You are on page 1of 20

LAPORAN PENDAHULUAN

SEPSIS NEONATORUM
NICU RS WAHIDIN SUDIROHUSODO

Nama Mahasiswa : Swastika Fadia Amalina


Nim : R014172017

CI LAHAN CI INSTITUSI

[ ] [ ]

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
BAB I
KONSEP MEDIS

A. Definisi
Sepsis adalah respon sistemik terhadap infeksi yang disebabkan oleh bakteri,
vitus, jamur, protozoa atau rickettsia. Insiden sepsis neonatal yaitu 1-8 per seribu
kelahiran hidup, namun angka kematian lebih dari 20-50% kasus. Sepsis pada neonatus
yang kurang bulan 6 kali lebih sering daripada cukup bulam, disebabkan karena belum
maturnya sistem imun, lama rawat di rumah sakir dan mudah terjadi infeksi nosokomial
(Zulfikri, 2016).

Sepsis neonatorum merupakan infeksi sistemim yang disebabkan oleh masukna


kuman ke dalam tubuh disertai manifestasi klinis yang terjadi pada neonatus. Sepsis
neonatorum merupakan salah satu penyebab tersering pada neonates untuk dirawat di
rumah sakit dan kematian neonates baik di negara berkembang maupun negara maju.
Diperkirakan lebih dari 20% neonatus menderita sepsis dan 30-50% dari total kematian
bayi di negara berkembang. Angka kematian neonates di Asia tenggara dilaporkan 39 per
1000 kelahiran hidup (Salendu, 2012).

Sepsis neonatorum adalah sindrom klinik penyakit sistemik disertai bakteremia


pada bayi dalam satu bulan pertama kehidupan. Sepsis neonatorum dapat dibedakan
menjadi sepsis awitan dini (SAD) yang timbul dalam 72 jam pertama kehidupan dan
sepsis awitan lanjut (SAL) yang timbul setelah umur 72 jam. Bayi yang selamat dari
kondisi mengancam jiwa dianggap kasus neonatal near miss. Tingkat kematian neonatal
dini adalah 8,2/1.000 kelahiran hidup dan kasus neonatal near miss 21,4/1.000 kelahiran
hidup. Insidens sepsis neonatorum di dunia berkisar antara 1-8 per 1000 kelahiran hidup.
2 Di negara maju seperti Amerika, kejadian sepsis sejak 1980 bervariasi antara 2-4 per
1000 kelahiran hidup, sedangkan di negara berkembang seperti di India, angka
kejadiannya 34-37 per 1000 kelahiran hidup. Indonesia belum mempunyai data kejadian
sepsis. Di RumahSakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) tahun 2009, insidens sepsis
neonatorum adalah 98 per 1000 kelahiran hidup (Anastasia, 2017).
B. Etiologi
Menurut Suwito (2013), bakteri seperti Escherichiacoli, Listeria monocytogenes,
Neisseriameningitidis,Sterptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae tipe
B,Salmonella, dan Streptococcus grup B merupakan penyebab paling sering terjadinya
sepsis pada bayi berusia sampai dengan 3 bulan. Streptococcus grup B merupakan
penyebab sepsis paling sering pada neonatus.Pada berbagai kasus sepsis neonatorum,
organisme memasuki tubuh bayi melalui ibu selama kehamilan atau proses kelahiran.
Beberapa komplikasi kehamilan yang dapat meningkatkan resiko terjadinya sepsis pada
neonatus, antara lain:

