Professional Documents
Culture Documents
SEPSIS NEONATORUM
NICU RS WAHIDIN SUDIROHUSODO
CI LAHAN CI INSTITUSI
[ ] [ ]
A. Definisi
Sepsis adalah respon sistemik terhadap infeksi yang disebabkan oleh bakteri,
vitus, jamur, protozoa atau rickettsia. Insiden sepsis neonatal yaitu 1-8 per seribu
kelahiran hidup, namun angka kematian lebih dari 20-50% kasus. Sepsis pada neonatus
yang kurang bulan 6 kali lebih sering daripada cukup bulam, disebabkan karena belum
maturnya sistem imun, lama rawat di rumah sakir dan mudah terjadi infeksi nosokomial
(Zulfikri, 2016).
1. Perdarahan
2. Demam yang terjadi pada ibu
3. Infeksi pada uterus atau plasenta
4. Ketuban pecah dini (sebelum 37 minggu kehamilan)
5. Ketuban pecah terlalu cepat saat melahirkan (18 jam atau lebih sebelum melahirkan)
6. Proses kelahiran yang lama dan sulit.
7. Streptococcus grup B dapat masuk ke dalam tubuh bayi selama proses kelahiran.
Menurut Centers for Diseases Control and Prevention (CDC) Amerika, paling
tidakterdapat bakteria pada vagina atau rektum pada satu dari setiap lima wanita
hamil,yang dapat mengkontaminasi bayi selama melahirkan. Bayi prematur yang
menjalaniperawatan intensif rentan terhadap sepsis karena sistem imun mereka yang
belumberkembang dan mereka biasanya menjalani prosedur-prosedur invasif seperti
infusjangka panjang, pemasangan sejumlah kateter, dan bernafas melalui selang
yangdihubungkan dengan ventilator. Organisme yang normalnya hidup di
permukaankulit dapat masuk ke dalam tubuh kemudian ke dalam aliran darah melalui
alat-alatseperti yang telah disebut di atas.Bayi berusia 3 bulan sampai 3 tahun beresiko
mengalami bakteriemia tersamar, yangbila tidak segera dirawat, kadang-kadang dapat
megarah ke sepsis. Bakteriemiatersamar artinya bahwa bakteria telah memasuki aliran
darah, tapi tidak ada sumberinfeksi yang jelas. Tanda paling umum terjadinya
bakteriemia tersamar adalahdemam. Hampir satu per tiga dari semua bayi pada rentang
usia ini mengalamidemam tanpa adanya alasan yang jelas - dan penelitian menunjukkan
bahwa 4% akan mengalami infeksi bakterial di dalamdarah.Streptococcus pneumoniae
(pneumococcus) menyebabkan sekitar 85% darisemua kasus bakteriemia tersamar pada
bayi berusia 3 bulan sampai 3 tahun.
Adapun faktor risiko untuk terjadinya sepsis neonatorum menurut Pusponegoro
(2016) adalah sebagai berikut:
1. Prematuritas dan berat lahir rendah, disebabkanfungsi dan anatomi kulit
yang masih imatur, danlemahnya sistem imun,
2. Ketuban pecah dini (>18 jam),
3. Ibu demam pada masa peripartum atau ibu denganinfeksi, misalnya
khorioamnionitis, infeksi salurankencing, kolonisasi vagina oleh GBS,
kolonisasiperineal dengan E. coli,
4. Cairan ketuban hijau keruh dan berbau
5. Tindakan resusitasi pada bayi baru lahir,
6. Kehamilan kembar,
7. Prosedur invasif, tindakan pemasangan alat misalnya kateter, infus,pipa
endotrakheal,
8. Bayi dengan galaktosemi,
9. Terapi zat besi,
10. Perawatan di NICU (neonatal intensive care unit)yang terlalu lama,
11. Pemberian nutrisi parenteral
12. Pemakaian antibiotik sebelumnya, dan
13. Lain-lain misalnya bayi laki-laki terpapar 4x lebihsering dari perempuan
C. Patofisiologi
Sesuai dengan patogenesis, secara klinik sepsis neonatal dapat dikategorikan
dalam menurut Pusponegoro (2016):
1. Sepsis dini, terjadi pada 5-7 hari pertama, tanda distres pernapasan lebih mencolok,
organisme penyebab penyakit didapat dari intrapartum, atau melalui saluran genital
