You are on page 1of 17

“GIZI BURUK/KURANG”

OLEH : KELOMPOK II

 RAHMANI
 FAJRI
 SURATMAN KAYANO
 HERMANSYAH

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM MAKASSAR

MAKASSAR

2015
ASUHAN KEPERAWATAN

GIZI BURUK/KURANG

I. KONSEP MEDIS
A. DEFINISI
Malnutrisi (gizi buruk) adalah suatu istilah umum yang merujuk pada
kondisi medis yang disebabkan oleh diet yang tak tepat atau tak cukup.
Walaupun seringkali disamakan dengan kurang gizi yang disebabkan oleh
kurangnya konsumsi, buruknya absorpsi, atau kehilangan besar nutrisi atau
gizi, istilah ini sebenarnya juga mencakup kelebihan gizi (overnutrition)
yang disebabkan oleh makan berlebihan atau masuknya nutrien spesifik
secara berlebihan ke dalam tubuh. Seorang akan mengalami malnutrisi jika
tidak mengkonsumsi jumlah atau kualitas nutrien yang mencukupi untuk
diet sehat selama suatu jangka waktu yang cukup lama. Malnutrisi yang
berlangsung lama dapat mengakibatkan kelaparan, penyakit, dan infeksi.
Tanda-tanda dari banyak kasus malnutrisi yaitu ketika cadanagn nutrisi
dihabiskan dan nutrisi serta energi yang masuk tidak mencukupi untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari atau tidak memenuhi tanbahan metabolic
yang meningkat.
Defisiensi gizi dapat terjadi pada anak yang kurang mendapatkan
masukan makanan dalam waktu lama. Istilah dan klasifikasi gangguan
kekurangan gizi amat bervariasi dan masih merupakan masalah yang pelik.
Walaupun demikian, secara klinis digunakan istilah malnutrisi energi dan
protein (MEP) sebagai nama umum. Penentuan jenis MEP yang tepat harus
dilakukan dengan pengukuran antropometri yang lengkap (tinggi badan,
berat badan, lingkar lengan atas dan tebal lipatan kulit), dibantu dengan
pemeriksaan laboratorium
Gizi buruk adalah keadaan kekurangan energi dan protein tingkat berat
akibat kurang mengkonsumsi makanan yang bergizi dan atau menderita
sakit dalam waktu lama. Itu ditandai dengan status gizi sangat kurus
(menurut BB terhadap TB) dan atau hasil pemeriksaan klinis menunjukkan
gejala marasmus, kwashiorkor atau marasmik kwashiorkor.
B. ETIOLOGI
1. Penyebab langsung
 Kurangnya asupan makanan: Kurangnya asupan makanan sendiri
dapat disebabkan oleh kurangnya jumlah makanan yang diberikan,
kurangnya kualitas makanan yang diberikan dan cara pemberian
makanan yang salah.
 Adanya penyakit: Terutama penyakit infeksi, mempengaruhi
jumlah asupan makanan dan penggunaan nutrien oleh tubuh.
2. Penyebab tidak langsung
 Kemiskinan keluarga
 Tingkat pendidikan dan pengetahuan orang tua yang rendah
 Sanitasi lingkungan yang buruk
 Pelayanan kesehatan yang kurang memadai
Selain itu ada beberapa penyebab dari gizi buruk seperti :
 Balita tidak mendapat makanan pendanping ASI (MP-ASI) pada
umur 6 bulan atau lebih
 Balita tidakmendapat ASI ekslusif (ASI saja) atau sudah mendapat
makanan selain ASI sebelum umur 6 bulan
 Balita tidakmendapat makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada
umur 6 bulan atau lebih
 MP-ASI kurang dan tidak bergizi
 Setelah umur 6 bulan balita jarang disusui
 Balita menderita sakit dalam waktu lama,seperti diare,campak,
TBC, batukpilek
 Kebersihan diri kurang dan lingkungan kotor.
C. KLASIFIKASI
Untuk kepentingan praktis di klinik maupun di lapangan klasifikasi
MEP ditetapkan dengan patokan perbandingan berat badan terhadap umur
anak sebagai berikut:
1. Berat badan 60-80% standar tanpa edema : gizi kurang (MEP ringan)
2. Berat badan 60-80% standar dengan edema : kwashiorkor (MEP berat)
3. Berat badan <60% : marasmus (MEP berat)
4. Berat badan <60% : marasmik kwashiorkor (MEP berat)

Keterangan Gizi Baik(%) Gizi Kurang(%) Gizi Buruk(%)


BB/U 80-100 60-80 <60
TB/U 95-100 85-95 <85
BB/TB 90-100 70-90 <70
LLA/U 85-100 70-85 <70
LLA/TB 85-100 75-85 <75

Malnutrisi , secara umum dibedakan menjadi marasmus dan kwashiorkor.


