You are on page 1of 12

a

Abstrak

Dapat kita ketahui bahwa empedu merupakan sebuah organ yang berguna untuk melisiskan
lemak dalam tubuh. Apa bila batu yang menghambat empedu dan terdapat batu pada ductus
sistikus yang mungkin dapat menyebabkan terjadinya radang pada kandung empedu. Pada
pemeriksaan USG akan menunjukan batu empedu pada 90-95% kasus, pada kolesistitis akan
terdapatnya tanda nyeri pada abdomen kanan atas, terkadang rasa nyeri akan berpindah
hingga menuju disekitar punggung atau bahu kanan atas, gejala yang lain juga ada seperti
mual atau muntah, rasa nyeri pada abdomen kanan, demam, rasa sakit memburuk ketika
menarik nafas yang dalam, sakit lebih dari 1 jam terlebih ketika setelah makan makanan
berlemak. Pencegahan yang dapat diakukan untuk menghindari dari terjadinya kolesistitis ini
adalah dengan mengurangkan faktor-faktor risiko yang menyebabkan terjadinya proses
peradangan di kandung empedu. Diet yang diambil haruslah diet yang seimbang dan
kurangkan pengambilan makanan yang berlemak di samping olahraga yang rutin.
Kata kunci: kolesistitis, batu empedu, lemak

Abstract

We can know that the bladder is an organ that is useful to lyse fat in the body. If the stone
which inhibits bile and there are stones in the cystic duct that may cause inflammation of the
gallbladder. On ultrasound examination will show gallstones in 90-95% of cases, the
presence of cholecystitis will mark abdominal pain in the upper right, sometimes the pain will
move up to head around the back or right shoulder top, the symptoms are also present such
as nausea or vomiting, pain in the abdomen right, fever, pain worsened as deep breathing,
sick more than 1 hour especially when after eating fatty foods. Prevention can be done to
avoid the occurrence of cholecystitis is to reduce risk factors that cause an inflammatory
process in the gall bladder. Diet is taken to be a balanced diet and subtract taking fatty foods
in addition to regular exercise.
Keywords: cholecystitis, gall stone, fat.

Pendahuluan

Kolesistitis terjadi ketika ductus obstruksi kista pada duktus berkepanjangan yang
mengakibatkan peradangan pada dinding kandung empedu. Pada kolesistitis akut
berkembang di sekitar 20% dari pasien dengan kolik bilier jika mereka tidak diobati. Hal ini
membuat kita sadar bahwa kesehatan tubuh yang sulit disembuhkan justru merupakan organ
Kolesistitis akut

yang jarang mendapatkan perhatian sepeti empedu, kita tau bahwa empedu merupakan
sebuah organ yang berguna untuk melisiskan lemak dalam tubuh. Apa bila batu yang
menghambat empedu dan terdapat batu pada ductus sistikus yang menyebabkan terjadinya
radang pada kandung empedu.

Tujuan dari penulisan tinjauan pustaka ini adalah agar pembacanya dapat mengerti
tentang gambaran penyakit kolestisitis akut secara umum dalam anamnesis, pemeriksaan
fisik, diagnosis banding, pemeriksaan penunjang, diagnosis kerja, etiologi, epidemiologi,
patofisiologi, manifestasi klinik, komplikasi, penatalaksanaan, pencegahan dan prognosis.

Anamnesis

Anamnesis adalah suatu wawancara yang bertujuan untuk mengetahui informasi


mengenai keadaan pasien.1 Anamnesis dapat dilakukan baik secara langsung (autoanamnesis)
maupun tidak langsung (alloanamnesis). Untuk pasien baru, sebaiknya dilakukan anamnesis
komprehensif agar mendapatkan informasi yang lengkap mengenai keadaan dan riwayat
kesehatan pasien tersebut. Sedangkan untuk pasien lainnya dapat dilakukan anamnesis
spesifik yang berkaitan dengan keluhannya.2

