You are on page 1of 14

Ask as k ask as k

 Kandidiasis Akut
 Kandidiasis Pseudomembran Akut
Kandidiasis Pseudomembran Akut merupakan kandidiasi oral
primer dan dikenal dengan istilah thrush. Infeksi dominan
mempengaruhi pasien yang memakai antibiotik, obat imunosupresan,
atau memiliki penyakit yang menekan sistem kekebalan tubuh. Infeksi
ini tampak khas melekat pada membran terdiri dari organisme jamur
1
dan debris. Lesi ini ditandai dengan bercak putih yang menutupi
membran mukosa dan mudah diseka serta meninggalkan dasar
kemerahan pada mukosa.4,5 Penderita kandidiasis ini dapat
mengeluhkan rasa terbakar pada mukosa.5 Bentuk kronis dari lesi ini
biasanya muncul pada pasien infeksi HIV, pengguna steroid inhalasi.1,4
Pada infeksi kronis sering ditemukan kemerahan dengan perdarahan
pintpoin di bawah membran mukosa.4

 Kandidiasis Eritematous
Erythematous candidiasis dikenal juga dengan istilah atrophic oral
candidiasis. Permukaan eritematous tidak hanya menunjukkan atrofi
tetapi permukaan yang atrofi juga mengalami peningkatan
vaskularisasi. Lesi ini menunjukkan kemerahan pada membran mukosa
dengan batas yang difus disertai gejala seperti terbakar dan sensasi
menyengat.1,4 Infeksi ini biasanya ditemukan pada palatum dan dorsum
lidah pasien yang menjalani terapi kortikosteroid inhalasi dan pengguna
antibiotik.1,4 Faktor predisposisi lainnya seperti merokok dan pemakaian
antibiotik spektrum luas. Bentuk akut dan kronis dari kandida ini
memiliki gambaran klinis yang sama.1

 Kandidiasis kronik
 Kandidiasis atrofik kronik
Dikenal juga dengan istilah denture stomatitis. kandidiasis oral
atrofik kronis biasanya terletak di mukosa palatal. karena penggunaan
protesa yang tidak beradaptasi dengan baik dan kurang menjaga
kebersihan gigi tiruannya. Terdiri dari 3 tipe: Tipe I yaitu eritematosa kecil
karena trauma oleh gigi tiruan, tipe II mempengaruhi bagian yang lebih
besar yaitu gigi tiruan yang menutupi mukosa dan tipe III yaitu mukosa
granular di bagian tengah palatum.1

 Kandidiasis hiperplastik kronik


Kandidiasi ini ditandai dengan bintik-bintik putih yang tidak dapat
dikerok, terjadi terutama di sudut-sudut mulut dan permukaan dorsal lidah.
Lesi ini mirip dengan leukoplakia.1

 Median rhomboid glossitis


Median rhomboid glossitis adalah lesi pada medial dorsum lidah,
tepatnya terletak pada duapertiga anterior dan sepertiga posterior lidah,
Gejala penyakit ini asimptomatis. Merupakan bentuk lain dari atrofik
kandidiasis yang tampak sebagai lesi eritematosa pada bagian tengah
permukaan dorsal lidah. Terdapat atrofi papilla folliata. Median rhomboid
ini asimtomatik.1

 Cheilitis angularis
Merupakan infeksi spesies jamur Candida pada sudut mulut, dapat
bilateral maupun unilateral. Jamur Candida ini berasal dari saliva yang
mengendap disudut mulut. Sudut mulut yang terkena infeksi dapat merah
dan pecah-pecah, dan terasa sakit bila membuka mulut. Cheilitis angilaris
ini dapat terjadi pada penderita dengan defisiensi vitamin B12 dan anemia
defisiensi besi, selain itu dapat terjadi pada orang yang telah kehilangan
gigi dimana kehilangan dimensi vertikal rahang.5,7
TETANUS

