You are on page 1of 8

LAPORAN PENDAHULUAN

ATRAUMATIC CARE

DIRUANG MELATI ( INFEKSIUS) RSUD ABDUL WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA

Di Susun Oleh :

SRI WAHYUNINGSIH

NIM : P180747

PROGRAM STUDI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIYATA HUSADA

SAMARINDA

2019
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN ATRAUMATIC CARE

DI RUANG MELATI (INFEKSIUS) RSUD ABDUL WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA

STASE KEPERAWATAN ANAK

Disusun oleh :

SRI WAHYUNINGSIH

NIM : P180747

Telah disetujui oleh pembimbing klinik dan pembimbing akademik

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Anak-anak merupakan masa lucu-lucunya anak sekaligus yang melelahkan bagi orangtua.
Banyak hal perlu diketahui orangtua selama masa perkembangan ini. Tingkah laku anak
amat beragam, seperti berperilaku agresif,menarik rambut,banyak kemauan, berbohong, dan
tindakan lain. Apabila orangtua salah menyikapinya, akan berdampak tidak baik bagi si anak
dalam perkembangan selanjutnya. Ketika masa anak sudah memasuki masa todler anak
selalu membutuhkan kesenangan pada dirinya dan anak membutuhkan suatu permainan
yang dapat menghiburnya.

Atraumatic care adalah asuhan keperawatan yang tidak menimbulkan trauma pada anak dan
keluarganya merupakan asuhan yang teurapetik karena bertujuan sebagai therapi pada
anak. Atraumatic caremerupakan bentuk perawatan teurapetik yang diberikan oleh tenaga
kesehatan dalam tatanan kesehatan anak, melalui penggunakan tindakan yang dapat
mengurangi stres fisik maupun stres psikologis yang dialami anak maupun orang
tuanya. Atraumatic care bukan suatu bentuk intervensi yang nyata terlihat, tetapi
memberikan perhatian pada apa, siapa, dimana, mengapa dan bagaimana prosedur
dilakukan pada anak dengantujuan mencegah dan mengurangi stres fisik maupun
psikologis. Aktivitas bermain merupakan salah satu stimulus bagi perkembangan anak.
Sekarang banyak dijual berbagai macam mainan anak-anak, jika orang tua tidak selektif
dalam memilih jenis permainan pada anaknya atau kurang memahami fungsinya maka alat
permainan tersebut yang sudah dibeli tidak akan berfungsi secara efektif. Alat-alat
permainan hendaknya disesuaikan dengan jenis kelamin dan usia anak, sehingga dapat
merangsang perkembangan anak dengan optimal. Dalam kondisi sakitmu aktifitas bermain
tetap perlu dilaksanakan namun harus disesuaikan dengan kondisi anak. Apakah anak
mampu bermain atau tidak dan jangan sampai anak bertambah parah sakitnya akibat
bermain yang berlebihan. Bukan tidak memperbolehkan namun membatasi. Terapi bermain
di rumah sakit sebaiknya dilakukan diruangan yang terdapat banyak alat-alat bermain. Hal
tersebut juga harus disesuaikan jenis kelamin dan usia anak. Terapi bermain ini bertujuan
untuk mempraktekkan dan melatih keterampilan, memberikan ekspresi terhadap pemikiran,
menjadi kreatif dan merupakan suatu aktifitas yang memberikan stimulus dalam
kemampuan keterampilan koqnitif dan afektif. Tidak hanya itu terapi bermain di rumah sakit
juga dapat menghilangkan kejenuhan anak selama dirawat dirumah sakit

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Atraumatik Care
2. Untuk mengetahui prinsip-prinsip dari Atraumatik Care
3. Untuk mengetahui dampak dari Atraumatik Care
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian

Atraumatic care adalah asuhan keperawatanj yang tidak menimbulkan trauma pada anak
dan keluarganya merupakan asuhan yang teurapetik karena bertujuan sebagai therapi pada
anak. Atraumatic care merupakan bentuk perawatan teurapetik yang diberikan oleh tenaga
kesehatan dalam tatanan kesehatan anak, melalui penggunakan tindakan yang dapat
mengurangi stres fisik maupun stres psikologis yang dialami anak maupun orang
tuanya. Atraumatic care bukan suatu bentuk intervensi yang nyata terlihat, tetapi
memberikan perhatian pada apa, siapa, dimana, mengapa dan bagaimana prosedur
dilakukan pada anak dengantujuan mencegah dan mengurangi stres fisik maupun
psikologis.