Pada orang dewasa, terdapat tujuh komponen dari anamnesis komprehensif, yaitu
identifikasi data yang meliputi nama, usia, jenis kelamin, alamat, agama, suku bangsa,
pekerjaan, dan status perkawinan; keluhan utama yang menyebabkan pasien mencari
perawatan; riwayat penyakit sekarang yang memberatkan keluhan utama dan
mendeskripsikan lokasi, kualitas, kuantitas, waktu, kondisi saat terjadi gejala, faktor yang
memperburuk atau meredakan, dan manifestasi hal-hal lain yang terkait gejala; riwayat
pasien yang terdiri dari daftar penyakit dahulu dalam empat kategori (medis, bedah,
obstetric/ginekologi, dan psikiatri); riwayat keluarga yang mencakup daftar penyakit keluarga
dan keadaan anggota keluarga; riwayat pribadi dan sosial; dan tinjauan sistem mengenai
gejala yang umum pada masing-masing sistem tubuh.2

Dari hasil anamnesis didapatkan seorang wanita 46 tahun mengeluh dirasa nyeri di
ulu hati terus menerus semenjak 2 minggu yang lalu, demam tinggi 2 hari yang lalu, mual
terus menerus, mata kuning namun tidak disadari.

Pemeriksaan Fisik

2
Kolesistitis akut

Sebelum melakukan pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan terlebih dahulu penampilan


pasien. Apakah pasien tersebut tampak sakit berat, sakit ringan, atau sehat. Kemudian perlu
juga diperhatikan tingkat kesadaran pasien tersebut dan apakah pasien tersebut dalam
keadaan yang gawat, seperti nyeri, gelisah atau depresi, atau kesulitan jantung dan
pernapasan. Warna kulit dan lesi yang jelas juga perlu diperhatikan, begitu juga dengan
pakaian, kebersihan, dan bau badannya. Ekspresi wajah, postur, dan aktivitas motorik juga
dianggap penting untuk diperhatikan. Pasien pada kasus ini tampak sakit sedang dengan
kesadaran kompos mentis,

Pemeriksaan TTV penting untuk dilakukan sebelum melakukan pemeriksaan fisik


yang spesifik. Pemeriksaan ini meliputi tekanan darah, denyut nadi, frekuensi pernapasan,
dan suhu tubuh. TTV memberikan informasi awal yang kritis dan biasanya berpengaruh pada
pemeriksaan. Hasil pemeriksaan TTV pada kasus ini adalah sebagai berikut: tekanan darah
110/70 mmHg, denyut nadi 98x/menit, napas 24x/menit, suhu tubuh pasien 38,5C

Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, auskultasi, perkusi, dan palpasi yang dilakukan
secara berurutan. Dari hasil pemeriksaan fisik pada kasus ini didapatkan pasien memiliki
sklera ikterik dan demam.

Pemeriksaan Penunjang

Karena hasil dari anamnesis dan pemeriksaan fisik belum cukup untuk menemukan
diagnosis kerja yang benar, maka dibutuhkan pemeriksaan penunjang. Maka akan didapatkan
hasil pemeriksaan darah lengkap ditemukan leukositosis, dilakkukan pemeriksaan gangguan
tes fungsi hati ditemukan bilirubin dan alkali pospatase meningkat, alkaline pospat akan
meningkat pada 25% pasien dengan kolisistitis, didapatkan SGOT 207 dan SGPT 1,2 , pada
bilirubin didapatkan hasil bilirubin total 2,7 dan bilirubin direk 1,2.

Jika pada keadaan kadar amilase atau lipase serum yang mencolok mengarah pada
kecurigaan adanya pankreatitis akut. harusnya dilakukan pemeriksaan USG abdomen, jika
dilakukan pemeriksaan USG akan menunjukan batu empedu pada 90-95% kasus, dinding
empedu yang menebal (edema), batu dan saluran empedu ekstrahepatik dan tanda Murphy
sonografik. Cairan perikolesistik koleskinitgrafi misalnya mempergunakan zat radioaktif
HIDA akan memastikan diagnosis bila menampakkan saluran empedu tanpa visualisasi
kandung empedu, yang merupakan bukti adanya obstruksi ductus sitikus. CT scan abdomen
pada kasus ini pilihan yang kurang tepat karna kurang sensitif dan mahal, namun mampu

3
Kolesistitis akut

memperlihatakan adanya batu empedu, penebalan dinding kandung empedu dan juga abses
perikolistik yang masih kecil dan tidak terlihat di USG.3,4

Diagnosis Banding

Diagnosis banding yang dapat diperoleh dari pemeriksaan fisik adalah kolelitiasis,
koledokolitiasis, pankreatitis akut.

