Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di Negara maju hipertensi merupakan salah satu masalah kesehatan utama.
Di Indonesia hipertensi juga merupakan masalah kesehatan yang perlu diperhatikan
oleh para tenaga kesehatan yang bekerja di pelayanan kesehatan primer karena angka
pravelensinya yang tinggi dan akibat jangka panjang yang di timbulkannya.
Berdasarkan penyebabnya, hipertensi di bagi menjadi 2 golongan yaitu hipertensi
primer yang tidak diketahui penyebabnya atau idiopatik dan hipertensi sekunder
yaitu hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain.
Secara epidemologis 30% penduduk di dunia peka terhadap keracunan garam
dapur yang dapat menyebabkan hipertensi. Terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi prevensi hipertensi seperti ras, umur, obesitas, asupan garam yang
berlebih, dan adanya riwayat hipertensi pada keluarganya. Untuk gejala dari
hipertensi itu sendiri biasanya pasien mengeluhkan nyeri kepala, mata berkunang-
kunang, mual, Hipertensi memang bukan penyakit pembunuh sejati, tetapi ia
digolongkan sebagai The Sillent Killer ( pembunuh diam – diam ). Penyakit ini
gejalanya tidak nyata dan harus diwaspadai serta perlu diobati sedini mungkin karena
hipertensi yang kronis jika diabaikan, secara tiba – tiba akan membawa malapetaka,
seperti serangan jantung dan stroke. ( Aziza, Lucky, 2007 )
Di Amerika Serikat 15 % golongan kulit putih dewasa dan 25 % - 30 %
golongan kulit hitam dewasa adalah pasien hipertensi. Menurut laporan National
Health and Nutrition Examinition Survey dalam dua dekade terakhir ini terjadi terjadi
kenaikan prosentase kewaspadaan masyarakat terhadap hipertensi dari 50 % menjadi
84 %, prosentasi pasien hipertensi yang mendapatkan pengobatan yaitu dari 36 %
menjadi 73 % dan prosentase pasien hipertensi yang tekanan darahnya terkendali dari
16 % menjadi 55 %. ( Suyono, Slamet, 2003 )
Di Indonesia sampai saat ini belum terdapat penyelidikan yang bersifat
nasional multisenter, yang dapat menggambarkan prevensi hipertensi secara tepat.
Menurut Boedie Darmojo dalam tulisannya yang dikumpulkan dari berbagai
penelitian melaporkan bahwa 1,8 – 28,6 % penduduk Indonesia yang berusia diatas
20 tahun adalah pasien hipertensi.
1
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mendapatkan gambaran secara umum tentang asuhan keperawatan pada pasien
Ny. S dengan hipertensi
2. Tujuan Khusus
Secara Khusus penulisan ini bertujuan agar mahasiswa :
a. Mampu melakukan pengkajian pada pasien Ny. S dengan hipertensi
b. Mampu merumuskan diagnosa pada pasien Ny. S dengan hipertensi
c. Mampu menyusun rencana keperawatan pada pasien Ny. S dengan hipertensi
d. Mampu melakukan tindakan keperawatan pada pasien Ny. S dengan hipertensi
e. Mampu menyusun evaluasi keperawatan pada pasien Ny. S dengan hipertensi
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Hipertensi adalah tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas
140 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg ( Smeltzer, Bare, 2002).
Hipertensi lebih dikenal dengan istilah penyakit tekanan darah tinggi. Batas
tekanan darah yang dapat digunakan sebagai acuan untuk menentukan normal atau
tidaknya tekanan darah adalah tekanan sistolik dan diastolik. Bedasarkan JNC (Joint
National Comitee) VII, seorang dikatakan mengalami hipertensi jika tekanan sistolik
140 mmHg atau lebih dan diastolik 90 mmHg atau lebih (Chobaniam, 2003).
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya
diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Pada populasi lanjut usia,
hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90
mmHg (Sheps, 2005).