Sedangkan Hospitalisasi adalah Suatu proses karena suatu alasan darurat atau berencana
mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit menjalani terapi dan perawatan sampai
pemulangan kembali kerumah. Selama proses tersebut bukan saja anak tetapi orang tua
juga mengalami kebiasaan yang asing,lingkunganya yang asing,orang tua yang kurang
mendapat dukungan emosi akan menunjukkan rasa cemas.Rasa cemas pada orang tua akan
membuat stress anak meningkat.Dengan demikian asuhan keperawatan tidak hanya terfokus
pada anak tetapi juga pada orang tuanya

B. Prinsip-prinsip atraumatic care

Atraumatic care sebagai bentuk perawatan therapetik dapat diberikan pada anak dan
keluarga dengan mengurangi dampak psikologis dari tindakan keperawatan yang diberikan,
seperti memperhatikan dari dampak tindakan yang diberikan dengan melihat prosedur
tindakan atau aspek lain yang kemungkinan berdampak adanya trauma.

1. Prinsip-prinsip yang dilakukan oleh perawat yaitu :


a. Menurunkan atau mencegah dampak perpisahan dari keluarga
Dampak perpisahan dari keluarga, anak mengalami gangguan psikologis seperti
kecemasan, ketakutan, dan kurangnya kasih sayang. Gangguan ini akan
menghambat proses penyambuhan anak dan dapat mengganggu pertumbuhan
dan perkembangan anak.
b. Meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontril perawatan anak Melalui
peningkatan kontrol orang tua pada diri anak diharapkan anak mampu mandiri
dalam kehidupannya, anak akn selalu berhati-hati dalam melakukan aktivitas
sehari-hari, slalu bersikan waspada dalam segala hal, serta pendidikan terhadap
kemampuan dan keterampilan orang tua dalam mengawasi perawatan anaknya.
c. Mencegah dan mengurangi cedera (injury) nyeri (dampak psikologis) Mengurangi
nyeri merupakan tindakan yang harus dilakukan dalam keperawatan anak. Proses
pengurangan rasa nyeri sering tidak bisa dihilangkan secara cepat akan tetapi
dapat dikurangi melalui berbagai teknik misalnya distraksi,
relaksasi,imaginary. Apabila tindakan pencegahan tidak dilakukan maka cedera
dan nyeri akan berlangsung lama pada anak sehingga dapat mengganggu
pertumbuhan dan perkembangan anak.
d. Tidak melakukan kekerasan pada anak. Kekerasan pada anak akan menimbulkan
gangguan psikologis yang sangat berarti dalam kehidupan anak. Apabila ii terjadi
pada saat anak dalam proses tumbuh kembang maka kemungkinan pencapaian
kematangan akan terlambat, dengan demikian tindakan kekerasan pada anak
sangat tidak dianjurkan karena akan memperberat kondisi anak.

2. Modifikasi lingkungan fisik


Melalui modifikasi lingkungan fisik yang bernuansa anak dapat meningkatkan
keceriaan, perasaan aman, dsan nyaman bagi lingkungan anak sehingga anak selalu
berkembang dan merasa nyaman di lingkungannya.Faktor predisposisi terjadinya
trauma pada anak yang mengalami hospitalisasi diantaranya dampak lingkungan fisik
rumah sakit dan perilaku petugas itu sendiri sering kali menimbulkan trauma pada anak.
Lingkungan rumah sakit yang asing bagi anak maupun orang tuanya dapat menjadi
stressor.

C. Reaksi terhadap hospitalisasi

Reaksi tersebut bersifat individual dan sangat tergantung pada usia perkembangan
anak,pengalaman sebelumnya terhadap sakit,sistem pendukung yang tersedia dan
kemampuan koping yang dimilikinya,pada umumnya,reaksi anak terhadap sakit adalah
kecemasan karena perpisahan,kehilangan, perlukaan tubuh,dan rasa nyeri.

Reaksi anak pada hospitalisasi :

