Professional Documents
Culture Documents
Definisi Demensia
Istilah demensia pertama kali digunakan oleh Phillipe Pinel (1745- 1826)
dalam bukunya “TREATISE ON INSANITY” dengan kata ‘Demence”.
Demensia adalah suatu sindroma klinik yang meliputi hilangnya fungsi
intelektual dan ingatan/memori sedemikian berat sehingga menyebabkan
disfungsi hidup sehari-hari (Brocklehurst and Allen, 1987 dalam Boedhi-
Darmojo, 2009). Demensia adalah penurunan kemampuan mental yang
biasanya berkembang secara perlahan, dimana terjadi askep-gerontik-
demensiagangguan ingatan, pikiran, penilaian dan kemampuan untuk
memusatkan perhatian, dan bisa terjadi kemunduran kepribadian
(Medicastore.com ). Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif
dan memori yang dapat mempengaruhi aktifitas sehari-hari. Penderita
demensia seringkali menunjukkan beberapa gangguan dan perubahan pada
tingkah laku harian (behavioral symptom) yang mengganggu (disruptive)
ataupun tidak menganggu (non-disruptive) (Volicer, L., Hurley, A.C.,
Mahoney, E. 1998). Grayson (2004) menyebutkan bahwa demensia
bukanlah sekedar penyakit biasa, melainkan kumpulan gejala yang
disebabkan beberapa penyakit atau kondisi tertentu sehingga terjadi
perubahan kepribadian dan tingkah laku (Kusumawati, 2007).
2. Epidemiologi/Insiden Kasus
Usia di atas 65 tahun mempunyai risiko tinggi untuk mengalami demensia
dan hal ini tidak bergantung pada bangsa, suku, kebudayaan dan status
ekonomi. Hasil penelitian di seluruh dunia menunjukkan bahwa demensia
terjadi sekitar 8 % pada warga di atas usia 65 tahun dan meningkat sangat
pesat menjadi 25 % pada usia di atas 80 tahun dan hampir 40 % pada usia di
atas 90 tahun.
1
sehari-hari yang normal. Keadaan yang secara potensial reversibel atau bisa
dihentikan yaitu :
– Intoksikasi (Obat, termasuk alkohol dan lain-lain)
– Infeksi susunan saraf pusat
– Gangguan metabolik :
a) Endokrinopati (penyakit Addison, sindroma Cushing, Hiperinsulinisme,
Hipotiroid, Hipopituitari, Hipoparatiroid, Hiperparatiroid)
b) Gagal hepar, gagal ginjal, dialisis, gagal nafas, hipoksia, uremia kronis,
gangguan keseimbangan elektrolit kronis, hipo dan hiperkalsemia, hipo
dan hipernatremia, hiperkalemia.
c) Remote efek dari kanker atau limfoma.
– Gangguan nutrisi :
a) Kekurangan vitamin B12 (anemia pernisiosa)
b) Kekurangan Niasin (pellagra)
c) Kekurangan Thiamine (sindroma Wernicke-Korsakoff)
d) Intoksikasi vitamin A, vitamin D, Penyakit Paget
– Gangguan vaskuler
a) Demensia multi infark
b) Sumbatan arteri carotis
c) Stroke
d) Hipertensi
e) Arthritis Kranial
– Lesi desak ruang
– Hirdosefalus bertekanan normal
– Depresi (pseudo-demensia depresif) Penyakit degeneratif progresif :
a. Tanpa gejala neurologik penting lain :
• Penyakit Alzheimer
• Penyakit Pick
b. Dengan gangguan neurologik lain yang prominen :
• Penyakit Parkinson
• Penyakit Huntington
• Kelumpuhan supranuklear progresif
2
• Penyakit degeneratif lain yang jarang didapat
3