B. Etiologi
3
kehamilan, peningkatan tekanan intravaskuler, luka bakar dan stress. ( Udjianti,
Wajan, 2011 )
C. Patofisiologi
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan
tambahan aktivitas vasokontriksi. Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan
aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin, yang merangsang pembentukan
angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II. Suatu vasokonstriktor
yang dapat merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon yang
menyebabkan retensi natrium yang menyebabkan peningkatan intravaskuler. Semua
faktor yang cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Pathway
4
Merangsang serabut saraf
Norepineprine dilepaskan
Gg . Pemenuhan
nutrisi
Retensi Na + H2O
Kelemahan fisik
Kelebihan volume
cairan
Intoleransi aktivitas
5
Rasa berat di tengkuk
Mata berkunang – kunang
Mual, muntah
Kelemahan / letih
Sesak nafas
Kenaikan tekanan darah dari normal
Penurunan kekuatan genggaman tangan
Pandangan mata kabur/tidak jelas.
( Aziza, Lucky, 2007 )
Klasifikasi tekanan darah oleh JNC VII untuk pasien dewasa berdasarkan
rata-rata pengukuran dua tekanan darah atau lebih pada dua atau lebih kunjungan
klinis (Tabel 1). Klasifikasi tekanan darah mencakup 4 kategori, dengan nilai normal
tekanan darah sistolik (TDS) <120 mmHg dan tekanan darah diastolik (TDD) <80
mmHg. Prehipertensi tidak dianggap sebagai kategori penyakit tetapi
mengidentifikasikan pasien-pasien yang tekanan darahnya cenderung meningkat ke
klasifikasi hipertensi dimasa yang akan datang. Ada dua tingkat (stage) hipertensi,
dan semua pasien pada kategori ini harus diterapi obat (JNC VII, 2003).
Krisis hipertensi merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan
darah yang sangat tinggi yang kemungkinan dapat menimbulkan atau telah terjadinya
kelainan organ target. Biasanya ditandai oleh tekanan darah >180/120 mmHg,
6
dikategorikan sebagai hipertensi emergensi atau hipertensi urgensi (American
Diabetes Association, 2003). Pada hipertensi emergensi, tekanan darah meningkat
ekstrim disertai dengan kerusakan organ target akut yang bersifat progresif, sehingga
tekanan darah harus diturunkan segera (dalam hitungan menit-jam) untuk mencegah
kerusakan organ lebih lanjut. Contoh gangguan organ target akut antara lain,
encephalopathy, pendarahan intrakranial, gagal ventrikel kiri akut disertai edema
paru, dissecting aortic aneurysm, angina pectoris tidak stabil dan eklampsia atau
hipertensi berat selama kehamilan (Depkes 2006a,).
7
2,29 untuk peningkatan tekanan darah sistolik. Pria diduga memiliki gaya
hidup yang cenderung dapat meningkatkan tekanan darah dibandingkan dengan
wanita (Depkes, 2006b). Namun, setelah memasuki manopause, prevalensi
hipertensi pada wanita meningkat. Setelah usia 65 tahun, terjadinya hipertensi
pada wanita lebih meningkat dibandingkan dengan pria yang diakibatkan
faktor hormonal. Penelitian di Indonesia prevalensi yang lebih tinggi terdapat
pada wanita (Depkes, 2006b).
Data Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) menyebutkan bahwa prevalensi
penderita hipertensi di Indonesia lebih besar pada perempuan (8,6%)
dibandingkan laki-laki (5,8%). Sedangkan menurut Ditjen Bina Kefarmasian
dan Alat Kesehatan (2006), sampai umur 55 tahun, laki-laki lebih banyak
menderita hipertensi dibanding perempuan.
c. Keturunan (Genetik)
Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan) juga
mempertinggi risiko terkena hipertensi, terutama pada hipertensi primer
(essensial). Tentunya faktor genetik ini juga dipenggaruhi faktor-faktor
lingkungan, yang kemudian menyebabkan seorang menderita hipertensi. Faktor
genetik juga berkaitan dengan metabolisme pengaturan garam dan renin
membran sel. Menurut Davidson bila kedua orang tuanya menderita hipertensi,
maka sekitar 45% akan turun ke anak-anaknya dan bila salah satu orang tuanya
yang menderita hipertensi maka sekitar 30% akan turun ke anak-anaknya
(Depkes, 2006b).