Kolelitiasis

Kolelitiasis berpengaruh ketika gejala batu empedu muncul, dengan konsentrasi yang
terbentuk pada traktus billiaris, biasanya pada kantung empedu. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan gejala yang serupa ada penyakit kolesistitis akut kadang dijumpai adanya demam,
tachycardia persistent, hipotensi, dan jaundice. Secara laboratorium pemeriksaannya normal
pada pemeriksaan CT scan ditemukan adanya batu pada bagian distal common biliary
ductus.5

Koledokolotiasis

Koledokolotiasis terjadi apabila batu menumpuk pada common biliary duct, teridiri
dari 2 tipe koledokolitiasis seperti primer dan sekunder. Pada koledokolitiasis primer adalah
batu empedu yang terbentuk di dalam saluran empedu sedangkan koledokolitiasis sekunder
merupakan batu kandung empedu yang bermigrasi masuk ke duktus koledokus melalui
duktus sistikus. Kelainan laboratorim berupa peningkatan bilirubin serum, peningkatan
fosfatase alkali, gamma GT serta peningkatan transaminase serum. Kadang infeksi timbul
lebih akut dan cairan empedu menjadi purulen. Duktus koledokus menebal dan melebar, dan
kolangitis ini dapat menyebar ke dalam saluran empedu intrahepatik dan menimbulkan abses
hati, dan pakreatitis bilier.6

Pankreatitis Akut

Pangkreatitis akut didefinisikan sebagai radang pancreas oleh enzim secara mendadak
dan menyeluruh, yang diduga disebabkan oleh lepasnya enzim-enzim pancreas yang bersifat
litik dan aktif ke dalam parenkim kelenjar pancreas. Penyakit ini paling sering ditemukan
pada usia menengah dan sering kali dikatikan dengan penyakit saluran empedu dan
alkoholisme. Terdapatnya udem atau obstruksi dari ampula/papilla Vateri yang menyebabkan
refluks isi duodenum atau cairan empedu ke dalam saluran pancreas atau trauma langsung
pada sel-sel asinar. Ciri-ciri pasien pankreatitis akut dengan gejala klinis sedang sampai berat

4
Kolesistitis akut

akan tampak keluhan sebagai berikut : lebih dari 90% pasien mangalami nyeri seperti ditusuk
pada midepigastrium yang menyebar ke punggung dalam beberapa menit atau jam. Rasa
perut penuh akan berkurang apa bila posisi pasien dalam keadaan duduk atau melengkung
seperti bayi di dalam kandungan.7

Diagnosis Kerja

Pada pasien yang terdiagnosis kolesistisis akut dimulai ketika pasien mulai
menyebutkan gejala pada dokter, lalu pada pemeriksaan fisik. Ketika terasa adanya rasa sakit
pada bagian atas kanan pada abdomen, maka harus dilakukan pengecekan dengan ultrasound
sehingga dapat mendeteksi batu empedu, penebalan pada dinding kantung empedu, cairan
ekstra intestinal, dan tanda-tanda lain dari kolesistisis. Pada pengecekan juga didapatkan
ukuran dan bentuk dari kantung empedu. Pada pasien wanita 46 tahun ini mengalami
kolesistisis akut pada saat dilakukan pemeriksaan lab dan usg.3,4

Etiologi

Faktor risiko untuk kolesistitis kalkulus serupa dengan kolelitiasis yakni seperti jenis
kelamin perempuan lebih berpengaruh, pada kelompok etnis tertentu seperti pada keturunan
Skandinavia, Pima India, dan populasi Hispanik, dan kurang umum ditemukan pada orang-
orang yang berasal dari daerah sahara pada Afrika dan Asia, kemudian pada Amerika
Serikat, orang kulit putih memiliki prevalensi lebih tinggi dari pada orang kulit hitam, dan
pada pasien obesitas atau penurunan berat badan yang cepat sekali, juga ada pada obat-
obatan terlebih dengan terapi hormon pada wanita, pada masa kehamilan, dan pada
peningkatnya usia lanjut. Sedangkan pada kolesistitis Acalculous berkaitan dengan kondisi
yang menyebabkan empedu stasis, yaitu pada penyakit kritis, pada operasi besar atau trauma /
luka bakar hebat, pada keadaan sepsis, pada pasien dengan pemberian nutrisi parenteral
dengan jangka panjang, puasa yang lama Pada pasein dengan gangguan jantung, termasuk
infark miokard , pada penyakit sel sabit, infeki salmonella , diabetes mellitus , pada pasien
dengan AIDS postif yang juga menderita infeksi sitomegalovirus, pada keadaan
kriptosporidiosis, atau mikrosporidiosis, pada pasien yang immunocompromised memiliki
risiko terkena kolesistitis akibat infeksi dari beberapa jenis kuman yang berbeda, juga pada
kasus idiopatik.3,8