1. Masa bayi (0-1 th) Dampak perpisahan Pembentukan rasa P.D dan kasih sayang
Usia anak > 6 bln terjadi stanger anxiety /cemas
a. Menangis keras
b. Pergerakan tubuh yang banyak
c. Ekspresi wajah yang tak menyenangkan
2. Masa todler (2-3 th) Sumber utama adalah cemas akibat perpisahan .Disini respon
perilaku anak dengan tahapnya.
a. Tahap protes menangis, menjerit, menolak perhatian orang lain
b. Putus asa menangis berkurang,anak tak aktif,kurang menunjukkan minat bermain,
sedih, apatis
c. Pengingkaran/ denial
d. Mulai menerima perpisahan
e. Membina hubungan secara dangkal
f. Anak mulai menyukai lingkungannya
3. Masa prasekolah ( 3 sampai 6 tahun )
a. Menolak makan
b. Sering bertanya
c. Menangis perlahan
d. Tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan
Sering kali dipersepsikan anak sekolah sebagai hukuman. Sehingga ada perasaan
malu, takut sehingga menimbulkan reaksi agresif, marah, berontak,tidak mau
bekerja sama dengan perawat.
4. Masa sekolah 6 sampai 12 tahun
Perawatan di rumah sakit memaksakan meninggalkan lingkungan yang dicintai , klg,
klp sosial sehingga menimbulkan kecemasan. Kehilangan kontrol berdampak pada
perubahan peran dlm klg, kehilangan klp sosial,perasaan takut mati,kelemahan fisik.
Reaksi nyeri bisa digambarkan dgn verbal dan non verbal.
5. Masa remaja (12 sampai 18 tahun ) Anak remaja begitu percaya dan terpengaruh
kelompok sebayanya. Saat MRS cemas karena perpisahan tersebut. Pembatasan
aktifitas kehilangan kontrol Reaksi yang muncul :
a. Menolak perawatan / tindakan yang dilakukan
b. Tidak kooperatif dengan petugas Perasaan sakit akibat perlukaan menimbulkan
respon : - bertanya-tanya - menarik diri menolak kehadiran orang lain. Reaksi
orang tua terhadap hospitalisasi & Perasaan yang muncul dalam hospitalisasi:
Takut dan cemas,perasaan sedih dan frustasi: Kehilangan anak yang dicintainya:
1) Prosedur yang menyakitkan
2) Informasi buruk tentang diagnosa medis
3) Perawatan yang tidak direncanakan
4) Pengalaman perawatan sebelumnya Perasaan sedih: Kondisi terminal perilaku
isolasi /tidak mau didekati orang lain &Perasaan frustasi:Kondisi yang tidak
mengalami perubahan Perilaku tidak kooperatif, putus asa, menolak tindakan,
menginginkan P.P Reaksi saudara kandung terhadap perawatan anak di RS:
Marah,cemburu,benci,rasa bersalah.

D. Upaya meminimalkan stresor atau penyebab stress Dapat dilakukan dengan cara :
1. Mencegah atau mengurangi dampak perpisahan
2. Mencegah perasaan kehilangan kontrol
3. Mengurangi / meminimalkan rasa takut terhadap perlukaan tubuh dan rasa nyeri
E. upaya mencegah / meminimalkan dampak perpisahan
1. Melibatkan orang tua berperan aktif dalam perawatan anak
2. Modifikasi ruang perawatan
3. Mempertahankan kontak dengan kegiatan sekolah
4. Surat menyurat, bertemu teman sekolah
F. Mencegah perasaan kehilangan kontrol:
1. Hindarkan pembatasan fisik jika anak dapat kooperatif.
2. Bila anak diisolasi lakukan modifikasi lingkungan
3. Buat jadwal untuk prosedur terapi,latihan,bermain
4. Memberi kesempatan anak mengambil keputusan dan melibatkan orang tua dalam
perencanaan kegiatan
G. Meminimalkan rasa takut terhadap cedera tubuh dan rasa nyeri
1. Mempersiapkan psikologis anak dan orang tua untuk tindakan prosedur yang
menimbulkan rasa nyeri
2. Lakukan permainan sebelum melakukan persiapan fisik anak
3. Menghadirkan orang tua bila memungkinkan
4. Tunjukkan sikap empati
5. Pada tindakan elektif bila memungkinkan menceritakan tindakan yang dilakukan melalui
cerita, gambar. Perlu dilakukan pengkajian tentang kemampuan psikologis anak
menerima informasi ini dengan terbuka.
H. Memaksimalkan manfaat hospitalisasi anak
1. Membantu perkembangan anak dengan memberi kesempatan orang tua untuk belajar .
2. Memberi kesempatan pada orang tua untuk belajar tentang penyakit anak.
3. Meningkatkan kemampuan kontrol diri.
4. Memberi kesempatan untuk sosialisasi.
5. Memberi support kepada anggota keluarga.
DAFTAR PUSTAKA

Alimul, Aziz Hidayat. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 2 Cet. 3 Jilid Ke 2. Jakarta;
Salemba Medika
Bets, Cecili Lynn. 2009. Buku Saku : Keperawatan Pediatric Edisi 5 Cet 1. Jakarta; Egc
Carpenito, Lynda Jual-Moyet.(2008). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 10. Jakarta :

Egc.
Doengoes, M. E., Moorhouse, M. F., & Geissler, A.C. (2000).Rencana Asuhan Keperawatan. (Edisi 3).

Jakarta: Egc

Mansjoer, Arif Et All. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius

You might also like