinis trichinellosis tidak khas dan bervariasi dari
infestasi asimtomatik sampai bentuk parah dengan komplikasi yang
mengancam jiwa. Gejala awal yang dirasakan penderita bersifat
nonspesifik seperti demam, sakit kepala, nyeri perut, mual, muntah, dan
diare. Kemudian penderita mengalami mialgia, diikuti gangguan
pernapasan, gangguan menelan dan sulit berbicara. Selain itu dapat juga
terjadi pembesaran kelenjar limfe, edema periorbital, hidung, dan tangan.
Namun dari seluruh manifestasi tersebut, demam, edema wajah atau
periorbital, dan mialgia merupakan manifestasi klinis yang paling menonjol
pada trichinellosis (Kumar et al., 2017). Trauma langsung yang disertai
dengan respons kekebalan tubuh pada larva di dalam kista berakibat pada
timbulnya gejala demam dan mialgia. Mialgia terjadi pada 75% kasus
trichinellosis, umumnya terdapat pada otot masseter, diafragma, otot-otot
intercostalis, dan daerah di sekitar leher dan bahu. Mialgia kemudian
menimbulkan keluhan lain seperti kelemahan otot dan artritis.
Pada pasien dengan gejala neurologis dan kardiologis umumnya
mengalami hipereosinofilia, yang kemudian dapat berujung pada infark
miokardial dan infark serebri. Pada otot lurik, kista mengalami kalsifikasi.
Komplikasi lain juga dapat bermanifestasi pada mata, ensefalitis,
meningitis, pneumonia, peritonitis, nefritis, tuli, serta gejala-gejala
neurotoksik seperti neuritis, halusinasi, delirium, dan disorientasi
(Muflikhatun dan Nurdian, 2017; Pambudi dan Nurdian, 2017; Nadira dan
Nurdian, 2017; Noviyanti dan Nurdian, 2017).
Setelah diagnosis yang tepat, terapi harus dimulai sedini mungkin.
Obat yang diberikan pada penderita trichinellosis meliputi antihelmintik,
glukokortikosteroid, dan obat yang mengkompensasi defisit protein dan
elektrolit. Antihelmintik adalah obat utama untuk pengobatan trichinellosis
diantaranya albendazol dan mebendazol. Pilihan kedua dari terapi
trichinellosis yaitu pirantel pamoat. Pada prinsipnya, efektivitas
penggunaan kemoterapi sangat bergantung pada saat kapan obat tersebut
dikonsumsi. Penggunaan di tahap awal infestasi akan menghasilkan efek
terapi yang baik. Kebanyakan penderita terdiagnosis setelah terinfestasi
dalam beberapa minggu, setelah larva sudah terbentuk di otot sehingga
efektifitas terapi tidak dapat dicapai (Liao et al., 2017).
Ringkasan
Trichinellosis terjadi pada manusia melalui konsumsi daging yang
mengandung kista berisi larva infektif yang masih hidup. Kista akan masuk
ke dalam lambung dan larva akan keluar menuju usus. Larva tersebut akan
berubah menjadi cacing dewasa dan menghasilkan larva motil yang dapat
melakukan penetrasi dinding usus dan bergerak menuju pembuluh darah
kemudian mengikuti aliran darah dan limfe menuju jantung dan paru.
Setelah itu, larva akan mamasuki otot yang beroksigenasi tinggi, yaitu otot
lurik. Oleh karena itu, penderita trichinellosis mengalami manifestasi
mialgia. Obat yang dapat diberikan pada penderita trichinellosis meliputi
antihelmintik, glukokortikosteroid, dan obat yang mengkompensasi defisit
protein dan elektrolit.

Daftar Pustaka
Alvionia, A. Z. dan Nurdian, Y. 2017. Early Diagnosis Methods for Trichinellosis
during Window Period.
https://www.researchgate.net/publication/320956531_Early_Diagnosis_Methods
_for_Trichinellosis_during_Window_Period

Arnold, L. K. 2015. Trichinellosis/Trichinosis.


https://emedicine.medscape.com/article/787591-overview

Calcagno, M. A. Forastiero, M. A. Saracino, M. P., Vila, C. C., Venturiello, S. M.


2017. Serum IgE and IgG4 against muscle larva excretory-secretory products
during the early and late phases of human trichinellosis. Parasitol Res. doi:
10.1007/s00436-017-5601-0

Kumar, H. C., Dhanze, H., Bhilegaonkar, K. N., dan Kumar, A. S. H. O. K. 2017.


Trichinellosis: An under recognised zoonosis in India. Indian Journal of Animal
Sciences, 87(4): 412-417.

Liao, C., Cheng, X., Liu, M., Wang, X., dan Boireau, P. 2017. Trichinella spiralis and
tumors: cause, coincidence or treatment? Anti-Cancer Agents in Medicinal
Chemistry, Vol.17, doi: 10.2174/1871520617666171121115847

Muflikhatun, K. dan Nurdian, Y. 2017. Ocular System Involvement in Food-Borne


Trichinellosis.
https://www.researchgate.net/publication/321882872_Ocular_System_Involvem
ent_in_Food-Borne_Trichinellosis

Nadira, W. A. dan Nurdian, Y. 2017. Efek Neurologis yang Disebabkan oleh Infestasi
Trichinella.
https://www.researchgate.net/publication/319838651_Efek_Neurologis_yang_D
isebabkan_oleh_Infestasi_Trichinella
Noviyanti, L. A. dan Nurdian, Y. 2017. Neurotrichinellosis.
https://www.researchgate.net/publication/319735047_Neurotrichinellosis

Pambudi, A. N. R. dan Nurdian, Y. 2017. The Ocular Manifestation in Human


Trichinellosis.
https://www.researchgate.net/publication/322129135_The_Ocular_Manifestatio
ns_in_Human_Trichinellosis

Scully, C. 2014. Infections and Infestasions. In: Scully, C. Scully’s Medical Problems in
Dentistry, Seventh Ed., London: Churchill Livingstone. p. 526-575.

View publication stats

You might also like