Epidemiologi

5
Kolesistitis akut

Diperkirakan pada 10-20 % orang Amerika memiliki batu empedu , dan sebanyak
sepertiga dari orang-orang ini menderita kolesistitis akut. Penatalaksanaan kolesistektomi
berdampak baik untuk kolik bilier berulang atau untuk kolesistitis akut merupakan prosedur
bedah yang paling umum dilakukan oleh dokter bedah umum, dengan prevalensi sekitar
500.000 operasi per tahun. Insiden kolesistitis meningkat seiring dengan bertambahnya usia.
Penjelasan fisoologis untuk meningkatnya insiden penyakit batu empedu pada populasi lanjut
usia tidak jelas. Peningkatan insiden pada pria lanjut usia diduga berkaitan dengan perubahan
rasio hormon androgen terhadap estrogen.3,5

Distribusi jenis kelamin untuk batu empedu adalah 2-3 kali lebih sering pada wanita
dibandingkan pada pria, sehingga insiden kolesistitis calculous juga lebih tinggi pada wanita.
Pada wanita dengan kadar progesteron yang tinggi pada masa kehamilan dapat menyebabkan
empedu stasis, sehingga insiden penyakit kandung empedu pada wanita hamil juga tinggi.3

Patofisiologi

Pada kasus kolesistitis 90% kasus kolesistitis melibatkan batu di saluran kistik
(kolesistitis calculous), dan 10% sisanya merupakan kasus kolesistitis acalculous . Kolesistitis
calculous akut disebabkan oleh tersumbatnya duktus sistikus hingga menyebabkan distensi
kandung empedu . Seiring membesarnya ukuran kantong empedu, aliran darah dan drainase
limfatik menjadi terganggu hingga menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis mukosa.

Biasanya sumbatan ini disebabkan karna adanya batu empedu yang mempunyai 2 tipe
yaitu batu kolesterol dan batu pigmen. Pada batu kolesterol, cairan empedu yang
disupersaturasi dengan kolesterol dilarutkan dalam daerah hidrofobik dan senyawa lain dan
membentuk matriks batu. Pada batu pigmen terdiri dari dua bentuk yaitu batu pigmen murni
dan batu kalsium bilirubinat. Ciri khas dari batu pigmen murni yaitu memiliki massa yang
lebih kecil dan sangat keras, terlihat dengan warna hijau hingga warna hitam.

Proses terbentuknya batu ini berhubungan dengan sekresi pigmen dalam jumlah yang
meningkat atau pembentukan pigmen abnormal yang mengendap didalam empedu. Sirosis
dan statis biliaris merupakan predisposisi pembentukan batu pigmen. Pada batu empedu yang
mengobstruksi ductus sistikus menyebabkan cairan emmpedu menjadi statis dan kental,
kolesterol dan lesitin menjadi pekat dan seterusnya akan merusak mukosa kandung empedu
diikuti reaksi inflamasi atau peradangan dan terjadi supurasi.

6
Kolesistitis akut

Sementara itu mekanisme yang akurat dari kolesistitis akalkulus tidaklah jelas namun
beberapa teori mencoba menjelaskan bahwa radang mungkin disebabkan karna terjadi akibat
kondisi dipertahakannya konsentrat empedu, zat yang sangat berbahaya di kandung empedu,
hingga keadaan tertentu. Seperti pada kondisi puasa berkepanjangan, kantong empedu tidak
pernah menerima stimulus dari kolesistokinin (CCK) untuk mengosongkan isinya, dengan
begitu, empedu terkonsentrasi dan tetep stagnan di lumen.3,8,9

Manifestasi Klinik

Gejala tersering pada kolesistitis yaitu terdapatnya tanda nyeri pada abdomen kanan
atas, terkadang rasa nyeri akan berpindah hingga menuju disekitar punggung atau bahu kanan
atas, gejala yang lain juga ada seperti mual atau muntah, rasa nyeri pada abdomen kanan,
demam, rasa sakit memburuk ketika menarik nafas yang dalam, sakit lebih dari 1 jam terlebih
ketika setelah makan makanan berlemak. Keluhan untuk ringan dan berat sangat bervariasi
tergantung dengan adanya kelainan inflamasi yang ringan sampai dengan gangrene atau
perforasi kandung empedu.7

