Professional Documents
Culture Documents
ASMIRA MAJJUARA
G 111 11 031
iv
PEMANFAATAN TRICHODERMA DAN PUPUK ORGANIK CAIR
TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI
CABAI RAWIT (Capsicum frutescens L.)
SKRIPSI
ASMIRA MAJJUARA
G 111 11 031
v
vi
vii
ABSTRAK
viii
KATA PENGANTAR
ta’ala atas segala limpahan rahmat, berkah, anugerah dan karunia-Nya yang
skripsi ini. Tiada kata yang mampu mewakili ungkapan rasa bahagia, bersyukur
1. Ayahanda Majjuara, S.P dan Ibunda Mariati yang penuh kesabaran dan
pengorbanan dan doa restu yang diberikan selama ini. Untaian doa penulis
staf pengajar yang telah memberikan bekal ilmu, bimbingan dan arahan
2. Ibu Dr. Ir. Hernusye Husni, M.Sc dan Bapak Dr. Ir. Abd. Haris B. M.Si
Selaku pembimbing, terima kasih atas segala bimbingan dan dorongan sejak
3. Ibu Dr. Ir. Hj. Syatrianty A. Syaiful, MS., Cri Wahyuni Brahmi Yanti, SP. M.Si , Dr.
Ir. Katriani Mantja, MP sebagai penguji yang telah banyak memberikan saran
ix
4. Bapak Dr. Ir. Amirullah Dachlan, MP sebagai Penasihat Akademik yang telah
kasih sayangnya untuk penulis. Begitu pula untuk semua keluargaku baik
keluarga dari Bapak maupun keluarga dari Ibu atas dukungan baik moril
maupun materil.
6. Segenap seluruh staf pegawai Jurusan Budidaya Pertanian dan Fakultas atas
seluruh bantuannya.
8. Keluarga RBF Sapiah S.P., Nurjannah, S.P., Adelina, S.P., Risnawati, S.P.,
Munjiyah, dan Nur Endrawati, S.P. yang telah melewati masa suka dan duka
bersama penulis di asrama mahasiswa (Ramsis), terima kasih atas do‟a dan
9. Hasrianti S.Pi sahabat penulis dari SMA yang selalu setia memberikan doa
10. Nurkhadijah, Shanti Agi, S.P, Banatil Mufidah, dan Sri Astuti Rukmini, S.P,
x
Jazman, S.P, Hariyanti, S.P yang telah banyak membantu, memberikan
13. Keluarga KKN UNHAS Gel 87 Desa Matuju Kec. Awangpone Kab. Bone.
Terima kasih sudah mengajarkan beberapa hal postitif serta pengalaman baru
14. Segenap pengurus, alumni dan DPO BK Surau Firdaus Fakultas Pertanian
15. Kepada segenap pihak-pihak yang tidak sempat penulis sebutkan satu persatu
Teriring harapan dan doa semoga Allah SWT memberikan rahmat dan ridho-Nya
atas budi baik serta ketulusan yang mereka berikan selama ini kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan. Namun,
harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dalam upaya
Penulis
xi
DAFTAR ISI
Halaman
xii
3.4.5. Pemeliharaan .......................................................................... 21
3.4.6. Aplikasi Trichoderma dan Pupuk Organik Cair .................... 22
3.4.7 Panen ....................................................................................... 22
3.5 Parameter Pengamatan .............................................................. 22
LAMPIRAN ............................................................................................... 43
xiii
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
Teks
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
xv
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Cabai rawit (Capsicum frutescens L.) merupakan salah satu jenis tanaman
hortikultura penting yang dibudidayakan secara komersial. Tanaman cabai rawit mudah
Menurut Rukmana (2002), secara umum buah cabai rawit mengandung zat gizi antara
lain lemak, protein, karbohidrat, kalsium, fosfor, besi, vitamin A, B1, B2, C dan senyawa
alkaloid seperti capsaicin, oleoresin, flavanoid dan minyak esensial. Kandungan tersebut
banyak dimanfaatkan sebagai bahan bumbu masak, ramuan obat tradisional, industri
manfaatnya yang cukup banyak. Hal ini disebabkan selain cabai memiliki
kandungan gizi yang cukup lengkap juga memiliki nilai ekonomis tinggi yang
banyak digunakan baik untuk konsumsi rumah tangga maupun untuk keperluan
pembudidayaan yang baik, misalnya dalam perawatan tanaman dan yang lebih
utama adalah pemupukan baik dalam dosis maupun jenis pupuk (Cahyono, 2003).
Produksi cabai rawit pada tahun 2017 sebanyak 73 ribu ton dengan kebutuhan
konsumsi masyarakat hanya 68 ribu ton. Dengan begitu, produksi cabai selama 2017
masih surplus sebanyak 5.000 ton. Dalam upaya meningkatkan hasil produksi cabai rawit,
para petani masih melakukan pemupukan menggunakan pupuk kimia. Salah satu masalah
dalam usaha pertanian adalah penggunaan pupuk anorganik yang berlebih secara terus
1
menerus tanpa memperhatikan pemeliharaan tanah, hal ini akan menimbulkan dampak
negatif bagi tanah, tanah akan kehilangan sifat fisik, kimia dan biologinya. Sehingga
untuk mengatasi hal tersebut salah satunya dengan usaha pertanian berkelanjutan yang
bertujuan untuk menjadikan tanah menjadi subur dan produktif dengan kandungan bahan
Kesuburan tanah adalah suatu keadaan tanah dimana tata air, udara dan
unsur hara dalam keadaan cukup, seimbang dan tersedia sesuai kebutuhan
pada tanah dapat memberikan dampak negatif bila dilakukan terus menerus.
penguraian bahan organik di dalam tanah akibat sisa-sisa pupuk yang tidak
tanah, pupuk anorganik juga berdampak negatif pada kesehatan manusia yaitu
tanah sehingga pupuk yang diberikan dapat efektif dan efisien. Penambahan
pupuk anorganik yang menyediakan ion mineral siap saji saja akan merusak
kesuburan fisik tanah, dimana tanah akan menjadi keras. Dengan demikian,
tanah. Akan tetapi pupuk organik lebih lambat terurai menjadi ion mineral,
2
sehingga diperlukan penambahan mikroorganisme ke dalam tanah yang dapat
biologis tanah adalah jamur Trichoderma sp. Jamur ini merupakan salah satu jenis
lapang. Biakan jamur Trichoderma dalam media aplikatif seperti dedak dapat
hasil produksi tanaman. Sifat ini menandakan bahwa juga Trichoderma sp.
dibuktikan oleh Widham et al (1986) aplikasi Trichoderma spp. pada tanah steril
Kebutuhan tanaman akan unsur hara dapat dipenuhi dengan pemupukan, dimana
lebih baik. Menurut Sutanto (2002) penggunaan pupuk organik cair merupakan salah satu
cara untuk mengatasi kekurangan bahan organik, karena mampu memperbaiki sifat fisik,
3
kimia dan biologi tanah,dapat meningkatkan hasil baik kualitas maupun kuantitas serta
Menurut Sutanto (2002) pupuk organik merupakan bahan pembenah tanah yang
lebih baik daripada bahan pembenah buatan, walaupun pada umumnya pupuk organik
mempunyai kandungan hara makro N, P dan K yang rendah tetapi mengandung hara
mikro dalam jumlah cukup yang sangat diperlukan dalam pertumbuhan tanaman.