B1, B12, Folate, sifilis, hematoma subdural, hiperkalsemia, hipoglikemia,
penyakit Coeliac, AIDS, gagal hepar, ginjal, nafas, dll. 2) Demensia Reversibel
dan Non reversibel a. Demensia Reversibel Merupakan demensia dengan faktor
penyebab yang dapat diobati. Yang termasuk faktor penyebab yang dapat bersifat
reversibel adalah keadaan/penyakit yang muncul dari proses inflamasi
(ensefalopati SLE, sifilis), atau dari proses keracunan (intoksikasi alkohol, bahan
kimia lainnya), gangguan metabolik dan nutrisi (hipo atau hipertiroid, defisiensi
vitamin B1, B12, dll). b. Demensia Non Reversibel Merupakan demensia dengan
faktor penyebab yang tidak dapat diobati dan bersifat kronik progresif. Beberapa
penyakit dasar yang dapat menimbulkan demensia ini adalah penyakit Alzheimer,
Parkinson, Huntington, Pick, Creutzfelt-Jakob, serta vaskular. 3) Demensia Pre
Senilis dan Senilis a. Demensia Pre Senilis merupakan demensia yang dapat
terjadi pada golongan umur lebih muda (onset dini) yaitu umur 40-50 tahun dan
dapat disebabkan oleh berbagai kondisi medis yang dapat mempengaruhi fungsi
jaringan otak (penyakit degeneratif pada sistem saraf pusat, penyebab intra
kranial, penyebab vaskular, gangguan metabolik dan endokrin, gangguan nutrisi,
penyebab trauma, infeksi dan kondisi lain yang berhubungan, penyebab toksik
(keracunan), anoksia). b. Demensia Senilis merupakan demensia yang muncul
setelah umur 65 tahun. Biasanya terjadi akibat perubahan dan degenerasi jaringan
otak yang diikuti dengan adanya gambaran deteriorasi mental.
4
yang didapat sebelumnya. – Agnosia : Gagal mengenali atau mengidentifikasi
objek walaupun fungsi sensorisnya masih baik. – Aphasia : Gangguan berbahasa
yaitu gangguan dalam mengerti dan mengutarakan kata – kata yang akan
diucapkan. – Apraxia : Ketidakmampuan dalam melakukan aktivitas motorik
walaupun fungsi motorik masih baik (contohnya mampu memegang gagang pintu
tapi tak tahu apa yang harus dilakukannya). b. Demensia Vaskular Merupakan
penyebab kedua demensia yang terjadi pada hampir 40 % kasus. Demensia ini
berhubungan dengan penyakit serebro dan kardiovaskuler seperti hipertensi,
kolesterol tinggi, penyakit jantung, diabetes, dll. Biasanya terdapat riwayat TIA
sebelumnya dengan perubahan kesadaran. Demensia ini terjadi pada umur 50-60
tahun tetapi lebih sering pada umur 60-70 tahun. Gambaran klinis dapat berupa
gangguan fungsi kognitif, gangguan daya ingat, defisit intelektual, adanya tanda
gangguan neurologis fokal, aphasia, disarthria, disphagia, sakit kepala, pusing,
kelemahan, perubahan kepribadian, tetapi daya tilik diri dan daya nilai masih baik.
c. Demensia pada penyakit lain Adalah demensia yang terjadi akibat penyakit lain
selain Alzheimer dan vaskuler yaitu : – Demensia pada penyakit Pick – Demensia
pada penyakit Huntington – Demensia pada penyakit Creutzfelt-Jakob –
Demensia pada penyakit Parkinson – Demensia pada penyakit HIV-AIDS –
Demensia pada alkoholisme.
