You are on page 1of 69

PEMANFAATAN TRICHODERMA DAN PUPUK ORGANIK CAIR

TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI


CABAI RAWIT (Capsicum frutescens L.)

ASMIRA MAJJUARA
G 111 11 031

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018

iv
PEMANFAATAN TRICHODERMA DAN PUPUK ORGANIK CAIR
TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI
CABAI RAWIT (Capsicum frutescens L.)

SKRIPSI

Diajukan untuk menempuh Ujian Sarjana pada Program Studi Agroteknologi


Departemen Budidaya Pertanian
Fakultas Pertanian
Universitas Hasanuddin

ASMIRA MAJJUARA
G 111 11 031

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018

v
vi
vii
ABSTRAK

ASMIRA MAJJUARA (G111 11 031),”Pemanfaatan Trichoderma dan Pupuk


Organik Cair Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Cabai Rawit (Capsicum
frutescens L.)” (Dibawah bimbingan HERNUSYE HUSNI dan ABD HARIS).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Trichoderma dan pupuk


organik cair tehadap pertumbuhan dan produksi tanaman cabai rawit. Penelitian
ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin,
Makassar yang berlangsung dari bulan Juni hingga Desember 2015. Penelitian ini
disusun dengan menggunakan rancangan Faktorial 2 Faktor dalam Rancangan
Acak Kelompok yang terdiri dari 9 kombinasi perlakuan, yaitu tanpa Trichoderma
+ pupuk organik cair 10 ml liter-1, tanpa Trichoderma + pupuk organik cair 20 ml
liter-1, tanpa Trichoderma + pupuk organik cair 30 ml liter-1, Trichoderma 3 g +
pupuk organik cair 10 ml liter-1, Trichoderma 3 g + pupuk organik cair 20 ml
liter1, trichoderma 3 g + pupuk organik cair 30 ml liter-1, Trichoderma 4 g +
pupuk organik cair 10 ml liter-1, Trichoderma 4 g + pupuk organik cair 20 ml
liter1, Trichoderma 4 g + pupuk organik cair 30 ml liter-1. Parameter yang diamati
meliputi tinggi tanaman (cm), jumlah daun (helai), diameter batang (mm), jumah
cabang produktif (cabang), umur berbunga (hari), umur panen (hari), jumlah buah
per tanaman (buah), dan berat buah per tanaman (g). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penggunaan Trichoderma 4 g dan pupuk organik cair 30 ml
liter-1 memberikan hasil terbaik pada tinggi tanaman (35,13 cm), jumlah daun
(153,33 helai), jumlah buah per tanaman (127,67 g), berat buah per tanaman (142
g) dan produksi per hektar (5,68 ton/ha).

Kata Kunci : cabai rawit, Trichoderma dan pupuk organik cair

viii
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahu wa

ta’ala atas segala limpahan rahmat, berkah, anugerah dan karunia-Nya yang

senantiasa hadir sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan

skripsi ini. Tiada kata yang mampu mewakili ungkapan rasa bahagia, bersyukur

dan bangga dari perjalanan penulis alami.

Penulis menyadari bahwa begitu banyak pihak yang berperan penting

dalam penyelesaian penulisan skripsi ini, oleh karenanya penulis sampaikan

ungkapan banyak terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Ayahanda Majjuara, S.P dan Ibunda Mariati yang penuh kesabaran dan

ketabahan dalam mendidik dan membesarkan ananda dengan segala

pengorbanan dan doa restu yang diberikan selama ini. Untaian doa penulis

panjatkan untuk kebahagiaan mereka berdua didunia dan akhirat.

1. Bapak Prof.Dr.Ir Elkawakib Syam‟un, MP selaku ketua jurusan, dan seluruh

staf pengajar yang telah memberikan bekal ilmu, bimbingan dan arahan

selama menuntut ilmu di Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin.

2. Ibu Dr. Ir. Hernusye Husni, M.Sc dan Bapak Dr. Ir. Abd. Haris B. M.Si

Selaku pembimbing, terima kasih atas segala bimbingan dan dorongan sejak

rencana penelitian hingga penyusunan laporan ini.

3. Ibu Dr. Ir. Hj. Syatrianty A. Syaiful, MS., Cri Wahyuni Brahmi Yanti, SP. M.Si , Dr.

Ir. Katriani Mantja, MP sebagai penguji yang telah banyak memberikan saran

konstruktif, kemudahan, motivasi dan ilmu kepada penulis.

ix
4. Bapak Dr. Ir. Amirullah Dachlan, MP sebagai Penasihat Akademik yang telah

banyak membantu dan memotivasi penulis selama menjadi mahasiswa

5. Saudaraku yang kusayangi St. Hajar Majjuara, Rusdianto Majjuara dan

Nurhalima Majjuara yang senantiasa menjadi penyemangat dengan do‟a dan

kasih sayangnya untuk penulis. Begitu pula untuk semua keluargaku baik

keluarga dari Bapak maupun keluarga dari Ibu atas dukungan baik moril

maupun materil.

6. Segenap seluruh staf pegawai Jurusan Budidaya Pertanian dan Fakultas atas

seluruh bantuannya.

7. Nur Khairun Nisa Junuda,S.P, Nuraeni,S.P, dan Nurul Aisyiah,S.P, sahabat

penulis yang telah memotivasi, mendo‟akan dan pengertiannya selalu hadir

baik suka dan duka.

8. Keluarga RBF Sapiah S.P., Nurjannah, S.P., Adelina, S.P., Risnawati, S.P.,

Halisah Musa, S.Sos., Alicya Mutiara Suprianto, S.P., Sriyanti, Nur

Munjiyah, dan Nur Endrawati, S.P. yang telah melewati masa suka dan duka

bersama penulis di asrama mahasiswa (Ramsis), terima kasih atas do‟a dan

semangat yang selalu diberikan selama ini kepada penulis.

9. Hasrianti S.Pi sahabat penulis dari SMA yang selalu setia memberikan doa

dan semangatnya kepada penulis dalam menyelesaikan laporan ini.

10. Nurkhadijah, Shanti Agi, S.P, Banatil Mufidah, dan Sri Astuti Rukmini, S.P,

teman seperjuangan semasa kuliah hingga akhir.

11. Teman-teman seangkatan penulis Suhady, S.P, Ahmad Amiruddin, S.P,

Muhammad Yusuf, S.P, Andri, S.P, Jafaruddin, S.P, Muhammad, S.P,

x
Jazman, S.P, Hariyanti, S.P yang telah banyak membantu, memberikan

motivasi dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan laporan ini.

12. Teman-teman „AKTIVATOR‟ dan AGROTEKNOLOGI 2011 yang penuh

persaudaraan dan kekeluargaan, memberikan semangat kepada penulis dalam

menyelesaikan penyusunan laporan ini.

13. Keluarga KKN UNHAS Gel 87 Desa Matuju Kec. Awangpone Kab. Bone.

Terima kasih sudah mengajarkan beberapa hal postitif serta pengalaman baru

bagi kehidupan penulis.

14. Segenap pengurus, alumni dan DPO BK Surau Firdaus Fakultas Pertanian

Unhas yang telah banyak memberikan dukungan, motivasi, do‟a dan

perubahan spiritual dalam ukhuwah islamiyah kepada penulis.

15. Kepada segenap pihak-pihak yang tidak sempat penulis sebutkan satu persatu

yang telah banyak berjasa dan senantiasa membantu penulis dalam

menyelesaikan studi di Jurusan Budidaya Pertanian Universitas Hasanuddin.

Teriring harapan dan doa semoga Allah SWT memberikan rahmat dan ridho-Nya

atas budi baik serta ketulusan yang mereka berikan selama ini kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan. Namun,

harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dalam upaya

pengembangan pertanian terutama sub program studi agronomi. Aamiin.

Makassar, Februari 2018

Penulis

xi
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL ................................................................................ i


HALAMAN JUDUL ................................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iii
ABSTRAK ................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................................. vi
DAFTAR ISI ................................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2. Hipotesis..................................................................................... 5
1.3. Tujuan dan Kegunaan ................................................................ 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Cabai........................................................................... 7


2.2. Syarat Tumbuh Tanaman Cabai ................................................. 10
2.3. Trichoderma sp. ......................................................................... 11
2.4. Pupuk Organik Cair.................................................................... 14

BAB III. METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu .................................................................... 18


3.2. Alat dan Bahan .......................................................................... 18
3.3. Metode Percobaan ..................................................................... 18
3.4. Pelaksanaan Penelitian ............................................................... 19
3.4.1. Pembuatan Pupuk Organik Cair .............................................. 19
3.4.2. Persiapan Media Tanam .......................................................... 21
3.4.3. Persemaian ............................................................................. 21
3.4.4. Penanaman ............................................................................. 21

xii
3.4.5. Pemeliharaan .......................................................................... 21
3.4.6. Aplikasi Trichoderma dan Pupuk Organik Cair .................... 22
3.4.7 Panen ....................................................................................... 22
3.5 Parameter Pengamatan .............................................................. 22

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil .......................................................................................... 24


4.1.1 Tinggi Tanaman 68 HST (cm).......................................... 24
4.1.2 Jumlah daun 68 HST (helai) ............................................. 25
4.1.3 Diameter Batang 68 HST (mm)........................................ 26
4.1.4 Jumlah Cabang Produktif (cabang) .................................. 27
4.1.5 Umur Berbunga (hari) ...................................................... 28
4.1.6 Umur Panen (hari) ............................................................ 29
4.1.7 Jumlah Buah per Tanaman (buah) .................................... 30
4.1.8 Berat Buah per Tanaman (g) ............................................ 31
4.1.9 Produksi per hektar ........................................................... 32
4.2. Pembahasan ............................................................................... 33

BAB V. Kesimpulan & Saran

5.1. Kesimpulan ............................................................................... 38


5.2. Saran.......................................................................................... 38

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 39

LAMPIRAN ............................................................................................... 43

xiii
DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

Teks

1. Grafik Rata-rata Tinggi Tanaman 68 HST (cm) .................................... 24


2. Grafik Rata-rata Jumlah Daun 68 HST (cm) ......................................... 25
3. Grafik Rata-rata Diameter Batang 68 HST (mm) ................................... 26
4. Grafik Rata-rata Jumlah Cabang Produktif (cabang) .............................. 27
5. Grafik Rata-rata Umur Berbunga (hari) .................................................. 28
6. Grafik Rata-rata Umur Panen (hari) ........................................................ 29
7. Grafik Rata-rata Jumlah buah (buah) ...................................................... 30
8. Grafik Rata-rata Berat Buah (g) .............................................................. 31
9. Grafik Rata-rata Produksi per hektar (ton/ha) ......................................... 32

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

1. Deskripsi Varietas Bhaskara ................................................................... 44


2. Denah Percobaan di Lapangan ................................................................ 46
3. Hasil Analisis Kandungan Hara Pupuk Organik Cair ............................. 47
4. Rata-rata Tinggi Tanaman umur 68 HSTdan Sidik ragam ..................... 48
5. Rata-rata Jumlah Daun umur 68 HSTdan Sidik ragam ........................... 49
6. Rata-rata Diameter Batang umur 68 HST dan Sidik ragam.................... 50
7. Rata-rata Jumlah Cabang Produktif dan Sidik Ragam ............................ 51
8. Rata-rata Umur Berbunga (hari) dan Sidik Ragam ................................. 52
9. Rata-rata Umur Panen (hari) dan Sidik Ragam....................................... 53
10. Rata-rata Jumlah buah (buah) dan Sidik Ragam ..................................... 54
11. Rata-rata Berat Buah (g) dan Sidik Ragam ............................................. 55
12. Rata-rata Produksi per hektar (ton/ha) dan Sidik Ragam........................ 56
13. Dokumentasi percobaan .... .................................................................... 57

xv
ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Cabai rawit (Capsicum frutescens L.) merupakan salah satu jenis tanaman

hortikultura penting yang dibudidayakan secara komersial. Tanaman cabai rawit mudah

beradaptasi dengan lingkungan tempat tumbuhnya dan mudah untuk dibudidayakan.