1. Perdarahan
2. Demam yang terjadi pada ibu
3. Infeksi pada uterus atau plasenta
4. Ketuban pecah dini (sebelum 37 minggu kehamilan)
5. Ketuban pecah terlalu cepat saat melahirkan (18 jam atau lebih sebelum melahirkan)
6. Proses kelahiran yang lama dan sulit.
7. Streptococcus grup B dapat masuk ke dalam tubuh bayi selama proses kelahiran.
Menurut Centers for Diseases Control and Prevention (CDC) Amerika, paling
tidakterdapat bakteria pada vagina atau rektum pada satu dari setiap lima wanita
hamil,yang dapat mengkontaminasi bayi selama melahirkan. Bayi prematur yang
menjalaniperawatan intensif rentan terhadap sepsis karena sistem imun mereka yang
belumberkembang dan mereka biasanya menjalani prosedur-prosedur invasif seperti
infusjangka panjang, pemasangan sejumlah kateter, dan bernafas melalui selang
yangdihubungkan dengan ventilator. Organisme yang normalnya hidup di
permukaankulit dapat masuk ke dalam tubuh kemudian ke dalam aliran darah melalui
alat-alatseperti yang telah disebut di atas.Bayi berusia 3 bulan sampai 3 tahun beresiko
mengalami bakteriemia tersamar, yangbila tidak segera dirawat, kadang-kadang dapat
megarah ke sepsis. Bakteriemiatersamar artinya bahwa bakteria telah memasuki aliran
darah, tapi tidak ada sumberinfeksi yang jelas. Tanda paling umum terjadinya
bakteriemia tersamar adalahdemam. Hampir satu per tiga dari semua bayi pada rentang
usia ini mengalamidemam tanpa adanya alasan yang jelas - dan penelitian menunjukkan
bahwa 4% akan mengalami infeksi bakterial di dalamdarah.Streptococcus pneumoniae
(pneumococcus) menyebabkan sekitar 85% darisemua kasus bakteriemia tersamar pada
bayi berusia 3 bulan sampai 3 tahun.
Adapun faktor risiko untuk terjadinya sepsis neonatorum menurut Pusponegoro
(2016) adalah sebagai berikut:
1. Prematuritas dan berat lahir rendah, disebabkanfungsi dan anatomi kulit
yang masih imatur, danlemahnya sistem imun,
2. Ketuban pecah dini (>18 jam),
3. Ibu demam pada masa peripartum atau ibu denganinfeksi, misalnya
khorioamnionitis, infeksi salurankencing, kolonisasi vagina oleh GBS,
kolonisasiperineal dengan E. coli,
4. Cairan ketuban hijau keruh dan berbau
5. Tindakan resusitasi pada bayi baru lahir,
6. Kehamilan kembar,
7. Prosedur invasif, tindakan pemasangan alat misalnya kateter, infus,pipa
endotrakheal,
8. Bayi dengan galaktosemi,
9. Terapi zat besi,
10. Perawatan di NICU (neonatal intensive care unit)yang terlalu lama,
11. Pemberian nutrisi parenteral
12. Pemakaian antibiotik sebelumnya, dan
13. Lain-lain misalnya bayi laki-laki terpapar 4x lebihsering dari perempuan

C. Patofisiologi
Sesuai dengan patogenesis, secara klinik sepsis neonatal dapat dikategorikan
dalam menurut Pusponegoro (2016):

1. Sepsis dini, terjadi pada 5-7 hari pertama, tanda distres pernapasan lebih mencolok,
organisme penyebab penyakit didapat dari intrapartum, atau melalui saluran genital
ibu. Pada keadaan ini kolonisasi patogen terjadi pada periode perinatal. Beberapa
mikroorganisme penyebab, seperti treponema, virus, listeria dan candida, transmisi ke
janin melalui plasenta secara hematogenik. Cara lain masuknya mikroorganisme,
dapat melalui proses persalinan. Dengan pecahnya selaput ketuban, mikro-organisme
dalam flora vagina atau bakteri pathogen lainnya secara asenden dapat mencapai
cairan amnion dan janin. Hal ini memungkinkan terjadinya khorioamnionitis atau
cairan amnion yang telah terinfeksi teraspirasi oleh janin atau neonatus, yang
kemudian berperan sebagai penyebab kelainan pernapasan. Adanya vernix atau
mekoneum merusak peran alami bakteriostatik cairan amnion. Akhirnya bayi dapat
terpapar flora vagina waktu melalui jalan lahir. Kolonisasi terutama terjadi pada kulit,
nasofaring, orofaring, konjungtiva, dan tali pusat. Trauma pada permukaan ini
mempercepat proses infeksi. Penyakit dini ditandai dengan kejadian yang mendadak
dan berat, yang berkembang dengan cepat menjadi syok sepsis dengan angka
kematian tinggi. Insidens syok septik 0,1-0,4% dengan mortalitas 15-45% dan
morbiditas kecacatan saraf.
2. Sepsis lambat mudah menjadi berat, terseringmenjadi meningitis. Bakteri penyebab
sepsis danmeningitis, termasuk yang timbul sesudah lahir yangberasal dari saluran
genital ibu, kontak antar manusiaatau dari alat-alat yang terkontaminasi. Di
sinitransmisi horisontal memegang peran. Insiden sepsislambat sekitar 5-25%,
sedangkan mortalitas 10-20%namun pada bayi kurang bulan mempunyai risiko
lebihmudah terinfeksi, disebabkan penyakit utama danimunitas yang imatur.