Kemampuan pupuk organik cair hasil fermentasi daun gamal, batang pisang dan
sabut kelapa telah dibuktikan oleh Nasaruddin (2010) dengan menggunakan perlakuan 15
sampai 30 ml/l memberikan pengaruh terbaik terhadap pertumbuhan bibit kakao. Begitu
juga dengan penelitian yang dilakukan Paseno (2012), penggunaan pupuk organik cair
konsentrasi 30 ml/l memberikan pengaruh terbaik dan sangat nyata terhadap pertumbuhan
bibit kakao.
penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik cair melalui daun memberikan
pertumbuhan dan hasil tanaman yang lebih baik daripada melalui tanah. Penggunaan
Penelitian tentang pupuk organik cair batang pisang dan sabut kelapa telah
dilakukan oleh beberapa peneliti. Permana (2012) mengemukakan bahwa pupuk organik
cair dosis 30 ml berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, panjang daun, luas daun,
waktu berbunga dan berat tongkol jagung. Dosis tersebut mampu menghasilkan produksi
jagung sebesar ± 7,1 ton per hektar pipilan kering jagung komposit varietas srikandi
4
Berdasarkan uraian tersebut di atas maka perlu dilakukan penelitian mengenai
penggunaan konsentrasi yang tepat untuk Trichoderma spp. dan pupuk organik cair
1.2 Hipotesis
1. Terdapat interaksi antara Trichoderma dan pupuk organik cair yang memberikan
3. Terdapat salah satu perlakuan pupuk organik cair yang memberikan pengaruh
Adapun kegunaan dari penelitian ini yaitu, diharapkan dapat menjadi bahan
penelitian berikutnya.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman cabai (Capsicum frutescen L.) berasal dari dunia tropika dan subtropika
Benua Amerika, khususnya Colombia, Amerika Selatan, dan terus menyebar ke Amerika
Latin. Bukti budidaya cabai pertama kali ditemukan dalam tapak galian sejarah Peru dan
sisaan biji yang telah berumur lebih dari 5000 tahun SM didalam gua di Tehuacan,
Indonesia dilakukan oleh pedagang Spanyol dan Portugis (Harpenas, dkk, 2010).
Kerajaan : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Tubiflorae
Familia : Solanaceae
Genus : Capsicum
merupakan tanaman yang mudah ditanam di dataran rendah ataupun di dataran tinggi.
Tanaman cabai banyak mengandung vitamin A dan vitamin C serta mengandung minyak
atsiri capsaicin, yang menyebabkan rasa pedas dan memberikan kehangatan panas bila
digunakan untuk rempah-rempah (bumbu dapur). Cabai dapat ditanam dengan mudah
6
sehingga bisa dipakai untuk kebutuhan sehari-hari tanpa harus membelinya di pasar (
1. Akar
Sistem perakarannya agak menyebar, diawali dengan akar tunggang yang sangat
kuat, kemudian cabang-cabang akar, dan secara terus menerus tumbuh akar-akar rambut.
Karakteristik perakaran cabai rawit dapat diamati pada stadium bibit dan stadium
tanaman muda di lapangan. Perakaran stadium bibit yang akan dipindah ke kebun dapat
mengalami kerusakan, tetapi akar-akar samping akan berkembang dari akar utama. Akar-
akar baru akan terus dibentuk dari akar utama pada stadium tanaman muda sampai
dewasa. Kedua arah pertumbuhan akar tersebut dinamai “diarchous root system” artinya
2. Batang
Batang tanaman cabai rawit memiliki struktur tegak dan berkayu. Kulit
batangnya tipis sampai agak tebal. Pada stadium tanaman muda kulit berwarna hijau,
(dewasa). Batang tanaman ini berbentuk bulat, halus, dan bercabang banyak. Batang ini
berfungsi sebagai tempat keluarnya cabang, tunas daun, bunga, dan buah (Rukmana,
2002).
3. Daun
7
Daun cabai berbentuk bulat telur dengan ujung runcing dan tepi daun rata (tidak
bergerigi/berlekuk) ukuran daun lebih kecil dibandingkan dengan daun tanaman cabai
besar. Daun cabai merupakan daun tunggal dengan kedudukan agak mendatar, memiliki
tulang daun menyirip dan tangkai tunggal yang melekat pada batang/cabang. Jumlah
4. Bunga
Bunga tanaman cabai rawit merupakan bunga tunggal yang berbentuk bintang.
Bunga tumbuh menunduk pada ketiak daun dengan mahkota bunga berwarna putih.
Struktur bunga mempunyai 5 – 6 helai mahkota, 5 helai daun bunga, 1 putik (stigma)
dengan kepala putik berbentuk bulat, 5 – 8 helai benang sari dengan kepala sari berbentuk
lonjong dan berwarna biru keungu – unguan. Tepung sari berbentuk lonjong, terdiri atas
tiga segman, berwarna kuning mengilap. Dalam satu kotak sari berkembang 11.000 –
18.000 butir tepung sari. Penyerbukan bunganya termasuk penyerbukan sendiri. Namun
dapat juga terjadi secara silang, penyerbukan silang di lapangan dilakukan oleh serangga
5. Buah
Bentuk buah tanaman cabai rawit bervariasi mulai dari pendek daan bulat sampai
panjang dan langsing. Warna buah muda umumnya hijau sampai kuning keputih-putihan,
tetapi setelah tua (matang) berubah menjadi merah tua atau merah kekuningan. Daging
buah umumnya lunak dan rasanya sangat pedas. Buah memiliki panjang 1 – 6 cm, dengan
diameter 0.5 – 1.5 cm, tergantung jenis atau kultivarnya (Rukmana, 2004).