Ikterus pada kolesistitis sering ditemukan sekitar 20% kasus, umumnya dengan
derajat ringan yaitu kondisi bilirubin <4,0 mg/dl. Apa bila konsentrasi bilirubin tinggi, perlu
dipikirkan adanya batu di saluran empedu ekstra hepatic misalnya ductus koledokus.
Gejalanya juga bertambah buruk setelah makan-makanan berlemak. Pada pasien dengan usia
tua dan disertai dengan diabetes mellitus, tanda dan gejala pada kolesisititis tidak akan terlalu
spesifik bahkan yang muncul mungkin hanya mual saja.7

Komplikasi

Kolesistitis akut tidak jarang menjadi kolesistitis rekuren, dimana terkadang dapat
berkembang menjadi gangren, empyema dan juga perforasi kantung empedu, abses hati serta
peritonitis. Proliferasi bakteri pada kandung empedu yang mengalami obstruksi dapat
menimbulkan empiema pada organ bersangkutan. Pasien dengan empiema mungkin akan
mengalami reaksi toksik yang ditandai demam yang sering dan leukositosis. Bila ditemukan
ada empiema, pasien seringkali memerlukan penanganan kolesistektomi. Pada kasus yang
jarang terjadi, sebuah batu empedu yang besar dapat mengikis dinding kandung empedu dan
keluar ke organ viseral lain yang berdekatan, biasanya ke duodenum. Sehingga, batu empedu

7
Kolesistitis akut

tersebut dapat melekat di ileum terminal atau di bulbus/pylorus duodenum, menyebabkan


ileus paralitik batu empedu (gallstone ileus).

Kolesistitis Emfisematosa terjadi pada sekitar 1 % kasus dan ditandai dengan adanya
gas dalam dinding kandung empedu akibat invasi organisme yang memproduksi gas, seperti
Escherichia coli, Clostridia perfringens, dan spesies Klebsiella. Komplikasi ini lebih sering
terjadi pada pasien dengan diabetes, laki-laki, dan 28 % pada kolesistitis akalkulus. Karena
tingginya insiden gangren dan perforasi, kolesistektomi darurat dianjurkan. Perforasi dapat
terjadi hingga 15 % dari keseluruhan kasus. Komplikasi lainnya termasuk sepsis dan
pankreatitis.3,10

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pasien dengan kolesistitis tergantung pada derajat keparahan serta


ada tidaknya komplikasi yang menyertai. Kasus yang tanpa disertai komplikasi seringkali
dapat berobat jalan saja namun pada kasus yang disertai komplikasi harus dengan terapi
pembedahan. Pada pasien yang tidak stabil, drainase perkutaneus kolesistostomi transhepatik
dapat sangat membantu. Antibiotik dapat diberikan untuk mengatasi infeksi. Terapi definitif
diantaranya : kolesistektomi disertai penempatan alat drainase, dan bila terdapat batu maka
ERCP juga merupakan pilihan yang baik.3,11

Pasien kolesistitis yang rawat inap dan akan dioperasi sebaiknya tidak mendapat asupan
makanan per oral, kecuali bila kolesistitisnya tanpa komplikasi , pasien masih diijinkan
makan dalam bentuk cair serta rendah lemak per oral hingga tiba saatnya operasi.

Antibiotik juga diberikan untuk mengobati septicemia serta mencegah terjadinya


peritonitis dan empyema. Antibiotik pada fase awal memiliki fungsi yang penting untuk
mencegah komplikasi mikroorganisme seperti Escherichia coli, Streptococcus faecalis,
Klebsiella, namun juga sering ditemukan kuman anaerob seperti Bacteriodes dan
Clostridium. Obat-obatan suportif dapat diberikan seperti pengatur kestabilan hemodinamik,
antibiotik untuk mengtasi bakteri gram negatif usus dan bakteri anaerobik, terutama bila
curiga adanya infeksi saluran empedu. Antibiotik yang dapat dipilih seperti golongan
sefalosporin, metronidazole, ampisillin sulbaktam, dan ureidopenisilin. Bila terdapat emesis
dapat diberikan antiemesis dan suction nasogastrik. Karena sering terjadi progesi yang cepat
dari kolesistitis akalkulus menjadi gangren dan perforasi, deteksi dan intervensi dini sangat
dibutuhkan.3,11
8
Kolesistitis akut