1. Marasmus adalah suatu keadaan kekurangan kalori protein berat.
Namun, lebih kekurangan kalori dari pada protein. Penyebab
marasmus adalah sebagai berikut:
 Intake kalori yang sedikit.
 Infeksi yang berat dan lama, terutama infeksi enteral.
 Kelainan struktur bawaan.
 Prematuritas dan penyakit pada masa neonates.
 Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan
tambahan yang cukup.
 Gangguan metabolisme.
 Tumor hipotalamus.
 Penyapihan yang terlalu dini disertai dengan pemberian makanan
yang kurang.
2. Kwashiorkor adalah suatu keadaan di mana tubuh kekurangan protein
dalam jumlah besar. Selain itu, penderita juga mengalami kekurangan
kalori. Penyebabnya adalah:
 Intake protein yang buruk.
 Infeksi suatu penyakit.
D. PATOFISIOLOGI
Kondisi KKP akan memberikan pengaruh terhadap banyak sistem
organ. Diet protein diperlukan untuk membentuk asam amino yang
disintesis memiliki berbagai fungsi fisiologis untuk tubuh. Energy yang
esensial untuk keperluan biomekanis da fungsi mekanis yang terdapat pada
mikronutrient diperlukan pada banyak fungsi metabolic di dalam tubuh
sebagai komponen dan kofaktor dari proses enzim.
Gangguan pekembangan, gangguan kognitif, atau gangguan psikologi,
serta perubahan respon imum merupakan faktor signifikan yang
menyebabkan terjadinya KKP. Perubahan respon imun berhubungan
dengan individu yang menderita AIDS dan keganasan. Penurunan
hipersensitivitas, penurunan kadar T limfosit, gangguan respon limfosit,
gangguan fagositosis, penurunan komplemen dan sitokrit merupakan
respon yang terjadi pada penurunan imunitas. Perubahan fungsi imun ini
memberikan predisposisi terjadinya penyakit berat dan kronis, terutama
pada diare akibat infeksi menyebabkan gangguan nutrisi. (shashidhar,
2009).
Pada beberapa studi, anak dengan KKP menggambarkan banyak
perubahan pada perkembangan otak seperti lambatnya pertumbuhan besar
otak, berat otak yang kurang, penipisan kortek serebri, pernurunan jumlah
neuron, insufisiensi mielen, dan perubahan dendrite pada sum-sum tulang
belakang (benitez, 1999). Perubahan patologis lainnya adalah degenerasi
lemak pada hati dan jantung, atrofi pada usus halus, dan penurunan volume
intravaskuler yang memberikan resiko hiperaldosteronisme (shashidhar,
2009).
Rambut mudah rontok dikarenakan kekurangan perotein, vitamin A,
vitamin C, dan vitamin E karena keempat elemen ini merupakan nutrisi
yang penting bagi rambut. Pasien juga mengalami rabun senja. Rabun senja
terjadi Karena defisiensi Vitamin A dan protein. Pada retina, terdapat sel
batang dan sel kerucut. Sel batang berfungsi membedakan cahaya terang
dan gelap. Sel batan atau rodopsin ini terbentuk dari vitamin A dan suatu
protein. Pada retina, terdapat sel batang dan sel kerucut. Sel batang
berfungsi membedakan cahaya terang dan gelap. Sel batang atau rodopsin
ini terbentuk dari vitamin A dan suatu protein. Jika cahaya terang mengenai
sel rodopsin, makasel tersebut akan terurai. Sel tersebut. Mengumpulkan
lagi pada cahaya gelap. Inilah yang disebut Adaptasi rodopsin.adaptasi in
butuh waktu. Jadi, rabun senja kecil terjadi karena kegagalan atau
kemunduran adaptasi rodopsin (Abayomi, 2004).
Turgor atau elastisitas kulit jelek Karena sel kekurangan air
(dehidrasi). Refleks patella negarif terjadi Karena kekurangan aktin
myosin pada tendo patella dan degenerasi saraf motorik akibat dari
kekurangan protein, Cu, dan Mg seperti pada gangguan neurotransmitter.
Pada anak kwashiorkor didapatkan gejala khas yaitu pitting edema.
Pitting edema adalah edema yang jika di tekan, sulit kembali seperti
semula. Pitting edema disebabkan oleh kurangnya protein sehingga tekanan
onkotik intravascular menurun. Jika hal ini terjadi, maka terjadi
ekstravasasi plasma ke intertisial. Plasma masuk ke intertisial, tidak ke
intrasel, karena pada penderita kwashiorkor tidak ada kompensasi dari
ginjal untuk reabsorpsi natrium. Padahal natrium berfungsi menjaga
keseimbangan cairan tubuh. Pada penderita kwashiorkor, selain defisiensi
protein juga defisiensi malnutrien. Ketika ditekan, maka plasma pada
intertisial lari ke daerah sekitarnya karena tidak terfiksasi oleh membrane
sel. Untuk kembalinya membutuhkan waktu yang lama karena posisi sel
yang rapat. Edema biasanya terjadi pada ekstremitas bawah karena
pengaruh gaya gravitasi, tekanan hidrostatik dan onkotik (Muller, 2005).
Kondisi KKP memberikan berbagai masalah keperawatan.
PENYIMPANGAN KDM