Tetanus adalah suatu penyakit yang mengenai sitem saraf yang


disebabkan oleh neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani. Tetanus ini
biasanya akut dan menimbulkan paralitik spastik yang disebabkan tetanospasmin.
Tetanospamin merupakan neurotoksin yang diproduksi oleh Clostridium tetani.8,9
Clostridium tetani merupakan organisme obligat anaerob berbentuk batang
gram positif. Clostridium tetani tersebar luas di lingkungan dan ditemukan pada
kotoran hewan seperti kuda, ayam, dan hewan lokal lainnya. Spora Clostridium
tetani biasanya masuk kedalam tubuh melalui luka pada kulit oleh karena
terpotong, tertusuk ataupun luka bakar serta pada infeksi tali pusat (Tetanus
Neonatorum).8,10
Pada jaringan yang terinfeksi, Clostridium tetani menghasilkan 2 jenis
toksin, yaitu tetanospamin dan tetanolisin. Tetanolisin memiliki kemampuan
merusak jaringan secara lokal dan memberikan kondisi yang baik untuk bakteri
berkembang, sedangkan tetanospamin bekerja pada ujung saraf otot dan sistem
saraf pusat yang dapat menyebabkan spasme otot dan kejang. Tetanospamin yang
terikat pada jaringan saraf sudah tidak dapat dinetralisasi lagi dengan antitoksin
tetanus.10

Gejala klinis tetanus


Masa inkubasi 5-14 hari, tetapi bisa lebih pendek (1 hari atau lebih lama 3
atau beberapa minggu).
Ada tiga bentuk tetanus yang dikenal secara klinis, yakni:10,12
1. Tetanus lokal (Localited Tetanus)
Pada lokal tetanus dijumpai adanya kontraksi otot yang persisten, pada
daerah tempat dimana luka terjadi (agonis, antagonis, dan fixator). Hal inilah
merupakan tanda dari tetanus lokal. Kontraksi otot tersebut biasanya ringan, bisa
bertahan dalam beberapa bulan tanpa progressif dan biasanya menghilang secara
bertahap. Lokal tetanus ini bisa berlanjut menjadi generalized tetanus, tetapi
dalam bentuk yang ringan dan jarang menimbulkan kematian.

2. Cephalic Tetanus
Cephalic tetanus adalah bentuk yang jarang dari tetanus. Masa inkubasi
berkisar 1 –2 hari, yang berasal dari otitis media kronik, luka pada daerah muka
dan kepala, termasuk adanya benda asing dalam rongga hidung.

3. Generalized Tetanus
Bentuk ini yang paling banyak dikenal. Sering menyebabkan komplikasi
yang tidak dikenal beberapa tetanus lokal oleh karena gejala timbul secara diam-
diam. Trismus merupakan gejala utama yang sering dijumpai (50%), yang
disebabkan oleh kekakuan otot-otot masseter, bersamaan dengan kekakuan otot
leher yang menyebabkan terjadinya kaku kuduk dan kesulitan menelan. Gejala
lain berupa Risus Sardonicus (Sardonic grin) yakni spasme otot-otot muka,
opistotonus (kekakuan otot punggung), kejang dinding perut. Spasme dari laring
dan otot-otot pernafasan bisa menimbulkan sumbatan saluran nafas, sianose
asfiksia. Bisa terjadi disuria dan retensi urine,kompressi fraktur dan pendarahan
didalam otot. Kenaikan temperatur biasanya hanya sedikit, tetapi begitupun bisa
mencapai 40ºC. Bila dijumpai hipertermi ataupun hipotermi, tekanan darah tidak
stabil dan dijumpai takhikardia, penderita biasanya meninggal. Diagnosa
ditegakkan hanya berdasarkan gejala klinis.

