Professional Documents
Culture Documents
Disease (COPD)
PENGKAJIAN
Pada pengkajian dilakukan wawancara dan pemeriksaan laboratorium untuk memperoleh informasi
dan data yang akan digunakan sebagai dasar untuk menemukan masalah keperawatan dan
membuat rencana asuhan keperawatan pasien.
IDENTITAS KLIEN
Melliputi nama, usia, jenis kelamin, agama, alamat rumah, pendidikan terakhir, suku bangsa, status
perkawinan, pekerjaan, dan diagnosa medis.
o Stress emosional.
o Polusi udara.
3. Pemeriksaan fisik :
o Peningkatan dispnea.
o Takipnea.
o Gejala yang menetap pada penyakit dasar: Asthma
o Batuk (mungkin produktif atau non produktif), dan perasaan dada seperti terikat.
o Mengi saat inspirasi maupun ekspirasi yang dapat terdengar tanpa stetoskop.
o Batuk produktif dengan sputum berwarna putih keabu-abuan, yang biasanya terjadi
pada pagi hari.
o Sesak nafas
o Penampilan sianosis
o Pembengkakan umum atau “blue bloaters” (disebabkan oleh edema asistemik yang
terjadi sebagai akibat dari kor pulmunal).
Emphysema
o Penampilan fisik kurus dengan dada “barrel chest” (diameter thoraks anterior
posterior meningkat sebagai akibat hiperinflasi paru-paru).
4) Pemeriksaan diagnostik
3. FEV1 selalu menurun = derajat obstruksi progresif Penyakit Paru Obstruktif Kronik
o PaO2 menurun, PCO2 meningkat, sering menurun pada astma. PH normal asidosis,
alkalosis respiratorik ringan sekunder.
Transfer gas (kapasitas difusi).
Sputum :
Streptococcus pneumoniae.
Hemophylus influenzae.
Moraxella catarrhalis.
Radiologi :
Gejala :
Dispnea pasa saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan Tanda :
Keletihan
Gelisah, insomnia
Kelemahan umum/kehilangan massa otot.
SIRKULASI
Gejala :
INTEGRITAS EGO
Gejala :
MAKANAN/CAIRAN
Gejala :
Mual/muntah
penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat badan meninjukkan edema
(bronchitis) Tanda :
Edema dependen
Berkeringat
HIGIENE
Gejala :
PERNAFASAN
Gejala :
Nafas pendek (timbul tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala menonjol pada emfisema)
khususnya pada kerja; cuaca atau episode berulangnya sulit nafas (asma); rasa dada
tertekan, ketidakmampuan untuk bernafas (asma) Batuk menetap dengan produksi sputum
setiap hari (terutama pada saat bangun) selama minimum 3 bulan berturut-turut tiap tahun
sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum (hijau, puith, atau kuning) dapat banyak sekali
(bronchitis kronis)
Episode batuk hilang timbul, biasanya tidak produksi pada tahap dini meskipun dapat
menjadi produktif (emfisema)
Riwayat pneumonia berulang, terpajan pada polusi kimia/iritan pernafasan dalam jangka
panjang (mis. Rokok sigaret) atau debu/asap (mis.asbes, debu batubara, rami katun, serbuk
gergaji)
Tanda :
Bunyi nafas : mungkin redup dengan ekspirasi mengi (emfisema); menyebar, lembut atau
krekels lembab kasar (bronchitis); ronki, mengi sepanjang area paru pada ekspirasi dan
kemungkinan selama inspirasi berlanjut sampai penurunan atau tidak adanya bunyi nafas
(asma)
Perkusi : Hiperesonan pada area paru (mis. Jebakan udara dengan emfisema); bunyi pekak
pada area paru (mis. Konsolidasi, cairan, mukosa)
Warna : pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku; abbu-abu keseluruhan; warna merah
(bronchitis kronis, “biru mengembung”). Pasien dengan emfisema sedang sering disebut
“pink puffer” karena warna kulit normal meskipun pertukaran gas tak normal dan frekuensi
pernafasan cepat.