5
kepribadian 1) Sering egois 2) Kurang bisa mengerti perasaan orang lain, kurang
perhatian, introvert. 3) Kemunduran kebiasaan pribadi, makan, toilet, kebersihan,
dll. d. Perubahan-perubahan pada sistem tubuh : 1) Kardiovaskuler Cardiac output
menurun, kemampuan respon terhadap stress berkurang, tekanan darah
meningkat, denyut jantung setelah pemulihan melambat, cepat pegal bila aktivitas
meningkat. 2) Respirasi Volume residu paru meningkat, kapasitas vital paru
menurun, kapasitas difusi dan pertukaran gas menurun, efektivitas batuk menurun,
pada aktivitas berat cepat lelah dan sesak, oksigenasi berkurang sehingga luka
susah sembuh, susah mengeluarkan sekret batuk. 3) Integumen (kulit)
Perlindungan terhadap trauma dan suhu yang ekstrem menurun, perlindungan oleh
kelenjar minyak alami dan berkeringat menurun, kulit tipis kering, dan keriput,
sering memar, kebiruan dan cepat terbakar sinar matahari, intoleransi terhadap
panas, struktur tulang kelihatan pada kulit yang tipis. 4) Reproduksi Pada wanita
terjadi penyempitan, penurunan elastisitas dan sekresi pada dinding vagina,
sehingga menimbulkan hubungan seksual yang sakit, perdarahan, gatal, iritasi dan
lambat orgasme. Pada laki –laki terjadi penurunan ukuran penis dan testes dan
respon seksual yang melambat. 5) Genito-urinaria Kapasitas buli menurun,
menurunnya sensasi untuk bak sehingga sering retensi dan kesulitan bak. Pada
laki-laki terjadi BPH, dan pada wanita terjadi relaksasi otot perineum dan
inkontinensia urine. 6) Gastrointestinal Salivasi berkurang, susah menelan
makanan, mengeluh mulut kering, pengosongan esofagus dan lambung yang
melambat sehingga sering terjadi gejala penuh, sakit ulu hati, mobilisasi usus
berkurang sehingga sering konstipasi, bersendawa, perut tidak nyaman. 7)
Muskuloskeletal Hilangnya densitas tulang, kekuatan dan ukuran otot, degenerasi
tulang rawan sendi, sehingga terjadi penurunan tinggi badan, kyphosis, fraktur,
sakit pada punggung, merasa hilang tenaga, flexibilitas dan ketahanan sendi
menurun dan sering sakit sendi. 8) Saraf Berkurangnya kecepatan konduksi saraf
sehingga terjadi konfusi disertai dengan keluhan fisik dan kehilangan respon
lingkungan. Sirkulasi serebral menurun sehingga terjadi penurunan reaksi dan
respon, belajar perlu waktu yang lama, sering bingung, sering lupa dan jatuh. e.
Sistem indera : 1) Penglihatan : Kemampuan untuk fokus pada objek yang dekat
berkurang, tidak toleransi terhadap sinar, kesulitan mangatur intensitas cahaya
6
masuk mata, dan penurunan kemampuan membedakan warna. 2) Pendengaran :
Menurunnya kemampuan mendengarkan suara frekuensi tinggi. 3) Rasa dan bau :
Penurunan kemampuan mengecap dan membau sehingga dapat menggunakan
gula dan garam berlebih pada makanannya. f. Halusinasi dan delusi g. Tanda dan
Gejala lainnya : 1) Psikiatrik Gangguan cemas, depresi, perubahan kepribadian
sehingga sering menangis atau tertawa patologis, emosi ekstrim tanpa provokasi.
2) Neurologis Apraxia dan agnosia, kejang, sakit kepala, pusing, kelemahan,
sering pingsan, gangguan tidur, disartria, disfagia. 3) Reaksi katastropi Agitasi
yang muncul sekunder akibat kesadaran subjektif terhadap defisit intelektual yang
dialami pada keadaan yang penuh stres. 4) Sundown syndrome Mengantuk,
konfusi, ataksia, jatuh. Sindrome ini bisa muncul saat stimulus eksternal
berkurang atau karena pengaruh obat benzodiazepine.
7
menunjukkan banyaknya sel saraf yang hilang. Sel yang tersisa tampak semrawut
dan di seluruh jaringan otak tersebar plak yang terdiri dari amiloid (sejenis protein
abnormal). Metode diagnostik yang digunakan untuk mendiagnosis penyakit ini
adalah pemeriksaan pungsi lumbal dan PET (positron emission tomography),
yang merupakan pemerisaan skening otak khusus.