ibu. Pada keadaan ini kolonisasi patogen terjadi pada periode perinatal. Beberapa
mikroorganisme penyebab, seperti treponema, virus, listeria dan candida, transmisi ke
janin melalui plasenta secara hematogenik. Cara lain masuknya mikroorganisme,
dapat melalui proses persalinan. Dengan pecahnya selaput ketuban, mikro-organisme
dalam flora vagina atau bakteri pathogen lainnya secara asenden dapat mencapai
cairan amnion dan janin. Hal ini memungkinkan terjadinya khorioamnionitis atau
cairan amnion yang telah terinfeksi teraspirasi oleh janin atau neonatus, yang
kemudian berperan sebagai penyebab kelainan pernapasan. Adanya vernix atau
mekoneum merusak peran alami bakteriostatik cairan amnion. Akhirnya bayi dapat
terpapar flora vagina waktu melalui jalan lahir. Kolonisasi terutama terjadi pada kulit,
nasofaring, orofaring, konjungtiva, dan tali pusat. Trauma pada permukaan ini
mempercepat proses infeksi. Penyakit dini ditandai dengan kejadian yang mendadak
dan berat, yang berkembang dengan cepat menjadi syok sepsis dengan angka
kematian tinggi. Insidens syok septik 0,1-0,4% dengan mortalitas 15-45% dan
morbiditas kecacatan saraf.
2. Sepsis lambat mudah menjadi berat, terseringmenjadi meningitis. Bakteri penyebab
sepsis danmeningitis, termasuk yang timbul sesudah lahir yangberasal dari saluran
genital ibu, kontak antar manusiaatau dari alat-alat yang terkontaminasi. Di
sinitransmisi horisontal memegang peran. Insiden sepsislambat sekitar 5-25%,
sedangkan mortalitas 10-20%namun pada bayi kurang bulan mempunyai risiko
lebihmudah terinfeksi, disebabkan penyakit utama danimunitas yang imatur.
Menurut Arief (2008) dalam Suwito (2013) manifestasi klinis dari sepsis
neonatorum adalah sebagai berikut:
F. Komplikasi
Komplikasi sepsis neonatorum antara lain meningitis yang dapat menyebabkan
terjadinya hidrosefalus dan/ atau leukomalasia periventrikular. Komplikasi acute
respiratory distress syndrome (ARDS) dan syok septik dapat dijumpai pada pasien sepsis
neonatorum. Komplikasi lain adalah berhubungan dengan penggunaan aminoglikosida,
seperti tuli dan/ atau toksisitas pada ginjal, komplikasi akibat gejala sisa atau sekuele
berupa defisit neurologis mulai dari gangguan perkembangan sampai dengan retardasi
mental bahkan sampai menimbulkan kematian (Depkes, 2007)
G. Penatalaksanaan/Pengobatan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan menurut Tanjungsari (2014) pada kasus
sepsis neonatorum adalah sebagai berikut:
1. Pemberian kombinasi antibiotika golongan Ampisilin dosis 200 mg/kg BB/24 jam
i.v(dibagi 2 dosis untuk neonatus umur <> 7 hari dibagi 3 dosis), dan Netylmycin
(Aminoglikosida) dosis 7 1/2 mg/kg BB/per hari i.m/i.v dibagi 2 dosis (hati-hati
penggunaanNetylmycin dan Aminoglikosida yang lain bila diberikan i.v harus
diencerkan dan waktupemberian ½ sampai 1 jam pelan-pelan).
2. Melakukan septic work up sebelum antibiotika diberikan (darah lengkap, urine,
lengkap,feses lengkap, kultur darah, cairan serebrospinal, urine dan feses (atas
indikasi), pungsilumbal dengan analisa cairan serebrospinal (jumlah sel, kimia,
pengecatan Gram), fotopolos dada, pemeriksaan CRP kuantitatif).
3. Pemeriksaan lain tergantung indikasi seperti pemeriksaan bilirubin, gula darah,
analisagas darah, foto abdomen, USG kepala dan lain-lain.
4. Apabila gejala klinik dan pemeriksaan ulang tidak menunjukkan infeksi,
pemeriksaandarah dan CRP normal, dan kultur darah negatif maka antibiotika
diberhentikan pada hari ke-7.