Tabuh pada jari-jari (emfisema)
KEAMANAN
Gejala :
Adanya/berulang infeksi
Kemerahan/berkeringat (asma)
SEKSUALITAS
INTERAKSI SOSIAL
Gejala :
pathway ppok
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagosa keperawatan yang mungkin muncul pada Penyakit Paru Obstruktif Menahun antara lain :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sputum
ditandai dengan sesak
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik ditandai dengan ekspresi nyeri,
melaporkan nyeri secara verbal
6. Risiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat, fungsi silia menurun/
statis sekret, kerusakan jaringan akibat infeksi yang menyebar, malnutrisi, terkontaminasi
oleh lingkungan, kurang infeksi tentang infeksi kuman.
pathway ppok
patway ppok
woc ppok
lp ppok pdf
Categories: ASKEP | Tags: artikel laporan pendahuluan ppok paru, askep ppok, cara laporan
pendahuluan ppok keperawatan, laporan pendahuluan ppok pdf, laporan pendahuluan ppok
terbaru, lp ppok, lp ppok pdf, pathway ppok | Leave a comment
Laporan Pendahuluan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) atau chronic Obstructive Pulmonary
Disease (COPD)
DEFINISI
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh
hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel
parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya (Perhimpunan
Dokter Paru Indonesia, 2003). Bronkitis kronik merupakan kelainan saluran napas yang ditandai oleh
batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut –
turut, tidak disebabkan penyakit lainnya. Sedangkan emfisema adalah suatu kelainan anatomis paru
yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding
alveoli
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) adalah suatu penyakit yang dikarakteristikkan oleh adanya
hambatan aliran udara secara kronis dan perubahan-perubahan patologi pada paru, dimana
hambatan aliran udara saluran nafas bersifat progresif dan tidak sepenuhnya reversibel dan
berhubungan dengan respon inflamasi yang abnormal dari paruparu terhadap gas atau partikel yang
berbahaya. (Hariman, 2010)
EPIDEMIOLOGI
Pada studi populasi selama 40 tahun, didapati bahwa hipersekresi mukus merupakan suatu gejala
yang paling sering terjadi pada PPOK, penelitian ini menunjukkan bahwa batuk kronis, sebagai
mekanisme pertahanan akan hipersekresi mukus di dapati sebanyak 15-53% pada pria paruh umur,
dengan prevalensi yang lebih rendah pada wanita sebanyak 8-22%.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa menjelang tahun 2020 prevalensi PPOK akan
meningkat sehingga sebagai penyebab penyakit tersering peringkatnya meningkat dari ke-12
menjadi ke-5 dan sebagai penyebab kematian tersering peringkatnya juga meningkat dari ke-6
menjadi ke-3. Pada 12 negara Asia Pasifik, WHO menyatakan angka prevalensi PPOK sedang-berat
pada usia 30 tahun keatas, dengan rerata sebesar 6,3%, dimana Hongkong dan Singapura dengan
angka prevalensi terkecil yaitu 3,5% dan Vietnam sebesar 6,7%.
Indonesia sendiri belumlah memiliki data pasti mengenai PPOK ini sendiri, hanya Survei Kesehatan
Rumah Tangga DepKes RI 1992 menyebutkan bahwa PPOK bersamasama dengan asma bronkhial
menduduki peringkat ke-6 dari penyebab kematian terbanyak di Indonesia.Tingkat morbiditas dan
mortalitas PPOK sendiri cukup tinggi di seluruh dunia. Hal ini di buktikan dengan besarnya kejadian
rawat inap, seperti di Amerika Serikat pada tahun 2000 terdapat 8 juta penderita PPOK rawat jalan
dan sebesar 1,5 juta kunjungan pada Unit Gawat Darurat dan 673.000 kejadian rawat inap. Angka
kematian sendiri juga semakin meningkat sejak tahun 1970, dimana pada tahun 2000, kematian
karena PPOK sebesar 59.936 pada priaberbanding dengan 59.118 pada wanita.
Pertambahan penduduk
Meningkatnya usia rata-rata penduduk dari 54 tahun pada tahun 1960-an menjadi 63 tahun
pada tahun 1990-an
Industrialisasi
ETIOLOGI
Ada tiga faktor yang mempengaruhi timbulnya COPD yaitu rokok, infeksi dan polusi, selain itu pula
berhubungan dengan faktor keturunan, alergi, umur serta predisposisi genetik, tetapi belum
diketahui dengan jelas apakah faktor-faktor tersebut berperan atau tidak.
1. Rokok >> Menurut buku report of the WHO expert comitte on smoking control, rokok adalah
penyebab utama timbulnya COPD. Secara fisiologis rokok berhubungan langsung dengan
hiperflasia kelenjar mukosa bronkusdanmetaplasia skuamulus epitel saluran pernapasan.