D. Tanda & Gejala


Diagnosis sepsis neonatal di negaraberkembang biasanya didasarkan pada
tanda klinis, algoritma klinis WHO: Integrated Management of Childhood Illness (IMCI).
IMCI mendefinisikan tanda bahaya antara lainmalas makan, kejang, mengantuk atau
tidak sadar, gerakan hanya jika dirangsang atau tidak ada gerakan sama sekali, napas
cepat ≥60 napas/menit, merintih, retraksi dada, suhu tubuh >38°C, hipotermia <35,5°C,
atau sianosis sentral, serta tanda-tanda: kuning yang parah, distensi perut yang besar, atau
tanda-tanda infeksi lokal. Tanda-tanda klinis tersebut lebih sensitif daripada spesifik
mengingat kasus infeksi neonatal yang tidakdiobati memiliki risiko kematian sangat
tinggi, dan agar petugas kesehatan dapat mudah melaksanakan algoritma tersebut.

Menurut Arief (2008) dalam Suwito (2013) manifestasi klinis dari sepsis
neonatorum adalah sebagai berikut:

1. Umum : panas (hipertermi), malas minum, letargi, sklerema


2. Saluran cerna: distensi abdomen, anoreksia, muntah, diare, hepatomegaly
3. Saluran nafas: apnoe, dispnue, takipnu, retraksi, nafas cuping hidung,
merintih,sianosis
4. Sistem kardiovaskuler: pucat, sianosis, kulit lembab, hipotensi, takikardi, bradikardi
5. Sistem syaraf pusat: iritabilitas, tremor, kejang, hiporefleksi, malas minum,
pernapasantidak teratur, ubun-ubun menonjol
6. Hematologi: Ikterus, splenomegali, pucat, petekie, purpura, perdarahan.
Gejala sepsis yang terjadi pada neonatus antara lain bayi tampak lesu, tidak
kuatmenghisap, denyut jantungnya lambat dan suhu tubuhnya turun-naik. Gejala-gejala
lainnyadapat berupa gangguan pernafasan, kejang, jaundice, muntah, diare, dan perut
kembung. Gejala dari sepsis neonatorum juga tergantung kepada sumber infeksi dan
penyebarannya:
1. Infeksi pada tali pusar (omfalitis) menyebabkan keluarnya nanah atau darah dari
pusar
2. Infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses otak menyebabkan koma,kejang,
opistotonus (posisi tubuh melengkung ke depan) atau penonjolan pada ubun-ubun.
3. Infeksi pada tulang (osteomielitis) menyebabkan terbatasnya pergerakan pada
lenganatau tungkai yang terkena
4. Infeksi pada persendian menyebabkan pembengkakan, kemerahan, nyeri tekan
dansendi yang terkena teraba hangat
5. Infeksi pada selaput perut (peritonitis) menyebabkan pembengkakan perut dan
diareberdarah.
E. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan menurut Tanjungsari (2014) untuk
kasus sepsis neonatorum adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Hematologi
Darah rutin, termasuk kadar hemoglobin Hb,hematokrit Ht, leukosit dan
hitung jenis,trombosit. Pada umumnya terdapat neutropenia PMN <1800/µl,
trombositopeni <150.000/µl(spesifisitas tinggi, sensitivitas rendah), neutrophil
muda meningkat >1500/µl, rasio neutrofil imatur: total >0,2. Adanya reaktan
fase akut yaitu CRP(konsentrasi tertinggi dilaporkan pada infeksibakteri,
kenaikan sedang didapatkan pada kondisiinfeksi kronik), LED, GCSF
(granulocyte colony-stimulating factor), sitokin IL-1ß, IL-6 dan TNF(tumour
necrosis factor).
b. Biakan darah atau cairan tubuh lainnya (cairanserebrospinalis) serta uji
resistensi, pelaksanaanpungsi lumbal masih kontroversi, dianjurkandilakukan
pada bayi yang menderita kejang, kesadaran menurun, klinis sakit tampak
makin berat dan kultur darah positif.
c. Bila ada indikasi, dapat dilakukan biakan tinja danurine.
d. Pemeriksaan apusan Gram dari bahan darahmaupun cairan liquor, serta urin.
e. Lain-lain misalnya bilirubin, gula darah, danelektrolit (natrium, kalium).
2. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang diperlukan ialah foto dada,abdomen atas indikasi, dan
ginjal. Pemeriksaan USGginjal, skaning ginjal, sistouretrografi dilakukan
atasindikasi.
3. Pemeriksaan Penunjang Lain
Pemeriksaan plasenta dan selaput janin dapatmenunjukkan adanya
korioamnionitis, yang merupakan potensi terjadinya infeksi pada neonatus.