E. MANIFESTASI KLINIS
1. Secara umum anak tampak sembab, letargik, cengeng, dan mudah
terangsang. Pada tahap lanjut anak menjadi apatik, sopor atau koma.
2. Gejala terpenting adalah pertumbuhan yang terhambat, berat dan tinggi
badan lebih rendah dibandingkan dengan BB baku. Penurunana BB ini
tidak mencolok atau mungkin tersamar bila dijumpai edema anasarka.
3. Sebagian besar kasus menunjukkan adanya edema, baik derajat ringan
maupun berat. Edema ini muncul dini, pertama kali terjadi pada alat
dalam, kemudian muka, lengan, tungkai, rongga tubuh, dan pada
stadium lanjut mungkin edema anasarka.
4. Jaringan otot mengecil dengan tonusnya yang menurun, jaringan
subkutan tipis dan lembek.
5. Kelainan gastrointestinal yang mencolok adalah anoreksia dan diare.
Diare terdapat pada sebagian besar penderita, yang selain
infeksipenyebabnya mungkin karena gangguan fungsi hati, pankreas,
atau usus (atrofi). Intoleransi laktosa juga bisa terjadi.
6. Rambut berwarna pirang, berstruktur kasar dan kaku, serta mudah
dicabut. Pada tahap lanjut, terlihat lebih kusam, jarang, kering, halus,
dan berwarna pucat atau putih, juga dikenal signo de bandero.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium: kadar gula darah, darah tepi lengkap, feses
lengkap, elektrolit serum, protein serum (albumin, globulin), feritin.
Pada pemeriksaan laboratorium, anemia selalu ditemukan terutama jenis
normositik normokrom karena adanya gangguan sistem eritropoesis
akibat hipoplasia kronis sumsum tulang di samping karena asupan zat
besi yang kurang dalam makanan, kerusakan hati dan gangguan
absorbsi. Selain itu dapat ditemukan kadar albumin serum yang
menurun
2. Pemeriksaan radiologi (dada, AP dan lateral) juga perlu dilakukan untuk
menemukan adanya kelainan pada paru.
3. Tes mantoux
4. EKG
G. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan pada KKP adalah pemberian diet tinggi kalori dan
tinggi protein, serta mencegah kekambuhan. Pada KKP tanpa komplikasi
dapat berobat jalan asal diberi penyuluhan mengenai pemberian makanan
yang baik, sedangkan penderita yang mengalami komplikasi serta
dehidrasi, syok, asidosis, dan lain-lain perlu mendapat perawatan dirumah
sakit.
Penatalaksanaan KKP yang dirawat di RS dibagi dalam beberapa
tahap. Tahap awal yaitu 24-48 jam pertama merupakan masa kritis, yaitu
tindakan untuk menyelamatkan jiwa, antara lain mengoreksi keadaan
dehidrasi atau asidosis dengan pemberian cairan intravena. Cairan yang
diberikan ialah larutan darrow-glucosa atau ringer lactate dextrose 5%.
Cairan diberikan sebanyak 200ml/kgBB/hari. Mula-mula diberikan
60ml/kgBB pada 4-8 jam pertama. Kemudian 140 ml sisanya diberikan
dalam 16-20 jam berikutnya. Tahap kedua yaitu penyesuaian. Sebagian
besar penderita tidak memerlukan koreksi cairan dan elektrolit sehingga
dapat langsung dimulai dengan penyesuaian terhadap pemberian makanan
(IDAI, 2004).
Antibiotik perlu diberikan karena penderita marasmus sering disertai
infeksi. Pilihan obat yang dipakai ialah procain penicillin atau gabungan
penicillin dan streptomycin. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai
berikut:
1. Kemungkinan hipoglikemia dilakukan pemeriksaan dengan dextrostix.
Bila kadar gula darah kurang dari 40% diberikan terapi 1-2 ml glukosa
40%/kgBB/IV.
2. Hiptermia diatasi dengan penggunaan selimut atau tidur dengan ibunya.
Dapat diberikan botol panas atau pemberian makanan sering tiap 2
jam.pemantauan penderita dapat dilakukan dengan cara penimbangan
berat badan, pengkuran tinggi badan, serta tebal lemak subkutan. Pada
minggu-minggu pertama sering belum dijumpai pertambahan berat
badan. Setelah tercapai penyesuaian barulah dijumpai penambahan
berat badan.
Penderita boleh dipulangkan bila terjadi kenaikan sampai kira-kira 90% BB
normal menurut umurnya, bila nafsu makan telah kembali dan penyakit
infeksi telah teratasi. Penderita yang telah kembali nafsu makannya
dibiasakan untuk mendapat makanan biasa seperti yang dimakan sehari-
hari.
II. KONSEP KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Anamnesa
a. Identitas: paling sering terjadi pada anak-anak laki-laki maupun
perempuan.