Menurut Rukmana (2002), secara umum buah cabai rawit mengandung zat gizi antara

lain lemak, protein, karbohidrat, kalsium, fosfor, besi, vitamin A, B1, B2, C dan senyawa

alkaloid seperti capsaicin, oleoresin, flavanoid dan minyak esensial. Kandungan tersebut

banyak dimanfaatkan sebagai bahan bumbu masak, ramuan obat tradisional, industri

pangan dan pakan unggas.

Kebutuhan cabai rawit segar semakin hari semakin meningkat mengingat

manfaatnya yang cukup banyak. Hal ini disebabkan selain cabai memiliki

kandungan gizi yang cukup lengkap juga memiliki nilai ekonomis tinggi yang

banyak digunakan baik untuk konsumsi rumah tangga maupun untuk keperluan

industri makanan. Untuk memenuhi kebutuhan cabai rawit tersebut diperlukan

pembudidayaan yang baik, misalnya dalam perawatan tanaman dan yang lebih

utama adalah pemupukan baik dalam dosis maupun jenis pupuk (Cahyono, 2003).

Produksi cabai rawit pada tahun 2017 sebanyak 73 ribu ton dengan kebutuhan

konsumsi masyarakat hanya 68 ribu ton. Dengan begitu, produksi cabai selama 2017

masih surplus sebanyak 5.000 ton. Dalam upaya meningkatkan hasil produksi cabai rawit,

para petani masih melakukan pemupukan menggunakan pupuk kimia. Salah satu masalah

dalam usaha pertanian adalah penggunaan pupuk anorganik yang berlebih secara terus

1
menerus tanpa memperhatikan pemeliharaan tanah, hal ini akan menimbulkan dampak

negatif bagi tanah, tanah akan kehilangan sifat fisik, kimia dan biologinya. Sehingga

untuk mengatasi hal tersebut salah satunya dengan usaha pertanian berkelanjutan yang

bertujuan untuk menjadikan tanah menjadi subur dan produktif dengan kandungan bahan

organik tanah ˃2,5% (Andi Hartik, 2017).

Kesuburan tanah adalah suatu keadaan tanah dimana tata air, udara dan

unsur hara dalam keadaan cukup, seimbang dan tersedia sesuai kebutuhan

tanaman. Pengguunaan pupuk kimia atau anorganik bagi lingkungan khususnya

pada tanah dapat memberikan dampak negatif bila dilakukan terus menerus.

Karena menyebabkan mikroorganisme di dalam tanah banyak yang mati, sehingga

penguraian bahan organik di dalam tanah akibat sisa-sisa pupuk yang tidak

terserap menjadi terganggu dan membuat kondisi tanah menjadi mengeras,

bergumpal dan PH menurun. Selain menimbulkan dampak negatif pada kondisi

tanah, pupuk anorganik juga berdampak negatif pada kesehatan manusia yaitu

menimbulkan penyakit yang berbahaya dan bagi tanaman adalah menyebabkan

tanaman menjadi rawan terhadap hama (Syaifudin dkk., 2010).

Perbaikan kondisi kesuburan tanah yang paling praktis adalah dengan

penambahan pupuk ke tanah. Namun perlu diperhatikan keseimbangan kesuburan

tanah sehingga pupuk yang diberikan dapat efektif dan efisien. Penambahan

pupuk anorganik yang menyediakan ion mineral siap saji saja akan merusak

kesuburan fisik tanah, dimana tanah akan menjadi keras. Dengan demikian,

pengaplikasian pupuk organik akan sangat membantu dalam memperbaiki kondisi

tanah. Akan tetapi pupuk organik lebih lambat terurai menjadi ion mineral,

2
sehingga diperlukan penambahan mikroorganisme ke dalam tanah yang dapat

mempercepat proses dekomposisi dan menjaga kesuburan tanah.

Salah satu mikroorganisme fungsional yang dikenal luas sebagai pupuk

biologis tanah adalah jamur Trichoderma sp. Jamur ini merupakan salah satu jenis

mikroorganisme penghuni tanah yang dapat diisolasi dari perakaran tanaman

lapang. Biakan jamur Trichoderma dalam media aplikatif seperti dedak dapat

diberikan ke areal pertanaman dan berlaku sebagai biodekomposer yang

mendekomposisi limbah organik menjadi kompos yang bermutu. Serta dapat

berlaku sebagai biofungisida, yang mana jamur ini dapat menghambat

pertumbuhan beberapa jamur penyebab penyakit pada tanaman antara lain:

Rigidoporus lignosus, Fusarium (Ismail dan Andi, 2011).

Disamping kemampuan sebagai pengendali hayati, Trichoderma sp.

memberikan pengaruh positif terhadap perakaran tanaman, pertumbuhan tanaman,

hasil produksi tanaman. Sifat ini menandakan bahwa juga Trichoderma sp.

berperan sebagai Plant Growth Enhancer. (Herlina dan Pramesti, 2009).

Kemampuan Trichoderma spp. dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman telah

dibuktikan oleh Widham et al (1986) aplikasi Trichoderma spp. pada tanah steril

dapat meningkatkan kecepatan perkecambahan tomat dan tembakau. Sedangkan

penelitian Paseno (2012) dengan pemberian 3 g Trichoderma memberikan

pengaruh terbaik terhadap pertumbuhan bibit kakao.

Kebutuhan tanaman akan unsur hara dapat dipenuhi dengan pemupukan, dimana

pemupukan bertujuan untuk memperbaiki kesuburan tanah hingga pertumbuhan tanaman

lebih baik. Menurut Sutanto (2002) penggunaan pupuk organik cair merupakan salah satu

cara untuk mengatasi kekurangan bahan organik, karena mampu memperbaiki sifat fisik,

3
kimia dan biologi tanah,dapat meningkatkan hasil baik kualitas maupun kuantitas serta

mampu mengurangi penggunaan pupuk anorganik.

Menurut Sutanto (2002) pupuk organik merupakan bahan pembenah tanah yang

lebih baik daripada bahan pembenah buatan, walaupun pada umumnya pupuk organik

mempunyai kandungan hara makro N, P dan K yang rendah tetapi mengandung hara

mikro dalam jumlah cukup yang sangat diperlukan dalam pertumbuhan tanaman.

Kemampuan pupuk organik cair hasil fermentasi daun gamal, batang pisang dan

sabut kelapa telah dibuktikan oleh Nasaruddin (2010) dengan menggunakan perlakuan 15

sampai 30 ml/l memberikan pengaruh terbaik terhadap pertumbuhan bibit kakao. Begitu

juga dengan penelitian yang dilakukan Paseno (2012), penggunaan pupuk organik cair

konsentrasi 30 ml/l memberikan pengaruh terbaik dan sangat nyata terhadap pertumbuhan

bibit kakao.

Menurut Hanolo (1997) pemberian pupuk organik cair harus memperhatikan

konsentrasi yang diaplikasikan terhadap tanaman yang dibudidaya. beberapa hasil

penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik cair melalui daun memberikan

pertumbuhan dan hasil tanaman yang lebih baik daripada melalui tanah. Penggunaan

konsentrasi pupuk organik cair yang tepat dapat memperbaiki pertumbuhan,

mempercepat panen, memperpanjang umur produksi dan dapat meningkatkan hasil

tanaman (Rizqiani et al. 2007).

Penelitian tentang pupuk organik cair batang pisang dan sabut kelapa telah

dilakukan oleh beberapa peneliti. Permana (2012) mengemukakan bahwa pupuk organik

cair dosis 30 ml berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, panjang daun, luas daun,

waktu berbunga dan berat tongkol jagung. Dosis tersebut mampu menghasilkan produksi

jagung sebesar ± 7,1 ton per hektar pipilan kering jagung komposit varietas srikandi

kuning pada lahan sawah irigasi.

4
Berdasarkan uraian tersebut di atas maka perlu dilakukan penelitian mengenai

penggunaan konsentrasi yang tepat untuk Trichoderma spp. dan pupuk organik cair

terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman cabai rawit.

1.2 Hipotesis

1. Terdapat interaksi antara Trichoderma dan pupuk organik cair yang memberikan

pengaruh terbaik terhadap pertumbuhan dan produksi cabai rawit.

2. Terdapat salah satu perlakuan Trichoderma yang memberikan pengaruh terbaik

terhadap pertumbuhan dan produksi cabai rawit.

3. Terdapat salah satu perlakuan pupuk organik cair yang memberikan pengaruh

terbaik terhadap pertumbuhan dan produksi cabai rawit.

1.3 Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh

penggunaan Trichoderma dan pupuk organik cair terhadap pertumbuhan dan

produksi cabai rawit.

Adapun kegunaan dari penelitian ini yaitu, diharapkan dapat menjadi bahan

informasi serta pertimbangan bagi masyarakat dan seluruh pembaca dalam

pengembangan dan pembudidayaan cabai rawit, serta sebagai pembanding pada

penelitian berikutnya.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Cabai

Tanaman cabai (Capsicum frutescen L.) berasal dari dunia tropika dan subtropika

Benua Amerika, khususnya Colombia, Amerika Selatan, dan terus menyebar ke Amerika

Latin. Bukti budidaya cabai pertama kali ditemukan dalam tapak galian sejarah Peru dan

sisaan biji yang telah berumur lebih dari 5000 tahun SM didalam gua di Tehuacan,

Meksiko. Penyebaran cabai ke seluruh dunia termasuk negara-negara di Asia, seperti

Indonesia dilakukan oleh pedagang Spanyol dan Portugis (Harpenas, dkk, 2010).

Kedudukan taksonomi cabai rawit dalam tatanama atau sistematika (taksonomi)

tumbuhan adalah sebagai berikut (Rukmana, 2002) :

Kerajaan : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Tubiflorae

Familia : Solanaceae

Genus : Capsicum

Spesies : Capsicum frutescens L.

Cabai atau lombok termasuk dalam suku terong-terongan (Solanaceae) dan

merupakan tanaman yang mudah ditanam di dataran rendah ataupun di dataran tinggi.

Tanaman cabai banyak mengandung vitamin A dan vitamin C serta mengandung minyak

atsiri capsaicin, yang menyebabkan rasa pedas dan memberikan kehangatan panas bila

digunakan untuk rempah-rempah (bumbu dapur). Cabai dapat ditanam dengan mudah

6
sehingga bisa dipakai untuk kebutuhan sehari-hari tanpa harus membelinya di pasar (

Harpenas dkk, 2010).

Seperti tanaman yang lainnya, tanaman cabai mempunyai bagian-bagian tanaman

seperti akar, batang, daun, bunga, buah dan biji.