4. Neotal tetanus
Biasanya disebabkan infeksi C.tetani, yang masuk melalui tali pusat
sewaktu proses pertolongan persalinan. Spora yang masuk disebabkan oleh proses
pertolongan persalinan yang tidak steril, baik oleh penggunaan alat yang telah
terkontaminasi spora C.tetani, maupun penggunaan obat-obatan. Kebiasaan
menggunakan alat pertolongan persalinan dan obat tradisional yang tidak
steril,merupakan faktor yang utama dalam terjadinya neonatal tetanus.
Skoring tetanus berdasarkan klasifikasi Phillips :13
Ket : Phillips score <9, severitas ringan; 9-18, severitas sedang; dan >18, severitas
berat.
Derajat penyakit tetanus menurut modifikasi dari klasifikasi Ablett’s :13
1. Derajat I (ringan), Trismus ringan sampai sedang, kekakuan umum, spasme
tidak ada, disfagia tidak ada atau ringan, tidak ada gangguan respirasi.
2. Derajat II (sedang), Trismus sedang dan kekakuan jelas, spasme hanya
sebentar, takipneu dan disfagia ringan
3. Derajat III (berat), Trismus berat, otot spastis, spasme spontan, takipneu,
apnoeic spell, disfagia berat, takikardia dan peningkatan aktivitas sistem
otonomi.
4. Derajat IV (sangat berat), Derajat III disertai gangguan otonomik yang berat
meliputi sistem kardiovaskuler, yaitu hipertensi berat dan takikardi atau
hipotensi dan bradikardi, hipertensi berat atau hipotensi berat. Hipotensi tidak
berhubungan dengan sepsis, hipovolemia atau penyebab iatrogenik.
Patofisiologi Tetanus ke oral candidiasis

Pada pasien yang menderita tetanus, tetanospasmin yang dihasilkan oleh


Clostridium tetani merupakan toksin yang menyebabkan spasme, bekerja pada
beberapa level dari susunan syaraf pusat, dengan cara :8,9,10
a) Toksin menghalangi neuromuscular transmission dengan cara
menghambat pelepasan acethyl-choline dari terminal nerve di otot.
b) Kharekteristik spasme dari tetanus terjadi karena toksin mengganggu
fungsi dari refleks synaptik di spinal cord.
c) Kejang pada tetanus, mungkin disebabkan pengikatan dari toksin oleh
cerebral ganglioside.
d) Beberapa penderita mengalami gangguan dari Autonomik Nervous System
(ANS ) dengan gejala : berkeringat, hipertensi yang fluktuasi, periodisiti
takikhardia, aritmia jantung, peninggian cathecholamine dalam urine.
Kerja dari tetanospamin analog dengan strychninee, dimana ia mengintervensi
fungsi dari arcus refleks yaitu dengan cara menekan neuron spinal dan
menginhibisi terhadap batang otak.
Timbulnya kegagalan mekanisme inhibisi yang normal, yang
menyebabkan meningkatnya aktifitas dari neuron yang mensyarafi otot masetter
sehingga terjadi trismus atau lockjaw. Otot masetter adalah otot yang paling
sensitif terhadap toksin tetanus tersebut. Stimuli terhadap afferen tidak hanya
menimbulkan kontraksi yang kuat, tetapi juga dihilangkannya kontraksi agonis
dan antagonis sehingga timbul spasme otot yang khas,10
Kelenjar saliva terutama dikontrol oleh sinyal saraf simpatis dan
parasimpatis. Terganggu inervasi kalenjar saliva, menyebabkan perubahan sekresi
saliva dan membuat laju aliran saliva dan jumlah saliva berkurang menyebabkan
permukaan mukosa kering dan mendukung lingkungan yang cocok untuk
pertumbuhan organisme jamur.8 Penggunaan antibiotik jangka panjang juga
mempengaruhi terjadinya oral candidiasis. Pada penyakit tetanus, antibiotik
diberikan untuk mengatasi infeksi yang disebabkan oleh bakteri Clostridium
tetani. Antibiotik yang diberikan yaitu metronidazole atau penisilin.11 Penggunaan
antibiotik jangka panjang dapat memberikan keadaan yang menguntungkan bagi
perkembangan candica karena bakteri yang dapat menekan pertumbungan
berlebih candida berkurang atau hilang. Selain itu, trismus yang terjadi pada
pasien tetanus dapat menyebabkan sulitnya pasien membersihkan rongga mulut.

