You are on page 1of 16

Ditemukan kesetaraan placebo dengan amoksisilin untuk pengobatan

bronkitis akut di Nairobi, Kenya: triple blind, randomisasi, uji kesetaraan

Abstrak
Latar Belakang: Pengobatan dengan antibiotik tidak dianjurkan untuk bronkitis
akut pada pasien imuno-kompeten di negara-negara industri. Apakah rekomendasi
ini relevan untuk negara berkembang dan pasien immuno-kompromis belum
diketahui.
Desain; setting dan partisipan: random, triple blind, plasebo untuk mengkontrol
kesetaraan pada amoksisilin yang dibandingkan dengan plasebo pada 660 orang
dewasa yang datang pada dua klinik rawat jalan di Nairobi, Kenya, dengan
bronkitis akut, tanpa bukti adanya penyakit paru-paru kronis.
Pengukuran hasil utama: Hasil akhir penelitian ini adalah kesembuhan klinis,
seperti yang didefinisikan dengan penurunan >75% yang divalidasi Acute
Bronchitis Severity Score selama 14 hari, analisis dilakukan bertujuan untuk
pengobatan dengan kesetaraan didefinisikan sebagai (8% perbedaan antara
kelompok penelitian.
Hasil: tingkat kesembuhan klinis pada kelompok amoksisilin dan plasebo masing-
masing 81,7% dan 84,0%, (perbedaan 2,3%, 95% CI-28,6% sampai 4,0%). Dari
131 subyek yang terinfeksi HIV (19,8%), tingkat kesembuhan bagi mereka secara
acak untuk amoksisilin (77,2%) dan plasebo (83,8%) perbedaan sebesar 6,6%
(95% CI-21.7% sampai 8,6%). Di antara subyek yang tidak terinfeksi HIV,
perbedaan tingkat kesembuhan adalah 1,6% (95% CI-28.5% sampai 5,3%).
Efek samping potensial obat adalah serupa pada kedua kelompok. Tidak
ada subyek yang dirawat di rumah sakit atau meninggal.
Kesimpulan: Pengobatan dengan antibiotik pada bronkitis akut tidak membantu,
bahkan pada populasi dengan prevalensi tinggi pada infeksi HIV.

Bronkitis akut adalah komplikasi pernapasan paling umum pada orang


yang terinfeksi HIV, khususnya di Afrika sub-Sahara. Penelitian di Amerika dan
Eropa Utara, pengobatan antibiotik belum terbukti bermanfaat bagi pasien dengan

1
bronkitis akut dan pengobatan antibiotik tidak dianjurkan untuk kondisi ini pada
pasien imunokompeten di negara maju.
Apakah temuan dan rekomendasi ini berkaitan dengan pasien
imunokompeten dan immuno-kompromis di negara berkembang belum diketahui.
Tidak ada ujicoba placebo terkontrol dengan pengobatan antibiotik untuk
bronkitis akut, dalam setting ini telah dipublikasikan. Namun demikian,
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menerbitkan pedoman yang
merekomendasikan bahwa pasien yang terinfeksi HIV dengan bronkitis akut
diobati dengan ampisilin, dan pengobatan dengan trimetoprim-sulfametoksazol
diberikan kepada pasien yang gagal merespon. Suatu review database Cochrane
oleh Fahey dkk yang menguji pengontrolan secara acak dengan membandingkan
pada setiap terapi antibiotik dengan plasebo pada bronkitis akut menyimpulkan
bahwa antibiotik dapat memiliki efek yang sedikit menguntungkan. Manfaat
antibiotik dilihat dalam review sistematis setidaknya akibat aksi anti-inflamasi
makrolid dan tetrasiklin. Karena besarnya manfaat ini, ditemukan efek samping
serupa dengan yang merugikan.
Dalam studi sebelumnya di Nairobi, Kenya, pendekatan WHO untuk
pengobatan bronkitis akut pada pasien yang terinfeksi HIV secara prospektif
dievaluasi. Dari 401 episode bronkitis akut, 97% tampaknya merespon secara
klinis, pada tahun 1991 WHO merekomendasikan regimen antibiotik. Namun,
kami tidak menguji tingkat responsi terhadap plasebo saja. Dapat dibayangkan,
seperti dalam kasus pasien imunokompeten, bronkitis akut mungkin telah
diselesaikan secara spontan tanpa pengobatan antibiotik pada sebagian besar
subyek yang terinfeksi HIV.
Pengobatan bronkitis akut merupakan indikasi yang paling umum untuk
penggunaan antibiotik di Amerika Serikat dan mungkin di wilayah lainnya. Hal
ini mengakibatkan biaya tinggi, risiko besar efek samping obat dan peningkatan
prevalensi patogen resisten antibiotik. Jika pengobatan antibiotik tidak
memberikan manfaat, maka seharusnya diabaikan untuk meminimalkan kerugian.
Oleh karena itu, kami melakukan ujicoba pada equivalence trial,
randomisasi, kontrol plasebo untuk menentukan apakah amoksisilin dan plasebo