1. Akar

Sistem perakarannya agak menyebar, diawali dengan akar tunggang yang sangat

kuat, kemudian cabang-cabang akar, dan secara terus menerus tumbuh akar-akar rambut.

Karakteristik perakaran cabai rawit dapat diamati pada stadium bibit dan stadium

tanaman muda di lapangan. Perakaran stadium bibit yang akan dipindah ke kebun dapat

mengalami kerusakan, tetapi akar-akar samping akan berkembang dari akar utama. Akar-

akar baru akan terus dibentuk dari akar utama pada stadium tanaman muda sampai

dewasa. Kedua arah pertumbuhan akar tersebut dinamai “diarchous root system” artinya

dua arah sistem perakaran yang berlawanan (Rukmana, 2004).

2. Batang

Batang tanaman cabai rawit memiliki struktur tegak dan berkayu. Kulit

batangnya tipis sampai agak tebal. Pada stadium tanaman muda kulit berwarna hijau,

kemudian berubah menjadi hijau kecokelat-cokelatan setelah memasuki stadium tua

(dewasa). Batang tanaman ini berbentuk bulat, halus, dan bercabang banyak. Batang ini

berfungsi sebagai tempat keluarnya cabang, tunas daun, bunga, dan buah (Rukmana,

2002).

3. Daun

7
Daun cabai berbentuk bulat telur dengan ujung runcing dan tepi daun rata (tidak

bergerigi/berlekuk) ukuran daun lebih kecil dibandingkan dengan daun tanaman cabai

besar. Daun cabai merupakan daun tunggal dengan kedudukan agak mendatar, memiliki

tulang daun menyirip dan tangkai tunggal yang melekat pada batang/cabang. Jumlah

daun cukup banyak sehingga tanaman tampak rimbun (Cahyono, 2003).

4. Bunga

Bunga tanaman cabai rawit merupakan bunga tunggal yang berbentuk bintang.

Bunga tumbuh menunduk pada ketiak daun dengan mahkota bunga berwarna putih.

Struktur bunga mempunyai 5 – 6 helai mahkota, 5 helai daun bunga, 1 putik (stigma)

dengan kepala putik berbentuk bulat, 5 – 8 helai benang sari dengan kepala sari berbentuk

lonjong dan berwarna biru keungu – unguan. Tepung sari berbentuk lonjong, terdiri atas

tiga segman, berwarna kuning mengilap. Dalam satu kotak sari berkembang 11.000 –

18.000 butir tepung sari. Penyerbukan bunganya termasuk penyerbukan sendiri. Namun

dapat juga terjadi secara silang, penyerbukan silang di lapangan dilakukan oleh serangga

dan angin (Rukmana, 2002).

5. Buah

Bentuk buah tanaman cabai rawit bervariasi mulai dari pendek daan bulat sampai

panjang dan langsing. Warna buah muda umumnya hijau sampai kuning keputih-putihan,

tetapi setelah tua (matang) berubah menjadi merah tua atau merah kekuningan. Daging

buah umumnya lunak dan rasanya sangat pedas. Buah memiliki panjang 1 – 6 cm, dengan

diameter 0.5 – 1.5 cm, tergantung jenis atau kultivarnya (Rukmana, 2004).

6.Biji

8
Biji Cabai rawit berwarna kuning padi, melekat di dalam buah pada papan biji

(placenta). Biji terdiri atas kulit biji (spermodermis), tali pusat (funiculus), dan inti biji

(nucleus seminis) (Rukmana, 2002).

2.2 Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

Tanaman cabai rawit merupakan salah satu tanaman yang tumbuh dan

dikembangkan di daerah tropis terutama sekitar khatulistiwa. Kondisi lingkungan sangat

berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi cabai rawit. Keadaan iklim dan tanah

merupakan dua hal pokok yang harus diperhatikan dalam menentukan lokasi penanaman

cabai rawit (Pitojo, 2003).

Cabai rawit tumbuh baik di tanah bertekstur lempung, lempung berpasir, dan

lempung berdebu. Namun, cabai ini masih bisa tumbuh baik pada tekstur tanah yang agak

berat, seperti lempung berliat. Tanaman cabai rawit memerlukan derajat kemasaman (pH)

tanah antara 6,0 – 7,0 (pH optimal 6,5) dan memerlukan sinar matahari penuh (tidak

memerlukan naungan). Menurut Rukmana (2004), tanaman cabai rawit dapat tumbuh

dengan baik pada tanah yang subur (kaya humus), gembur, porous, bebas dari nematode

dan bakteri layu. Tanah dengan aerasi yang jelek dapat menyebabkan tanaman mudah

terserang penyakit layu, gugur daun, dan buah yang dihasilkan kecil-kecil.

Tanaman ini dapat tumbuh di seluruh wilayah Indonesia, baik dataran rendah,

sedang, pegunungan, maupun dataran tinggi. Namun secara umum pertumbuhan cabai

rawit akan sangat baik kalau ditanam di daerah dengan curah hujan dan panas yang cukup

(Sarpian, 2003).

Tanaman cabai rawit memerlukan kondisi iklim dengan 0-4 bulan basah dan 4-6

bulan kering dalam satu tahun dan curah hujan berkisar antara 600 mm-1.250 mm per

tahun. Tanaman cabai rawit tidak menghendaki kelembaban dan curah hujan yang tinggi

9
serta iklim yang basah, karena pada keadaan tersebut tanaman mudah terserang penyakit,

terutama oleh cendawan (fungi). Kelembaban udara yang baik untuk pertumbuhan

tanaman cabai rawit adalah berkisar 60% - 80%. Kelembaban yang terlalu rendah dengan

suhu udara yang tinggi akan menghambat pertumbuhan tunas, bunga dan buah (Rukmana,

2004).

2.3 Trichoderma sp.

Trichoderma adalah jamur dari kelas Deuteromycetes ordo Moniliales. Jamur ini

dikenal sebagai jamur saprofit yang hidup di dalam tanah khususnya pada bahan organik,

pada serasah dan kayu mati. Umumnya Trichoderma hidup pada daerah yang agak

lembab, sedangkan pada kondisi tanah yang kering populasi Trichoderma akan menurun

setelah beberapa waktu yang cukup lama. Jamur ini juga menyukai kondisi tanah yang

asam dan termasuk peka terhadap sinar atau cahaya langsung. Pembentukan spora jamur

biasanya terjadi pada kondisi sinar terang (Agrios, 1996).

Disamping itu, jamur Trichoderma mempunyai kemampuan untuk meningkatkan

kecepatan pertumbuhan dan perkembangan tanaman, terutama kemampuannya untuk

menyebabkan produksi perakaran sehat dan meningkatkan angka kedalaman akar. Akar

yang lebih dalam ini menyebabkan tanaman menjadi lebih resisten terhadap kekeringan,

seperti pada tanaman jagung dan tanaman hias (Harman, 2000). Trichoderma merupakan

jamur tanah yang berperan dalam menguraikan beberapa komponen zat seperti N, P,S dan

Mg dan unsur hara lain yang dibutuhkan tanaman dalam pertumbuhannya. Trichoderma

berfungsi untuk memecah bahan-bahan organik yang akan dimanfaatkan tanaman dalam

merangsang pertumbuhan di atas tanah terutama tinggi tanaman dan pembentukan warna

hijau pada daun (Marianah, 2013).

10
Penggunaan Trichoderma selain dapat meningkatkan hasil panen juga

menyebabkan peningkatan kualitas buah, antara lain kandungan vitamin C. Sistem

perakaran yang baik dan pertumbuhan daun yang banyak akan meningkatkan hasil

fotosintesis, yaitu glukosa yang merupakan salah satu senyawa dasar untuk pembentukan

vitamin C. Selain itu glukosa hasil fotosintesis merupakan sumber material yang dipakai

sebagai sintesis komponen-komponen sel, jaringan atau organ tanaman melalui berbagai

proses reaksi kimia (Darmono, 1997).

Spesies Trichoderma adalah cendawan yang hidup bebas, umum ditemui pada

ekosistem tanah dan akar. Cendawan ini telah dipelajari secara ekstensif dalam

kemampuannya menghasilkan antibiotik, memparasitasi cendawan lain, dan

mikroorganisme penyebab penyakit pada tanaman (Harman et al., 2004.) Sampai saat ini,

dasar tentang bagaimana Trichoderma memberikan efek menguntungkan pada

pertumbuhan dan perkembangan tanaman masih terus diteliti. Namun, beberapa strain

Trichoderma memberikan pengaruh penting dalam perkembangan dan produktivitas

tanaman (Harman, 2006). Akhir-akhir ini, Trichoderma dikenal dapat meningkatkan

pertumbuhan tanaman dan juga berperan sebagai pengendalian hayati dalam tanah

(Chang et al., 1986).

Beberapa spesies Trichoderma telah dilaporkan sebagai agensia hayati adalah T.

harzianum, T. viridae, dan T. Konigii, yang merupakan cendawan penghuni tanah yang

dapat diisolasi dari perakaran tanaman lapangan. Spesies Trichoderma di samping

sebagai organisme pengurai, dapat pula berfungsi sebagai agen hayati dan stimulator

pertumbuhan tanaman (Ramada,A. 2008). Cendawan T. harzianum telah digunakan

dalam percobaan pengendalian hayati yang menunjukkan meningkatnya kemampuan

pertumbuhan tanaman (Chet et al., 1979; Elad et al., 1982). Respons dari aplikasi T.

harzianum adalah dengan meningkatnya persentase perkecambahan, tinggi tanaman, dan

11
bobot kering serta waktu perkecambahan yang lebih singkat pada tanaman sayuran dan

lebih awal berbunga serta meningkatkan jumlah kumpulan bunga pada Vinca minor L,

dan petunia (Petunia hybrid Vilm) (Chang et al., 1986). Beberapa penelitian

menunjukkan bahwa Trichoderma harzianum, Trichoderma asperellum dan Trichoderma

asperelloides yang berada di rhizosper mampu merangsang pertumbuhan dan pertahanan

tanaman (Harman et al., 2004).

2.4 Pupuk Organik Cair

Pupuk organik adalah pupuk yang tersusun dari materi makhluk hidup, seperti

pelapukan sisa tanaman, hewan dan manusia. Pupuk orgnik dapat berbentuk padat atau

cair yang digunakan untuk memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah (Anonim,

2015).

Penggunaan pupuk organik yang lebih efektif dan efisien adalah dalam bentuk

pupuk cair. Pupuk cair lebih mudah terserap oleh tanaman karena unsur-unsur di

dalamnya sudah terurai. Tanaman tidak hanya menyerap hara melalui akar tapi juga bisa

melalui daun-daun tanaman. Penggunaan pupuk cair lebih mudah pekerjaan dan

penggunaannya, dalam sekali pemberian pupuk organik cair melakukan tiga macam

proses sekaligus, yaitu : memupuk tanaman, menyiram tanaman dan mengobati tanaman

(Pranata, 2004).

Penggunaan pupuk organik cair dapat mempertahankan keseimbangan lingkungan

serta dapat memperbaiki agregat tanah. Menurut Sutanto (2002) bahwa penggunaan

pupuk organik cair merupakan salah satu cara untuk mengatasi kekurangan bahan

organik, karena mampu memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah, dapat

meningkatkan hasil baik kualitas maupun kuantitas serta mampu mengurangi penggunaan

pupuk anorganik.