b. Keluhan utama: Kelelahan dan kekurangan energy, pusing, sistem
kekebalan tubuh yang rendah (yang mengakibatkan tubuh kesulitan
untuk melawan infeksi), kulit yang kering dan bersisik, gusi
bengkak dan berdarah, gigi yang membusuk, sulit untuk
berkonsentrasi dan mempunyai reaksi yang lambat, berat badan
kurang, pertumbuhan yang lambat, kelemahan pada otot, perut
kembung, tulang yang mudah patah, tertdapat masalah pada fungsi
organ tubuh.
c. Riwayat penyakit sekarang: Kelelahan dan kekurangan energy,
pusing, sistem kekebalan tubuh yang rendah (yang mengakibatkan
tubuh kesulitan untuk melawan infeksi), kulit yang kering dan
bersisik, gusi bengkak dan berdarah, gigi yang membusuk, sulit
untuk berkonsentrasi dan mempunyai reaksi yang lambat, berat
badan kurang, pertumbuhan yang lambat, kelemahan pada otot,
perut kembung, tulang yang mudah patah, terdapat masalah pada
fungsi organ tubuh.
d. Riwayat penyakit dahulu:
 Penyebab langsung: Kurangnya asupan makanan, adanya
penyakit.
 Penyebab tidak langsung: Kurangnya ketahanan pangan
keluarga (keluarga untuk menghasilkan atau mendapatkan
makanan), kualitas perawatan ibu dan anak, buruknya
pelayanan kesehatan, sanitasi lingkungan yang kurang.
e. Riwayat keluarga: mengidentifikasi komposisi keluarga,
lingkungan rumah dan komunitas, pendidikan dan pekerjaan
anggota keluarga, fungsi dan hubungan anggota keluarga, kultur
dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan,
persepsi keluarga tetang penyakit pasien (abayomi, 2004)
f. Pola ADL:
 Nutrisi: mengeluh sering buang air besar, melaporkan
penurunan berat badan terus-menerus meskipun meningkatkan
asupan nutrisi oral, mual, muntah, riwayat kekurangan protein
dan kalori relative lama.
 Eliminasi: mengeluh sering buang air besar,
melaporkan sering diare.
 Aktivitas: kelelahan, kelemahan otot, merasa pusing atau
lemah ketika berdiri.
 Hygiene: kurang kebersihan diri.
2. Pengkajian Fisik
Pengkajian secara umum dilakukan dengan metode head to too
yang meliputi: keadaan umum dan status kesadaran, tanda-tanda vital,
area kepala dan wajah, dada, abdomen, ekstremitas dan genito-urinaria.
Fokus pengkajian pada anak dengan Marasmus-Kwashiorkor
adalah pengukuran antropometri (berat badan, tinggi badan, lingkaran
lengan atas dan tebal lipatan kulit). Tanda dan gejala yang mungkin
didapatkan adalah:
 Penurunan ukuran antropometri
 Perubahan rambut (defigmentasi, kusam, kering, halus, jarang dan
mudah dicabut)
 Gambaran wajah seperti orang tua (kehilangan lemak pipi), edema
palpebra
 Tanda-tanda gangguan sistem pernapasan (batuk, sesak, ronchi,
retraksi otot intercostal)
 Perut tampak buncit, hati teraba membesar, bising usus dapat
meningkat bila terjadi diare.
 Edema tungkai
 Kulit kering, hiperpigmentasi, bersisik dan adanya crazy pavement
dermatosis terutama pada bagian tubuh yang sering tertekan
(bokong, fosa popliteal, lulut, ruas jari kaki, paha dan lipat paha).
 Inspeksi
 Lihat keadaan klien apakah kurus, ada edema pada muka atau
kaki
 Lihat warna rambut, kering dan mudah dicabut
 Mata cekung dan pucat
 Pada marasmus terlihat pergerakan usus
 Auskultasi
 dengar denyut jantung apakah terdengar bunyi S1, S2, S3 serta
S4
 bagaimana dengan tekanan darahnya
 dengarkan juga bunyi peristaltik usus
 bunyi paru – paru terutama weezing dan ronchi
 Perkusi
 perut apakah terdengar adanya shitting duilnees
 bagaimana bunyinya pada waktu melakukan perkusi
 Palpasi
 hati : bagaimana konsistensinya, kenyal, licin dan tajam pada
permukaannya. Berapa besarnya dan apakah ada nyeri tekan
 pada marasmus usus terasa dengan jelas
 limpa : apakah terjadi pembesaran limpa
 tungkai : apakah ada pembesaran pada tungkai
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d asupan yang tidak
adekuat, anoreksia dan diare.
2. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d asupan kalori dan
protein yang tidak adekuat.
3. Kerusakan integritas kulit b/d perubahan status cairan ditandai dengan
kerusakan lapisan kulit, gangguan permukaan kulit.
4. Resiko infeksi b/d daya tahan tubuh menurun
5. Kurang pengetahuan b/d kurang informasi tentang kondisi, prognosi
dan kebutuhan nutrisi