F. Komplikasi
Komplikasi sepsis neonatorum antara lain meningitis yang dapat menyebabkan
terjadinya hidrosefalus dan/ atau leukomalasia periventrikular. Komplikasi acute
respiratory distress syndrome (ARDS) dan syok septik dapat dijumpai pada pasien sepsis
neonatorum. Komplikasi lain adalah berhubungan dengan penggunaan aminoglikosida,
seperti tuli dan/ atau toksisitas pada ginjal, komplikasi akibat gejala sisa atau sekuele
berupa defisit neurologis mulai dari gangguan perkembangan sampai dengan retardasi
mental bahkan sampai menimbulkan kematian (Depkes, 2007)

G. Penatalaksanaan/Pengobatan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan menurut Tanjungsari (2014) pada kasus
sepsis neonatorum adalah sebagai berikut:
1. Pemberian kombinasi antibiotika golongan Ampisilin dosis 200 mg/kg BB/24 jam
i.v(dibagi 2 dosis untuk neonatus umur <> 7 hari dibagi 3 dosis), dan Netylmycin
(Aminoglikosida) dosis 7 1/2 mg/kg BB/per hari i.m/i.v dibagi 2 dosis (hati-hati
penggunaanNetylmycin dan Aminoglikosida yang lain bila diberikan i.v harus
diencerkan dan waktupemberian ½ sampai 1 jam pelan-pelan).
2. Melakukan septic work up sebelum antibiotika diberikan (darah lengkap, urine,
lengkap,feses lengkap, kultur darah, cairan serebrospinal, urine dan feses (atas
indikasi), pungsilumbal dengan analisa cairan serebrospinal (jumlah sel, kimia,
pengecatan Gram), fotopolos dada, pemeriksaan CRP kuantitatif).
3. Pemeriksaan lain tergantung indikasi seperti pemeriksaan bilirubin, gula darah,
analisagas darah, foto abdomen, USG kepala dan lain-lain.
4. Apabila gejala klinik dan pemeriksaan ulang tidak menunjukkan infeksi,
pemeriksaandarah dan CRP normal, dan kultur darah negatif maka antibiotika
diberhentikan pada hari ke-7.
5. Apabila gejala klinik memburuk dan atau hasil laboratorium menyokong infeksi,
CRPtetap abnormal, maka diberikan Cefepim 100 mg/kg/hari diberikan 2 dosis
atauMeropenem dengan dosis 30-40 mg/kg BB/per hari i.v dan Amikasin dengan
dosis 15mg/kg BB/per hari i.v i.m (atas indikasi khusus).
6. Pemberian antibiotika diteruskan sesuai dengan tes kepekaannya. Lama
pemberianantibiotika 10-14 hari. Pada kasus meningitis pemberian antibiotika
minimal 21hari.Pengobatan suportif meliputi : Termoregulasi, terapi oksigen/ventilasi
mekanik,terapi syok, koreksi metabolik asidosis, terapi hipoglikemi/hiperglikemi,
transfusi darah,plasma, trombosit, terapi kejang, transfusi tuka

H. Asuhan Keperawatan sesuai Teori


1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan melalui anamnesis untuk mendapatkan data, yang perlu
dikaji adalah identitas, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat perawatan
antenatal, adanya/tidaknya ketuban pecah dini,partus lama atau sangat cepat (partus
presipitatus). Riwayat persalinan di kamar bersalin, ruang operasi, atau tempat lain.
Ada atau tidaknya riwayat penyakit menular seksual (sifilis, herpes klamidia,
gonorea, dll). Apakah selama kehamilan dan saat persalinan pernah menderita
penyakit infeksi (mis. Toksoplasmosis,rubeola, toksemia gravidarum, dan
amnionitis). Mengkaji status sosial ekonomi keluarga.
Pada pemeriksaan fisik data yang akan ditemukan meliputi letargi (khususnya
setelah 24 jam petama), tidak mau minum atau refleks mengisap lemah, regurgitasi,
peka rangsang, pucat, berat badan berkurang melebihi penurunan berat badan secara
fisiologis, hipertermi/hipotermi, tampak ikterus. Data lain yang mungkin ditemukan
adalah hipertermia, pernapasan mendengkur, takipnea, atau apnea, kulit lembab dan
dingin, pucat, pengisian kembali kapiler lambat, hipotensi, dehidrasi, sianosis. Gejala
traktus gastrointestinal meliputi muntah, distensi abdomen atau diare.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi
b. Hipertermia berhubungan dengan proses penyait
c. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi jantung
d. Resiko infeksi
e. Resiko syok
3. Rencana Tindakan Keperawatan

RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosis Keperawatan: Definisi:
Ketidakefektifan pola napas Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tdak memberi ventilasi adekuat