12
Menurut Hanolo (1997) pemberian pupuk organik cair harus memperhatikan

konsentrasi yang diaplikasikan terhadap tanaman. Dari beberapa hasil penelitian

menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik cair melalui daun memberikan

pertumbuhan dan hasil tanaman yang lebih baik daripada pemberian pupuk melalui

tanah. Pemupukan lewat daun biasanya disebut dengan foliar feeding yaitu suatu cara

pemupukan yang disemprotkan pada tanaman lewat daun dan diharapkan pupuk yang

disemprotkan dapat masuk ke dalam daun melalui stomata (mulut daun) dan celah-celah

kutikula (Sutanto, 2002).

Pemberian pupuk organik cair pada tanaman harus memperhatikan dosis yang

diaplikasikan, karena dosis yang berlebih mengakibatkan timbulnya gejala kelayuan pada

tanaman (Suwandi dan Nurtika, 1987). Penggunaan konsentrasi pupuk organik cair yang

tepat dapat memperbaiki pertumbuhan, mempercepat panen, memperpanjang masa atau

umur produksi dan dapat meningkatkan hasil tanaman (Rizqiani et al. 2007).

Dosis pupuk organik cair yang tepat merupakan suatu besaran yang digunakan

guna menghasilkan pertumbuhan dan hasil tanaman yang optimal. Apabila dosis pupuk

yang diberikan kurang dari kebutuhan hara tanaman, maka hasil yang diperoleh pun tidak

optimal karena jumlah unsur-unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman tidak terpenuhi

secara baik sehingga metabolisme dalam tubuh tanaman tidak berlangsung dengan baik.

Begitu pula sebaliknya, jika dosis pupuk organik cair melebihi batas toleransi tanaman

maka pertumbuhan tanaman akan terhambat sehingga hasil yang diperoleh pun tidak

optimal. Hal ini disebabkan oleh berlebihnya unsur-unsur hara yang diberikan dapat

menyebabkan terganggunya sistem metabolisme dalam tubuh tanaman serta

mengakibatkan keracunan. Selain itu, sistem penyerapan air dan unsur-unsur hara oleh

akar di dalam tanah secara osmosis dapat terganggu karena adanya perbedaan konsentrasi

yang cukup tinggi antara tanah dan akar tanaman (Lestari, 2011).

13
Pupuk organik cair merupakan pupuk yang berasal dari tumbuhan mati, kotoran

hewan dan/atau bagian hewan dan/atau limbah organik lainnya. Pembuatan pupuk

organik cair mudah dilakukan, bahannya banyak terdapat di sekitar pekarangan rumah

seperti jerami padi, kotoran ayam, batang pisang, sabut kelapa dan daun gamal. Dalam

pertumbuhannya tanaman memerlukan tiga unsur hara penting, yaitu nitrogen, fosfat, dan

kalium. Nitrogen berfungsi untuk membentuk akar, daun dan batang serta menghijaukan

daun. Sementara fosfor dan kalium berfungsi untk menguatkan perakaran dan batang,

merangsang pembungaan dan buah, membuat biji menjadi berisi serta memaniskan rasa

atau umbi (Andoko, 2008).

Gamal adalah tanaman dari famili leguminoseae yang mengandung berbagai hara

esensial yang cukup tinggi bagi pemenuhan hara bagi tanaman pada umumnya. Jaringan

daun tanaman gamal mengandung 3,15% N, 0,22% P, 2,65% K, 1,35% Ca, dan 0,41%

Mg. Gamal mempunyai kandungan nitrogen yang cukup tinggi dengan C/N rendah,

menyebabkan biomassa tanaman ini mudah mengalami dekomposisi. Tanaman ini lebih

mudah diperoleh dan tersedia lebih banyak dalam lingkungan maupun lahan usahatani

umumnya (Ibrahim, 2002).

Gamal adalah tanaman leguminosa yang dapat tumbuh dengan cepat di daerah

kering. Daun gamal berbentuk elips (oval), ujung daun lancip dan pangkalnya tumpul

(bulat), susunan daun terletak berhadapan seperti daun lamtoro atau turi. Bunga gamal

muncul pada musim kemarau dan berbentuk kupu-kupu terkumpul pada ujung batang

(Natalia et al., 2009).

Limbah sabut kelapa merupakan sisa buah kelapa yang sudah tidak terpakai yaitu

bagian terluar buah kelapa yang membungkus tempurung kelapa. Ketebalan sabut kelapa

berkisar 5-6 cm yang terdiri atas lapisan terluar (exocarpium) dan lapisan dalam

(endocarpium). Satu butir buah kelapa menghasilkan 0,4 kg sabut yang mengandung 30

14
% serat. Dengan komposisi kimia sabut kelapa terdiri atas selulosa, lignin, pyroligneous

acid, gas, arang, ter, tannin, dan potassium. Kandungan unsur hara dan air dalam sabut

kelapa adalah sebagai berikut: air 53,83%, N: 0,28% ppm, P:0 ppm, K: 6,726 ppm, Ca:

140 ppm, Mg: 170 ppm (Rindengan et al., 1995).

Batang pisang merupakan salah satu bahan yang juga dapat digunakan sebagai

pembuatan pupuk organic cair karena mengandung unsur hara yang dibutuhkan oleh

tanaman dan juga banyak tersedia disekitar petani. Batang pohon pisang cukup banyak

mengandung zat-zat mineral. Kadar airnya cukup tinggi sedangkan kadar zat

karbohidratnya sedikit. Susunan kimiawi dari batang pisang sebagai berikut : Air : 92,5%

Protein : 0,35% Karbohidrat : 4,4% Zat Fosfor : 135 mgr per 100 g batang Zat Kalium :

213 mgr per 100 g batang Zat Kalsium : 122 mgr per 100 g batang. Batang pisang juga

memiliki senyawa penting seperti antrakuinon, saponin, dan flavanoid. Peran senyawa itu

pada tanaman bisa menyuburkan pertumbuhan bulu-bulu akar yang berguna membantu

tanaman menyerap unsur-unsur hara (Rismunandar, 1989).

15
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian, Universitas

Hasanuddin, Makassar. Penelitian ini berlangsung mulai dari bulan Juni sampai

Desember 2015.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu ember, blender, talang, polybag

ukuran 8 x 10 cm, polybag berukuran 40 x 30 cm, gelas ukur, timbangan, mistar, gunting,

kamera, label, handsprayer, alat tulis, alat hitung.

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah benih cabai rawit varietas

Bhaskara, Trichoderma sp., Pupuk Orgaik Cair yang terbuat dari daun gamal, batang

pisang, sabut kelapa, air gula merah, air kelapa, EM4 dan pupuk kandang sebagai pupuk

dasar.

3.3 Metode Percobaan

Penelitian ini dilaksanakan dalam bentuk percobaan yang disusun berdasarkan

pola Rancangan Faktorial 2 Faktor dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK). Faktor

pertama adalah perlakuan jamur Trichoderma (t) yang terdiri dari 3 taraf yaitu :

t0 = tanpa Trichoderma

t1 = Trichoderma 3 g

t2 = Trichoderma 4 g

Faktor kedua adalah pemberian pupuk organik cair (p) yang terdiri dari 3 taraf yaitu :

16
p1 = pupuk organik cair 10 ml/L air

p2 = pupuk organik cair 20 ml/L air

p3 = pupuk organik cair 30 ml/L air

Dengan demikian terdapat 9 kombinasi perlakuan yaitu:

t0p1 t1p1 t2p1

t0p2 t1p2 t2p2

t0p3 t1p3 t2p3

Setiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga terdapat 27 satuan

percobaan, tiap satuan percobaan terdiri atas 5 tanaman sehingga terdapat 135 unit

pengamatan.

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Pembuatan Pupuk Organik Cair

a. Daun Gamal

1. Menimbang daun gamal sebanyak 2 kilogram

2. Menghaluskan daun gamal dengan menggunakan blender

3. Memasukkan daun gamal yang telah halus ke dalam ember kemudian

menambahkan air sebanyak 12 liter

4. Menambahkan air gula merah sebanyak 400 ml dengan konsentrasi 200 g/L, air

kelapa sebanyak 500 ml dan EM4 sebanyak 50 ml

17
5. Mengaduk hingga rata kemudian ditutup hingga rapat untuk proses fermentasi

selama 2 minggu

b. Batang Pisang

1. Memisahkan antara batang pisang bagian luar dan bagian dalam, kemudian diambil

yang bagian dalam

2. Menimbang batang pisang sebanyak 2 kilogram

3. Menghaluskan batang pisang dengan menggunakan blender

4. Menambahkan air sebanyak 12 liter, air gula merah 400 ml konsentrasi 200 g/L, air

kelapa 500 ml dan EM4 sebanyak 50 ml.

5. Mengaduk hingga rata kemudian ditutup hingga rapat untuk proses fermentasi

selama 2 minggu

c. Sabut Kelapa

1. Menimbang sabut kelapa sebanyak 2 kilogram

2. Memasukkan sabut kelapa ke dalam ember kemudian menambahkan air sebanyak

12 liter, air gula merah 400 ml konsentrasi 200 g/L, air kelapa 500 ml dan EM4

sebanyak 50 ml.

3. Mengaduk hingga rata kemudian menutup hingga rapat untuk proses fermentasi

selama 2 minggu

Hasil fermentasi ketiga bahan digabung dengan perbandingan 1:1:1 yang

selanjutnya dilakukan analisis kandungan.

18
3.4.2 Persiapan Media Tanam

Persiapan media tanam dilakukan dengan memasukkan tanah ke dalam polybag

berukuran 40 x 30 cm sebanyak 10 kg. Pupuk kandang sebagai pupuk dasar diberikan

sebanyak 1 kg per polybag.

3.4.3 Persemaian

Benih cabai yang digunakan direndam dalam air selama satu jam. Benih yang

tenggelam diambil kemudian dikecambahkan pada talang persemaian. Setelah benih

berumur 2 minggu, benih dipindahkan ke polybag ukuran 8 x 10 cm yang sebelumnya

telah diisi dengan media campuran tanah dan pupuk kandang 1:1.

3.4.4 Penanaman

Penanaman pada polybag perlakuan dilakukan saat bibit sudah memiliki 4-6 helai

daun atau sudah berumur 21-24 hari setelah semai (HSS). Bibit yang ditanam adalah bibit

yang pertumbuhannya baik, tegak, segar dan bebas dari serangan hama dan penyakit.

Polybag yang telah ditanami segera disiram kemudian diatur sesuai dengan denah

perlakuan.

3.4.5 Pemeliharaan

Pemeliharaan meliputi penyiraman, penyiangan serta pengendalian hama dan

penyakit. Penyiraman dilakukan setiap hari tergantung kondisi tanah pada polybag

percobaan. Penyiangan dilakukan dengan mencabut gulma yang tumbuh di sekitar

tanaman. Pemasangan ajir untuk menahan tanaman agar tetap tegak.

3.4.6 Aplikasi Trichoderma dan Pupuk Organik Cair

Jamur Trichoderma sp. diaplikasikan seminggu sebelum bibit dipindakan ke

media tanam dengan cara melarutkan Trichoderma sesuai taraf perlakuan ke dalam 1 liter

19
air, kemudian menyiramkan ke media tanam seminggu sebelum penanaman dan

seminggu sesudah tanam. Sedangkan Pupuk Organik cair diberikan dua minggu setelah

pindah tanam hingga masuk masa pembungaan pertama sesuai dengan perlakuan yang

ditentukan dengan interval waktu aplikasi 7 hari sekali dengan cara disemprotkan ke daun

tanaman sebanyak ±300 ml per tanaman.