6.Biji
8
Biji Cabai rawit berwarna kuning padi, melekat di dalam buah pada papan biji
(placenta). Biji terdiri atas kulit biji (spermodermis), tali pusat (funiculus), dan inti biji
Tanaman cabai rawit merupakan salah satu tanaman yang tumbuh dan
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi cabai rawit. Keadaan iklim dan tanah
merupakan dua hal pokok yang harus diperhatikan dalam menentukan lokasi penanaman
Cabai rawit tumbuh baik di tanah bertekstur lempung, lempung berpasir, dan
lempung berdebu. Namun, cabai ini masih bisa tumbuh baik pada tekstur tanah yang agak
berat, seperti lempung berliat. Tanaman cabai rawit memerlukan derajat kemasaman (pH)
tanah antara 6,0 – 7,0 (pH optimal 6,5) dan memerlukan sinar matahari penuh (tidak
memerlukan naungan). Menurut Rukmana (2004), tanaman cabai rawit dapat tumbuh
dengan baik pada tanah yang subur (kaya humus), gembur, porous, bebas dari nematode
dan bakteri layu. Tanah dengan aerasi yang jelek dapat menyebabkan tanaman mudah
terserang penyakit layu, gugur daun, dan buah yang dihasilkan kecil-kecil.
Tanaman ini dapat tumbuh di seluruh wilayah Indonesia, baik dataran rendah,
sedang, pegunungan, maupun dataran tinggi. Namun secara umum pertumbuhan cabai
rawit akan sangat baik kalau ditanam di daerah dengan curah hujan dan panas yang cukup
(Sarpian, 2003).
Tanaman cabai rawit memerlukan kondisi iklim dengan 0-4 bulan basah dan 4-6
bulan kering dalam satu tahun dan curah hujan berkisar antara 600 mm-1.250 mm per
tahun. Tanaman cabai rawit tidak menghendaki kelembaban dan curah hujan yang tinggi
9
serta iklim yang basah, karena pada keadaan tersebut tanaman mudah terserang penyakit,
terutama oleh cendawan (fungi). Kelembaban udara yang baik untuk pertumbuhan
tanaman cabai rawit adalah berkisar 60% - 80%. Kelembaban yang terlalu rendah dengan
suhu udara yang tinggi akan menghambat pertumbuhan tunas, bunga dan buah (Rukmana,
2004).
Trichoderma adalah jamur dari kelas Deuteromycetes ordo Moniliales. Jamur ini
dikenal sebagai jamur saprofit yang hidup di dalam tanah khususnya pada bahan organik,
pada serasah dan kayu mati. Umumnya Trichoderma hidup pada daerah yang agak
lembab, sedangkan pada kondisi tanah yang kering populasi Trichoderma akan menurun
setelah beberapa waktu yang cukup lama. Jamur ini juga menyukai kondisi tanah yang
asam dan termasuk peka terhadap sinar atau cahaya langsung. Pembentukan spora jamur
menyebabkan produksi perakaran sehat dan meningkatkan angka kedalaman akar. Akar
yang lebih dalam ini menyebabkan tanaman menjadi lebih resisten terhadap kekeringan,
seperti pada tanaman jagung dan tanaman hias (Harman, 2000). Trichoderma merupakan
jamur tanah yang berperan dalam menguraikan beberapa komponen zat seperti N, P,S dan
Mg dan unsur hara lain yang dibutuhkan tanaman dalam pertumbuhannya. Trichoderma
berfungsi untuk memecah bahan-bahan organik yang akan dimanfaatkan tanaman dalam
merangsang pertumbuhan di atas tanah terutama tinggi tanaman dan pembentukan warna
10
Penggunaan Trichoderma selain dapat meningkatkan hasil panen juga
perakaran yang baik dan pertumbuhan daun yang banyak akan meningkatkan hasil
fotosintesis, yaitu glukosa yang merupakan salah satu senyawa dasar untuk pembentukan
vitamin C. Selain itu glukosa hasil fotosintesis merupakan sumber material yang dipakai
sebagai sintesis komponen-komponen sel, jaringan atau organ tanaman melalui berbagai
Spesies Trichoderma adalah cendawan yang hidup bebas, umum ditemui pada
ekosistem tanah dan akar. Cendawan ini telah dipelajari secara ekstensif dalam
mikroorganisme penyebab penyakit pada tanaman (Harman et al., 2004.) Sampai saat ini,
pertumbuhan dan perkembangan tanaman masih terus diteliti. Namun, beberapa strain
pertumbuhan tanaman dan juga berperan sebagai pengendalian hayati dalam tanah
harzianum, T. viridae, dan T. Konigii, yang merupakan cendawan penghuni tanah yang
sebagai organisme pengurai, dapat pula berfungsi sebagai agen hayati dan stimulator
pertumbuhan tanaman (Chet et al., 1979; Elad et al., 1982). Respons dari aplikasi T.
11
bobot kering serta waktu perkecambahan yang lebih singkat pada tanaman sayuran dan
lebih awal berbunga serta meningkatkan jumlah kumpulan bunga pada Vinca minor L,
dan petunia (Petunia hybrid Vilm) (Chang et al., 1986). Beberapa penelitian
Pupuk organik adalah pupuk yang tersusun dari materi makhluk hidup, seperti
pelapukan sisa tanaman, hewan dan manusia. Pupuk orgnik dapat berbentuk padat atau
cair yang digunakan untuk memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah (Anonim,
2015).
Penggunaan pupuk organik yang lebih efektif dan efisien adalah dalam bentuk
pupuk cair. Pupuk cair lebih mudah terserap oleh tanaman karena unsur-unsur di
dalamnya sudah terurai. Tanaman tidak hanya menyerap hara melalui akar tapi juga bisa
melalui daun-daun tanaman. Penggunaan pupuk cair lebih mudah pekerjaan dan
penggunaannya, dalam sekali pemberian pupuk organik cair melakukan tiga macam
proses sekaligus, yaitu : memupuk tanaman, menyiram tanaman dan mengobati tanaman
(Pranata, 2004).
serta dapat memperbaiki agregat tanah. Menurut Sutanto (2002) bahwa penggunaan
pupuk organik cair merupakan salah satu cara untuk mengatasi kekurangan bahan
organik, karena mampu memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah, dapat
meningkatkan hasil baik kualitas maupun kuantitas serta mampu mengurangi penggunaan
pupuk anorganik.