2. Faktor resiko yang dapat diubah
Faktor risiko penyakit jantung koroner yang diakibatkan perilaku tidak sehat dari
penderita hipertensi antara lain merokok, diet rendah serat, kurang aktifitas gerak,
berat badan berlebihan/kegemukan, komsumsi alkohol, hiperlipidemia atau
hiperkolestrolemia, stress dan komsumsi garam berlebih sangat berhubungan erat
dengan hipertensi (Depkes, 2006b).
a. Kegemukan (obesitas)
Kegemukan (obesitas) adalah presentase abnormalitas lemak yang dinyatakan
dalam Indeks Massa Tubuh (IMT) yaitu perbandingan antara berat badan
dengan tinggi badan kuadrat dalam meter.
8
b. Psikososial dan stress
Stress adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh adanya transaksi antara
individu dengan lingkungannya yang mendorong seseorang untuk
mempersepsikan adanya perbedaan antara tuntutan situasi dan sumber daya
(biologis, psikologis dan sosial) yang ada pada diri seseorang (Depkes, 2006b).
c. Merokok
Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang dihisap
melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel
pembuluh darah arteri yang mengakibatkan proses artereosklerosis dan tekanan
darah tinggi. Pada studi autopsi, dibuktikan kaitan erat antara kebiasaan
merokok dengan adanya artereosklerosis pada seluruh pembuluh darah.
Merokok juga meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen untuk
disuplai ke otot-otot jantung. Merokok pada penderita tekanan darah tinggi
semakin meningkatkan risiko kerusakan pada pembuluh darah arteri (Depkes,
2006b).
d. Olahraga
Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem
penunjangnya. Selama melakukan aktivitas fisik, otot membutuhkan energi
diluar metabolisme untuk bergerak, sedangkan jantung dan paru-paru
memerlukan tambahan energi untuk mengantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke
seluruh tubuh dan untuk mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh (Supariasa, 2001).
Olahraga dapat menurunkan risiko penyakit jantung koroner melalui
mekanisme penurunan denyut jantung, tekanan darah, penurunan tonus
simpatis, meningkatkan diameter arteri koroner, sistem kolateralisasi pembuluh
darah, meningkatkan HDL (High Density Lipoprotein) dan menurunkan LDL
(Low Density Lipoprotein) darah. Melalui kegiatan olahraga, jantung dapat
bekerja secara lebih efisien.
e. Minum alkohol berlebihan
Pengaruh alkohol terhadap kenaikan tekanan darah telah dibuktikan.
Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih belum jelas.
Namun, diduga peningkatan kadar kortisol dan peningkatan volume sel darah
merah serta kekentalan darah berperan dalam menaikkan tekanan darah.
Beberapa studi menunjukkan hubungan langsung antara tekanan darah dan
9
asupan alkohol dilaporkan menimbulkan efek terhadap tekanan darah baru
terlihat apabila mengkomsumsi alkohol sekitar 2-3 gelas ukuran standar setiap
harinya (Depkes, 2006b). Di negara barat seperti Amerika, komsumsi alkohol
yang berlebihan berpengaruh terhadap terjadinya hipertensi. Sekitar 10%
hipertensi di Amerika disebabkan oleh asupan alkohol yang berlebihan di
kalangan pria separuh baya. Akibatnya, kebiasaan meminum alkohol ini
menyebabkan hipertensi sekunder di usia ini (Depkes, 2006b).
f. Komsumsi garam berlebihan
Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena menarik cairan
di luar sel agar tidak dikeluarkan, sehingga akan meningkatkan volume dan
tekanan darah. Pada sekitar 60% kasus hipertensi primer (essensial) terjadi
respon penurunan tekanan darah dengan mengurangi asupan garam 3 gram atau
kurang, ditemukan tekanan darah rata-rata rendah, sedangkan pada masyarakat
asupan garam sekitar 7-8 gram tekanan rata-rata lebih tinggi (Depkes, 2006b).