3.4.7 Panen

Pemanenan dilakukan berdasarkan kriteria panen antara lain cabai yang sudah

berwarna merah berarti sudah dapat dipanen. Pemanenan dilakukan sebanyak 4 kali.

3.5 Parameter Pengamatan

1. Tinggi Tanaman (cm), diukur mulai dari permukaan tanah sampai titik tumbuh batang

utama, dilakukan pada umur 68 HST

2. Jumlah Daun (helai), dihitung pada umur 68 HST

3. Diameter Batang (mm), diukur pada umur 68 HST

4. Jumlah Cabang (cabang), dihitung semua cabang produktif yang terbentuk selama

percobaan.

5. Umur bunga 50% (hari), diamati setelah 50% keluarnya bunga pertama untuk seluruh

plot setelah tanam.

6. Umur Panen (hari), diamati pada saat panen pertama.

7. Jumlah buah per tanaman (buah), dihitung mulai panen pertama hingga panen keempat

(semua buah per polybag dijadikan sampel untuk diukur).

8. Berat buah/pohon, ditimbang mulai panen pertama hingga panen keempat (semua buah

per polybag dijadikan sampel untuk dihitung).

9. Produksib per hektar, dihitungberat buah per plot kemudian dikonversi ke dalam ton/h

20
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Tinggi Tanaman 68 HST (cm)

Rata-rata tinggi tanaman cabai rawit dan sidik ragamnya disajikan pada Tabel

Lampiran 4a dan 4b. Sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan Trichoderma dan pupuk

organik cair serta interaksi antara Trichoderma dengan pupuk organik cair berpengaruh

tidak nyata terhadap tinggi tanaman cabai rawit.

TINGGI TANAMAN

38,00
35,13
35,00 33,69
32,51 32,33
31,30
Rata-rata

32,00 29,56 p1
29,00 26,56 26,54 p2
26,67
26,00 p3

23,00

20,00
t0 t1 t2
Perlakuan

Gambar 1. Grafik rata-rata tinggi tanaman umur 68 HST (cm)

Gambar 1 menunjukkan bahwa pada perlakuan Trichoderma 4 g (t2) dan pupuk

organik cair 30 ml (p3) cenderung menunjukkan tinggi tanaman tertinggi (35,13 cm)

sedangkan pada perlakuan Trichoderma 3 gr (t1) dan pupuk organik cair 30 ml (p3)

cenderung menunjukkan tinggi tanaman terendah (26.54 cm)

21
4.1.2 Jumlah Daun 68 HST (helai)

Rata-rata jumlah daun cabai rawit dan sidik ragamnya disajikan pada Tabel

Lampiran 5a dan 5b. Sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan Trichoderma dan pupuk

organik cair serta interaksi antara Trichoderma dengan pupuk organik cair berpengaruh

tidak nyata terhadap jumlah daun cabai rawit.

JUMLAH DAUN
153,33
155,00
138,89
136,17
140,00
123,89
Rata-rata

125,00 117,06 117,00 116,44


p1
115,56
110,00 p2

92,22 p3
95,00

80,00
t0 t1 t2
Perlakuan

Gambar 2. Grafik rata-rata jumlah daun umur 68 HST (helai)

Gambar 2 menunjukkan bahwa pada perlakuan Trichoderma dengan dosis 4 g

(t2) dan pupuk organik cair dengan dosis 30 ml (p3) cenderung menunjukkan jumlah

daun terbanyak (153,33 helai) sedangkan pada perlakuan Trichoderma 3 g (t1) dan pupuk

organik cair 30 ml (p3) cenderung menunjukkan jumlah daun terendah (92,22 helai).

22
4.1.3 Diameter Batang 68 HST (mm)

Rata-rata diameter batang cabai rawit dan sidik ragamnya disajikan pada Tabel

Lampiran 6a dan 6b. Sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan Trichoderma dan pupuk

organik cair serta interaksi antara Trichoderma dengan pupuk organik cair berpengaruh

tidak nyata terhadap diameter batang cabai rawit.

DIAMETER BATANG

7,00

6,50
6,06 6,00 6,00
6,00 5,83
5,61 5,67
Rata-rata

5,56
5,44 p1
5,50
5,00 p2
5,00 p3

4,50

4,00
t0 t1 t2
Perlakuan

Gambar 3. Grafik rata-rata diameter batang umur 68 HST (mm)

Gambar 3 menunjukkan bahwa pada perlakuan tanpa Trichoderma (t0) dan

pupuk organik cair dengan dosis 10 ml (p1) cenderung menunjukkan diameter batang

tertinggi (6,06 mm) sedangkan pada perlakuan tanpa Trichoderma (t0) dan pupuk organik

cair 30 ml (p3) cenderung menunjukkan diameter tanaman terendah (5,00 mm).

23
4.1.5 Jumlah Cabang (cabang)

Rata-rata umur berbunga cabai rawit dan sidik ragamnya disajikan pada Tabel

Lampiran 7a dan 7b. Sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan Trichoderma dan pupuk

organik cair serta interaksi antara Trichoderma dengan pupuk organik cair berpengaruh

tidak nyata terhadap jumlah cabang cabai rawit.

JUMLAH CABANG

10,00

9,00
8,33
8,11
7,78 7,67
Rata-rata

8,00
7,39
p1
6,67 p2
7,00
6,33
6,67 p3
6,44
6,00

5,00
t0 t1 t2
Perlakuan

Gambar 5. Grafik rata-rata jumlah cabang (cabang)

Gambar 5 menunjukkan bahwa pada perlakuan Trichoderma 4g (t2) dan pupuk

organik cair 20 ml (p2) cenderung menunjukkan jumlah cabang produktif terbanyak (8,33

cabang). Sedangkan perlakuan Trichoderma 3gr (t1) dan pupuk organik cair 30 ml (p3)

cenderung menunjukkan jumlah cabang produktif terendah (6,33 cabang).

24
4.1.4 Umur Berbunga (Hari)

Rata-rata umur berbunga cabai rawit dan sidik ragamnya disajikan pada Tabel

Lampiran 8a dan 8b. Sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan Trichoderma dan pupuk

organik cair serta interaksi antara Trichoderma dengan pupuk organik cair berpengaruh

tidak nyata terhadap umur berbunga cabai rawit.

UMUR BERBUNGA

92,00 91,44
90,78
91,00
89,89
90,00 89,44
89,22
Rata-rata

89,00
89,28 p1
89,00 88,72
88,00 p2
88,00 p3

87,00

86,00
t0 t1 t2
Perlakuan

Gambar 4. Grafik rata-rata umur berbunga umur (hari)

Gambar 4 menunjukkan bahwa pada perlakuan tanpa Trichoderma (t0) dan

pupuk organik cair 10 ml (p1) cenderung menunjukkan umur berbunga tercepat (88,00

hari). Sedangkan perlakuan Trichoderma dengan dosis 3 gr (t1) dan pupuk organik cair

dengan dosis 30 ml (p3) cenderung menunjukkan umur berbunga terlama (91,44 hari).

25
4.1.6 Umur Panen (hari)

Rata-rata umur panen cabai rawit dan sidik ragamnya disajikan pada Tabel

Lampiran 9a dan 9b. Sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan Trichoderma dan pupuk

organik cair serta interaksi antara Trichoderma dengan pupuk organik cair berpengaruh

tidak nyata terhadap jumlah cabang cabai rawit.

UMUR PANEN

131,00
130,44
130,24 129,75
130,00 129,73
129,33
Rata-rata

128,88 128,78 p1
129,00 128,50
128,22 p2
p3
128,00

127,00
t0 t1 t2
Perlakuan

Gambar 6. Grafik rata-rata umur panen (hari)

Gambar 6 menunjukkan bahwa pada perlakuan Trichoderma 3g (t1) dan pupuk

organik cair 10 ml (p1) cenderung menunjukkan umur panen tercepat (128,22 hari).

Sedangkan perlakuan Trichoderma 3gr (t1) dan pupuk organik cair 20 ml (p1) cenderung

menunjukkan umur panen terlama (130,44 hari).

26
4.1.7 Jumlah Buah per tanaman (buah)

Rata-rata umur panen cabai rawit dan sidik ragamnya disajikan pada Tabel

Lampiran 10a dan 10b. Sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan Trichoderma dan

pupuk organik cair serta interaksi antara Trichoderma dengan pupuk organik cair

berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah buah per tanaman.

JUMLAH BUAH

127,67
130,00

110,00 103,00 104,33


98,00
Rata-rata

90,00 p1
90,00 83,67 p2
78,67
73,67 75,67 p3

70,00

50,00
t0 t1 t2
Perlakuan

Gambar 7. Grafik rata-rata jumlah buah (buah)

Gambar 7 menunjukkan bahwa pada perlakuan Trichoderma 4g (t2) dan pupuk

organik cair 30 ml (p3) cenderung menunjukkan jumlah buah tertinggi (127,67 buah).

Sedangkan perlakuan Trichoderma 3gr (t1) dan pupuk organik cair 30 ml (p3) cenderung

menunjukkan jumlah buah terendah (73,67 buah).

27
4.1.8 Berat Buah per tanaman (g)

Rata-rata berat buah dan sidik ragamnya disajikan pada tabel lampiran 11a dan

11b. Sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan Trichoderma dan Pupuk organik serta

interaksi antara Trichoderma dengan pupuk organik cair berpengaruh tidak nyata

terhadap berat buah tanaman cabai rawit.

BERAT BUAH

150,00 142,00

130,00 121,30
118,43

105,70
110,00
Rata-rata

p1
90,33 92,73
86,30 p2
90,00 82,53
87,93 p3

70,00

50,00
t0 t1 t2
Perlakuan

Gambar 8. Grafik rata-rata berat buah (buah)

Gambar 8 menunjukkan bahwa pada perlakuan Trichoderma 4g (t2) dan pupuk

organik cair 30 ml (p3) cenderung menunjukkan berat buah tertinggi (142 g). Sedangkan

perlakuan Trichoderma 3gr (t1) dan pupuk organik cair 30 ml (p3) cenderung

menunjukkan berat buah terendah (82,53 g).

28
4.1.9. Produksi Per hektar (ton/ha)

Rata-rata produksi per hektar dan sidik ragamnya disajikan pada tabel lampiran

12a dan 12b. Sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan Trichoderma dan Pupuk

organik serta interaksi antara trichoderma dengan pupuk organik cair berpengaruh tidak

nyata terhadap produksi per hektar tanaman cabai rawit.

Produksi (ton/ha)

6,00 5,68

4,85 4,74
5,00
4,23

4,00 3,61 3,71


3,30 3,45
Rata-rata

3,52
p1
3,00
p2
p3
2,00

1,00

-
t0 t1 t2
Perlakuan

Gambar 9. Grafik rata-rata jumlah buah (buah)

Gambar 9 menunjukkan bahwa pada perlakuan Trichoderma 4g (t2) dan pupuk

organik cair 30 ml (p3) cenderung menunjukkan nilai produksi buah per hektar tertinggi

(5,68 ton/ha). Sedangkan perlakuan Trichoderma 3gr (t1) dan pupuk organik cair 30 ml

(p3) cenderung menunjukkan nilai produksi buah per hektar terendah (3,30 ton/ha).