2
menghasilkan tingkat kesembuhan klinis yang setara dalam pengobatan bronkitis
akut pada populasi di negara berkembang dengan prevalensi tinggi sero-positif
HIV.

METODE
Prosedur yang dilakukan ini telah disetujui oleh Kenya Medical Research
Institute Ethical Review Committee, the University of Washington Human
Subjects Review Committee dan University of California, San Francisco
Committee on Human Research, dan sesuai dengan standar etika Deklarasi
Helsinki tahun 1975, sebagaimana telah diubah pada tahun 1983 (yang mencatat
bahwa penelitian dimulai sebelum pelaporan uji klinis dimandatkan). Kami
menyaring semua pasien yang berusia >18 tahun yang datang dengan batuk
produktif (selama 2 minggu di klinik Dewan Kota Rhodes antara bulan Oktober
2001 sampai Februari 2004 dan di Departemen Rawat Jalan di RSUD Mbagathi
Nairobi antara Oktober 2002 sampai Agustus 2003).
Persyaratan ditentukan dengan salah satu dari dua studi perawat konselor
yang berpengalaman dan terlatih untuk mengidentifikasi pasien yang memenuhi
kriteria kelayakan. Pasien dikeluarkan jika mereka memiliki penjelasan lain dari
potensi batuk (riwayat bronkitis kronis, rhinitis alergi, sinusitis, asma atau refluks
lambung), komorbiditas medis yang serius (penyakit jantung atau diabetes), alergi
penisilin, penggunaan antibiotik dalam 2 minggu sebelumnya atau infeksi
konkuren (termasuk TBC) yang memerlukan pengobatan antibiotik. Jika pasien
yang memenuhi syarat tidak mau ikut serta atau jika mereka tinggal diluar kota
Nairobi follow up menjadi tidak praktis.
Pasien yang memenuhi syarat, memberikan informed consent tertulis
untuk tes HIV seropositive menggunakan rapid tes HIV-1/2 (Determine, Abbott
Park, Illinois USA), hasil positif yang dikonfirmasi dengan rapid tes HIV-1/2 yang
berbeda (Unigold; Trinity Biotech, Bray, Wicklow, Irlandia). x ray dada
posteroanterior dilakukan pada semua subyek. Mereka dengan x ray tidak normal
menunjukkan pneumonia, tuberkulosis atau diagnosis lain, dikeluarkan dari
bagian dan dikelola secara tepat.