Almatsier (2001) dan (2006), natrium adalah kation utama dalam cairan
ekstraseluler. Pengaturan keseimbangan natrium dalam darah diatur oleh ginjal.
Sumber utama natrium adalah garam dapur atau NaCl, selain itu garam lainnya
bisa dalam bentuk soda kue (NaHCO3), baking powder, natrium benzoate dan
vetsin (monosodium glutamate). Kelebihan natrium akan menyebabkan
keracunan yang dalam keadaan akut menyebabkan edema dan hipertensi.
WHO menganjurkan bahwa komsumsi garam yang dianjurkan tidak lebih 6
gram/hari setara 110 mmol natrium (Almatsier, 2001, 2006).
g. Hiperlipidemia/Hiperkolestrolemia
Kelainan metabolisme lipid (lemak) yang ditandai dengan peningkatan kadar
kolestrol total, trigliserida, kolestrol LDL atau penurunan kadar kolestrol HDL
dalam darah. Kolestrol merupakan faktor penting dalam terjadinya
aterosklerosis yang mengakibatkan peninggian tahanan perifer pembuluh darah
sehingga tekanan darah meningkat. Penelitian Zakiyah (2006) didapatkan
hubungan antara kadar kolestrol darah dengan tekanan darah sistolik dan
diastolik (Zakiyah, 2006). Penelitian Sugihartono (2007) diketahui sering
mengkomsumsi lemak jenuh mempunyai risiko untuk terserang hipertensi
sebesar 7,72 kali dibandingkan orang yang tidak mengkomsumsi lemak jenuh
(Sugihartono, 2007).
10
G. Komplikasi Hipertensi
11
kronik oleh penimbunan garam dan air atau sistem renin angiotensin
aldosteron (RAA).
4. Enselopati (kerusakkan otak)
Ensefalopati (Kerusakan otak) dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna
(hipertensi yang meningkat cepat). Tekanan yang sangat tinggi pada kelainan
ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong ke dalam
ruang intersitium diseluruh susunan saraf pusat. Neuron-neuron disekitarnya
kolaps yang dapat menyebabkan ketulian, kebutaan dan tak jarang juga koma
serta kematian mendadak. Keterikatan antara kerusakan otak dengan
hipertensi, bahwa hipertensi berisiko 4 kali terhadap kerusakan otak
dibandingkan dengan orang yang tidak menderita hipertensi (Corwin, 2005).
H. Penatalaksanaan Hipertensi
12
Batasi sampai dengan kurang dari 5 gram (1 sendok teh) per hari pada saat
memasak (Depkes, 2006b)
c. Ciptakan keadaan rileks
Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis dapat
mengontrol sistem saraf yang akan menurunkan tekanan darah (Depkes,
2006b)
d. Melakukan olahraga teratur
Berolahraga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-45 menit
sebanyak 3-4 kali dalam seminggu, diharapkan dapat menambah kebugaran
dan memperbaiki metabolisme tubuh yang akhirnya mengontrol tekanan
darah (Depkes, 2006b).
e. Berhenti merokok
Merokok dapat menambah kekakuan pembuluh darah sehingga dapat
memperburuk hipertensi. Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon
monoksida yang dihisap melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah
dapat merusak jaringan endotel pembuluh darah arteri yang mengakibatkan
proses arterosklerosis dan peningkatan tekanan darah. Merokok juga dapat
meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen untuk disuplai ke
otot-otot jantung. Merokok pada penderita tekanan darah tinggi semakin
meningkatkan risiko kerusakan pada pembuluh darah arteri. Tidak ada cara
yang benar-benar efektif untuk memberhentikan kebiasaan merokok.