Terapi definitive kolesistisis akut adalah kolesistektomi dan sebaiknya dilakukan


kolesitektomi laparoskopik secepatnya dalam waktu 2-3 hari dalam hitungan 7 hari dari onset
gejala atau tunggu 6-10 minggu selepas diterapi dengan pengobatn karna akan mengurani
waktu pengobatan rumah sakit. Beberapa dokter memilih terapi operatif dini untuk
menghindari timbulnya gangrene atau komplikasi kegagalan terapi konservatif. Beberapa
dokter bedah lebih menyukai menunggu dan mengobati pasien dengan harapan menjadi lebih
baik selama perawatan, dan mencadangkan tindakan bedah bila kondisi pasien benar-benar
stabil, dengan dasar pemikiran bahwa aspek teknik kolesistektomi akan lebih mudah bila
proses inflamasi telah mulai menyembuh. Terapi operatif lanjut ini merupakan pilihan yang
terbaik karna operasi dini akan menyebabkan penyebaran infeksi ke rongga peritoneum dan
teknik operasi akan menjadi lebih sulit karna proses inflamasi akut di sekitar ductus akan
mengaburkan gambaran anatomi. Apabila diberlakukannya kasus emergensi atau ada
komplikasi seperti empyema atau perforasi maka harus segera dilakukan kolesistektomi.3,9,11

Kolesistektomi laparoskopik, pasien dapat keluar rumah sakit dalam 1-2 hari
pascaoperasi dengan jaringan parut minimal dan dapat beraktivitas lebih cepat.
Kolesistektomi laparoskopi merupakan terapi bedah standar untuk kolesistitis. Kolesistektomi
dini yang dilakukan dalam 72 jam setelah pasien masuk rumah sakit, memberikan
keuntungan dari sisi medis maupun sosioekonomi. Pada pasien yang hamil, kolesistektomi
laparoskopi dinyatakan aman untuk semua umur kehamilan namun paling aman pada
trimester kedua. CT Scan yang dilakukan 72 jam sebelum operasi sangat membantu
mendeteksi adanya kolesistitis gangrenosa yang ditandai denga adanya defek pada dinding
kandung empedu, cairan di perikolesistik dan tidak ditemukan adanya batu empedu. Pada
pasien yang memerlukan penangan secepatnya, namun dalam keadaan sakit keras atau sangat
berisiko tinggi untuk kolesistektomi, pasien harus diterapi secara medis dengan pemberian
cairan, antibiotika, dan analgesic, bila terapi ini gagal, maka peril dipertimbangkan suatu
kolesistotomi perkutan.3,9,11

Di sini, isi kandung empedu dikeluarkan dan lumen didrainase dengan kateter yang
ditinggalkan. Pada pasien yang mengalami kolesistosomi dan telah sembuh dari keadaan
akut, harus dilakukan kolesitektomi 6-8 minggu kemudian bila kondisi medis cukup baik.
Komplikasi yang sering dijumpai pada tindakan ini yaitu trauma saluran empedu, perdarahan
dan kebocoran empedu. Menurut kebanyakan ahli bedah tindakan koleisteksomi laparoskopik
ini sekalipun invasive mempunyai kelebihan seperti mengurangi rasa nyeri pasca operasi,

9
Kolesistitis akut

menurunkan angka kematian, secara kosmetik lebih baik, serta memperpendek lama
perawatan di rumah sakit dan mempercepat aktifitas pasien.3,9,11

Prognosis

Kolesistitis tanpa komplikasi memiliki prognosis yang sangat baik, dengan tingkat
kematian sangat rendah. Kebanyakan pasien dengan kolesistitis akut memiliki remisi lengkap
dalam waktu 1-4 hari. Namun, sekitar 25-30% pasien memerlukan operasi ataupun menderita
beberapa komplikasi. Komplikasi yang terjadi seperti seperti perforasi atau bisa terkena
gangren, yang akan menyebabkan terjadinya prognosis pada penderita kolisistitis akut
menjadi kurang menguntungkan. Perforasi terjadi pada 10-15% kasus. Tingkat keparahan
kolesistitis akut memiliki dampak pada risiko cedera duktus empedu iatrogenik selama
kolesistektomi. dua kali lipat dari risiko untuk mempertahankan lesi bilier pada pasien
dengan kolesistitis akut berkelanjutan dibandingkan dengan mereka yang tidak kolesistitis
akut.12