3
Secara acak subyek diberikan satu dari dua studi obat, amoksisilin 500 mg
atau plasebo, tiga kali sehari selama 7 hari. Semua studi obat disediakan oleh
Investigasional layanan Obat di University Washington Medical Center (UWMC),
dalam kapsul opak, identik dalam tampilan, rasa dan bau, dan dikirim ke lokasi
penelitian dalam tiga gelombang. Dosis 21 kapsul yang dikemas dalam botol
plastik yang identik kecuali label yang berbeda hanya dengan identifikasi nomor.
Sebelum meninggalkan klinik penelitian, masing-masing subjek diamati untuk
pengambilan dosis pertama.
Subjek diberi nomor percobaan berurutan sebelum plasebo atau
amoksisilin dialokasikan (acak di 10 blok) oleh Layanan Obat Investigational di
UWMC. Pembagian acak amoksisilin atau plasebo dihasilkan menggunakan Excel
(Microsoft, Redman, Washington, USA) bilangan acak. Selain subyek, semua
anggota Tim peneliti, peneliti, dokter, staf klinis, konselor perawat, asisten
peneliti, pengumpul data, staf data entri dan biostatistician. Selama percobaan
jadwal alokasi disimpan di kantor bagian Farmasi, UWMC. Masking
dipertahankan sampai analisis pengobatan selesai (yaitu, Analisis dilakukan
dengan membandingkan kelompok'' A'' dengan'' kelompok B'').
Saat pendaftaran, petugas terlatih menangani kuesioner informasi
sosiodemografi dan riwayat kesehatan. Para dokter studi (VN) melakukan
pemeriksaan klinis dan mengisi formulir standar yang mencakup penilaian
terhadap Akut Bronchitis Severity Score (ABSS). ABSS mengukur lima spektrum
pasien, melaporkan gejala saluran pernapasan, mulai dari keseriusan penyakit,
demam subyektif (tabel 1). Untuk beberapa gejala, subjek ditanya untuk
mengukur tingkat keparahan pada skala 5 poin, dari tidak ada (0) sampai sangat
serius (4). Validasi ABSS dilakukan selama kunjungan, seperti laporan
sebelumnya.19 Selama kunjungan pendaftaran, dahak dikumpulkan untuk
mikroskopi dan kultur.
Subjek direkrut pada hari Senin, Selasa dan Jumat diharapkan kembali
untuk follow-up lanjut setelah 3 hari, mereka yang terdaftar pada hari Kamis
dievaluasi ulang pada hari Senin (4 hari) dan mereka yang direkrut pada hari Rabu
itu dievaluasi ulang pada hari Jumat (2 hari). Subyek juga diminta kembali untuk

4
evaluasi ulang setelah 7 dan 14 hari. Pada setiap kunjungan dilakukan
administrasi ulang dengan kuesioner standar oleh perawat peneliti untuk menilai
kepatuhan pengobatan, efek samping dan gejala saat ini. Dokter peneliti
mengulang pemeriksaan fisik dan mendiagnosa dari ABSS tersebut. Mereka yang
lebih dari 2 hari terlambat untuk setiap kunjungan follow-up itu ditelusuri baik ke
tempat tinggal atau tempat kerja mereka dan dirujuk ke klinik untuk dievaluasi.
Seorang petugas lapangan yang terlatih melakukan pelacakan, setiap usaha
dilakukan dengan menjaga kerahasiaan subyek. Hasil primer (kesembuhan klinis)
didefinisikan sebagai >75% penurunan pada ABSS selama 14 hari. ABSS pada
setiap kunjungan follow-up lebih besar dari pada pendaftaran menyebabkan
terbukanya pengobatan label dengan eritromisin oral 500 mg setiap 8 jam selama
7 hari.

Tabel 1. Acute Bronchitis Severity Score untuk bronkitis akut berdasarkan dari 0
sampai 4 untuk masing-masing ke lima gejala (skor maksimal 20)

Gejala 0 1 2 3 4
Tingkat Sangat Ringan Sedang Berat Sangat
keparahan ringan berat
Batuk 1-2 kali / 3-5 kali / 6-10 kali / 11-20 kali / hari 20 kali /
hari hari hari hari
Batuk 1-2 kali / 3-5 kali / 6-10 kali / 11-20 kali / 20 kali /
Malam malam malam malam malam malam
Batasan Tidak Ringan Sedang Berat Sangat
Aktivitas ada berat
Harian
Demam Tidak Ringan Sedang Berat dengan Sangat
Subyektif ada menggigil dan berat
gemetar