29
4.2 Pembahasan

Uji sidik ragam menunjukkan bahwa, penggunaan Trichoderma dan pupuk

organik cair serta interkasi antara Trichoderma dengan pupuk organik cair berpengaruh

tidak nyata terhadap pertumbuhan tanaman cabai rawit meliputi tinggi tanaman, jumlah

daun serta diameter batang (lampiran 4b, 5b dan 6b) begitu juga dengan produksi

tanaman cabai rawit meliputi jumlah cabang produktif, umur berbunga, umur panen.

jumlah buah per tanaman, berat buah per tanaman serta produksi per hektar (lampiran 7b,

8b, 9b, 10b, 11b dan 12b).

a. Fase Pertumbuhan/vegetatif

Perlakuan Trichoderma dan pupuk organik cair serta interaksi antara

keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap fase pertumbuhan meliputi tinggi

tanaman, jumlah daun dan diameter batang. Berdasarkan hasil yang diperoleh,

perlakuan aplikasi Trichoderma 4 g dan pupuk organik cair 30 ml per liter air

cenderung memperlihatkan tanaman tertinggi (35,13 cm) dan jumlah daun

terbanyak (153,33 helai) pada umur 68 HST. Hal tersebut menunjukkan bahwa

semakin tinggi dosis Trichoderma yang diaplikasikan maka tanaman akan

semakin tinggi dan jumlah daun lebih banyak. Hal ini sesuai dengan pendapat

Harrison dan Van Buuren (1995) bahwa pemberian Trichoderma mampu

meningkatkan tinggi tanaman karena mampu mempertahankan kesuburan tanah,

meningkatkan aktivitas mikroorganisme indigenous serta menjadi pengurai unsur

hara yang semula tidak tersedia menjadi tersedia dari bahan organik dan mineral.

Trichoderma jika telah menginfeksi akar tanaman inang, maka akan dapat

membantu tanaman inang menyerap unsur hara tertentu terutama unsur fosfor.

30
Di dalam pupuk organik cair terdapat unsur hara yang diantaranya unsur

nitrogen (N) yang diperlukan untuk pembentukan atau pertumbuhan bagian

vegetative tanaman seperti tinggi,daun, batang dan akar tanaman. Selain N

kandungan Fosfor (P) pada tanaman membantu dalam pertumbuhan bunga, buah

dan biji. Jika tanaman kekurangan unsur ini biasanya menyebabkan mengecilnya

daun dan batang tanaman (Hadisuwito, 2012).

b. Fase Generatif

Perlakuan Trichoderma dan pupuk organik cair serta interaksi antara

Trichoderma dengan pupuk organik cair berpengaruh tidak nyata terhadap fase

generatif meliputi jumlah cabang produktif, umur berbunga, umur panen, jumlah

buah, berat buah dan produksi buah per hektar.

Berdasarkan hasil analisa keragaman, pemberian Trichoderma dan pupuk organik

cair terhadap umur berbunga cabai rawit dan umur panen berpengaruh tidak nyata. Pada

semua perlakuan keluar bunga pertama pada umur 28 HST. Namun akibat kelembaban

udara yang terlalu rendah menyebabkan tanaman terserang hama kutu daun (Aphis) yang

menyebabkan kerontokan pada daun dan bunga cabai. Sesuai dengan penyataan dari

Balfas (2005) bahwa kerugian akibat serangan hama kutu daun Aphis berkisar antara 10-

30 % dan saat musim kemarau, kerugian yang ditimbulkan dapat lebih besar lagi yaitu

mencapai 40 %.

Trichoderma juga berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah cabang produktif.

Menurut Raharjo (2012) bahwa faktor lingkungan dan faktor fisiologislah yang

menentukan berapa banyak cabang yang tumbuh dari batang utama tanaman. Perbaikan

dalam penyerapan nutrisi akan mendukung proses metabolisme dalam tubuh tanaman

diantaranya adalah proses fotosintesis sehingga tanaman akan aktif membentuk cabang-

31
cabang baru dalam perkembangannya. Cabang produktif adalah cabang yang

menghasilkan bunga dan buah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian Trichoderma dan pupuk organik

cair berpengaruh tidak nyata terhadap parameter jumlah buah per tanaman, berat buah per

tanaman serta produksi per hektar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bobot buah cabai

per tanaman diperoleh rata–rata sebanyak 82,53-142 g/tanaman. Hasil bobot pertanaman

masih jauh bila dibandingkan dengan deskripsi cabai rawit varietas Bhaskara mencapai

443-756 g/tanaman. Demikian juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Karunia Indah

(2006) yang menggunakan varietas bhaskara, yang mana produksi paling tinggi terdapat

pada perlakuan yang tanpa menggunakan pupuk apapun. Hasil yang diperoleh untuk berat

buah yaitu 71,3 g.

Rendahnya pertumbuhan dan hasil tanaman pada perlakuan pupuk organik cair.

Diduga karena unsur hara yang tersedia di dalam pupuk organik cair tidak mencukupi

untuk pertumbuhan vegetatif tanaman, sehingga dapat mempengaruhi hasil dari tanaman

tersebut, itu dilihat dari hasil uji analisis kandungan hara yang tersedia hanya N-total 0,67

%, P2O5 0,08 %, K2O 0,43 % (Lab. BPTP, 2015). Rendahnya unsur hara yang terdapat

pada pupuk organik cair menyebabkan tanaman tidak bisa melaksanakan proses

metabolisme serta dapat mempengaruhi produksi tanaman. Nyak Pa et al. (1998)

menyatakan bahwa, dalam pertumbuhan tanaman unsur utama yang dibutuhkan tanaman

adalah nitrogen untuk membentuk sel-sel baru, sehingga bila terjadi pengurangan dan

mengakibatkan terhentinya proses pertumbuhan dan produksi tanaman.

Selain itu rendahnya respon tanaman cabai dalam percobaan terhadap pemberian

Trichoderma dan Pupuk organik cair juga disebabkan oleh kondisi tanah yang

kekurangan air. Curah hujan yang sangat rendah tidak sesuai dengan curah hujan yang

32
dibutuhkan tanaman cabai pada masa pertumbuhan berdasarkan petunjuk teknis,

(Djaenudin dkk, 2003).

Faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan cabai

rawit adalah curah hujan yang rendah. Penelitian ini dilakukan pada musim kemarau

sehingga menyebabkan kebutuhan air tanaman cabai tidak terpenuhi dengan baik, dan

juga menyababkan tanaman rentan terkena hama. Akibat kelembaban udara yang terlalu

rendah mennyebabkan tanaman terserang hama kutu daun (Aphis) yang menyebabkan

kerontokan pada daun dan bunga cabai. Apabila hama menyerang saat pertumbuhan

vegetatif maka akan memberikan pengaruh yang besar bagi proses pembentukan buah

dan akhirnya terjadi penurunan produksi buah cabai. Sesuai dengan penyataan dari Balfas

(2005) bahwa kerugian akibat serangan hama kutu daun Aphis berkisar antara 10-30 %

dan saat musim kemarau, kerugian yang ditimbulkan dapat lebih besar lagi yaitu

mencapai 40 %.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi perlakuan Trichoderma dengan

pupuk organik cair tidak memberikan pengaruh yang nyata pada semua parameter

pengamatan. Pengaruh yang tidak nyata terhadap semua parameter pengamatan karena

kedua faktor yang digunakan pada penelitian ini belum saling mendukung sehingga

interaksi yang ditimbulkan kedua faktor tersebut tidak berbeda nyata. Hanafiah (2010)

menambahkan apabila tidak ada interaksi, berarti pengaruh suatu faktor sama untuk

semua taraf faktor lainnya dan sama dengan pengaruh utamanya. Sesuai dengan

pernyataan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kedudukan dari kedua faktor adalah

sama-sama mendukung pertumbuhan tanaman, tetapi tidak saling mendukung bila salah

satu faktor menutupi faktor lainnya.

33
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil yang diperoleh pada percobaan ini, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :

1. Interaksi pemberian Trichoderma dengan pupuk organik cair tidak

memberikan pengaruh yang signifikan terhadap semua parameter pengamatan.

2. Pemberian Trichoderma 4 g memberikan pengaruh terbaik terhadap tinggi

tanaman, jumlah daun, jumlah buah per tanaman, berat buah per tanaman dan

produksi cabai rawit per hektar.

3. Pemberian pupuk organik cair 30 ml/L memberikan pengaruh terbaik terhadap

tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah buah per tanaman, berat buah per

tanaman dan produksi cabai rawit per hektar.

5.2 Saran

Sebaiknya setelah penelitian ini, dilakukan penelitian ulang dengan


meningkatkan dosis penggunan Trichoderma dan pupuk organik cair agar didapatkan
hasil dan produksi yang beragam serta memperhatikan kondisi lingkungan pertanaman.

34
DAFTAR PUSTAKA

Agrios, G. N. 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan (Edisi Raka, I. G.2006. Eksplorasi dan
Cara Aplikasi ke-3). Terjemahan oleh M. Busnia, 1997. Yogyakarta: Agensia
Hayati Trichoderma sp. Sebagai Pengen- Gadjah Mada University Press..

Andi Hartik 2017. Kementan: Produksi Cabai Rawit per Januari Masih Surplus.
http://ekonomi.kompas.com/read/2017/01/11/195232526/kementan.produksi.cab
ai.rawit.per.januari.masih.surplus.

Andoko, A. 2008. Budidaya Padi Secara Organik. Penebar Swadaya, Jakarta.

Anonim, 2015. Pupuk Organik. http://id.wikipedia.org./wiki/pupuk_organik.

Balfas, R. 2005. Serangga penular (vector) dan penyakit kerdil pada tanaman lada dan
strategi penanggulangannya. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat.

Cahyono, B. 2003. Cabai Rawit. Yogyakarta: Kanisius.p.28-32.

Chang, Y.C., R. Baker, O. Kleifeld and I. Chet. 1986. Increased Growth of Plants in
Presence of The Biological Control Agent Trichoderma harzianum. Plant Dis.
70:145-148.

Chet, I., Y. Hadar, J. Katan and Y. Henis. 1979. Biological Control of Soil-Brone
Plant Pathogens by Trichoderma harzianum. In Soil-Borne Plant
Pathogens. Eds. B. Schippers and W. Gams. pp. 585-592. Academic
Press, London.

Darmono, 1997. Biofungisida Trichoderma untuk pengendalian patogen penyakit


tanaman perkebunan. Dalam prosiding pertemuan teknis Bioteknologi
perkebunan untuk praktek, Bogor : Unit Penelitian Bioteknologi Perkebunan

Djaenuddin, D., Marwan, H., Subagyo, H., dan A. Hidayat. 2003. Petunjuk Teknis untuk
Komoditas Pertanian. Balai Penelitian Tanah, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor.

Elad, I., Chet, and Y. Henis, 1982. Degradation of plant panthogenic fungi by
Trichoderma harzianum. Department of Plant Panthology and Microbiology,
Faculty of Agriculture, The Hebrew University of Jerusalem, Rehavot 76 100,
Israel

Hadisuwito, Sukamto. 2012. Membuat Pupuk Organik Cair. Jakarta: PT Agro Media
Pustaka

Hanafiah dan Suhana. 2010. Konsep Strategi Pembelajaran. PT Refika Aditama,


Bandung.