f. Mengurangi komsumsi alkohal
Hindari komsumsi alkohol berlebihan, laki-laki: Tidak lebih dari 2 gelas
per hari
Wanita: Tidak lebih dari 1 gelas per hari
2. Terapi farmakologis
Penatalaksanaan penyakit hipertensi bertujuan untuk mengendalikan angka
kesakitan dan kematian akibat penyakit hipertensi dengan cara seminimal
mungkin menurunkan gangguan terhadap kualitas hidup penderita. Pengobatan
hipertensi dimulai dengan obat tunggal, masa kerja yang panjang sekali sehari
dan dosis dititrasi. Obat berikutnya mungkin dapat ditambahkan selama
beberapa bulan perjalanan terapi. Pemilihan obat atau kombinasi yang cocok
13
bergantung pada keparahan penyakit dan respon penderita terhadap obat
antihipertensi. Beberapa prinsip pemberian obat antihipertensi sebagai berikut :
1. Pengobatan hipertensi sekunder adalah menghilangkan penyebab hipertensi
2. Pengobatan hipertensi essensial ditunjukkan untuk menurunkan tekanan
darah dengan harapan memperpanjang hidup dan mengurangi timbulnya
komplikasi.
3. Upaya menurunkan tekanan darah dicapai dengan menggunakan obat
antihipertensi.
4. Pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang, bahkan
pengobatan seumur hidup.
14
KH : Nafsu makan dapat meningkat, dapat mengabis kan diit dari rumah
sakit, Timbang berat badan setiap hari
Intervensi:
a. Beri makan dalam porsi sedikit tapi sering
b. Kaji ulang pola makan pasien
c. Motivasi pasien untuk makan
d. Awasi pemasukan diit
e. Beri hygiene oral sebelum dan sesudah makan
f. Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemenuhan nutrisi bagi pasien
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuan : Dapat melakukan aktivitas secara mandiri
KH : Hasil aktivitas dapat dilakukan secara optimal, aktivitas dapat dilakukan
sendiri
Intervensi :
a. Observasi keadaan umum
b. Kaji tingkat aktivitas pasien
c. Bantu pasien dalam melakukan aktivitas
d. Anjurkan keluarga untuk membantu pasien dalam memenuhi kebutuhab
e, Beri dorongan untuk melakukan aktivitas/perawatan diri bertahap jika
dapat ditoleransi.
15
BAB III
TINJAUAN KASUS
FORMAT PENGKAJIAN
I. Biodata
Identitas Pasien Identitas Penanggung Jawab
Suku : Jawa
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
16
1. Apa penyebabnya : tiba-tiba saja
2. Hal yang memperbaiki keadaan : Istirahat
Quantity / Quality
Region
Sejak kurang lebih 2 hari yang lalu dan nyeri dirasakan seperti berputar-putar dan
memberat ketika duduk, menunduk ataupun beraktivitas.