Analisis statistik

5
Kami merancang penelitian untuk mengevaluasi hipotesis utama: kesetaraan
tingkat kesembuhan untuk orang dewasa yang dirawat dengan amoksisilin atau
plasebo selama bronkitis akut. Kita mengharapkan bahwa 85% dari pasien dengan
bronkitis akut diobati dengan amoksisilin akan sembuh. Berdasarkan kesetaraan
uji klinis terdahulu dan konsensus di antara peneliti, perbedaan 8% dipilih sebagai
maksimal selisih yang wajar pada tingkat kesembuhan yang bisa dianggap setara.
Sebagai contoh, setiap angka kesembuhan antara 82% dan 98% pada kelompok
plasebo dibandingkan dengan tingkat kesembuhan 90% pada kelompok
amoksisilin akan ditetapkan sebagai setara. Dengan menggunakan definisi ini dan
dua tes sided dengan tipe I kesalahan hingga 5%, kami berencana untuk
mendaftarkan 335 pasien per kelompok pengobatan memiliki ≥ 80% untuk
menyimpulkan kesetaraan dan memungkinkan kehilangan 10% untuk folow up.
Semua data yang dimasukkan dengan menggunakan lembar data precoded
di TELEform (Cardiff Software, Vista, California, USA). Data dianalisis
menggunakan SPSS for Windows 10.0 (SPSS, Chicago, Illinois, USA). Analisis
dilakukan dalam cara pengobatan untuk mengevaluasi end point primer dan
sekunder. End point primer adalah perbedaan dalam tingkat kesembuhan klinis
antara amoksisilin dan plasebo menggunakan analisis survival (Kaplan-Meier).
End point sekunder termasuk proporsi subjek yang mengalami kegagalan
pengobatan, yang didefinisikan sebagai subyek gagal untuk mencapai
penurunan>75% pada ABSS dari awal 2 minggu masa follow up atau
membutuhkan pengobatan open label dengan eritromisin, dan proporsi subyek
melaporkan potensi efek samping obat.
Statistik Breslowtest, sesuai dengan analisis survival Kaplan-Meier dengan
sensor kuat, digunakan untuk membandingkan kelompok pengobatan. Sembilan
puluh lima persen interval kepercayaan (CI) dihitung berdasarkan perbedaan
dalam tingkat kesembuhan kumulatif untuk menentukan apakah definisi ini cocok
dengan kesetaraan yang kami definisikan (±8%).
Kami merencanakan apriori untuk melakukan analisis dari titik akhir
primer dan sekunder dikelompokkan berdasarkan status HIV. Kami mengevaluasi
apakah berbeda tingkat keberhasilan pengobatan untuk subyek yang terinfeksi dan

6
tidak terinfeksi HIV yang menerima amoksisilin dibandingkan dengan plasebo
menggunakan analisis survival.

Gambar 1. Profil Percobaan triple blind, random, placebo terkontrol dari


amoksisilin untuk pengobatan bronkitis akut. Foto toraks, x ray dada .

HASIL
Dari 2677 subjek dengan batuk produktif akut yang ditemukan untuk kelayakan
studi, 1.230 tidak memenuhi syarat karena satu atau lebih kriteria eksklusi dan
787 dikeluarkan karena temuan x ray dada yang tidak normal, sebagaimana
ditafsirkan oleh dokter studi, kami mendaftarkan 660 subyek (gambar 1).
Penggunaan antibiotik dalam 2 minggu terakhir dan tidak mau menjalani
pemeriksaan klinis dan/atau hadir untuk folow up, adalah dua alasan paling umum
untuk dikecualikan dari pendaftaran di skrining, mereka yang bersedia untuk
berpartisipasi dengan yang tidak mau berpartisipasi sehubungan dengan usia rata-
rata (31,2 (9,6) vs 31,0 (9,5) tahun, p = 0,69) dan proporsi perempuan (56,5% vs
54,4%, p = 0,43).

7
Tabel 2 menunjukkan dasar karakteristik sosiodemografi dan karakteristik
klinis dari peserta studi. Pada ABSS terdistribusi normal dan memiliki skor rata-
rata 6,3 (3,6) dari 20 (gambar 2). Tingkat follow up pada 3,7 dan 14 hari dalam
dua kelompok pengobatan tidak berbeda secara statistik, dengan 275 (83%) pada
kelompok plasebo dan 269 (82%) dalam kelompok amoksisilin menyelesaikan 14
hari masa follow up(gambar 1). Sembilan puluh dua persen dari subyek yang
terdaftar pada kedua kelompok melaporkan mengambil >19 dari 21 (90%) dari
obat studi (p = 0,96). Alokasi pengobatan tidak disebutkan selama studi untuk
setiap peserta. Enam ratus dua belas (92,7%) kultur sputum tidak mengalami
pertumbuhan. Streptococcus pneumoniae adalah bakteri yang paling umum
terdeteksi pada sputum (n = 40, 6%) diikuti oleh Haemophilus influenzae (n = 5,
0,8%) dan Staphylococcus aureus (n = 3, 0,5%). Sebelum dilakukan uji coba ini,
prevalensi pneumococci resisten penisilin di daerah penelitian adalah 43,3%.