35
Hanolo, W. 1997. Tanggapan Tanaman Selada dan Sawit Terhadap Dosis dan Cara
Pemberian Pupuk Cair. Stimulan Jurnal Agrotropika Vol.1 No.1 Hal: 25-29.

Harman G E. 2000. Myths and dugmas of biocontrol:changes in perception derived from


research on Trichoderma harzianum T-22. Plant Dis 84:377-393

Harman, G. E., Petzoldt R., Comis A., Chen J. 2004. Interaction Between
Trichoderma harzianum Strain T-22 and Maize Inbred Line Mo17 and
Effects of These Interactions on Disease Caused by Phytium Ultimum and
Colletotrichum Graminicola. Phytopathology. 94: 147–153

Harman, G. E. 2006. Overview of Mechanisms and Uses of Trichoderma


spp.Phytopathology. 96: 190–194.

Harrison, MJ., ML, Van Buuran. 1995. A Phosphate transporter drom trichoderma
fungus versiforme, Nature. 378:626-629

Herlina, L., Pramesti, D. 2009. Penggunaan kompos aktif trichoderma sp. dalam
meningkatkan Pertumbuhan Tanaman Cabai. Universitas Negeri Semarang.
Semarang.

Ibrahim, B. 2002. Integrasi jenis tanaman leguminosae dalam system budidaya pangan
lahan kering dan pengaruhnya terhadap sifat tanah, erosi, dan produktivitas
lahan. Disertasi program pascasarjana Universitas Hasanuddin, Makassar.

Ismail, N., Andi, T. 2011.Potensi agens Hayati Trichoderma sp. Sebagai Pengendali
Hayati.BPTP Sulut.

Karunia, I. 2006. Pengaruh Waktu Aplikasi Pupuk Kandang Ayam dan Konsentrasi
Pupuk Organik Cair Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Cabai
Rawit (Capsicum frutescens). Universitas Sumatera Utara. Medan.

Lab BPTP, 2015. Laporan Analisis Pupuk. Ministry Of Agriculture Agency For
Agricultural Research and Development Laboratory of Assesment Institute for
Agriculture Technology South Sulawesi, Maros

Lestari, A. P. 2011. Pengaruh pupuk organik cair terhadap pertumbuhan dan hasil
tanaman tomat (Lycopersicum esculentum Mill.). Jurnal Agroqua 9 : 1-7.

Marianah, L. 2013. Analisa Pemberian Trichoderma sp. terhadap pertumbuhan kedelai.


Balai Pelatihan Pertanian. Jambi.

Nasaruddin, 2010. Nutrisi Tanaman Jilid 1. Fakultas Pertanian Univer-sitas Hasanuddin,


Makassar. Tidak di publikasikan.

Natalia, H., D. Nista, dan S. Hindrawati. 2009. Keunggulan Gamal Sebagai Pakan
Ternak. BPTU Sembawa, Palembang.

36
Nyak pa. M.Y : Lubis, A.M ; Pulung, M.A : Amran, A.G : Munawar, A : Go, Ban Hong
dan Hakim, N. 1998. Kesuburan tanah. (University of Kentucky), WUAE
Project, Bandar Lampung.

Paseno, D.N. 2012. Pertumbuhan bibit kakao pada pemberian Trichoderma dan Pupuk
Organik Cair. Universitas Hasanuddin. Makassar

Permana, S. 2012. Respon Pertumbhan dan Hasil Jagung dengan Pemberian Pupuk
Organik Cair. Fakultas Pertanian Universitas Baturaja. Sumatra Selatan.

Pitojo, S. 2003. Benih Cabai. Yogyakarta: Kanisius.p.23-24.

Pracaya, 1994. Bertanam Lombok. Kanisius, Jakarta

Pranata, S. 2004. Pupuk Organik Cair Aplikasi dan Manfaatnya. Agromedia Pustaka.
Jakarta.

Raharjo, B. 2012. Pengaruh Pemberian Pupuk Hayati Terhadap Pertumbuhan


dan Hasil Cabai Rawit di Tanah Alluvial. Universitas Tanjungpura,
Pontianak.

Ramada, A. 2008. Pupuk Biologis Trichoderma. http:// organicindonesianvanilla.


blogspot.com/2008/01/pupuk-biologis-trichoderma.html (Diakses pada
tanggal 11 Maret 2010).

Rindengan, B., Lay, A., Novrianto, H, Kembuan., & Mahmud, Z. 1995. Karakterisasi
daging buah kelapa hibrida untuk bahan baku industry makanan. Laporan hasil
penelitian kerjasama proyyek pembinaan kelembagaan penelitian Pertanian
Nasional . Badan Litbang 495.

Rismunandar. 1989. Bertanam Sayur – sayuran. Terate. Bandung.

Rizqiani N F,. Ambarwati E., Yuwono N W. 2007. Pengaruh Dosis Dan Frekuensi
Pemberian Pupuk Organik Cair Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Buncis
(Phaseolus vulgaris L.) Dataran Rendah. Fakultas Pertanian UGM.

Rukmana, R. 2002. Usaha Tani Cabai Rawit. Kanisius. Yogyakarta

Rukmana, R., 2004. Usaha Tani Cabai Rawit. Kanisius, Jakarta

Sarpian, T., 2003. Bertanam Cabai Rawit Dalam Polibag. Penebar Swadaya, Jakarta

Sutanto, D. 2002. Pertanian Organik (Menuju Pertanian Alternatif dan Berkelanjutan).


Kanisius, Jakarta.

Suwandi dan N, Nurtika, 1987. Pengaruh Pupuk Biokimia “Sari Humus” pada Tanaman
Kubis. Buletin Penelitian Hortikultura 15 (20): 213-218.

Syaifudin, A., L. Mulyani, M. Ariesta, 2010, Pupuk Kosarmas Sebagai Upaya Revitalisas
Lahan Kritis Guna Meningkatkan Kualitas dan Kuantitas Hasil Pertanian,
Universitas Negeri Solo

37
LAMPIRAN

38
Lampiran 1

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI


PERTANIAN NOMOR :
2082/Kpts/SR.120/5/2009
TANGGAL : 7 Mei 2009

DESKRIPSI CABAI RAWIT VARIETAS


BHASKARA

Asal : PT. BISI INTERNATIONAL Tbk,


Indonesia
Silsilah : (HP-1019A x HP-1019B ) x HP-1019C
Golongan varietas : hibrida silang ganda
Tinggi tanaman : 85 – 110 cm
Bentuk kanopi : kompak
Kerapatan kanopi : sedang
Bentuk penampang : bulat
batang
Diameter batang : 1,1 – 1,2 cm
Warna batang : hijau bergaris ungu
Bentuk daun : oval
Ukuran daun : panjang 11,0 – 12,0 cm, lebar 2,0 – 5,5 cm
Warna daun : hijau gelap
Tepi daun : rata
Bentuk ujung daun : lancip
Permukaan daun : agak kasar
Warna kelopak bunga : hijau
Warna mahkota bunga : putih
Warna kotaksari : ungu
Warna kepala putik : putih
Jumlah helai mahkota : 5 helai
bunga
Jumlah kotaksari : 5 buah
Warna tangkai bunga : hijau
Umur mulai berbunga : 26 – 28 hari setelah tanam
Umur mulai panen : 79 – 81 hari setelah tanam
Tipe buah : rawit
Bentuk buah : silindris
Bentuk ujung buah : lancip
Ukuran buah : panjang 5,2 – 6,9 cm, diameter 0,6 – 0,8

39
Warna buah muda : hijau terang
Warna buah tua : merah cerah
Permukaan kulit buah : halus
Tebal kulit buah : 0,9 – 1,1 mm
Rasa buah : pedas
Kandungan capsicin : 397.500 scoville unit
Berat per buah : 2,1 – 3,3 g
Berat buah per tanaman : 443 – 756 g
Berat 1.000 biji : 3,4 – 3,6 g
Daya simpan buah pada : 6 – 7 hari setelah panen
suhu kamar (25 – 27 oC)
Hasil buah : 12 – 15 ton/ha

MENTERI PERTANIAN,

ANTON APRIYANTONO

40
Lampiran 2

DENAH PERCOBAAN DI LAPANGAN

t1p3 t2p1 t0p3

t1p1 t1p1 t0p2


U
t0p1 t0p1 t2p3

t0p2 t2p3 t2p2

t1p2 t1p3 t1p1

t2p3 t2p2 t2p1

t2p2 t1p2 t1p3

t0p3 t0p3 t1p2

t2p1 t0p2 t0p1

Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok

Gambar 10. Denah Percobaan di Lapangan

Ket:

t0 : Tanpa Trichoderma p1 : Pupuk organik cair 10 ml/L

t1 : Trichoderma 3gr p2 : Pupuk organik cair 20 ml/L

t2 : Trichoderma 4 gr p3 : Pupuk organik cair 30 ml/L

41
Lampiran 3

Gambar 11. Hasil analisis kandungan Hara Pupuk Organik Cair

42
Lampiran 4. Rata-rata tinggi tanaman 68 HST (cm)

KELOMPOK
PERLAKUAN TOTAL RATAAN
I II III

t0p1 39.50 29.93 28.10 97.53 32.51

t0p2 38.50 19.50 21.67 79.67 26.56

t0p3 27.75 23.67 28.60 80.02 26.67

t1p1 34.33 35.40 31.33 101.07 33.69

t1p2 38.33 25.87 32.80 97.00 32.33

t1p3 34.00 22.25 23.37 79.62 26.54

t2p1 35.50 30.73 27.67 93.90 31.30

t2p2 27.67 38.00 23.00 88.67 29.56

t2p3 44.67 31.47 29.25 105.38 35.13

TOTAL 320.25 256.82 245.78 822.85 30.48

Sidik ragam tinggi tanaman

F.TABEL
SK DB JK KT F.HIT
0.05 0.01

KELOMPOK 2.00 358.92 179.46 7.08 * 3.63 6.23

PERLAKUAN

FAK.A 2.00 54.40 27.20 1.07 tn 3.63 6.23

FAK.B 2.00 55.31 27.66 1.09 tn 3.63 6.23

INTERAKSI 4.00 149.54 37.39 1.48 tn 3.01 4.77

GALAT 16.00 405.30 25.33

TOTAL 26.00 1023.48

Kk 16.51%

Keterangan: *:Nyata, **:Sangat nyata, tn:Tidak nyata

43
Lampiran 5. Rata-rata jumlah daun 68 HST (helai)

KELOMPOK
PERLAKUAN TOTAL RATAAN
I II III

t0p1 182.33 142.67 83.50 408.50 136.17

t0p2 119.00 186.00 111.67 416.67 138.89

t0p3 119.50 113.67 118.00 351.17 117.06

t1p1 118.33 99.33 133.33 351.00 117.00

t1p2 142.00 102.67 127.00 371.67 123.89

t1p3 63.33 123.00 90.33 276.67 92.22

t2p1 113.00 112.00 124.33 349.33 116.44

t2p2 146.33 97.33 103.00 346.67 115.56

t2p3 190.00 100.00 170.00 460.00 153.33

TOTAL 1193.83 1076.67 1061.17 3331.67 123.40

Sidik ragam jumlah daun

F.TABEL
SK DB JK KT F.HIT
0.05 0.01

KELOMPOK 2.00 1169.21 584.61 0.57 tn 3.63 6.23

PERLAKUAN

FAK.A 2.00 2084.70 1042.35 1.02 tn 3.63 6.23

FAK.B 2.00 124.09 62.04 0.06 tn 3.63 6.23

INTERAKSI 4.00 5178.16 1294.54 1.27 tn 3.01 4.77

GALAT 16.00 16304.23 1019.01

TOTAL 26.00 24860.40

Kk 25.87%

Keterangan : *:Nyata, **:Sangat nyata, tn:Tidak nyata

44
Lampiran 6. Rata-rata diameter batang 68 HST (mm)

KELOMPOK
PERLAKUAN TOTAL RATAAN
I II III

T0P1 6.33 5.33 6.50 18.17 6.06

T0P2 7.67 5.67 4.67 18.00 6.00

T0P3 5.00 4.67 5.33 15.00 5.00

T1P1 6.00 6.00 6.00 18.00 6.00

T1P2 6.00 5.00 5.67 16.67 5.56

T1P3 8.00 4.50 4.33 16.83 5.61

T2P1 5.67 5.33 6.00 17.00 5.67

T2P2 5.67 5.17 5.50 16.33 5.44

T2P3 6.67 5.33 5.50 17.50 5.83

TOTAL 57.00 47.00 49.50 153.50 5.69

Sidik ragam diameter batang

F.TABEL
SK DB JK KT F.HIT
0.05 0.01

KELOMPOK 2.00 6.019 3.009 4.74 * 3.63 6.23

PERLAKUAN

FAK.A 2.00 0.0247 0.0123 0.02 tn 3.63 6.23

FAK.B 2.00 0.82 0.410 0.65 tn 3.63 6.23

INTERAKSI 4.00 1.88 0.469 0.74 tn 3.01 4.77

GALAT 16.00 10.17 0.635

TOTAL 26.00 18.91

Kk 14.02%

Keterangan : *:Nyata, **:Sangat nyata, tn:Tidak nyata

45
Lampiran 7. Rata-rata Umur berbunga (hari)

KELOMPOK
PERLAKUAN TOTAL RATAAN
I II III

t0p1 87.00 90.00 87.00 264.00 88.00

t0p2 85.33 93.33 89.00 267.67 89.22

t0p3 89.50 90.33 88.00 267.83 89.28

t1p1 90.33 89.00 89.00 268.33 89.44

t1p2 87.33 93.33 89.00 269.67 89.89

t1p3 95.00 90.00 89.33 274.33 91.44

t2p1 89.00 89.00 89.00 267.00 89.00

t2p2 88.50 87.67 90.00 266.17 88.72

t2p3 88.50 91.33 92.50 272.33 90.78

TOTAL 800.50 814.00 802.83 2417.33 89.53

Sidik ragam umur berbunga

F.TABEL
SK DB JK KT F.HIT
0.05 0.01

KELOMPOK 2.00 11.57 5.78 1.16 tn 3.63 6.23

PERLAKUAN

FAK.A 2.00 9.16 4.58 0.91 tn 3.63 6.23

FAK.B 2.00 13.64 6.82 1.36 tn 3.63 6.23

INTERAKSI 4.00 3.57 0.89 0.18 tn 3.01 4.77

GALAT 16.00 80.12 5.01

TOTAL 26.00 118.06

Kk 2.50%

Keterangan : *:Nyata, **:Sangat nyata, tn:Tidak nyata

46
Lampiran 8. Rata-rata jumlah cabang (cabang)

PERLAKUAN I II III TOTAL RATAAN

t0p1 8.67 7.00 7.67 23.33 7.78

t0p2 8.67 5.00 5.67 19.33 6.44

t0p3 6.33 5.67 8.00 20.00 6.67

t1p1 8.67 8.00 7.67 24.33 8.11

t1p2 9.00 5.33 5.67 20.00 6.67

t1p3 6.67 7.00 5.33 19.00 6.33

t2p1 8.00 8.67 5.50 22.17 7.39

t2p2 10.00 7.67 7.33 25.00 8.33

t2p3 8.00 6.00 9.00 23.00 7.67

TOTAL 74.00 60.33 61.83 196.17 7.27

Sidik ragam jumlah cabang

F.TABEL
SK DB JK KT F.HIT
0.05 0.01

KELOMPOK 2.00 12.48 6.24 4.13 * 3.63 6.23

PERLAKUAN

FAK.A 2.00 3.83 1.91 1.27 tn 3.63 6.23

FAK.B 2.00 3.59 1.80 1.19 tn 3.63 6.23

INTERAKSI 4.00 6.24 1.56 1.03 tn 3.01 4.77

GALAT 16.00 24.20 1.51

TOTAL 26.00 50.35

Kk 16.93%

Keterangan : *:Nyata, **:Sangat nyata, tn:Tidak nyata

47
Lampiran 9. Rata-rata Umur Panen (hari)

PERLAKUAN I II III TOTAL RATAAN

t0p1 129.33 127.67 128.50 385.50 128.50

t0p2 126.00 131.00 129.64 386.64 128.88

t0p3 128.50 131.00 129.68 389.18 129.73

t1p1 129.33 129.33 126.00 384.67 128.22

t1p2 127.67 132.67 131.00 391.33 130.44

t1p3 131.00 128.73 131.00 390.73 130.24

t2p1 129.33 127.67 129.33 386.33 128.78

t2p2 128.50 128.50 132.25 389.25 129.75

t2p3 127.67 129.33 131.00 388.00 129.33

TOTAL 1157.33 1165.89 1168.40 3491.63 129.32

Sidik ragam umur panen

SK DB JK KT F.HIT F.TABEL

0.05 0.01

KELOMPOK 2.00 7.49 3.74 1.17 tn 3.63 6.23

PERLAKUAN

FAK.A 2.00 1.64 0.82 0.26 tn 3.63 6.23

FAK.B 2.00 9.10 4.55 1.43 tn 3.63 6.23

INTERAKSI 4.00 3.76 0.94 0.30 tn 3.01 4.77

GALAT 16.00 50.99 3.19

TOTAL 26.00 72.97

Kk 1.38%

Keterangan : *:Nyata, **:Sangat nyata, tn:Tidak nyata

48
Lampiran 10. Rata-rata Jumlah Buah (buah)

PERLAKUAN I II III TOTAL RATAAN

t0p1 133 110 51 294.00 98.00

t0p2 138.00 64.00 68.00 270.00 90.00

t0p3 58.00 69.00 124.00 251.00 83.67

t1p1 106.00 118.00 85.00 309.00 103.00

t1p2 106.00 66.00 64.00 236.00 78.67

t1p3 115.00 62.00 44.00 221.00 73.67

t2p1 124.00 107.00 82.00 313.00 104.33

t2p2 77.00 96.00 54.00 227.00 75.67

t2p3 209.00 85.00 89.00 383.00 127.67

TOTAL 1066.00 777.00 661.00 2504.00 92.74

Sidik ragam jumlah buah

F.TABEL
SK DB JK KT F.HIT
0.05 0.01

KELOMPOK 2.00 9666.74 4833.37 4.84 tn 3.63 6.23

PERLAKUAN

FAK.A 2.00 1433.85 716.93 0.72 tn 3.63 6.23

FAK.B 2.00 1929.41 964.70 0.97 tn 3.63 6.23

INTERAKSI 4.00 3927.93 981.98 0.98 tn 3.01 4.77

GALAT 16.00 15989.26 999.33

TOTAL 26.00 32947.19

kk 34.09%

Keterangan : *:Nyata, **:Sangat nyata, tn:Tidak nyata

49
Lampiran 11. Rata-rata Berat Buah (gr)

PERLAKUAN I II III TOTAL RATAAN

t0p1 125.2 129.4 62.5 317.10 105.70

t0p2 162.80 33.50 74.70 271.00 90.33

t0p3 48.20 66.60 149.00 263.80 87.93

t1p1 122.20 139.70 102.00 363.90 121.30

t1p2 124.30 83.20 70.70 278.20 92.73

t1p3 121.40 71.10 55.10 247.60 82.53

t2p1 135.80 119.50 100.00 355.30 118.43

t2p2 90.10 114.20 54.60 258.90 86.30

t2p3 241.10 84.80 100.10 426.00 142.00

TOTAL 1171.10 842.00 768.70 2781.80 103.03

Sidik ragam berat buah

F.TABEL
SK DB JK KT F.HIT
0.05 0.01

KELOMPOK 2.00 10207.61 5103.80 2.81 tn 3.63 6.23

PERLAKUAN

FAK.A 2.00 2205.04 1102.52 0.61 tn 3.63 6.23

FAK.B 2.00 2910.18 1455.09 0.80 tn 3.63 6.23

INTERAKSI 4.00 4760.74 1190.19 0.66 tn 3.01 4.77

GALAT 16.00 29056.52 1816.03

TOTAL 26.00 49140.10

kk 41.36%

Keterangan : *:Nyata, **:Sangat nyata, tn:Tidak nyata

50
Lampiran 12. Rata-rata Produksi per hektar (ton/ha)

PERLAKUAN I II III TOTAL RATAAN

t0p1 5.01 5.18 2.50 12.68 4.23

t0p2 6.51 1.34 2.99 10.84 3.61

t0p3 1.93 2.66 5.96 10.55 3.52

t1p1 4.89 5.59 4.08 14.56 4.85

t1p2 4.97 3.33 2.83 11.13 3.71

t1p3 4.86 2.84 2.20 9.90 3.30

t2p1 5.43 4.78 4.00 14.21 4.74

t2p2 3.60 4.57 2.18 10.36 3.45

t2p3 9.64 3.39 4.00 17.04 5.68

TOTAL 46.84 33.68 30.75 111.27 4.12

Sidik ragam produksi per hektar

F.TABEL
SK DB JK KT F.HIT
0.05 0.01

KELOMPOK 2.00 16.33 8.17 2.81 tn 3.63 6.23

PERLAKUAN

FAK.A 2.00 3.53 1.76 0.61 tn 3.63 6.23

FAK.B 2.00 4.66 2.33 0.80 tn 3.63 6.23

INTERAKSI 4.00 7.62 1.90 0.66 tn 3.01 4.77

GALAT 16.00 46.49 2.91

TOTAL 26.00 78.62

Kk 41.36%

Keterangan : *:Nyata, **:Sangat nyata, tn:Tidak nyata

51
Lampiran 13

Gambar 12. Bibit tanaman cabai rawit umur 20 HSS

Gambar 13. Tanaman cabai setelah pindah tanam umur 24 HSS

52
Gambar 14. Pengaplikasian pupuk organik cair

Gambar 15. Pengukuran fase vegetatif tanaman meliputi tinggi

tanaman, jumlah daun dan diameter batang

53
Gambar 16. Pemeliharaan Tanaman meliputi penyiraman

Gambar 17. Tanaman yang terserang hama kutu daun (Aphis)

54
Gambar 18. Tanaman cabai rawit siap panen umur 128 HST

Gambar 19. Proses pemanenan buah cabai rawit

55
Gambar 20. Hasil panen cabai rawit per tanaman

Gambar 21. Produksi cabai rawit dari panen 1 hingga panen ke 4

56

You might also like