C. INTERVENSI
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d asupan yang tidak
adekuat, anoreksia dan diare.
Tujuan : Klien akan menunjukkan pening-katan status gizi.
Kriteria:
a. Keluarga klien dapat menjelaskan penyebab gangguan nutrisi yang
dialami klien, kebutuhan nutrisi pemulihan, susunan menu dan
pengolahan makanan sehat seimbang.
b. Dengan bantuan perawat, keluarga klien dapat mendemonstrasikan
pemberian diet (per sonde/per oral) sesuai program dietetik.
Intervensi:
Intervensi Rasional
a. Jelaskan kepada keluarga a. Meningkatkan
tentang penyebab malnutrisi, pemahaman keluarga
kebutuhan nutrisi pemulihan, tentang penyebab dan
susunan menu dan pengolahan kebutuhan nutrisi untuk
makanan sehat seimbang, pemulihan klien sehingga
tunjukkan contoh jenis sumber dapat meneruskan upaya
makanan ekonomis sesuai status terapi dietetik yang telah
sosial ekonomi klien diberikan selama
b. Tunjukkan cara pemberian hospitalisasi.
makanan per sonde, beri b. Meningkatkan partisipasi
kesempatan keluarga untuk keluarga dalam
melakukannya sendiri. pemenuhan kebutuhan
c. Laksanakan pemberian nutrisi klien, mempertegas
roborans sesuai program terapi. peran keluarga dalam
d. Timbang berat badan, ukur upaya pemulihan status
lingkar lengan atas dan tebal nutrisi klien.
lipatan kulit setiap pagi. c. Roborans meningkatkan
nafsu makan, proses
absorbsi dan memenuhi
defisit yang menyertai
keadaan malnutrisi.
d. Menilai perkembangan
masalah klien.
2. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d asupan kalori dan
protein yang tidak adekuat
Tujuan: Klien akan mencapai pertumbuhan dan perkembangan sesuai
standar usia.
Kriteria : Pertumbuhan fisik (ukuran antropometrik) sesuai standar
usia.
Intervensi:
Intervensi Rasional
a. Ajarkan kepada orang tua a. Meningkatkan
tentang standar pertumbuhan pengetahuan keluarga
fisik dan tugas-tugas tentang keterlambatan
perkembangan sesuai usia anak. pertumbuhan dan
b. Lakukan pemberian makanan/ perkembanga anak.
minuman sesuai program terapi b. Diet khusus untuk
diet pemulihan pemulihan malnutrisi
c. Lakukan pengukuran antropo- diprogramkan secara
metrik secara berkala. bertahap sesuai dengan
d. Lakukan stimulasi tingkat kebutuhan anak dan
perkembangan sesuai dengan kemampuan toleransi
usia klien. sistem pencernaan
c. Menilai perkembangan
masalah klien.
d. Stimulasi diperlukan
untuk mengejar
keterlambatan
perkembangan anak dalam
aspek motorik, bahasa dan
personal/sosial.
3. Kerusakan integritas kulit b/d perubahan status cairan ditandai dengan
kerusakan lapisan kulit, gangguan permukaan kulit.
Tujuan: Integritas kulit kembali normal
Intervensi:
Intervensi Rasional
a. Anjurkan pada keluarga tentang a. Untuk mencegah
pentingnya merubah posisi terjadinya infeksi
sesering mungkin. dekubitus
b. Anjurkan keluarga lebih sering b. Agar kulit anak tetap
mengganti pakaian anak bila terjaga kebersihannya dan
basah atau kotor dan kulit anak mencegah terjadinya
tetap kering infeksi pada kulit
c. Kolaborasi dengan dokter untuk c. Untuk mengatasi masalah
pengobatan lebih lanjut yang dihadapi klien