8
Pembacaan awal sinar x dada dilakukan oleh dokter studi (VN) di lokasi
penelitian klinis. Selanjutnya, sinar x dada ditinjau oleh konsultan ahli radiologi.
Dari awal peserta x ray dada ditafsirkan sebagai normal, 101 (15%) yang
kemudian ditemukan memiliki dada yang tidak normal dalam temuan x ray,
sebagian besar “increased vascular markings” ditafsirkan oleh ahli radiologi
sebagai sugestif dari pneumonitis, dengan tidak ada perbedaan statistik dengan
studi kelompok alokasi (40 (12%) vs 42 (13%)). Menurut protokol penelitian
kami yang didasarkan pada keprihatinan untuk keselamatan, peserta dengan x ray
dada tidak normal yang konsisten dengan pneumonitis secara otomatis beralih
untuk membuka pengobatan label dengan eritromisin pada kunjungan follow up
pertama mereka. Meskipun tujuan utama analisis pengobatan mencakup secara
acak semua subyek salah satu kelompok pengobatan, kami juga melakukan
analisis subkelompok pada 559 (85%) subyek dengan sinar x dada normal dengan
pembacaan ahli radiologi.
Secara keseluruhan, subjek secara acak untuk amoksisilin dan plasebo
tidak memiliki perbedaan yang signifikan dalam mencapai proporsi kumulatif
kesembuhan klinis selama 14 hari, 81,7% dan 84,0%, masing-masing (perbedaan
2,3%, 95% CI 28,6% menjadi 4,0%, p = 0.40) (gambar 3). Rata-rata penurunan
skor ABSS adalah 4,6 (3,7) dan 4,8 (3.8) untuk amoksisilin dan plasebo. Proporsi
yang memenuhi kriteria kami untuk kesembuhan klinis (penurunan ABSS dari
nilai dasar >75%) tidak berubah setelah pembatasan analisis survival untuk 559
peserta yang memiliki x ray dada normal dikonfirmasikan (82,2% vs 84,7%
secara keseluruhan, p = 0,29 ).
Gejala efek samping yang berpotensi timbul dilaporkan selama masa
pengobatan follow up diwakili oleh 183 (58,5%) dan 186 (60,4%) dari mereka
yang menerima amoksisilin dan plasebo, masing-masing (p = 0,34). Jumlah
subjek pelaporan anoreksia (129 (42%) vs 111 (36%), p = 0,12), mual (92 (30%)
vs 94 (30%), p = 1,0), muntah (17 (6%) vs 18 (6%), p = 1,0), nyeri perut (74
(24%) vs 80 (26%), p = 0.71) dan diare (26 (8%) vs 34 (11%), p = 0,34) masing-
masing tidak berbeda secara statistik dalam studi amoksisilin dan placebo.

9
Kami berniat untuk melakukan analisis pengobatan dari semua peserta,
yang sebagian besar tidak menyadari status HIV mereka pada saat kehadiran.
Salah satu tujuan apriori dari penelitian ini adalah untuk melakukan analisis
kesembuhan klinis dikelompokkan berdasarkan status HIV. Tidak ada perbedaan
signifikan yang ditemukan antara amoksisilin dan kelompok plasebo baik yang
terinfeksi HIV (p = 0,94) (gambar 4) atau subyek yang tidak terinfeksi HIV (p =
0,35) (tabel 3).
Definisi kesetaraan kesembuhan klinis antara kelompok studi adalah
perbedaan hasil 8%. Untuk lebih mudah menginterpretasikan dalam konteks
percobaan kesetaraan, kita menghitung perbedaan dalam kesembuhan klinis
dengan CI 95% yang sesuai antara kedua kelompok penelitian. Tabel 3
menunjukkan hasil untuk populasi penelitian secara keseluruhan, untuk subyek
dengan dikonfirmasi x ray dada dan bagi peserta yang terinfeksi dan tidak
terinfeksi HIV. Untuk populasi penelitian secara keseluruhan, perbedaan tingkat
penyembuhan adalah 2,3% (95% CI 28,6% menjadi 4,0%, yang berarti bahwa
dalam 95% dari uji coba yang dirancang identik dalam populasi yang sama, efek
amoksisilin akan turun dalam 8,6% lebih buruk dan 4,0% lebih baik dari plasebo).

Gambar 2. Distribusi berdasarkan Acute Clinical Severity Score digunakan untuk


menentukan keparahan bronkitis akut pada 660 kasus terdaftar (rata-rata 11,0
(5,1).