12
Menurut Hanolo (1997) pemberian pupuk organik cair harus memperhatikan
pertumbuhan dan hasil tanaman yang lebih baik daripada pemberian pupuk melalui
tanah. Pemupukan lewat daun biasanya disebut dengan foliar feeding yaitu suatu cara
pemupukan yang disemprotkan pada tanaman lewat daun dan diharapkan pupuk yang
disemprotkan dapat masuk ke dalam daun melalui stomata (mulut daun) dan celah-celah
Pemberian pupuk organik cair pada tanaman harus memperhatikan dosis yang
diaplikasikan, karena dosis yang berlebih mengakibatkan timbulnya gejala kelayuan pada
tanaman (Suwandi dan Nurtika, 1987). Penggunaan konsentrasi pupuk organik cair yang
umur produksi dan dapat meningkatkan hasil tanaman (Rizqiani et al. 2007).
Dosis pupuk organik cair yang tepat merupakan suatu besaran yang digunakan
guna menghasilkan pertumbuhan dan hasil tanaman yang optimal. Apabila dosis pupuk
yang diberikan kurang dari kebutuhan hara tanaman, maka hasil yang diperoleh pun tidak
optimal karena jumlah unsur-unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman tidak terpenuhi
secara baik sehingga metabolisme dalam tubuh tanaman tidak berlangsung dengan baik.
Begitu pula sebaliknya, jika dosis pupuk organik cair melebihi batas toleransi tanaman
maka pertumbuhan tanaman akan terhambat sehingga hasil yang diperoleh pun tidak
optimal. Hal ini disebabkan oleh berlebihnya unsur-unsur hara yang diberikan dapat
mengakibatkan keracunan. Selain itu, sistem penyerapan air dan unsur-unsur hara oleh
akar di dalam tanah secara osmosis dapat terganggu karena adanya perbedaan konsentrasi
yang cukup tinggi antara tanah dan akar tanaman (Lestari, 2011).
13
Pupuk organik cair merupakan pupuk yang berasal dari tumbuhan mati, kotoran
hewan dan/atau bagian hewan dan/atau limbah organik lainnya. Pembuatan pupuk
organik cair mudah dilakukan, bahannya banyak terdapat di sekitar pekarangan rumah
seperti jerami padi, kotoran ayam, batang pisang, sabut kelapa dan daun gamal. Dalam
pertumbuhannya tanaman memerlukan tiga unsur hara penting, yaitu nitrogen, fosfat, dan
kalium. Nitrogen berfungsi untuk membentuk akar, daun dan batang serta menghijaukan
daun. Sementara fosfor dan kalium berfungsi untk menguatkan perakaran dan batang,
merangsang pembungaan dan buah, membuat biji menjadi berisi serta memaniskan rasa
Gamal adalah tanaman dari famili leguminoseae yang mengandung berbagai hara
esensial yang cukup tinggi bagi pemenuhan hara bagi tanaman pada umumnya. Jaringan
daun tanaman gamal mengandung 3,15% N, 0,22% P, 2,65% K, 1,35% Ca, dan 0,41%
Mg. Gamal mempunyai kandungan nitrogen yang cukup tinggi dengan C/N rendah,
menyebabkan biomassa tanaman ini mudah mengalami dekomposisi. Tanaman ini lebih
mudah diperoleh dan tersedia lebih banyak dalam lingkungan maupun lahan usahatani
Gamal adalah tanaman leguminosa yang dapat tumbuh dengan cepat di daerah
kering. Daun gamal berbentuk elips (oval), ujung daun lancip dan pangkalnya tumpul
(bulat), susunan daun terletak berhadapan seperti daun lamtoro atau turi. Bunga gamal
muncul pada musim kemarau dan berbentuk kupu-kupu terkumpul pada ujung batang
Limbah sabut kelapa merupakan sisa buah kelapa yang sudah tidak terpakai yaitu
bagian terluar buah kelapa yang membungkus tempurung kelapa. Ketebalan sabut kelapa
berkisar 5-6 cm yang terdiri atas lapisan terluar (exocarpium) dan lapisan dalam
(endocarpium). Satu butir buah kelapa menghasilkan 0,4 kg sabut yang mengandung 30
14
% serat. Dengan komposisi kimia sabut kelapa terdiri atas selulosa, lignin, pyroligneous
acid, gas, arang, ter, tannin, dan potassium. Kandungan unsur hara dan air dalam sabut
kelapa adalah sebagai berikut: air 53,83%, N: 0,28% ppm, P:0 ppm, K: 6,726 ppm, Ca:
Batang pisang merupakan salah satu bahan yang juga dapat digunakan sebagai
pembuatan pupuk organic cair karena mengandung unsur hara yang dibutuhkan oleh
tanaman dan juga banyak tersedia disekitar petani. Batang pohon pisang cukup banyak
mengandung zat-zat mineral. Kadar airnya cukup tinggi sedangkan kadar zat
karbohidratnya sedikit. Susunan kimiawi dari batang pisang sebagai berikut : Air : 92,5%
Protein : 0,35% Karbohidrat : 4,4% Zat Fosfor : 135 mgr per 100 g batang Zat Kalium :
213 mgr per 100 g batang Zat Kalsium : 122 mgr per 100 g batang. Batang pisang juga
memiliki senyawa penting seperti antrakuinon, saponin, dan flavanoid. Peran senyawa itu
pada tanaman bisa menyuburkan pertumbuhan bulu-bulu akar yang berguna membantu
15
BAB III
METODE PENELITIAN
Hasanuddin, Makassar. Penelitian ini berlangsung mulai dari bulan Juni sampai
Desember 2015.
Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu ember, blender, talang, polybag
ukuran 8 x 10 cm, polybag berukuran 40 x 30 cm, gelas ukur, timbangan, mistar, gunting,
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah benih cabai rawit varietas
Bhaskara, Trichoderma sp., Pupuk Orgaik Cair yang terbuat dari daun gamal, batang
pisang, sabut kelapa, air gula merah, air kelapa, EM4 dan pupuk kandang sebagai pupuk
dasar.
pola Rancangan Faktorial 2 Faktor dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK). Faktor
pertama adalah perlakuan jamur Trichoderma (t) yang terdiri dari 3 taraf yaitu :
t0 = tanpa Trichoderma
t1 = Trichoderma 3 g
t2 = Trichoderma 4 g
Faktor kedua adalah pemberian pupuk organik cair (p) yang terdiri dari 3 taraf yaitu :
16
p1 = pupuk organik cair 10 ml/L air
percobaan, tiap satuan percobaan terdiri atas 5 tanaman sehingga terdapat 135 unit
pengamatan.
a. Daun Gamal
4. Menambahkan air gula merah sebanyak 400 ml dengan konsentrasi 200 g/L, air
17
5. Mengaduk hingga rata kemudian ditutup hingga rapat untuk proses fermentasi
selama 2 minggu
b. Batang Pisang
1. Memisahkan antara batang pisang bagian luar dan bagian dalam, kemudian diambil
4. Menambahkan air sebanyak 12 liter, air gula merah 400 ml konsentrasi 200 g/L, air
5. Mengaduk hingga rata kemudian ditutup hingga rapat untuk proses fermentasi
selama 2 minggu
c. Sabut Kelapa
12 liter, air gula merah 400 ml konsentrasi 200 g/L, air kelapa 500 ml dan EM4
sebanyak 50 ml.