Perawatan untuk infeksi kandida adalah antifungal. Antifungal yang paling


umum digunakan adalah golongan polien atau azole. Polien seperti nistatin dan
amphoterisin B yang biasanya menjadi pilihan perawatan kandidiasis oral primer.
Polien tidak diserap saluran pencernaan dan tidak menunjukkan resisten. Obat
antifungal golongan ini akan berikatan dengan ergosterol yang penting untuk
integitas membran sel jamur. Ikatan ini akan menyebabkan membran sel bocor
sehingga terjadi kehilangan beberapa bahan intrasel dan mengakibatkan kerusakan
yang tetap pada sel jamur.1
Perawatan kandidiasis oral meliputi:
1. Menjaga kebersihan rongga mulut
2. Menghindari atau menghilangkan faktor predisposisi sehingga infeksi
jamur dapat dikurangi.
3. Pemberian obat antifungal secara topikal (lokal) maupun sistemik
 Pengobatan topikal (lokal) diberikan pada tempat infeksi.Yang
termasuk pengobatan topikal seperti:
a. Nistatin (Oral suspension dan pastille)
b. Clotrimazole (Oral troches)
c. Miconazole (gel dan cream)
d. Ampotericin B (oral suspension dan lozenge)
 Pengobatan sistemik diberikan jika pengobatan lokal tidak berhasil
atau jika infeksi menyebar pada tenggorokan atau bagian tubuh yang
lain. Yang termasuk pengobatan sistemik seperti:
a. Ketokonazol bersifat fungistatik. Ketokonazol menimbulkan respon
terapeutik yang jelas pada beberapa penderita infeksi candida
sistemik, terutama pada kandidiasis mukokutan. Dapat diberikan
dengan dosis 200 mg perhari selama 10 sampai 2 minggu pada pagi
hari setelah makan.
b. Fluconazole. Mengobati kandidiasi orofaring dan esophagus dengan
dosis 100 mg per hari selama 1-2 minggu.

A. DIAGNOSA
Dari anamnesa, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan penunjang kelainan
ini didiagnosa sebagai kandidiasis psedomembran akut.
B. RENCANA PERAWATAN

FASE I (Etiotropik)

 Kontrol plak , DHE Edukasi, Motivasi, Instruksi)

 Scalling

 Pemberian obat anti fungal (Satu botol 12 ml candistatin oral drops


dengan anjuran pakai 4 kali sehari 1 ml diaplikasikan pada dorsum
lidah pasien).

FASE II (Bedah)

Ekstraksi sisa akar gigi 16, 15, 13, 24,


25, 26

FASE III (Restorasi)

 Perawatan saluran akar gigi 22 dan 23

 Pembuatan gigi tiruan sebagian lepasan

FASE IV (Maintenance)

 Kontrol Tetanus
 Kontrol Plak (Edukasi,
Motivasi, Instruksi)
 Kontrol oral candidiasis
 Kontrol GTSL
C. PEMBAHASAN
Pada kasus ini, jenis kandidiasis yang dialami pasien adalah kandidiasis
pseudomembran akut. Faktor lokal munculnya lesi ini karena kurangnya
perhatian dalam membersihkan rongga mulut terutama lidah. Faktor sistemik
lesi ini adalah penyakit tetanus yang diderita oleh pasien.
Pasien menjalani rawat inap di Rumah Sakit Mohammad Husein sejak
tanggal 10 April 2016 dengan diagnosa Tetanus. Pasien mengalami keram
dan kaku pada tubuhnya setelah seminggu sebelumnya mengalami luka tusuk
pada kakinya pada saat bekerja. Pada pasien tampak trismus sedang dan
kekakuan jelas, spasme otot, takipneu dan disfagia ringan. Setelah menerima
perawatan selama 1 minggu di rumah sakit, istri pasien menemukan adanya
lapisan putih kekuningan pada dasar lidah pasien. Menurut keterangan istri
pasien, lapisan putih tersebut telah dicoba untuk diseka dengan kain tetapi
sulit lepas. Kemudian keadaan sulit membuka mulut (trismus) pasien
mempersulit istri pasien untuk membersihkan lidah pasien. Keadaan trismus
memperparah keadaan di dalam rongga mulut yang dapat meningkatkan
pertumbuhan dari kandidiasis. Selain itu pasien juga harus mengonsumsi
antibiotik yang berfungsi untuk menetralisis bakteri yang menghasilkan
toksin dimana bakteri yang dapat menekan pertumbuhan berlebih dari
candida menjadi sedikit atau hilang.
Perawatan pada pasien ini adalah menghilangkan atau mengontrol faktor
predisposisi kandidiasis, yaitu pemberian obat anti fungal. Obat anti fungal
yang diberikan adalah satu botol 12 ml kandistatin oral drops dengan anjuran
pemakaian 4 kali sehari 1 ml diaplikasikan pada dorsum lidah pasien selama
14 hari. Komposisi satu botol 12 ml kandistatin oral drops yaitu tiap mililiter
(ml) mengandung nystatin 100.000 IU.
Pasien diintruksikan untuk melakukan kontrol. Pada kontrol pertama, hasil
pemeriksaan subjektif yaitu rasa sakit yang dirasakan oleh pasien berkurang,
hasil pemeriksaan objektif yaitu lapisan putih kekuningan pada dorsum lidah
pasien berkurang. Pasien diintruksikan melanjutkan pemakaian obat anti jamur
dan menjaga oral hygiene.
Pada kontrol kedua, hasil pemeriksaan subjektif yaitu tidak ada keluhan
dan dari hasil pemeriksaan objektif yaitu lapisan putih kekuningan pada
dorsum lidah masih ada tetapi tampak lebih tipis dari sebelumnya. Pasien
diintruksikan untuk tetap menjaga oral hygiene dan tetap melanjutkan
pemakaian obat tetes.