Juga dapat menyebabkanbronkokonstriksi akut. Menurut Crofton & Doouglas merokok
menimbulkan pula inhibisi aktivitas sel rambut getar, makrofage alveolar dan surfaktan.
2. Infeksi >> Infeksi saluran pernapasan bagian atas pada seorang penderita bronchitiskoronis
hampir selalu menyebabkan infeksi paru bagian bawah, sertamenyebabkan kerusakan paru
bertambah. Ekserbasi bronchitis kronisdiperkirakan paling sering diawali dengan infeksi
virus, yang kemudianmenyebabkan infeksi sekunder oleh bakteri
3. Polusi >> Polusi zat-zat kimia yang dapat juga menyebabkan brokhitis adalahzat pereduksi
seperti CO2, zat-zat pengoksidasi seperti N2O, hydrocarbon,aldehid dan ozon. (Ilmu penyakit
dalam, 1996:755).
Ventilasi yang tidak memadai di alveoli karena adanya kelainan yang menambah kerja ventilasi yaitu
dengan penambahan tahanan jalan udara. Mekanisme terjadinya obstruksi. a. Intraluminer
Akibat infeksi dan iritasi yan menahun pada lumen bronkus, sebagian bronkus tertutup oleh secret
yang berlebihan.
Intramular
Ekstramular.
Kelainan terjadi di luar saluran pernapasan. Destruksi dari jaringan paru mengakibatkan
hilangnya kontraksi radial dinding bronkus ditambahdengan hiperinflamasi jeringan paru
menyebabkan penyempitan salurannapas. (Kapita Selekta,1982:218)
MANIFESTASI KLINIS
tanda gejala yang umum muncul pada pasien dengan COPD atau PPOK adalah sebagai berikut:
Batuk produktif, pada awalnya intermiten, dan kemudian terjadi hampir tiap hari seiring
waktu
sputum putih atau mukoid, jika ada infeksi menjadi purulen atau mukupurulent sesak
sampai menggunakan otot-otot pernafasan tambahan untuk bernafas Batuk dan
ekspektorasi,dimana cenderung meningkat dan maksimal pada pagi hari
Sesak nafas setelah beraktivitas berat terjadi seiring dengan berkembangnya penyakit pada
keadaan yang berat, sesak nafas bahkan terjadi dengan aktivitas minimal dan bahkan pada
saat istirahat akibat semakin memburuknya abnormalitas pertukaran udara.
Pada penyakit yang moderat hingga berat, pemeriksaan fisik dapat memperlihatkan
penurunan suara nafas, ekspirasi yang memanjang, ronchi, dan hiperresonansi pada perkusi
Anoreksia
Takikardia, berkeringat
Hipoksia
Semua penyakit pernapasan dikaraktaristikan oleh obstruksi koronis pada aliran udara. Penyebab
utama obstruksi bermacam-macam, misalnya:
Pelengketan mukosa
Penyempitan lumen jalan napas
Takipnea
KLASIFIKASI
1. Asma bronkial: suatu penyakit yang ditandai dengan tanggapan reaksi yang meningkat dari
trakea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa
kesukaran bernafas yang disebabkan penyempitan menyeluruh dari saluran pernafasan.
2. Bronkitis kronik: gangguan klinis yang ditandai dengan pembentukan mukus yang berlebihan
dalam bronkus dan dimanifestasikan dalam bentuk batuk kronis serta membentuk sputum
selama 3 bulan dalam setahun, minimal 2 tahun berturut-turut.
3. Emfisema: perubahan anatomi parenkim paru ditandai dengan pelebaran dinding alveolus,
duktus alveolar, dan destruksi dinding alveolar (Muttaqin, 2008).
PATOFISIOLOGI
Inhalasi asap rokok atau gas berbahaya lainnya mengaktifkan makrofag dan sel epitel untuk
melepaskan faktor kemotoktik yang merekrut lebih banyak makrofag dan neutrofil. Kemudian,
makrofag dan neutrofil ini melepaskan protease yang merusak ekemen struktur pada paru-paru.
Protease sebenarnya dapat diatasi dengan antiprotease endogen namun tidak berimbangnya
antiprotease terhadap dominasi aktivitas protease yang pada akhirnya akan menjadi predisposisi
terhadap perkembangan PPOK. Pembentukan spesies oksigen yang sangat reaktif seperti
superoxide, radikal bebas hydroxyl hydrogen peroxide telah diidentifikasi sebagai faktor yang
berkontribusi terhadap patogenesis karena substansi ini dapat meningkatkan penghancuran
antiprotease.