8
dialami penderita demensia. Keluarga tidak berarti harus membantu semua
kebutuhan harian lansia, sehingga lansia cenderung diam dan bergantung pada
lingkungan. Seluruh anggota keluargapun diharapkan aktif dalam membantu
lansia agar dapat seoptimal mungkin melakukan aktifitas sehari-harinya secara
mandiri dengan aman. Melakukan aktivitas sehari-hari secara rutin sebagaimana
pada umumnya lansia tanpa demensia dapat mengurangi depresi yang dialami
lansia penderita demensia. Merawat penderita dengan demensia memang penuh
dengan dilema, walaupun setiap hari selama hampir 24 jam mengurus mereka,
mungkin mereka tidak akan pernah mengenal dan mengingat siapa kita, bahkan
tidak ada ucapan terima kasih setelah apa yang kita lakukan untuk mereka.
Kesabaran adalah sebuah tuntutan dalam merawat anggota keluarga yang
menderita demensia. Tanamkanlah dalam hati bahwa penderita demensia tidak
mengetahui apa yang terjadi pada dirinya. Merekapun berusaha dengan keras
untuk melawan gejala yang muncul akibat demensia. Saling menguatkan sesama
anggota keluarga dan selalu meluangkan waktu untuk diri sendiri beristirahat dan
bersosialisasi dengan teman-teman lain dapat menghindarkan stress yang dapat
dialami oleh anggota keluarga yang merawat lansia dengan demensia. Pada suatu
waktu lansia dengan demensia dapat terbangun dari tidur malamnya dan panik
karena tidak mengetahui berada di mana, berteriak-teriak dan sulit untuk
ditenangkan. Untuk mangatasi hal ini keluarga perlu membuat lansia rileks dan
aman. Yakinkan bahwa mereka berada di tempat yang aman dan bersama dengan
orang-orang yang menyayanginya. Duduklah bersama dalam jarak yang dekat,
genggam tangan lansia, tunjukkan sikap dewasa dan menenangkan. Berikan
minuman hangat untuk menenangkan dan bantu lansia untuk tidur kembali.
Lansia dengan demensia melakukan sesuatu yang kadang mereka sendiri tidak
memahaminya. Tindakan tersebut dapat saja membahayakan dirinya sendiri
maupun orang lain. Mereka dapat saja menyalakan kompor dan meninggalkannya
begitu saja. Mereka juga merasa mampu mengemudikan kendaraan dan tersesat
atau mungkin mengalami kecelakaan. Memakai pakaian yang tidak sesuai kondisi
atau menggunakan pakaian berlapis-lapis pada suhu yang panas. Seperti layaknya
anak kecil terkadang lansia dengan demensia bertanya sesuatu yang sama
berulang kali walaupun sudah kita jawab, tapi terus saja pertanyaan yang sama
9
disampaikan. Menciptakan lingkungan yang aman seperti tidak menaruh benda
tajam sembarang tempat, menaruh kunci kendaraan ditempat yang tidak diketahui
oleh lansia, memberikan pengaman tambahan pada pintu dan jendela untuk
menghindari lansia kabur adalah hal yang dapat dilakukan keluarga yang merawat
lansia dengan demensia di rumahnya. (Kusumawati, 2007, http:/www.berita iptek
online.com).