3. Mengaduk hingga rata kemudian menutup hingga rapat untuk proses fermentasi
selama 2 minggu
18
3.4.2 Persiapan Media Tanam
3.4.3 Persemaian
Benih cabai yang digunakan direndam dalam air selama satu jam. Benih yang
telah diisi dengan media campuran tanah dan pupuk kandang 1:1.
3.4.4 Penanaman
Penanaman pada polybag perlakuan dilakukan saat bibit sudah memiliki 4-6 helai
daun atau sudah berumur 21-24 hari setelah semai (HSS). Bibit yang ditanam adalah bibit
yang pertumbuhannya baik, tegak, segar dan bebas dari serangan hama dan penyakit.
Polybag yang telah ditanami segera disiram kemudian diatur sesuai dengan denah
perlakuan.
3.4.5 Pemeliharaan
penyakit. Penyiraman dilakukan setiap hari tergantung kondisi tanah pada polybag
media tanam dengan cara melarutkan Trichoderma sesuai taraf perlakuan ke dalam 1 liter
19
air, kemudian menyiramkan ke media tanam seminggu sebelum penanaman dan
seminggu sesudah tanam. Sedangkan Pupuk Organik cair diberikan dua minggu setelah
pindah tanam hingga masuk masa pembungaan pertama sesuai dengan perlakuan yang
ditentukan dengan interval waktu aplikasi 7 hari sekali dengan cara disemprotkan ke daun
3.4.7 Panen
Pemanenan dilakukan berdasarkan kriteria panen antara lain cabai yang sudah
berwarna merah berarti sudah dapat dipanen. Pemanenan dilakukan sebanyak 4 kali.
1. Tinggi Tanaman (cm), diukur mulai dari permukaan tanah sampai titik tumbuh batang
4. Jumlah Cabang (cabang), dihitung semua cabang produktif yang terbentuk selama
percobaan.
5. Umur bunga 50% (hari), diamati setelah 50% keluarnya bunga pertama untuk seluruh
7. Jumlah buah per tanaman (buah), dihitung mulai panen pertama hingga panen keempat
8. Berat buah/pohon, ditimbang mulai panen pertama hingga panen keempat (semua buah
9. Produksib per hektar, dihitungberat buah per plot kemudian dikonversi ke dalam ton/h
20
BAB IV
4.1 Hasil
Rata-rata tinggi tanaman cabai rawit dan sidik ragamnya disajikan pada Tabel
Lampiran 4a dan 4b. Sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan Trichoderma dan pupuk
organik cair serta interaksi antara Trichoderma dengan pupuk organik cair berpengaruh
TINGGI TANAMAN
38,00
35,13
35,00 33,69
32,51 32,33
31,30
Rata-rata
32,00 29,56 p1
29,00 26,56 26,54 p2
26,67
26,00 p3
23,00
20,00
t0 t1 t2
Perlakuan
organik cair 30 ml (p3) cenderung menunjukkan tinggi tanaman tertinggi (35,13 cm)
sedangkan pada perlakuan Trichoderma 3 gr (t1) dan pupuk organik cair 30 ml (p3)
21
4.1.2 Jumlah Daun 68 HST (helai)
Rata-rata jumlah daun cabai rawit dan sidik ragamnya disajikan pada Tabel
Lampiran 5a dan 5b. Sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan Trichoderma dan pupuk
organik cair serta interaksi antara Trichoderma dengan pupuk organik cair berpengaruh
JUMLAH DAUN
153,33
155,00
138,89
136,17
140,00
123,89
Rata-rata
92,22 p3
95,00
80,00
t0 t1 t2
Perlakuan
(t2) dan pupuk organik cair dengan dosis 30 ml (p3) cenderung menunjukkan jumlah
daun terbanyak (153,33 helai) sedangkan pada perlakuan Trichoderma 3 g (t1) dan pupuk
organik cair 30 ml (p3) cenderung menunjukkan jumlah daun terendah (92,22 helai).
22
4.1.3 Diameter Batang 68 HST (mm)
Rata-rata diameter batang cabai rawit dan sidik ragamnya disajikan pada Tabel
Lampiran 6a dan 6b. Sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan Trichoderma dan pupuk
organik cair serta interaksi antara Trichoderma dengan pupuk organik cair berpengaruh
DIAMETER BATANG
7,00
6,50
6,06 6,00 6,00
6,00 5,83
5,61 5,67
Rata-rata
5,56
5,44 p1
5,50
5,00 p2
5,00 p3
4,50
4,00
t0 t1 t2
Perlakuan
pupuk organik cair dengan dosis 10 ml (p1) cenderung menunjukkan diameter batang
tertinggi (6,06 mm) sedangkan pada perlakuan tanpa Trichoderma (t0) dan pupuk organik
23
4.1.5 Jumlah Cabang (cabang)
Rata-rata umur berbunga cabai rawit dan sidik ragamnya disajikan pada Tabel
Lampiran 7a dan 7b. Sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan Trichoderma dan pupuk
organik cair serta interaksi antara Trichoderma dengan pupuk organik cair berpengaruh
JUMLAH CABANG
10,00
9,00
8,33
8,11
7,78 7,67
Rata-rata
8,00
7,39
p1
6,67 p2
7,00
6,33
6,67 p3
6,44
6,00
5,00
t0 t1 t2
Perlakuan
organik cair 20 ml (p2) cenderung menunjukkan jumlah cabang produktif terbanyak (8,33
cabang). Sedangkan perlakuan Trichoderma 3gr (t1) dan pupuk organik cair 30 ml (p3)
24
4.1.4 Umur Berbunga (Hari)
Rata-rata umur berbunga cabai rawit dan sidik ragamnya disajikan pada Tabel
Lampiran 8a dan 8b. Sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan Trichoderma dan pupuk
organik cair serta interaksi antara Trichoderma dengan pupuk organik cair berpengaruh
UMUR BERBUNGA
92,00 91,44
90,78
91,00
89,89
90,00 89,44
89,22
Rata-rata
89,00
89,28 p1
89,00 88,72
88,00 p2
88,00 p3
87,00
86,00
t0 t1 t2
Perlakuan
pupuk organik cair 10 ml (p1) cenderung menunjukkan umur berbunga tercepat (88,00
hari). Sedangkan perlakuan Trichoderma dengan dosis 3 gr (t1) dan pupuk organik cair
dengan dosis 30 ml (p3) cenderung menunjukkan umur berbunga terlama (91,44 hari).