Inflamasi kronik mengakibatkan metaplasia pada dinding epitel bronkial, hipersekresi mukosa,
peningkatan masa otot halus, dan fibrosis. Terdapat pula disfungsi silier pada epitel, menyebabkan
terganggunya klirens produksi mukus yang berlebihan . Secara klinis, proses inilah yang
bermanifestasi sebagai bronkitis kronis, ditandai oleh batuk produktif kronis. Pada parenkim paru,
penghancuran elemen struktural yang dimediasi protease menyebabkan emfisema. Kerusakan sekat
alveolar menyebabkan berkurangnya elastisitas recoil pada paru dan kegagalan dinamika saluran
udara akibat rusaknya sokongan pada saluran udara kecil non- kartilago. Keseluruhan proses ini
mengakibatkan obstruksi paten pada saluran nafas dan timbulnya gejala patofisiologis lainnya yang
karakteristik untuk PPOK
Obstruksi saluran udara menghasilkan alveoli yang tidak terventilasi aatu kurang terventilasi; perfusi
berkelanjutan pada alveoli ini akan menyebabkan hypoksemia (PaO2 rendah) oleh ketidakcocokan
antara ventilasi dan aliran darah (V∕Q tidak sesuai ). Ventilasi dari alveoli yang tidak berperfusi atau
kurang berpefusi meningkatkan ruang buntu (Vd), menyebabkan pembuangan CO2 yang tidak
efisien. Hiperventilasi biasanya akan terjadi untuk mengkompensasi keadaan in, yang kemudian akan
meningkatkan kerja yang dibutuhkan untuk mengatasi resistensi saluran nafas yang telah meningkat,
pada akhirnya proses ini gagal, dan terjadilah retensi CO2 (hiperkapnia) pada beberapa pasien
dengan PPOK berat.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan rutin
1) Faal paru
Uji bronkodilator
o Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter.
Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 – 20 menit
kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE <20%
nilai awal dan < 200 ml. Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
Radiologi >> Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain.
Pada emfisema terlihat gambaran : Hiperinflasi, Hiperlusen, Ruang retrosternal melebar,
Diafragma mendatar, Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop
appearance). Pada bronkitis kronik : Normal, corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 %
kasus
1) Faal paru
Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total (KPT), VR/KRF,
VR/KPT meningkat
Sgaw meningkat
Jentera (treadmill)
Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK terdapat
hipereaktiviti bronkus derajat ringan
Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison atau
metilprednisolon) sebanyak 30 – 50 mg per hari selama 2minggu yaitu peningkatan VEP1
pascabronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat
kenaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid
Terutama untuk menilai: Gagal napas kronik stabil, Gagal napas akut pada gagal napas kronik
6) Radiologi
o Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau bula yang
tidak terdeteksi oleh foto toraks polos
1) edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil. Edukasi pada
PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan
progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan
perburukan fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat reversibel, menghindari pencetus
dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi atau tujuan pengobatan dari asma.
5. Penyesuaian aktivitas
2) Obat- Obatan
Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan disesuaikan
dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi,
nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan
pemberian obat lepas lambat ( slow release ) atau obat berefek panjang ( longacting ).
Macam – macam bronkodilator :
o Golongan antikolinergik >> Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping
sebagai bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali perhari ).
o Golongan agonis beta-2 >> Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak,
peningkatan jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi.
Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek
panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak
dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip
untuk mengatasi eksaserbasi berat.
o Kombinasi antikolinergik dan agonis beta-2 >> Kombinasi kedua golongan obat ini
akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja
yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan
mempermudah penderita.
o Golongan xantin >> Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan
jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau
puyer untuk mengatasi sesak ( pelega napas ), bentuk suntikan bolus atau drip untuk
mengatasi eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan
kadar aminofilin darah.
Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena, berfungsi
menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau prednison. Bentuk
inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu
terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.
Antibiotika
Antioksidan
Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat perbaikan
eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous. Mengurangi
eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.
Antitusif
3) Terapi oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan sel dan
jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan
oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ – organ lainnya.