Batasan kerakteristik Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)

 Bradipnea Setelah dilakukan intervensi selama 4x24 Manajemen jalan napas:


 Dyspnea jam nyeri berkurang atau teratasi dengan  buka jalan napas dengan teknik
 Fase ekspirasi memanjang kriteria hasil: chin lift atau jaw thrust, sebagai
 Ortopnea  frekuensi pernapasan dalam batas mana mestinya
 Pennggunaan otot bantu normal
 posisiskan pasien untuk
pernapasan  irama pernapasan dalam batas
memaksimalkan ventilasi
 Penggunaan posisi tiga normal
titik  kedalaman inspirasidalam batas  identifikasi kebutuhan
 Penurunan tekanan normal actual/potensial pasien untuk
ekspirasi  suara auskultasi nafas dalam batas memasukan alat membuka jalan
 Penurunan tekanan normal napas
inspirasi  kepatenan jalan napas  masukkan alat nasopharyngeal
 Penurunan ventilasi  volume tidal airway (NPA) atau orpharyngeal
semenit  pencapaian tingkatt insentif
airway (OPA), sebagaimana
 Pernapasan bibir spinometri
mestinya
 Pernapasan cuping hidung  kapasitas vital
 saturasi oksigen dalam batas  lakukan fisioterapi dada,
 Pola napas abnormal
normal sebagaimana mestinya
(mis., irama, frekuensi,  tes faal paru  buang sekret dengan memotivasi
kedalaman) pasien untukk melakukan batuk
 Takipnea atau menyedot lender
Faktor yang berhubungan:
 motivasi pasien untuk bernapas
Hiperventilasi
pelan, dalam, berputar, dan batuk
 instruksikan bagaimana agar bisa
melakukan batuk efektif
 bantu dengan dorongan spirometer,
sebagaimana mestinya
 auskultasi suara napas, catat area
yang ventilasinya menurun atau
tidak ada dan adanya suara
tambahan
 lakukan penyedotan melalui
endotrakea atau nasotrakea,
sebagaimana mestinya\
 kelola pemberian bronkodilator,
sebagaimana mestinya
 ajarkan pasien bagaimana
menggunakan inhaler sesuai resep,
sebagaimana mestinya
 kelola pengobatan aerosol,
sebagaimana mestinya
 kelola nebulizer ultrasonik,
sebagaimana mestinya
 regulasi asupan cairan untukk
mengoptimalkan keseimbangan
cairan
 posisikan untuk meringankan sesak
napas
 monitor status pernapasan dan
oksigen, sebagaimana mestinya

Monitor pernapasan
 monitor kecepatan, irama,
kedalaman, dan kesulitan bernapas
 catat pergerakan dada, catat
ketidaksimetrisan, penggunaan
otot-otot bantu napas, dan retraksi
pada otot supraclaviculas dan
interkosta
 monitor suara napas tambahan
seperti ngorok atau mengi
 Monitor pola napas (misalnya,
bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
pernapasan kusmaul, pernapasan
1:1, apneustik, respirasi biot, dan
pola ataxic)
 monitor saturasi oksigen pada
pasien yang tersedasi (seperti,
SaO2, SvO2, SpO2) sesuai dengan
protokol yang ada
 pasang sensor pemantauan oksigen
non-invasif (misalnya, pasang alat
pada jari, hidung, dan dahi) dengan
mengatur alarm pada pasien
berisiko tinggi (misalnya, pasien
yang obesitas, melaporkan pernah
mengalami apnea saat tidur,
mempunyai riwayat penyakit
dengan terapi oksigen menetap,
usia ekstrim) sesuai dengan
prosedur tetap yang ada
 palpasi kesimetrisan ekspansi paru
 perkusi torak anterior dan
posterior, dari apeks ke basis paru,
kanan dan kiri
 catat lokasi trakea
 auskultasi suara napas, catat area
dimana terjadi penurunan atau
tidak adanya ventilasi dan
keberadaan suara napas tambahan
 kaji perlunya penyedotan, pada
jalan napas dengan auskultasi suara
napas ronki di paru
 auskultasi suara napas setelah
tindakan, untuk dicatat
 monitor nilai fungsi paru, terutama
kapasitas vital paru, volume
inspirasi maksimal, volume
ekspirasi maksimal selama 1 detik
(FEVI) dan FEVI/FVC sesuai
dengan data yang tersedia
 monitor hasil pemeriksaan ventilasi
mekanik, catat peningkatan
kelelahan, kecemasan, dan
kekurangan udara pada pasien
 catat perubahan pada saturasi O2,
volume tidal akhir CO2, dan
perubahan nilai analisa gas darah
dengan tepat
 monitor kemampuan batuk efektif
pasien
 catat onset, karakteristik, dan
lamanya batuk
 monitor sekresi pernapasan pasien
 monitor secara ketat pasien-pasien
yang berisiko tinggi mengalami
gangguan respirasi (misalnya,
pasien dengan terapi opioid, bayi
baru lahir, pasien dengan ventilasi
mekanik, pasien dengan luka bakar
wajah dan dada, gangguan
neuromuscular)
 monitor keluhan sesak napas
pasien, termasuk kegiatan yang
meningkatkan atau memperburuk
sesak napas tersebut
 monitor suara serak dan perubahan
suara tersebut setiap jam pada
pasien luka bakar
 monitor suara krepitasi pada pasien
 monitor hasil foto thoraks
 buka jalan napas dengan
menggunakan maneuver chin lift
atau jaw thrust dengan tepat
 posisikan pasien miring
kesamping,, sesuai indikasi untuk
mencegah aspirasi, lakukan teknik
log roll, jika pasien diduga
mengalami cedera leher
 berikan bantuan resusitasi jika
diperlukan
 berikan bantuan terapi napas jika
diperlukan (misalnya, nebulizer)

RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosis Keperawatan: Definisi:
Hipertermi Peningkatansuhutubuh di atasrentang normal.

Batasan kerakteristik Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)

 Kulit merah Setelahdiberikanintervensikeperawatanselama Perawatan Demam


 Suhu tubuh meningkat … klienakanmenunjukkanTermoregulasi,  Pantau suhu dan tanda-tanda
yang dibuktikan oleh indikator sebagai vital lainnya
diatas rentang normal
berikut (sebutkan 1-5: gangguan ekstrem,  Monitor warna kulit dan suhu
 (Frekwensi nafas berat, sedang, ringan, atau tidak ada ganggun  Kolaborasi pemberian terapi
meningkat) ): antipiretik, antibiotik atau
 Kejang atau konvulsi  Peningkatan suhu tubuh agen anti menggigil
 Kulit teraba hangat  Hipertermia  Tutup pasien dengan selimut
 Takikardia  Dehidrasi atau pakaian ringan
 Takipnea tergantung pada fase demam
 Mengantuk
 Dorong konsumsi cairan
Faktor yang berhubungan:
Proses penyakit  Fasilitasi istirahat, terapkan
Setelahdiberikanintervensikeperawatanselama
pembatasan aktivitas: jika
… klienakanmenunjukkanTermoregulasi,
diperlukan
yang dibuktikan oleh indikator sebagai
berikut (sebutkan 1-5: gangguan ekstrem,  Mandikan pasien dengan
berat, sedang, ringan, atau tidak ada spons hangat dengan hati-hati
gangguan ): (yaitu: berikan pada pasien
dengan suhu yang sangat
 Berkeringat saat panas
tinggi, tidak memberikannya
 Denyut nadi radialis selama fase dingin dan hindari
 Frekuensi pernapasan. agar pasien tidak menggigil)
 Pantau komplikasi yang
Setelahdiberikanintervensikeperawatanselama berhubungan dengan demam
… klien dan keluarga akan: serta tanda dan gejala, kondisi
 Menunjukkan metode yang tepat untuk penyebab demam.
mengukur suhu  Lembabkan bibir dan mukosa
 Menjelaskan tindakan untuk mencegah hidung yang kering
atau meminimalkan peningkatan suhu
Manajemen Kejang
tubuh.
 Pertahankan jalan nafas
 Melaporkan tanda dan gejala dini
 Balikan badan klien ke satu
hipertermia. sisi
 Amankan pasien dan
lingkungan di sekitar pasien
untuk mencegah cedera
 Berikan oksigen dengan benar
 Monitor status neurologis
 Monitor TTV
 Catat lama kejang
 Catat karakteristik kejang
 Kolaborasi pemberian terapi
farmakologi

RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosis Keperawatan: Definisi:
Penurunan curah jantung Ketidakadekuatan darah yang dipompa oleh jantung untuk memenuhi kebutuhan
metabolic tubuh

Batasan kerakteristik Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)