17
V. Riwayat Kesehatan Keluarga
1. Penyakit yang diderita anggota keluarga : Tidak ada
2. Anggota keluarga yang meninggal : Tidak ada
3. Lingkungan rumah dan komunitas : klien tinggal di daerah perkampungan
Ket:
4. Genogram ( 3 generasi ) : laki –laki
: perempuan
: Klien
: meninggal
: serumah
: cerai
18
c. Peran
Tanggapan tentang perannya : baik
Kemampuan melaksanakan perannya : baik
Kepuasan melaksanakan perannya : baik
d. Ideal diri
Harapan pasien terhadap :
- Tubuhnya : ingin cepat sembuh
- Posisi ( Pekerjaan ) : ingin cepat kembali bekerja
- Status ( Keluarga ) : ingin berkumpul dgn keluarga
- Tugas / pekerjaan : ingin kembali bekerja
Harapan pasien terhadap penyakit dan tenaga kesehatan : semoga tim
kesehatan dapat memberikan yang terbaik
e. Harga diri
Tanggapan pasien terhadap harga dirinya : baik
3. Sosial
a. Hubungan dengan keluarga : baik
b. Hubungan dengan pasien lain : baik
c. Dukungan keluarga : baik
d. Reaksi saat interaksi : Kontak mata
4. Spiritual
a. Konsep tentang penguasa kehidupan :
b. Sumber kekuatan / harapan saat sakit : sholat / cepat sembuh
c. Ritual agama yang dilakukan : sholat dan dzikir
d. Keyakinan terhadap kesembuhan penyakit : yakin cepat sembuh
e. Persepsi terhadap penyakit : Sebagai cobaan
VI. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : klien tampak lemah, kesadaran kompos mentis
2. Tanda-tanda vital :
TD : 200/100mm/Hg
RR : 18x/menit
19
Suhu : 37,0°C ( lokasi pengukuran :aksila)
TB : 157cm BB : 65 kg
- Ubun-ubun : bersih
Rambut
- Penyebaran dan keadaan rambut : tidak merata
- Bau : khas
- Warna : putih kehitaman
Wajah
- Warna kulit : sawo matang
- Struktur wajah : oval
b. Mata
Kelengkapan dan kesimetrisan : simetris
Pupil : Isokor
Refleks cahaya : Positif
Konjungtiva : Pucat
Sklera : Putih
Palpebra : Tidak
Pergerakan bola mata : Normal
Strabismus : Tidak
Tekanan bola mata : normal
Ketajaman penglihatan : tajam
20
c. Hidung
Tulang hidung dan posisi septumnasi : Simetris
Mukosa : Pucat
Sekret : Jernih
Pernafasan cuping hidung : Tidak terdapat
Ketajaman penciuman : kurang
d. Telinga
Bentuk telinga : Normal
Ketajaman pendengaran : baik
Alat bantu : Tidak
e. Mulut dan faring
Mulut : Bersih
Mukosa : Lembab
Bibir : Normal
Gigi : Bersih
Kebiasaan gosok gigi : Tidak teratur
Tenggorokan : Tidak ada masalah
f. Leher
Pembesaran kelenjar thyroid : Tidak
Pembesaran kelenjar limfe : Tidak
Peningkatan vena jugularis : Tidak
Denyut nadi karotis : Teraba
4. Integumen
a. Kebersihan : Bersih
b. Kehangatan : Dingin
c. Warna : Pucat
d. Turgor : Elastis
e. Kelembaban : Lembab
f. Edema : Tidak ada
g. Kelainan pada kulit : Tidak terdapat adanya kelainan
h. Luka Insisi : Tidak ada
5. Payudara dan ketiak : Normal, tidak ada kelainan
21
6. Thoraks / Dada
a. Bentuk thoraks : Normal
b. Pemeriksaan paru
Pola nafas : Teratur
Retraksi otot bantu nafas : Tidak ada
Suara pernafasan : Vesikuler
Tactil fremitus : Normal
Alat bantu nafas : Tidak ada
Lain-lain :
c. Pemeriksaan jantung : Normal, tidak ada kelainan
Nyeri dada : Tidak ada
Irama jantung : Teratur
7. Bunyi jantung : S1& S2 tunggal
8. Abdomen
a. Bentuk abdomen : Simetris
b. Benjolan / massa : Tidak ada
c. Spider nevi : Tidak ada
d. Peristaltik usus : 13x/menit
e. Nyeri tekan : Tidak ada
f. Ascites : Tidak ada
g. Hepar : Tidak teraba