4. Resiko infeksi b/d daya tahan tubuh menurun


Tujuan: Bebas dari tanda-tanda infeksi
Intervensi :

Intervensi Rasional
a. Pantau terhadap tanda infeksi a. Pemantauan lebih dini
(mis; letargi, kesulitan makan, bisa mengurangi resiko
muntah, ketidak stabilan suhu, b. Nutrisi yang cukup bisa
dan perubahan warna meningkatkan daya tahan
tersembunyi) tubuh
b. Kaji status nutrisi c. Infeksi nosokomial adalah
c. Identifikasi individu yang yan g didapat dari proses
beresiko terhadap infeksi perawatan dirumah sakit
nosokomial
5. Kurang pengetahuan b/d kurang informasi tentang kondisi, prognosi
dan kebutuhan nutrisi
Tujuan: Pengetahuan keluarga bertambah
Kriteria hasil:
 Keluarga mengerti dan memahami isi penyuluhan
 Dapat mengulangi isi penyuluhan
 Mampu menerapkan isi penyuluhan di rumah sakit dan nanti
sampai di rumah
Intervensi:

Intervensi Rasional
a. Tentukan tingkat pengetahuan a. Agar proses pembelajaran
dan kesiapan untuk belajar berjalan dengan efektif
b. Jelaskan tentang nama b. Meningkatkan
penyakit anak, penyebab pengetahuan dan
penyakit, akibat yang pemahaman orang tua
ditimbulkan, dan pengobatan tentang penyakit anak.
yang dilakukan. c. Membantu memulihkan
c. Jelaskan tentang pengertian kondisi anak
nutrisi dan pentingnya pola d. Dapat membantu
makan yang betul untuk anak mempertahankan status
sesuai umurnya, dan bahan gizi anak dengan
makanan yang banyak pengetahuan yang ada.
mengandung vitamin terutama
banyak mengandung protein.
d. Anjurkan keluarga untuk
membawa anak kontrol di poli
gizi setelah pulang dari rumah
sakit.
DAFTAR PUSTAKA

Potter & Perry, 2006. “Fundamental Keperawatan Volume 2”. Jakarta : EGC.

Shwartz, William M.2005. “Pedoman Kinis Pediatri”. Jakarta : EGC.

Williams .2005. “Basic Nutrition & Diet Thetapy”. St. Louis : Westline Industrial
Drive.

http://witrilegina.blogspot.com/2008/09/askep-malnutrisi-under.html

http://khaidirmuhaj.blogspot.com/2009/02/gizi-buruk.htm

You might also like