25
4.1.6 Umur Panen (hari)
Rata-rata umur panen cabai rawit dan sidik ragamnya disajikan pada Tabel
Lampiran 9a dan 9b. Sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan Trichoderma dan pupuk
organik cair serta interaksi antara Trichoderma dengan pupuk organik cair berpengaruh
UMUR PANEN
131,00
130,44
130,24 129,75
130,00 129,73
129,33
Rata-rata
128,88 128,78 p1
129,00 128,50
128,22 p2
p3
128,00
127,00
t0 t1 t2
Perlakuan
organik cair 10 ml (p1) cenderung menunjukkan umur panen tercepat (128,22 hari).
Sedangkan perlakuan Trichoderma 3gr (t1) dan pupuk organik cair 20 ml (p1) cenderung
26
4.1.7 Jumlah Buah per tanaman (buah)
Rata-rata umur panen cabai rawit dan sidik ragamnya disajikan pada Tabel
Lampiran 10a dan 10b. Sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan Trichoderma dan
pupuk organik cair serta interaksi antara Trichoderma dengan pupuk organik cair
JUMLAH BUAH
127,67
130,00
90,00 p1
90,00 83,67 p2
78,67
73,67 75,67 p3
70,00
50,00
t0 t1 t2
Perlakuan
organik cair 30 ml (p3) cenderung menunjukkan jumlah buah tertinggi (127,67 buah).
Sedangkan perlakuan Trichoderma 3gr (t1) dan pupuk organik cair 30 ml (p3) cenderung
27
4.1.8 Berat Buah per tanaman (g)
Rata-rata berat buah dan sidik ragamnya disajikan pada tabel lampiran 11a dan
11b. Sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan Trichoderma dan Pupuk organik serta
interaksi antara Trichoderma dengan pupuk organik cair berpengaruh tidak nyata
BERAT BUAH
150,00 142,00
130,00 121,30
118,43
105,70
110,00
Rata-rata
p1
90,33 92,73
86,30 p2
90,00 82,53
87,93 p3
70,00
50,00
t0 t1 t2
Perlakuan
organik cair 30 ml (p3) cenderung menunjukkan berat buah tertinggi (142 g). Sedangkan
perlakuan Trichoderma 3gr (t1) dan pupuk organik cair 30 ml (p3) cenderung
28
4.1.9. Produksi Per hektar (ton/ha)
Rata-rata produksi per hektar dan sidik ragamnya disajikan pada tabel lampiran
12a dan 12b. Sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan Trichoderma dan Pupuk
organik serta interaksi antara trichoderma dengan pupuk organik cair berpengaruh tidak
Produksi (ton/ha)
6,00 5,68
4,85 4,74
5,00
4,23
3,52
p1
3,00
p2
p3
2,00
1,00
-
t0 t1 t2
Perlakuan
organik cair 30 ml (p3) cenderung menunjukkan nilai produksi buah per hektar tertinggi
(5,68 ton/ha). Sedangkan perlakuan Trichoderma 3gr (t1) dan pupuk organik cair 30 ml
(p3) cenderung menunjukkan nilai produksi buah per hektar terendah (3,30 ton/ha).
29
4.2 Pembahasan
organik cair serta interkasi antara Trichoderma dengan pupuk organik cair berpengaruh
tidak nyata terhadap pertumbuhan tanaman cabai rawit meliputi tinggi tanaman, jumlah
daun serta diameter batang (lampiran 4b, 5b dan 6b) begitu juga dengan produksi
tanaman cabai rawit meliputi jumlah cabang produktif, umur berbunga, umur panen.
jumlah buah per tanaman, berat buah per tanaman serta produksi per hektar (lampiran 7b,
a. Fase Pertumbuhan/vegetatif
tanaman, jumlah daun dan diameter batang. Berdasarkan hasil yang diperoleh,
perlakuan aplikasi Trichoderma 4 g dan pupuk organik cair 30 ml per liter air
terbanyak (153,33 helai) pada umur 68 HST. Hal tersebut menunjukkan bahwa
semakin tinggi dan jumlah daun lebih banyak. Hal ini sesuai dengan pendapat
hara yang semula tidak tersedia menjadi tersedia dari bahan organik dan mineral.
Trichoderma jika telah menginfeksi akar tanaman inang, maka akan dapat
membantu tanaman inang menyerap unsur hara tertentu terutama unsur fosfor.
30
Di dalam pupuk organik cair terdapat unsur hara yang diantaranya unsur
kandungan Fosfor (P) pada tanaman membantu dalam pertumbuhan bunga, buah
dan biji. Jika tanaman kekurangan unsur ini biasanya menyebabkan mengecilnya
b. Fase Generatif
Trichoderma dengan pupuk organik cair berpengaruh tidak nyata terhadap fase
generatif meliputi jumlah cabang produktif, umur berbunga, umur panen, jumlah
cair terhadap umur berbunga cabai rawit dan umur panen berpengaruh tidak nyata. Pada
semua perlakuan keluar bunga pertama pada umur 28 HST. Namun akibat kelembaban
udara yang terlalu rendah menyebabkan tanaman terserang hama kutu daun (Aphis) yang
menyebabkan kerontokan pada daun dan bunga cabai. Sesuai dengan penyataan dari
Balfas (2005) bahwa kerugian akibat serangan hama kutu daun Aphis berkisar antara 10-
30 % dan saat musim kemarau, kerugian yang ditimbulkan dapat lebih besar lagi yaitu
mencapai 40 %.