h. Ginjal : Tidak teraba
i. Lien : Tidak teraba
j. Suara abdomen : Timpani
9. Kelamin dan daerah sekitarnya : Normal, tidak ada kelainan
10. Muskuloskeletal / Ekstremitas
a. Kesimetrisan otot : Simetris
b. Kemampuan pergerakan sendi dan tungkai : Bebas
c. Kekuatan otot : 12345 12345
12345 1 2345
22
e. Dislokasi : Tidak ada
f. Edema : TidakAda, Lokasi,
g. Capillary Refill Time : < 3 detik
h. Cianosis : Tidak ada
i. Clubbing Finger : Tidak ada
11. Neurologis
a. Kesadaran : Compos mentis
GCS, Eye :4
Verbal :6
Motorik :5
b. Status mental :
Kondisi mental / perasaan : Labil
Proses berpikir : Baik
Motivasi : Baik
Persepsi : Baik
Bahasa : b indonesia
c. Nervus cranialis : Normal
Mata : Normal
Pupil : Respon cahaya
Gerak bola mata : Normal
d. Fungsi motorik :
Cara berjalan
baik
Romberg test
Normal
Tes jari-hidung
normal
Pronasi-supinasi test
normal
23
Heel to shin test
normal
e. Fungsi sensori :
Identifikasi sentuhan ringan
Klien bisa merasakan
Test getaran
Bisa mendengar getaran
Streognosis test
Graphestesia test
Membedakan dua titik
Topognosis test
f. Reflek
Reflek Bisep : Normal
Reflek Trisep : Normal
Reflek Brachioradialis : Normal
Reflek Patelar : Normal
Reflek Tendon Achiles : Normal
Reflek Plantar : Normal
24
- Frekuensi : Teratur, 4 x/hari
- Jumlah : 600 cc Bau : khas Warna : kuning
- Alat bantu : tidak
- Masalah : tidak ada
- Penggunaan diuretika x/hari, jenis
- Lain-lain
BAB
- Pola BAB : Teratur,
25
6. Pola kegiatan/aktivitas : berinteraksi dengan keluarga dan
dibantu keluarga bila ke kamar mandi
2. EKG
Tanggal : 17 Desember 2018
Hasil : Normal Sinus Rhythm
26
IX. Penatalaksanaan / terapi
27
XI. ANALISA DATA
RR : 18 x/i
T : 37,0˚C
KGD : 296
28
KGD : 296 mg/dl Kelemahan fisik
Intoleransi aktivitas
Tubuh kekurangan
kalori
Kelemahan fisik
Resiko jatuh
29
XII. DIAGNOSA KEPERAWATAN
30
mmHg ) - Anjurkan pasien untuk
meminimalkan aktivitas
yang dapat
menyebabkan kepala
pusing misal ; mengejan
saat buang air besar,
batuk panjang,
membungkuk
- Bantu pasien dalam
ambulasi sesuai
- kebutuhan
- Kolaborasi dengan tim
dokter dalam pemberian
terapi.
2. Intoleransi aktivitas Setalah dilakukan Energi management :
tindakan keperawatan Amati reaksi pasien
3x24 jam, pasien terhadap aktivitas, tidak
dapat mencapai daya ada RR diatas 20x/i
tahan tubuh baik Catatlah kenaikkan
dengan Kritera Hasil tekanan darah selama
: dan setelah beraktivitas,
Berpartisipasi apak ada lemah, letih,
dalam kebutuhan pusing.
aktivitas fisik tanpa Ajarkan pasien teknik
disertai menghemat energi
peningkatan tekan seperti duduk pada saat
darah, nadi da RR. menyisir rambut dan
Mampu melakukan beraktivitas dengan
aktivitas sehari-hari dengan lambat.
secara mandiri. Anjurkan menjaga diri
Mampu pada saat menghadapi
menunjukkan aktivitas yang progresif
31
berkurangnya
tanda-tanda
physiologi
intoleransi.
3. Gangguan pola tidur Setelah dilakukan Peningkatan tidur :
tindakan 2x24 jam Tentukan pola aktivitas
diharapkan pasien tidur pasien
dapat mencapai tidur Jelaskan pentingnya
dengan kriteria hasil : pola tidur normal pada
Tidur efektif pasien
Waktu tidur Ajarkan pasien untuk
teratur memonitor pola tidur
Perasaan segar normal
setelah tidur. Diskusikan dengan
pasien dan keluarga
tentang teknik
peningkatan pola tidur
Anjurkan pasien untuk
banyak istrahat.