10
Gambar 3. Proporsi kumulatif kesembuhan klinis, seperti yang didefinisikan oleh
penurunan >75% di awal skor keparahan klinis (dalam hari), oleh kelompok
perlakuan (lihat gambar 1 untuk nomor tersensor pada 3, 7 dan 14 hari karena
putus sekolah). ABSS, Bronchitis akut Severity Score.

Gambar 4. Di antara peserta yang terinfeksi HIV, proporsi kumulatif kesembuhan


klinis, seperti yang didefinisikan oleh penurunan> 75% dalam skor keparahan
klinis (dalam hari), oleh kelompok perlakuan (masing-masing, nomor tersensor
pada 3, 7 dan 14 hari adalah 10, 17 dan 33). ABSS, Bronchitis akut Severity
Score.

11
Dengan demikian kita menaruh kepercayaan 95% bahwa batas
kepercayaan hanya sedikit melebihi yang sebelumnya untuk pengertian kesetaraan
(18%). Perbedaan dan batas kepercayaan adalah sama ketika batasan analisis,
hanya mereka yang memiliki dan menyertakan foto thoraks, x-ray yang normal
dan peserta HIV yang seronegatif. Perbedaan hasil antara kelompok penelitian
pada kelompok terinfeksi HIV adalah kecil (6,6%), tetapi 95% batas kepercayaan
lebih luas (221,7% menjadi 8,6%) karena angka yang lebih kecil dan kekuatan
statistik terbatas. (Perhatikan bahwa titik estimasi yang menguntungkan plasebo
dalam setiap perbandingan). analisis bertingkat dari sub kelompok yang terinfeksi
HIV dengan menggunakan jumlah CD4 sebagai sebuah kovariat ini tidak
mengubah hasil, adalah temuan yang sama ketika membatasi analisis terhadap 559
subjek dengan ditemukan foto thoraks yang normal (data tidak ditampilkan).

PEMBAHASAN
Penelitian kami adalah uji coba plasebo terkontrol dari antibiotik sebagai
pengobatan bronkitis akut yang telah dilaporkan sampai saat ini.1-4 08-11
Hal
tersebut adalah studi pasien yang pertama di negara berkembang, dan yang
pertama untuk menyertakan subyek yang terinfeksi HIV. Secara khusus, penelitian
kami juga merupakan studi pengobatan pertama untuk bronkitis akut dengan
sebuah desain kesetaraan yang dimaksudkan untuk membuktikan kesetaraan efek
pengobatan dibandingkan dalam perbedaan efek yang signifikan. Sebagai
percobaan kesetaraan, penelitian ini berbeda dari percobaan terkontrol acak
sebelumnya bronkitis akut, yang diuji untuk keunggulan antibiotik atas plasebo.
Keunggulan percobaan yang gagal memenuhi perbedaan statistik antara dua
intervensi, atau intervensi dan plasebo, tidak boleh disalah artikan sebagai
kesetaraan yang sebenarnya underpower dalam margin klinis yang relevan.
Interpretasi uji kesetaraan memerlukan evaluasi interval kepercayaan untuk
perbedaan hasil pengobatan dan pentingnya perbedaan klinis tersebut, daripada
bermakna secara statistik.
Penetapan apa yang dimaksud dengan perbedaan yang signifikan secara
klinis merupakan bagian penting dari desain percobaan kesetaraan, tapi ini