 Perubahan Setelah dilakukan asuhan


Circulation status
frekuensi/irama jantung selama………penurunan kardiak output  Evaluasi adanya nyeri dada
 Perubahan preload klien teratasi dengan kriteria hasil:  Catat adanya disritmia jantung
 Perubahan afterload  Catat adanya tanda dan gejala
 Perubahan kontraktilitas  Tanda Vital dalam rentang normal penurunan cardiac putput
 Perilaku/emosi (Tekanan darah, Nadi, respirasi)  Monitor status pernafasan yang
 Dapat mentoleransi aktivitas, tidak menandakan gagal jantung
Faktor yang berhubungan: ada kelelahan  Monitor balance cairan
Perubahan frekuensi  Tidak ada edema paru, perifer, dan  Monitor respon pasien terhadap
jantung tidak ada asites efek pengobatan antiaritmia
 Tidak ada penurunan kesadaran  Atur periode latihan dan istirahat
 AGD dalam batas normal untuk menghindari kelelahan
 Tidak ada distensi vena leher  Monitor toleransi aktivitas pasien
 Warna kulit normal  Monitor adanya dyspneu, fatigue,
tekipneu dan ortopneu
 Anjurkan untuk menurunkan stress
 Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
 Monitor VS saat pasien berbaring,
duduk, atau berdiri
 Auskultasi TD pada kedua lengan
dan bandingkan
 Monitor TD, nadi, RR, sebelum,
selama, dan setelah aktivitas
 Monitor jumlah, bunyi dan irama
jantung
 Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
 Monitor pola pernapasan abnormal
 Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
 Jelaskan pada pasien tujuan dari
pemberian oksigen
 Sediakan informasi untuk
mengurangi stress
 Kelola pemberian obat anti aritmia,
inotropik, nitrogliserin dan
vasodilator untuk mempertahankan
kontraktilitas jantung
 Kelola pemberian antikoagulan
untuk mencegah trombus perifer
 Minimalkan stress lingkungan

RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosis Keperawatan: Definisi:
Resiko infeksi Peningkatan resiko masuknya organisme pathogen

Batasan kerakteristik Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)

Faktor-faktor resiko : Setelah dilakukan tindakan keperawatan Infection Control (Kontrol infeksi)
 Prosedur Invasif selama … x 24 jam tidak terjadi infeksi  Bersihkan lingkungan setelah
 Ketidakcukupan dengan kriteria hasil : dipakai pasien lain
pengetahuan untuk  Klien bebas dari tanda dan gejala  Pertahankan teknik isolasi
menghindari paparan infeksi  Batasi pengunjung bila perlu
pathogen  Menunjukkan kemampuan untuk  Instruksikan pada pengunjung
 Trauma mencegah timbulnya infeksi untuk mencuci tangan saat
 Kerusakan jaringan dan  Jumlah leukosit dalam batas normal berkunjung dan setelah berkunjung
peningkatan paparan  Menunjukkan perilaku hidup sehat meninggalkan pasien
lingkungan  Gunakan sabun antimikrobia untuk
 Ruptur membran amnion cuci tangan
 Agen farmasi  Cuci tangan setiap sebelum dan
(imunosupresan) sesudah tindakan keperawatan
 Malnutrisi  Gunakan baju, sarung tangan
 Peningkatan paparan sebagai alat pelindung
lingkungan pathogen  Pertahankan lingkungan aseptik
 Imonusupresi selama pemasangan alat
 Ketidakadekuatan imum  Ganti letak IV perifer dan line
buatan central dan dressing sesuai dengan
 Tidak adekuat pertahanan petunjuk umum
sekunder (penurunan Hb,  Gunakan kateter intermiten untuk
Leukopenia, penekanan menurunkan infeksi kandung
respon inflamasi) kencing
 Tidak adekuat pertahanan  Tingkatkan intake nutrisi
tubuh primer (kulit tidak  Berikan terapi antibiotik bila perlu
utuh, trauma jaringan,
penurunan kerja silia, Infection Protection (proteksi
cairan tubuh statis, terhadap infeksi)
perubahan sekresi pH,  Monitor tanda dan gejala infeksi
perubahan peristaltik) sistemik dan lokal
 Penyakit kronik  Monitor hitung granulosit, WBC
 Monitor kerentanan terhadap
infeksi
 Batasi pengunjung
 Saring pengunjung terhadap
penyakit menular
 Pertahankan teknik aspesis pada
pasien yang beresiko
 Pertahankan teknik isolasi k/p
 Berikan perawatan kulit pada area
epiderma
 Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase
 Inspeksi kondisi luka / insisi bedah
 Dorong masukkan nutrisi yang
cukup
 Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Instruksikan pasien untuk minum
antibiotik sesuai resep
 Ajarkan pasien dan keluarga tanda
dan gejala infeksi
 Ajarkan cara menghindari infeksi
 Laporkan kecurigaan infeksi
 Laporkan kultur positif

RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosis Keperawatan: Definisi:
Resiko syok Beresiko terhadap ketidakcukupan aliran darah kejaringan tubuh, yang dapat
mengakibatkan disfungsi seluler yang mengancam jiwa

Batasan kerakteristik Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)

Faktor-faktor resiko : Setelah dilakukan tindakan keperawatan Syok prevention


 Hipotensi selama … x 24 jam tidak terjadi syok  Monitor status sirkulasi BP,
 Hipovolemi dengan kriteria hasil : warna kulit, suhu kulit, denyut
 Hipoksemia  Nadi dalam batas yang diharapkan jantung, HR, dan ritme, nadi
 Hipoksia  Irama jantung dalam batas yang perifer, dan kapiler refill.
 Infeksi diharapkan  Monitor tanda inadekuat
 Sepsis  Frekuensi nafas dalam batas yang oksigenasi jaringan
 Sindrom respons diharapkan  Monitor suhu dan pernafasan
inflamasi sistemik  Irama pernapasan dalam batas yang  Monitor input dan output
diharapkan  Pantau nilai labor : HB, HT,
 PH darah serum dalam batas AGD dan elektrolit
normal  Monitor hemodinamik invasi
 Indicator : yng sesuai
 Mata cekung tidak ditemukan  Monitor tanda dan gejala asites
 Demam tidak ditemukan  Monitor tanda awal syok
 Tekanan darah dalam batas normal  Tempatkan pasien pada posisi
 Hematokrit dalam batas norma supine, kaki elevasi untuk
peningkatan preload dengan
tepat
 Lihat dan pelihara kepatenan
jalan nafas
 Berikan cairan IV dan atau oral
yang tepat
 Berikan vasodilator yang tepat
 Ajarkan keluarga dan pasien
tentang tanda dan gejala
datangnya syok
 Ajarkan keluarga dan pasien
tentang langkah untuk mengatasi
gejala syok
Syok management
 Monitor fungsi neurotogis
 Monitor fungsi renal (e.g BUN
dan Cr : Lavel)
 Monitor tekanan nadi
 Monitor status cairan, input,
output
 Catat gas darah arteri dan
oksigen
 dijaringan
 Monitor EKG, sesuai
 Memanfaatkan pemantauan jalur
arteri untuk meningkatkan
akurasi pembacaan tekanan
darah, sesuai
 Menggambar gas darah arteri
dan memonitor jaringan
oksigenasi
 Memantau tren dalam parameter
hemodinamik (misalnya, CVP,
MAP, tekanan kapiler pulmonal /
arteri)
 Memantau faktor penentu
pengiriman jaringan oksigen
(misalnya, PaO2 kadar
hemoglobin SaO2, CO), jika
tersedia
 Memantau tingkat karbon
dioksida sublingual dan / atau
tonometry lambung, sesuai
 Memonitor gejala gagal
pernafasan (misalnya, rendah
PaO2 peningkatan PaCO2
tingkat, kelelahan otot
pernafasan)
 Monitor nilai laboratorium
(misalnya, CBC dengan
diferensial) koagulasi
profil,ABC, tingkat laktat,
budaya, dan profil kimia)
 Masukkan dan memelihara
besarnya kobosanan akses IV
I. Penyimpangan KDM

Resiko
infeksi
Daftar Pustaka

Anastasia. (2017). Sepsis Neonatorum Awitan Dini. Tangerang: CDK Volume 44 Nomor 11 .

Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2013). Nursing
Interventions Classification (NIC). United States of America: Elsevier.

Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2015). Nanda International Nursing Diagnoses: Defenitions
and Classification 2015-2017. Jakarta: EGC.

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes
Classification (NOC). United States of America: Elsevier

Pusponegoro, T. S. (2016). Sepsis pada neonatal. Rumah Sakit Anak & Bunda Harapan Kita:
Jakarta

Salendu, P. M. (2012). Sepsis neonatorum dan pneumonia pada bayi aterm. Jurnal Biomedik
Vokume 4 Nomor 3, 175-179.

Suwito, R. (2013). Asuhan keperawatan sepsis neonatorum. Diakses di halaman


https://www.scribd.com/doc/180817436/ASUHAN-KEPERAWATAN-SEPSIS-
NEONATORUM-docx pada tanggal 10 Juli 2018

Tanjungsari, D. E. (2014). Hubungan antara kejadian ketuban pecah dini dengan sepsis
neonatrum di RSUD Panembahan Senopati Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta.
Universitas Muhammadiyah:Yogyakarta

Zulfikri, Z. (2016). Diagnosis sepsis neonatal. Medan: Research Gate Net Publication.

You might also like