5. Apabila gejala klinik memburuk dan atau hasil laboratorium menyokong infeksi,
CRPtetap abnormal, maka diberikan Cefepim 100 mg/kg/hari diberikan 2 dosis
atauMeropenem dengan dosis 30-40 mg/kg BB/per hari i.v dan Amikasin dengan
dosis 15mg/kg BB/per hari i.v i.m (atas indikasi khusus).
6. Pemberian antibiotika diteruskan sesuai dengan tes kepekaannya. Lama
pemberianantibiotika 10-14 hari. Pada kasus meningitis pemberian antibiotika
minimal 21hari.Pengobatan suportif meliputi : Termoregulasi, terapi oksigen/ventilasi
mekanik,terapi syok, koreksi metabolik asidosis, terapi hipoglikemi/hiperglikemi,
transfusi darah,plasma, trombosit, terapi kejang, transfusi tuka
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi
b. Hipertermia berhubungan dengan proses penyait
c. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi jantung
d. Resiko infeksi
e. Resiko syok
3. Rencana Tindakan Keperawatan
RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosis Keperawatan: Definisi:
Ketidakefektifan pola napas Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tdak memberi ventilasi adekuat
Monitor pernapasan
monitor kecepatan, irama,
kedalaman, dan kesulitan bernapas
catat pergerakan dada, catat
ketidaksimetrisan, penggunaan
otot-otot bantu napas, dan retraksi
pada otot supraclaviculas dan
interkosta
monitor suara napas tambahan
seperti ngorok atau mengi
Monitor pola napas (misalnya,
bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
pernapasan kusmaul, pernapasan
1:1, apneustik, respirasi biot, dan
pola ataxic)
monitor saturasi oksigen pada
pasien yang tersedasi (seperti,
SaO2, SvO2, SpO2) sesuai dengan
protokol yang ada
pasang sensor pemantauan oksigen
non-invasif (misalnya, pasang alat
pada jari, hidung, dan dahi) dengan
mengatur alarm pada pasien
berisiko tinggi (misalnya, pasien
yang obesitas, melaporkan pernah
mengalami apnea saat tidur,
mempunyai riwayat penyakit
dengan terapi oksigen menetap,
usia ekstrim) sesuai dengan
prosedur tetap yang ada
palpasi kesimetrisan ekspansi paru
perkusi torak anterior dan
posterior, dari apeks ke basis paru,
kanan dan kiri
catat lokasi trakea
auskultasi suara napas, catat area
dimana terjadi penurunan atau
tidak adanya ventilasi dan
keberadaan suara napas tambahan
kaji perlunya penyedotan, pada
jalan napas dengan auskultasi suara
napas ronki di paru
auskultasi suara napas setelah
tindakan, untuk dicatat
monitor nilai fungsi paru, terutama
kapasitas vital paru, volume
inspirasi maksimal, volume
ekspirasi maksimal selama 1 detik
(FEVI) dan FEVI/FVC sesuai
dengan data yang tersedia
monitor hasil pemeriksaan ventilasi
mekanik, catat peningkatan
kelelahan, kecemasan, dan
kekurangan udara pada pasien
catat perubahan pada saturasi O2,
volume tidal akhir CO2, dan
perubahan nilai analisa gas darah
dengan tepat
monitor kemampuan batuk efektif
pasien
catat onset, karakteristik, dan
lamanya batuk
monitor sekresi pernapasan pasien
monitor secara ketat pasien-pasien
yang berisiko tinggi mengalami
gangguan respirasi (misalnya,
pasien dengan terapi opioid, bayi
baru lahir, pasien dengan ventilasi
mekanik, pasien dengan luka bakar
wajah dan dada, gangguan
neuromuscular)
monitor keluhan sesak napas
pasien, termasuk kegiatan yang
meningkatkan atau memperburuk
sesak napas tersebut
monitor suara serak dan perubahan
suara tersebut setiap jam pada
pasien luka bakar
monitor suara krepitasi pada pasien
monitor hasil foto thoraks
buka jalan napas dengan
menggunakan maneuver chin lift
atau jaw thrust dengan tepat
posisikan pasien miring
kesamping,, sesuai indikasi untuk
mencegah aspirasi, lakukan teknik
log roll, jika pasien diduga
mengalami cedera leher
berikan bantuan resusitasi jika
diperlukan
berikan bantuan terapi napas jika
diperlukan (misalnya, nebulizer)
RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosis Keperawatan: Definisi:
Hipertermi Peningkatansuhutubuh di atasrentang normal.
RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosis Keperawatan: Definisi:
Penurunan curah jantung Ketidakadekuatan darah yang dipompa oleh jantung untuk memenuhi kebutuhan
metabolic tubuh
RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosis Keperawatan: Definisi:
Resiko infeksi Peningkatan resiko masuknya organisme pathogen
Faktor-faktor resiko : Setelah dilakukan tindakan keperawatan Infection Control (Kontrol infeksi)
Prosedur Invasif selama … x 24 jam tidak terjadi infeksi Bersihkan lingkungan setelah
Ketidakcukupan dengan kriteria hasil : dipakai pasien lain
pengetahuan untuk Klien bebas dari tanda dan gejala Pertahankan teknik isolasi
menghindari paparan infeksi Batasi pengunjung bila perlu
pathogen Menunjukkan kemampuan untuk Instruksikan pada pengunjung
Trauma mencegah timbulnya infeksi untuk mencuci tangan saat
Kerusakan jaringan dan Jumlah leukosit dalam batas normal berkunjung dan setelah berkunjung
peningkatan paparan Menunjukkan perilaku hidup sehat meninggalkan pasien
lingkungan Gunakan sabun antimikrobia untuk
Ruptur membran amnion cuci tangan
Agen farmasi Cuci tangan setiap sebelum dan
(imunosupresan) sesudah tindakan keperawatan
Malnutrisi Gunakan baju, sarung tangan
Peningkatan paparan sebagai alat pelindung
lingkungan pathogen Pertahankan lingkungan aseptik
Imonusupresi selama pemasangan alat
Ketidakadekuatan imum Ganti letak IV perifer dan line
buatan central dan dressing sesuai dengan
Tidak adekuat pertahanan petunjuk umum
sekunder (penurunan Hb, Gunakan kateter intermiten untuk
Leukopenia, penekanan menurunkan infeksi kandung
respon inflamasi) kencing
Tidak adekuat pertahanan Tingkatkan intake nutrisi
tubuh primer (kulit tidak Berikan terapi antibiotik bila perlu
utuh, trauma jaringan,
penurunan kerja silia, Infection Protection (proteksi
cairan tubuh statis, terhadap infeksi)
perubahan sekresi pH, Monitor tanda dan gejala infeksi
perubahan peristaltik) sistemik dan lokal
Penyakit kronik Monitor hitung granulosit, WBC
Monitor kerentanan terhadap
infeksi
Batasi pengunjung
Saring pengunjung terhadap
penyakit menular
Pertahankan teknik aspesis pada
pasien yang beresiko
Pertahankan teknik isolasi k/p
Berikan perawatan kulit pada area
epiderma
Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase
Inspeksi kondisi luka / insisi bedah
Dorong masukkan nutrisi yang
cukup
Dorong masukan cairan
Dorong istirahat
Instruksikan pasien untuk minum
antibiotik sesuai resep
Ajarkan pasien dan keluarga tanda
dan gejala infeksi
Ajarkan cara menghindari infeksi
Laporkan kecurigaan infeksi
Laporkan kultur positif
RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosis Keperawatan: Definisi:
Resiko syok Beresiko terhadap ketidakcukupan aliran darah kejaringan tubuh, yang dapat
mengakibatkan disfungsi seluler yang mengancam jiwa
Resiko
infeksi
Daftar Pustaka
Anastasia. (2017). Sepsis Neonatorum Awitan Dini. Tangerang: CDK Volume 44 Nomor 11 .
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2013). Nursing
Interventions Classification (NIC). United States of America: Elsevier.
Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2015). Nanda International Nursing Diagnoses: Defenitions
and Classification 2015-2017. Jakarta: EGC.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes
Classification (NOC). United States of America: Elsevier
Pusponegoro, T. S. (2016). Sepsis pada neonatal. Rumah Sakit Anak & Bunda Harapan Kita:
Jakarta
Salendu, P. M. (2012). Sepsis neonatorum dan pneumonia pada bayi aterm. Jurnal Biomedik
Vokume 4 Nomor 3, 175-179.
Tanjungsari, D. E. (2014). Hubungan antara kejadian ketuban pecah dini dengan sepsis
neonatrum di RSUD Panembahan Senopati Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta.
Universitas Muhammadiyah:Yogyakarta
Zulfikri, Z. (2016). Diagnosis sepsis neonatal. Medan: Research Gate Net Publication.