12
adalah perbedaan yang selalu sewenang-wenang. Dalam menghitung ukuran
sampel untuk penelitian kami, kami sewenang-wenang mendefinisikan 18%
menjadi perbedaan perlakuan minimum yang akan dianggap signifikan secara
klinis. 95% CI untuk perbedaan dalam efek pengobatan, dalam penelitian kami
berkisar dari angka kesembuhan 8,6% lebih buruk tingkat kesembuhan, 4,0%
lebih baik dengan amoksisilin dibandingkan dengan plasebo. Dalam kisaran ini
adalah kami apriori kriteria untuk kesetaraan di tingkat atas Akibatnya, kita 95%
yakin bahwa hasil dari pasien yang diobati adalah amoksisilin (4,0% lebih baik
daripada pasien yang diberi plasebo).
Beban infeksi saluran pernafasan (RTI) jauh lebih besar di Afrika sub-
Sahara daripada di AS dan Eropa, dan faktor risiko sosial demografis dan perilaku
untuk bronkitis akut yang dapat mempengaruhi etiologi dan perjalanan klinis
berbeda antara daerah maju dan berkembang (misalnya, merokok vs faktor
kemiskinan, masing-masing). Dengan demikian temuan studi di Amerika Utara
dan Eropa mungkin tidak berlaku untuk sub-Sahara Afrika dan negara
berkembang lainnya. Dalam konteks ini, adalah meyakinkan untuk menemukan
bahwa kami setuju dengan hasil dari penyelidikan orang-orang sebelumnya,
termasuk makalah baru-baru yang diterbitkan tidak menemukan manfaat
azitromisin dosis rendah vitamin C.
Penelitian kami mengukur keparahan penyakit menggunakan standar,
mudah ditiru ABSS (Bronchitis akut Severity Score) terdiri dari gejala terkait RTI,
serta definisi apriori kesembuhan klinis. Kami memilih untuk mengembangkan
ABSS karena kurangnya dipublikasikan sistem skoring keparahan penyakit
tertentu untuk pasien dengan bronkitis akut. Skor ini baru dikembangkan terbukti
handal, valid dan sangat responsif. Penelitian lainnya tentang bronkitis akut yang
telah menggunakan sistem penilaian gejala penyakit tertentu telah diterbitkan
pada desain dan awal penelitian kami.
Inklusi subyek terinfeksi HIV merupakan kontribusi penting. Bronkitis
akut bisa dibilang mungkin yang paling umum infeksi oportunistik HIV terkait.
Walaupun pengobatan antibiotik dianjurkan oleh WHO untuk mata pelajaran
yang terinfeksi HIV dengan bronkitis akut, apakah hasil pengobatan antibiotik

13
dalam manfaat apapun tidak diketahui. Untuk mengatasi masalah ini, kami
memilih untuk mendaftarkan semua mata pelajaran dengan bronkitis akut dan
kemudian untuk stratifikasi analisis kami berdasarkan status HIV. Ini
mencerminkan situasi dunia nyata di mana diagnosis dan keputusan pengobatan
seringkali harus dibuat terlebih dahulu akan kesadaran dari individu pasien
dengan status yang terinfeksi HIV.
Kriteria Inklusi dari subyek yang terinfeksi HIV memberikan kontribusi
penting. Bronkitis akut bisa dibilang merupakan tanda umum infeksi oportunistik
pada HIV.23 Meskipun terapi antibiotik direkomendasikan oleh WHO untuk pasien
14
HIV dengan bronkitis akut, tapi apakah antibiotik memberikan manfaat pada
hasil terapi?hal ini masih tidak diketahui. Untuk mengatasi masalah ini, kami
memilih memasukkan semua pasien bronkitis akut dan kemudian dilakukan
analisis berdasarkan status HIV. Hal ini menunjukkan, di mana diagnosis dan
keputusan terapi harus dilakukan dari kesadaran pasien HIV itu sendiri. Dalam
penelitian kami, infeksi HIV tidak memberikan efek resolusi terhadap bronkitis
akut. Selanjutnya, analisis dipisahkan antara pasien terinfeksi HIV dan yang tidak
terinfeksi terhadap respon pemberian amoksisilin dan plasebo. Namun, penelitian
ini tidak dikuatkan ekuivalensi subgrup infeksi HIV; membandingkan amoksisilin
dengan plasebo, 95% CI (-21,7% menjadi 8,6%) sedikit melebihi di luar kriteria
standar kami dalam perbedaan terapi. Randomisasi yang adekuat pada kelompok
kontrol placebo dari terapi antibiotik untuk bronkitis akut pada orang dewasa yang
terinfeksi HIV butuh penyelesaian yang definitif.
Penelitian kami memiliki beberapa keterbatasan. Kurangnya keefektifan
terapi antibiotik mungkin dikaitkan dengan penggunaan antibiotik yang salah.
Kami memilih menggunakan amoksisilin daripada antibiotik lain karena lebih
terjangkau, banyak tersedia, lebih banyak digunakan dalam peresepan dan yang
paling penting, direkomendasikan oleh WHO untuk pengelolaan pasien bronkitis
akut yang terinfeksi HIV.14 Penelitian terakhir di negara lain, secara umum terapi
antibiotik azitromisin kurang efektif, karena hanya memberikan sedikit manfaat
untuk terapi bronchitis akut.3 pendapat terhadap terapi antibiotik untuk bronkitis