32
membetulkanlantai yang
rusak, dan
memeberikanpeganggan
dalam kamar mandi
Diskusi untuk monitoring
dan intervensi padakondisi
Kolaborasi pemberian
analgesic jika nyerimuncul
saat akan memulai
aktivitas.
33
XIV. Catatan Perkembangan
32
tentang penyakit aktivitas lain.
yang
TD : 161/90 mmHg
dideritanya dan
pentingnya tidur KGD 2 jam PP : 228
normal. mg/dl
Bantu klien
A: Masalah sebagian teratasi
untuk
mengurangi P: Intervensi dilanjutkan
resiko jatuh
Menganjurkan
pasien untuk
mengurangi
makan makanan
yang
mengandung
garam
Menganjurkan
pasien untuk
istrahat cukup
TD : 131/87mmHg
Memantau TTV
KGD : 228 mg/dl
Cek KGD
A : Masalah teratasi sebagian
33
Menjelaskan
pada keluarga
pasien dan
pasien
penanganan
penyakit di
rumah
34
BAB IV
PENUTUP
A. Kimpulan
Setelah melakukan asuhan keperawatan selama tiga hari dan melakukan pengkajian
kembali baik secara teoritis maupun secara tinjauan kasus didapatkan simpulan sebagai
berikut:
1. Pada pengkajian yang dilakukan terhadap Ny. S didapatkan hasil pasien mengatakan
sakit kepala terus menerus yang dirasakan ± 2 hari ini, oyong.
5. Diagnosa yang muncul pada kasus yaitu: Gangguan perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial, Intoleransi aktivitas b/d
kelemahan umum d/d pasien tampak lemas dan dibantu oleh keluarga bila ke kamar
mandi atau melakukan aktivitas lain, gangguan pola tidur b/d adanya nyeri kepala d/d
pasien tidur siang 1 jam dan malam 4 jam, resiko jatuh b/d kesulitan dalam hal
beraktivitas d/d pasien dibantu oleh keluarga bila ke kamar mandi dan melakukan
aktivitas lain
2. Pada hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan bahwa pasien mengalami kenaikkan
Kadar Gula Darah yaitu 298 mg/dl
3. Intervensi yang muncul dalam teori, tidak sepenuhnya dijadikan intervensi oleh penulis,
untuk intervensi yang penulis utamakan yaitu: pantau tekanan darah, ajari teknik
relaksasi, kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian terapi .
4. Hasil yang didapatkan setelah dilakukan asuhan keperawatan selama tiga hari
mendapatkan hasil yang cukup mengurangi keluhan pasien. Diagnosa gangguan perfusi
jaringan serebral masalah teratasi sebagian dan pasien PBJ
B. Saran
Setelah penulis melakukan studi kasus, penulis mengalami beberapa hambatan dalam
penulisan ini. Namun, dengan bantuan dari berbagai pihak penulis mampu menyelesaikan
tugas ini tepat pada waktunya. Demi kemajuan selanjutnya maka penulis menyarankan
kepada:
1. Pasien agar lebih kooperatif, selalu memperhatikan serta tidak melakukan hal-hal
yang menyimpang dari petunjuk dokter/perawat. Bila dirumah harus dapat menjaga
diri agar tidak terjadi komplikasi yaitu penyakit stroke.
35
2. Untuk perawatan pasien dengan hipertensi, harus ada kerjasama antara perawat
ruangan dan keluarga agar selalu memberikan informasi tentang perkembangan
kesehatan pasien dan memberi pendidikan kesehatan pada keluarga yang paling
sederhana dan senantiasa memotivasi pasien dan keluarga untuk selalu menjaga pola
makan, jangan terlalu banyak pikiran, dan jangan lupa untuk berolahraga..
3. Perawat sebagai tim kesehatan yang paling sering berhubungan dengan pasien sangat
perlu meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan agar mampu merawat pasien secara
komprehensif dan optimal. Dan perawat juga harus bekerjasama dengan tim
kesehatan lain (dokter, ahli gizi ) dalam melakukan perawatan / penanganan pasien
dengan hipertensi.
36