Menurut Raharjo (2012) bahwa faktor lingkungan dan faktor fisiologislah yang
menentukan berapa banyak cabang yang tumbuh dari batang utama tanaman. Perbaikan
dalam penyerapan nutrisi akan mendukung proses metabolisme dalam tubuh tanaman
diantaranya adalah proses fotosintesis sehingga tanaman akan aktif membentuk cabang-
31
cabang baru dalam perkembangannya. Cabang produktif adalah cabang yang
cair berpengaruh tidak nyata terhadap parameter jumlah buah per tanaman, berat buah per
tanaman serta produksi per hektar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bobot buah cabai
per tanaman diperoleh rata–rata sebanyak 82,53-142 g/tanaman. Hasil bobot pertanaman
masih jauh bila dibandingkan dengan deskripsi cabai rawit varietas Bhaskara mencapai
443-756 g/tanaman. Demikian juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Karunia Indah
(2006) yang menggunakan varietas bhaskara, yang mana produksi paling tinggi terdapat
pada perlakuan yang tanpa menggunakan pupuk apapun. Hasil yang diperoleh untuk berat
Rendahnya pertumbuhan dan hasil tanaman pada perlakuan pupuk organik cair.
Diduga karena unsur hara yang tersedia di dalam pupuk organik cair tidak mencukupi
untuk pertumbuhan vegetatif tanaman, sehingga dapat mempengaruhi hasil dari tanaman
tersebut, itu dilihat dari hasil uji analisis kandungan hara yang tersedia hanya N-total 0,67
%, P2O5 0,08 %, K2O 0,43 % (Lab. BPTP, 2015). Rendahnya unsur hara yang terdapat
pada pupuk organik cair menyebabkan tanaman tidak bisa melaksanakan proses
menyatakan bahwa, dalam pertumbuhan tanaman unsur utama yang dibutuhkan tanaman
adalah nitrogen untuk membentuk sel-sel baru, sehingga bila terjadi pengurangan dan
Selain itu rendahnya respon tanaman cabai dalam percobaan terhadap pemberian
Trichoderma dan Pupuk organik cair juga disebabkan oleh kondisi tanah yang
kekurangan air. Curah hujan yang sangat rendah tidak sesuai dengan curah hujan yang
32
dibutuhkan tanaman cabai pada masa pertumbuhan berdasarkan petunjuk teknis,
rawit adalah curah hujan yang rendah. Penelitian ini dilakukan pada musim kemarau
sehingga menyebabkan kebutuhan air tanaman cabai tidak terpenuhi dengan baik, dan
juga menyababkan tanaman rentan terkena hama. Akibat kelembaban udara yang terlalu
rendah mennyebabkan tanaman terserang hama kutu daun (Aphis) yang menyebabkan
kerontokan pada daun dan bunga cabai. Apabila hama menyerang saat pertumbuhan
vegetatif maka akan memberikan pengaruh yang besar bagi proses pembentukan buah
dan akhirnya terjadi penurunan produksi buah cabai. Sesuai dengan penyataan dari Balfas
(2005) bahwa kerugian akibat serangan hama kutu daun Aphis berkisar antara 10-30 %
dan saat musim kemarau, kerugian yang ditimbulkan dapat lebih besar lagi yaitu
mencapai 40 %.
pupuk organik cair tidak memberikan pengaruh yang nyata pada semua parameter
pengamatan. Pengaruh yang tidak nyata terhadap semua parameter pengamatan karena
kedua faktor yang digunakan pada penelitian ini belum saling mendukung sehingga
interaksi yang ditimbulkan kedua faktor tersebut tidak berbeda nyata. Hanafiah (2010)
menambahkan apabila tidak ada interaksi, berarti pengaruh suatu faktor sama untuk
semua taraf faktor lainnya dan sama dengan pengaruh utamanya. Sesuai dengan
pernyataan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kedudukan dari kedua faktor adalah
sama-sama mendukung pertumbuhan tanaman, tetapi tidak saling mendukung bila salah
33
BAB V
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada percobaan ini, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
tanaman, jumlah daun, jumlah buah per tanaman, berat buah per tanaman dan
tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah buah per tanaman, berat buah per
5.2 Saran
34
DAFTAR PUSTAKA
Agrios, G. N. 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan (Edisi Raka, I. G.2006. Eksplorasi dan
Cara Aplikasi ke-3). Terjemahan oleh M. Busnia, 1997. Yogyakarta: Agensia
Hayati Trichoderma sp. Sebagai Pengen- Gadjah Mada University Press..
Andi Hartik 2017. Kementan: Produksi Cabai Rawit per Januari Masih Surplus.
http://ekonomi.kompas.com/read/2017/01/11/195232526/kementan.produksi.cab
ai.rawit.per.januari.masih.surplus.
Balfas, R. 2005. Serangga penular (vector) dan penyakit kerdil pada tanaman lada dan
strategi penanggulangannya. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat.
Chang, Y.C., R. Baker, O. Kleifeld and I. Chet. 1986. Increased Growth of Plants in
Presence of The Biological Control Agent Trichoderma harzianum. Plant Dis.
70:145-148.
Chet, I., Y. Hadar, J. Katan and Y. Henis. 1979. Biological Control of Soil-Brone
Plant Pathogens by Trichoderma harzianum. In Soil-Borne Plant
Pathogens. Eds. B. Schippers and W. Gams. pp. 585-592. Academic
Press, London.
Djaenuddin, D., Marwan, H., Subagyo, H., dan A. Hidayat. 2003. Petunjuk Teknis untuk
Komoditas Pertanian. Balai Penelitian Tanah, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor.
Elad, I., Chet, and Y. Henis, 1982. Degradation of plant panthogenic fungi by
Trichoderma harzianum. Department of Plant Panthology and Microbiology,
Faculty of Agriculture, The Hebrew University of Jerusalem, Rehavot 76 100,
Israel
Hadisuwito, Sukamto. 2012. Membuat Pupuk Organik Cair. Jakarta: PT Agro Media
Pustaka
35
Hanolo, W. 1997. Tanggapan Tanaman Selada dan Sawit Terhadap Dosis dan Cara
Pemberian Pupuk Cair. Stimulan Jurnal Agrotropika Vol.1 No.1 Hal: 25-29.
Harman, G. E., Petzoldt R., Comis A., Chen J. 2004. Interaction Between
Trichoderma harzianum Strain T-22 and Maize Inbred Line Mo17 and
Effects of These Interactions on Disease Caused by Phytium Ultimum and
Colletotrichum Graminicola. Phytopathology. 94: 147–153
Harrison, MJ., ML, Van Buuran. 1995. A Phosphate transporter drom trichoderma
fungus versiforme, Nature. 378:626-629
Herlina, L., Pramesti, D. 2009. Penggunaan kompos aktif trichoderma sp. dalam
meningkatkan Pertumbuhan Tanaman Cabai. Universitas Negeri Semarang.