14
akut ini lebih diperkuat oleh Fahey dkk yang menyimpulkan bahwa besarnya
manfaat antibiotik serupa dengan efek kerusakan yang merugikan.15
Setelah dilakukan pengacakan oleh ahli radiologi, didapatkan 15% subyek
menunjukkan hasil x ray yang abnormal. Hampir semua kasus, ditemukan ''
prominent vascular markings” yang mungkin disebut pneumonitis, atau mungkin
berhubungan dengan penyakit pernapasan akut. Dalam beberapa kasus, untuk
alasan keamanan, subjek ini telah ditarik dari uji coba terapi random dan diberi
label eritromisin pada follow up selanjutnya (biasanya hari ke 3). Keterlambatan
dalam mendapatkan terapi yang mungkin tidak sengaja,dapat meningkatkan
kegagalan pengobatan pada kedua kelompok. Namun, keterbatasan analisis ini
tidak mempengaruhi hasil penelitian. tingkat kegagalan pada kedua kelompok
penelitian sebanyak 17,6% karena tidak menyelesaikan evaluasi sepenuhnya.
Sayangnya, kita tidak dapat menentukan hasil follow up pada beberapa pasien
apakah membaik, memburuk atau menetap.
Beberapa faktor tambahan pada penelitian ini terdapat keterbatasan
validitas eksternal dan karena itu membutuhkan pembahasan lebih lanjut.
Meskipun sebagian besar pasien yang didiagnosis bronkitis akut tidak dilakukan x
ray dada, kami tidak memasukkan mereka dalam temuan radiografi yang
abnormal untuk menghindari penundaan terapi pada pneumonia dan TBC.
Penelitian selanjutnya harus mengukur nilai prediksi dari temuan klinis untuk
mendiagnosa adanya infiltrat paru pada populasi prevalensi HIV yang tinggi,
Metode ini banyak digunakan dalam penelitian di USA. 25 26 Untuk alasan khusus,
kita tidak memasukkan pasien yang tidak bersedia diteliti. mereka tidak bersedia
berpartisipasi untuk melaporkan kriteria eksklusi seperti antibiotik yang
digunakan dan durasi batuk> 2 minggu.
Penelitian ini bekerja sama dengan Manajemen Penyakit Terpadu pada
Remaja dan Dewasa (IMAI), yang terdapat 3 dari 5 kriteria WHO. 27 Dengan
demikian data ini dapat digunakan untuk membantu revisi modul perawatan Akut
IMAI dalam penanganan pertama oleh petugas kesehatan dalam mengatur sumber
daya yang masih sedikit.27 Hasil penelitian ini tidak hanya diperlukan untuk

15
12
pedoman terapi, tetapi juga memberi kesadaran pasien, dalam menggunakan
antibiotik untuk terapi RTI

Ucapan Terima Kasih: Penulis mengucapkan terimakasih kepada Maryanne


Munene, Naomi Mwachari, Pamela Omuom, Rose Wanjala dan Jackson Achando
yang telah membantu dalam pengumpulan data dan tidak kalah penting, Elizabeth
Mwachari yang bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini, direktur KEMRI
dalam membantu penelitian ini dan semua yang berpartisipasi dalam penelitian
ini.

VND yang melaksanakan penelitian, mengumpulkan data, melakukan analisis dan


membuat data. CM yang mendesain,mengawasi dan membuat data penelitian.
ASM yang mengusulkan desain penelitian, mengawasi, analisis data dan
membantu dalam persiapan data. DRP yang membantu mengawasi,menganalisis
dan mebuat data. AK yang membantu pelaksanaan penelitian, dan mengawasi
radiografi penelitian. TH yang membantu desain penelitian dan kajian data. CC
yang mendesain protokol,mengawasi, menganalisis dan membuat data penelitian.

Pendanaan: Penelitian ini didukung oleh dana dari Yayasan Rockefeller. VNN
penelitian AIDS International dan Program Pelatihan di Universitas Washington
didukung oleh Fogarty International Center (T22TW00001). Rockefeller
Foundation tidak berpartisipasi dalam pengembangan desain penelitian, atau
analisis data, atau keputusan mempublikasikan penelitian ini

Kepentingan dalam Bersaing: Tidak ada.

Persetujuan: secara Prosedural telah disetujui oleh Komite penelitian Medis


institut Kenya, komite penelitian subjek pada manusia oleh Universitas
Washington dan komite penelitian san fransisco universitas California

16

You might also like