Foto awal Foto kontrol 1

Foto kontrol 2

D. KESIMPULAN
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis serta pemeriksaan penunjang
maka diagnosis lesi pada lidah pasien yaitu kandidiasis pseudomembran akut.
Pasien memiliki riwayat penyakit tetanus yang disebabkan . Hasil
pemeriksaan mikrobiologi menunjukkan hasil mikroskopis yaitu KOH: yeast
cell (+) dan hasil biakan yaitu Candida albicans.
Perawatan yang dilakukan pada pasien ini adalah menghilangkan atau
mengontrol faktor predisposisi kandidiasis, pemberian obat anti fungal, serta
kontrol beberapa minggu kemudian. Obat anti fungal yang diberikan pada
pasien ini adalah satu botol 12 ml kandistatin oral drops dengan anjuran
pemakaian 4 kali sehari 1 ml diaplikasikan pada dorsum lidah pasien.
Komposisi satu botol 12 ml kandistatin oral drops yaitu tiap mililiter (ml)
mengandung nystatin 100.000 IU.
DAFTAR PUSTAKA

1. Glick, Michael. Burket’s Oral Medicine, 12th edition. USA: People’s


Medical Publishing House; 2015:93(8):567-78.
2. Hakim L, Ramadhian R, Kandidiasis Oral. J.of Unila. 2015;4(8)
3. Silverman, S.L, L Boy Eversole, Edmon L.T. Essentials of Oral
Medicine. London: BC Decker Inc; 2002: 93-5.
4. Pedersen, Anne M.L. Oral Infections and General Health. Denmark:
Springer;2016:65-70.
5. Waal, Isaac van der. Atlas of Oral Diseases. Amsterdam: Springer;
2016:23-4
6. Ghom, Anil Govindrao. Texbook of Oral Medicine, 2th edition. India:
Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd; 2010:901-3
7. Lewis, Michael A.O, Richard C. K Jordan. 2012. A Colour Handbook
of Oral Medicine, 2th edition London: Manson Publishing.
8. Hallit R, Afridi M, Sison R, Salem E, Boghossian J, Slim J.
Clostridium tetani Bacteraemia. Journal of Medical Microbiology.
2013; 62:155-56.
9. Chordhury R, Mukherjee A, Lahiri S. A study on the knowledge of
tetanus immunization among interness in a goverment medical college
of Kolkata. National Journal of Community Medicine. 2011;2(3):432-
39.
10. Cook T, Protheroe R, Handel J. Tetanus : a review of the literature.
British Journal of Anaesthesia. 2001;87(3):477-87.
11. Hassel B. Tetanus: Pathophysiology, Treatment, and the possibility of
using botilinum toxin against tetanus-induced rigidity and spams.
Toxins. 2013;5:73-83.
12. Ritarwan K. Tetanus. copyright©2004 Digitized by USU digital
library.
13. Laksmi NKS. Penatalaksanaan tetanus. CDK-222. 2014;41(11):823-
27.
TORUS PALATINUS

You might also like