Semarang.
Ibrahim, B. 2002. Integrasi jenis tanaman leguminosae dalam system budidaya pangan
lahan kering dan pengaruhnya terhadap sifat tanah, erosi, dan produktivitas
lahan. Disertasi program pascasarjana Universitas Hasanuddin, Makassar.
Ismail, N., Andi, T. 2011.Potensi agens Hayati Trichoderma sp. Sebagai Pengendali
Hayati.BPTP Sulut.
Karunia, I. 2006. Pengaruh Waktu Aplikasi Pupuk Kandang Ayam dan Konsentrasi
Pupuk Organik Cair Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Cabai
Rawit (Capsicum frutescens). Universitas Sumatera Utara. Medan.
Lab BPTP, 2015. Laporan Analisis Pupuk. Ministry Of Agriculture Agency For
Agricultural Research and Development Laboratory of Assesment Institute for
Agriculture Technology South Sulawesi, Maros
Lestari, A. P. 2011. Pengaruh pupuk organik cair terhadap pertumbuhan dan hasil
tanaman tomat (Lycopersicum esculentum Mill.). Jurnal Agroqua 9 : 1-7.
Natalia, H., D. Nista, dan S. Hindrawati. 2009. Keunggulan Gamal Sebagai Pakan
Ternak. BPTU Sembawa, Palembang.
36
Nyak pa. M.Y : Lubis, A.M ; Pulung, M.A : Amran, A.G : Munawar, A : Go, Ban Hong
dan Hakim, N. 1998. Kesuburan tanah. (University of Kentucky), WUAE
Project, Bandar Lampung.
Paseno, D.N. 2012. Pertumbuhan bibit kakao pada pemberian Trichoderma dan Pupuk
Organik Cair. Universitas Hasanuddin. Makassar
Permana, S. 2012. Respon Pertumbhan dan Hasil Jagung dengan Pemberian Pupuk
Organik Cair. Fakultas Pertanian Universitas Baturaja. Sumatra Selatan.
Pranata, S. 2004. Pupuk Organik Cair Aplikasi dan Manfaatnya. Agromedia Pustaka.
Jakarta.
Rindengan, B., Lay, A., Novrianto, H, Kembuan., & Mahmud, Z. 1995. Karakterisasi
daging buah kelapa hibrida untuk bahan baku industry makanan. Laporan hasil
penelitian kerjasama proyyek pembinaan kelembagaan penelitian Pertanian
Nasional . Badan Litbang 495.
Rizqiani N F,. Ambarwati E., Yuwono N W. 2007. Pengaruh Dosis Dan Frekuensi
Pemberian Pupuk Organik Cair Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Buncis
(Phaseolus vulgaris L.) Dataran Rendah. Fakultas Pertanian UGM.
Sarpian, T., 2003. Bertanam Cabai Rawit Dalam Polibag. Penebar Swadaya, Jakarta
Suwandi dan N, Nurtika, 1987. Pengaruh Pupuk Biokimia “Sari Humus” pada Tanaman
Kubis. Buletin Penelitian Hortikultura 15 (20): 213-218.
Syaifudin, A., L. Mulyani, M. Ariesta, 2010, Pupuk Kosarmas Sebagai Upaya Revitalisas
Lahan Kritis Guna Meningkatkan Kualitas dan Kuantitas Hasil Pertanian,
Universitas Negeri Solo
37
LAMPIRAN
38
Lampiran 1
39
Warna buah muda : hijau terang
Warna buah tua : merah cerah
Permukaan kulit buah : halus
Tebal kulit buah : 0,9 – 1,1 mm
Rasa buah : pedas
Kandungan capsicin : 397.500 scoville unit
Berat per buah : 2,1 – 3,3 g
Berat buah per tanaman : 443 – 756 g
Berat 1.000 biji : 3,4 – 3,6 g
Daya simpan buah pada : 6 – 7 hari setelah panen
suhu kamar (25 – 27 oC)
Hasil buah : 12 – 15 ton/ha
MENTERI PERTANIAN,
ANTON APRIYANTONO
40
Lampiran 2
Ket:
41
Lampiran 3
42
Lampiran 4. Rata-rata tinggi tanaman 68 HST (cm)
KELOMPOK
PERLAKUAN TOTAL RATAAN
I II III
F.TABEL
SK DB JK KT F.HIT
0.05 0.01
PERLAKUAN
Kk 16.51%
43
Lampiran 5. Rata-rata jumlah daun 68 HST (helai)
KELOMPOK
PERLAKUAN TOTAL RATAAN
I II III
F.TABEL
SK DB JK KT F.HIT
0.05 0.01
PERLAKUAN
Kk 25.87%
44
Lampiran 6. Rata-rata diameter batang 68 HST (mm)
KELOMPOK
PERLAKUAN TOTAL RATAAN
I II III
F.TABEL
SK DB JK KT F.HIT
0.05 0.01
PERLAKUAN
Kk 14.02%
45
Lampiran 7. Rata-rata Umur berbunga (hari)
KELOMPOK
PERLAKUAN TOTAL RATAAN
I II III
F.TABEL
SK DB JK KT F.HIT
0.05 0.01
PERLAKUAN
Kk 2.50%
46
Lampiran 8. Rata-rata jumlah cabang (cabang)
F.TABEL
SK DB JK KT F.HIT
0.05 0.01
PERLAKUAN
Kk 16.93%
47
Lampiran 9. Rata-rata Umur Panen (hari)
SK DB JK KT F.HIT F.TABEL
0.05 0.01
PERLAKUAN
Kk 1.38%
48
Lampiran 10. Rata-rata Jumlah Buah (buah)
F.TABEL
SK DB JK KT F.HIT
0.05 0.01
PERLAKUAN
kk 34.09%
49
Lampiran 11. Rata-rata Berat Buah (gr)
F.TABEL
SK DB JK KT F.HIT
0.05 0.01
PERLAKUAN
kk 41.36%
50
Lampiran 12. Rata-rata Produksi per hektar (ton/ha)
F.TABEL
SK DB JK KT F.HIT
0.05 0.01
PERLAKUAN
Kk 41.36%
51
Lampiran 13
52
Gambar 14. Pengaplikasian pupuk organik cair
53
Gambar 16. Pemeliharaan Tanaman meliputi penyiraman
54
Gambar 18. Tanaman cabai rawit siap panen umur 128 HST
55
Gambar 20. Hasil panen cabai rawit per tanaman
56