Pencegahan

Pencegahan yang dapat diakukan untuk menghindari dari terjadinya kolesistitis ini
adalah dengan mengurangkan faktor-faktor risiko yang menyebabkan terjadinya proses
peradangan di kandung empedu. Seperti pada faktor yang menyebabkan pembentukan batu
empedu seperti hyperlipidemia dan obesitas. Diet yang diambil haruslah diet yang seimbang
dan kurangkan pengambilan makanan yang berlemak di samping olahraga yang rutin.11

Penutup

Kolesistitis adalah peradangan pada dinding kandung empedu yang ditandai dengan
gejala seperti nyeri perut kanan atas, demam, mual terus menerus. Pada kolesisititis akan
dibagi berdasarkan penyebabnya seperti akut kalkulus karna batu atau akut alkakulus tanpa
batu.

10
Kolesistitis akut

Pada wanita berusia 46 tahun ini memiliki gejala yang serupa, pada pasien dengan
penerima nutrisi parenteral total resiko untuk menderita kolisititis akut tanpa batu. Pada
penyakit ini harus segera ditangani dengan cepat jika tidak maka harus segera dilakukan
tindakan bedah kolesistektomi untuk menghentikan radang. Untuk mencegah hal tersebut
maka pasien disarankan untuk mengurangkan faktor-faktor risiko yang menyebabkan
terjadinya proses peradangan di kandung empedu. Seperti pada faktor yang menyebabkan
pembentukan batu empedu seperti hyperlipidemia dan obesitas. Diet yang diambil haruslah
diet yang seimbang dan kurangkan pengambilan makanan yang berlemak di samping
olahraga yang rutin.

11
Kolesistitis akut

DAFTAR PUSTAKA

1. Hartanto YB, Nirmala WK, Ardy, Setiono S, Dharmawan D, Yoavita, et.al.,


penyunting. Kamus saku kedokteran dorland. Edisi ke-28. Jakarta: EGC; 2008: h. 52.
2. Bickley LS, Szilagyi PG. Bates’ guide to physical examination and history taking.
11th edition. China: Lippincott Williams & Wilkins; 2013: p. 6-13, 56-7, 114-9.
3. Alan AB, BS A, Julian K. Cholecystitis. Medscape online. 15 April 2016.
Downloaded from http://emedicine.medscape.com/article/171886-overview#a5, 12
Juni 2016.
4. Ali NK, John K. Acute cholecystitis imaging. Medscape online. 10 Nov 2015.
Downloaded from http://emedicine.medscape.com/article/365698-overview#a3, 12
Juni 2016.
5. Heuman DM, Jeff A, Anastasios AM. Gallstone (cholelithiasis). Medscape online. 14
April 2016. Downloaded from http://emedicine.medscape.com/article/175667-
overview#a1. 12 Juni 2016.
6. Pridady. Kolesistitis. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, editor. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Jilid I. Ed 5. Jakarta: Interna Publishing; 2010.h 718-20.
7. Sulaiman HA, Akbar HN, Lesmana LA, Noer HMS. Buku ajar ilmu penyakit hati. Ed
1. Jakarta : CV Sagung Seto; 2012. H 175-7, 184, 603-7
8. Healthwise staff, E Gregory T, Arvydas DV. Cholecystitis. Emedicinehealth. 15 July
2011. Downloaded from http://www.emedicinehealth.com/cholecystitis-
health/article_em.htm, 12 Juni 2016.
9. Emmanuel A, Stephan I. Gastroenterologi dan hepatology. Jakarta: Erlangga; 2014.
10. Ndraha S. Bahan Ajar Gastroenterohepatologi. Penyakit Batu Empedu. Edisi ke-1.
Jakarta ; Fakultas Kedokteran Ukrida. 2013. Hal 82-69.
11. Nurman A. Batu empedu. Dalam : Sulaiman HA, Akbar NA, Lesmana LA, Noer
HMS. Buku ajar ilmu penyakit hati. Jakarta: Jaya Abadi; 2007. H 161.
12. Siddiqui T, Macdonald A, Chong PS, et al. Early versus delayed laparascopic
cholecystecsomy for acute cholecystitis : a meta-analysis of randomized clinical trials.
Am J Surg. Jan 2008 ; hal 40-7.

12

You might also like