Indikasi
Pao2 diantara 55 – 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor Pulmonal, perubahan P
pullmonal, Ht >55% dan tanda – tanda gagal jantung kanan, sleep apnea, penyakit paru lain
Terapi oksigen dapat dilaksanakan di rumah maupun di rumah sakit. Terapi oksigen di rumah
diberikan kepada penderita PPOK stabil derajat berat dengan gagal napas kronik. Sedangkan di
rumah sakit oksigen diberikan pada PPOK eksaserbasi akut di unit gawat daruraat, ruang rawat
ataupun ICU. Pemberian oksigen untuk penderita PPOK yang dirawat di rumah dibedakan :
5) Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya kebutuhan energy akibat
kerja muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan
terjadi hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi
dengan derajat penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah. Malnutrisi dapat dievaluasi
dengan :
Mengatasi malnutrisi dengan pemberian makanan yang agresis tidak akan mengatasi masalah,
karena gangguan ventilasi pada PPOK tidak dapat mengeluarkan CO2 yang terjadi akibat
metabolisme karbohidrat. Diperlukan keseimbangan antara kalori yang masuk denagn kalori yang
dibutuhkan, bila perlu nutrisi dapat diberikan secara terus menerus (nocturnal feedings) dengan pipa
nasogaster. Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa tinggi lemak rendah karbohidrat.
Kebutuhan protein seperti pada umumnya, protein dapat meningkatkan ventilasi semenit oxygen
comsumption dan respons ventilasi terhadap hipoksia dan hiperkapni. Tetapi pada PPOK dengan
gagal napas kelebihan pemasukan protein dapat menyebabkan kelelahan.
6) Rehabilitasi
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan memperbaiki kualiti hidup
penderita PPOK. Program dilaksanakan di dalam maupun diluar rumah sakit oleh suatu tim
multidisiplin yang terdiri dari dokter, ahli gizi, respiratori terapis dan psikolog. Program rehabilitiasi
terdiri dari 3 komponen yaitu : latihan fisis, psikososial dan latihan pernapasan.
Tujuan penatalaksanaan pada keadaan stabil adalah untuk mempertahankan fungsi paru,
meningkatkan kualiti hidup, mencegah eksaserbas. Penatalaksanaan PPOK stabil dilaksanakan di
poliklinik sebagai evaluasi berkala atau dirumah untuk mempertahankan PPOK yang stabil dan
mencegah eksaserbasi. Penatalaksanaan di rumah ditujukan untuk mempertahankan PPOK yang
stabil. Beberapa hal yang harus diperhatikan selama di rumah, baik oleh pasien sendiri maupun oleh
keluarganya Penatalaksanaan di rumah meliputi :
Penggunakan obat-obatan dengan tepat.
Terapi oksigen
Rehabilitasi
Evaluasi / monitor terutama ditujukan pada tanda eksaserbasi, efek samping obat.
Penanganan eksaserbasi akut dapat dilaksanakan di rumah (untuk eksaserbasi yang ringan) atau di
rumah sakit (untuk eksaserbasi sedang dan berat) Penatalaksanaan eksaserbasi akut ringan
dilakukan dirumah oleh penderita yang telah diedukasi dengan cara :
Menambahkan mukolitik
Menambahkan ekspektoran
Bila dalam 2 hari tidak ada perbaikan penderita harus segera ke dokter. Penatalaksanaan
eksaserbasi akut di rumah sakit dapat dilakukan secara rawat inap. Penanganan di ruang
rawat untuk eksaserbasi sedang dan berat (belum memerlukan ventilasi mekanik)
Terapi pembedahan
Bulektomi
Bedah reduksi volume paru (BRVP) / lung volume reduction surgey (LVRS) 3) Transplantasi
paru
Lp copd
laporan ppok
lp penyakit ppok
lp ppok terbaru
Categories: Laporan Pendahuluan | Tags: artikel laporan pendahuluan ppok paru, askep ppok, cara
laporan pendahuluan ppok keperawatan, laporan pendahuluan ppok pdf, laporan pendahuluan ppok
terbaru, lp ppok, lp ppok pdf, pathway ppok, PPOK nanda nic noc | Leave a comment
March 2019
M T WT F S S
« Aug
1 2 3
4 5 6 7 8 9 10
11 12 13 14 15 16 17
18 19 20 21 22 23 24
25 26 27 28 29 30 31
Categories
o ASKEP
o Diagnosa (Triple N)
o Laporan Pendahuluan
o NANDA
o NIC
o NOC
o Uncategorized
Recent Posts
o Diare
o RISIKO CIDERA