10
1. DIAGNOSA KEPERAWATAN : Perubahan proses pikir b/d degenerasi
neuronal dan demensia progresif. TUJUAN : Setelah diberi askep 3×24 jam
diharapkan pasien mampu memelihara fungsi kognitif yang optimal dengan
kriteria : – Mempertahankan fungsi ingatan yang optimal. – Memperlihatkan
penurunan dalam prilaku yang bingung. – Menunjukkan respons yang sesuai
untuk stimuli taktil, visual dan auditori. – Mengungkapkan rasa keamanan dan
perlindungan. – Menunjukkan orientasi optimal terhadap waktu, tempat dan
orang. INTERVENSI KEPERAWATAN : Kurangi konfusi lingkungan. – Dekati
pasien dengan cara menyenangkan dan kalem. – Cobalah agar mudah ditebak
dalam sikap dan percakapa perawat. – Jaga lingkungan tetap sederhana dan
menyenagkan. – Pertahankan jadwal sehari-hari yang teratur. – Alat bantu
mengingat sesuai yang diperlukan. RASIONAL : Stimuli yang sederhana dan
terbatas akan memfasilitasi interpretasi dan mengurangi distorsi input; perilaku
yang dapat ditebak kurang mengancam disbanding perilaku yang tidak dapat
ditebak; alat bantu ingatan akan membantu pasien untuk mengingat. 2. Tingkatkan
isyarat lingkungan – Perkenalkan diri perawat ketika berinteraksi dengan pasien. –
Panggil pasien dengan menyebutkan namanya. – Berikan isyarat lingkungan
untuk orientasi waktu, tempat dan orang. RASIONAL :Isyarat lingkungan akan
meningkatkan orientasi terhadap waktu, tempat dan orang dan individu akan
mengisi kesenjangan ingatan dan berfungsi sebagai pengingat. 2. DIAGNOSA
KEPERAWATAN : Risiko terhadap cedera b/d defisit sensori dan motorik.
TUJUAN : Setelah diberi askep 3×24 jam diharapkan pasien mampu
mempertahankan keselamatan fisik dengan kriteria : – Mematuhi prosedur
keselamatan. – Dapat bergerak dengan bebas dan mandiri disekitar rumah. –
Mengungkapkan rasa keamanan dan terlindungi. INTERVENSI KEPERAWATAN
: Kendalikan lingkungan. – Singkirkan bahaya yang tampak jelas. – Kurangi
potensial cedera akibat jatuh ketika tidur.. – Pantau regimen medikasi. – Ijinkan
merokok hanya dalam pengawasan. – Pantau suhu makanan. – Awasi semua
aktivitas diluar rumah. RATIONAL :Lingkungan yang bebas bahaya akan
mengurangi risiko cedera dan membebaskan keluarga dari kekhawatiran yang
konstan. 2. Ijinkan kemandirian dan kebebasan maksimum. – Berikan kebebasan
dalam lingkungan yang aman. – Hindari penggunaan restrain. – Kerika pasien
11
melamun, alihkan perhatiannya. – Simpan tag identifikasi pada pasien.
RATIONAL :Hal ini akan memberikan pasien rasa otonomi.Restrain dapat
meningkatkan agitasi.Pengalihan perhatian difasilitasi oleh kehilangan ingatan
segera.Nama dan nomor telpon akan memfasilitasi kembalinya dengan aman
pasien yang sedang melamun. 3. Kaji adanya hipotensi ortostatik RATIONAL
:Dapat menyebabkan cedera 4. Ajarkan klien bergerak dari posisi tidur ke berdiri
secara bertahap RATIONAL :Mencegah terjadinya hipotensi ortostatik yang dapat
menyebabkan cedera 5. Ajarkan latihan untuk meningkatkan kekuatan dan
fleksibilitas RATIONAL : Dengan meningkatnya kekuatan otot akan mencegah
terjadinya cedera DAFTAR PUSTAKA Boedhi-Darmojo, (2009), Geriatri Ilmu
Kesehatan Usia Lanjut. Edisi 4. Jakarta : FKUI. Medicastore, 2008, Demensia,
(Online), available : http:/www.medicastore.com, (2009, Agust,24). Kusumawati,
2007, Mengenal Demensia Pada Lanjut Usia, (Online), available :
http:/www.berita iptek online.com, (2009, Agust, 24). Maslim Rusdi, 2001,
Diagnosis Gangguan Jiwa, Jakarta Pujiastuti Sri Suruni, 2003, Fisioterapi Pada
Lansia, EGC, Jakarta Setiati Siti dkk, Ilmu Penyakit Dalam, jilid III, edisi IV,
FKUI, Jakarta
12