You are on page 1of 7

ABORTUS DAN HUKUM

0LEH ;
Piurnema
A. Pendahuluan : Pengertian Abortus (aborsi).
Di kalangan ahli kedokteran dikenal dua macam abortus (keguguran
kandungan) yakni abortus spontan dan abortus buatan.
Abortus spontan adalah merupakan mekanisme alamiah yang menyebabkan
terhentinya proses kehamilan sebelum berumur 28 minggu. Penyebabnya dapat
oleh
karena penyakit yang diderita si ibu ataupun sebab-sebab lain yang pada umumnya
gerhubungan dengan kelainan pada sistem reproduksi.
Lain halnya dengan abortus buatan, abortus dengan jenis ini merupakan
suatu upaya yang disengaja untuk menghentikan proses kehamilan sebelum
berumur 28 minggu, dimana janin (hasil konsepsi) yang dikeluarkan tidak bisa
bertahan hidup di dunia luar.
Abortus buatan, jika ditinjau dari aspek hukum dapat digolongkan ke dalam
dua golongan yakni :
1. Abortus buatan legal
Yaitu pengguguran kandungan yang dilakukan menurut syarat dan cara-cara
yang dibenarkan oleh undang-undang. Populer juga disebut dengan abortus
provocatus therapcutius, karena alasan yang sangat mendasar untuk
melakukannya adalah untuk menyelamatkan nyawa/menyembuhkan si ibu.
2. Abortus buatan ilegal
Yaitu pengguguran kandungan yang tujuannya selain dari pada untuk
menyelamatkan/ menyembuhkan si ibu, dilakukan oleh tenaga yang tidak
kompeten serta tidak memenuhi syarat dan cara-cara yang dibenarkan oleh
undang-undang.
Abortus golongan ini sering juga disebut dengan abortus provocatus criminalis,
karena di dalamnya mengandung unsur kriminal atau kejahatan.
Secara skematis penggolongan abortus dapat digambarkan sebagai berikut.
B. Pandangan Umum Tentang Abortus Buatan
Para ahli dari berbagai disiplin ilmu seperti ahli agama, ahli hukum, sosial dan
ekonomi memberikan pandangan yang berbeda terhadap dilakukannya abortus
buatan. Ahli agama melihatnya dari kaca dosa dan mereka sepakat bahwa
melakukan abortus buatan adalah perbuatan dosa.
Begitu pula dengan ahli ekonomi, mereka sepakat bahwa alasan ekonomi tidak
dapat
dijadikan alasan untuk membenarkan dilakukannya pengguguran kandungan.
Pada umumnya para ahli tersebut menentang dilakukannya abortus buatan
meskipun jika berhadapan dengan masalah kesehatan (keselamatan nyawa ibu)
mereka dapat memahami dilakukannya abortus buatan.
Demikian halnya dengan negara-negara di dunia, pada umumnya setiap
negara memiliki undang-undang yang melarang dilakukannya abortus buatan
meskipun pelarangan tersebut tidak bersifat mutlak.
Kita lihat saja misalnya di negara Indonesia, dimana dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP) tindakan pengguguran kandungan yang disengaja
digolongkan ke dalam kejahatan terhadap nyawa (Bab XIX pasal 346 s/d 249).
Namun dalam undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang kesehatan pada
pasal
©2003 Digitived By USU digital library 2
15 dinyatakan bahwa dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan
jiwa ibu hamil atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.
Dengan demikian jelas bagi kita bahwa melakukan abortus buatan dapat
merupakan tindakan kejahatan, tetapi juga bisa merupakan tindakan ilegal yang
dibenarkan undang-undang.
Bagaimanakah abortus buatan legal dan ilegal, dikaitkan dengan proses
pembuktiannya (penyidikan)?. Inilah yang menjadi pokok pembahasan dalam
makalah ini.
C. Ketentuan-ketentuan Abortus Buatan Dalam Perundang-undangan.
Dalam KUHP Bab XIX Pasal 346 s/d 350 dinyatakan sebagai berikut :
Pasal 346 : "Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam
dengan pidana penjara paling lama empat tahun".
Pasal 347 : (1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam
dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut,
diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348 : (1) Barang siapa dengan sengaja menggunakan atau mematikan
kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam
dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut,
diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349 : "Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan
kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun membantu melakukan
salah satu kejahatan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang
ditentukan dalam pasal itu dapat dditambah dengan sepertiga dan
dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam mana
kejahatan dilakukan".
Dari rumusan pasal-pasal tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1. Seorang wanita hamil yang sengaja melakukan abortus atau ia menyuruh
orang lain, diancam hukuman empat tahun penjara.
2. Seseorang yang sengaja melakukan abortus terhadap ibu hamil, dengan
tanpa persetujuan ibu hamil tersebut, diancam hukuman penjara 12 tahun,
dan jika ibu hamil tersebut mati, diancam 15 tahun penjara.
3. Jika dengan persetujuan ibu hamil, maka diancam hukuman 5,5 tahun
penjara dan bila ibu hamilnya mati diancam hukuman 7 tahun penjara.
4. Jika yang melakukan dan atau membantu melakukan abortus tersebut
seorang dokter, bidan atau juru obat (tenaga kesehatan) ancaman
hukumannya ditambah sepertiganya dan hak untuk berpraktek dapat dicabut.
Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15
(lima
belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta
rupiah).
Pada penjelasan UU No.23 Tahun 1992 Pasal 15 dinyataka sebagai berikut :
Ayat (1) : "Tindakan medis dalam bentuk pengguguran kandungan dengan
alasan apapun, dilarang karena bertentangan dengan norma hukum,
norma agama, norma kesusilaan dan norma kesopanan".
Namun dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan
jiwa ibu atau janin yang dikandungnya dapat diambil tindakan medis
tertentu.
©2003 Digitived By USU digital library 3
Ayat (2)
Butir a : Indikasi medis adalah suatu kondisi yang benar-benar mengharuskan
diambil tindakan medis tertentu, sebbab tanpa tindakan medis
tertentu itu, ibu hamil dan janinnya terancam bahaya maut.
Butir b : Tenaga kesehatan yang dapat melakukan tindakan medis tertentu
adalah tenaga yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk
melakukannya, yaitu seorang dokter ahli kebidanan dan penyakit
kandungan.
Butir c : Hak utama untuk memberikan persetujuan ada pada ibu hamil yang
bersangkutan, kecuali dalam keadaan tidak sadar atau tidak dapat
memberikan persetujuannya, dapat diminta dari suami atau
keluarganya.
Butir d : Sarana kesehatan tertentu adalah sarana kesehatan yang memiliki
tenaga dan peralatan yang memadai untuk tindakan tersebut dan
telah ditunjuk oleh pemerintah.
Ayat (3) : Dalam Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan dari pasal
inidijabarkan antara lain mengenal keadaan darurat dalam
menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya, tenaga kesehaan
mempunyai keahlian dan kewenagan bentuk persetujuan, sarana
kesehatan yang ditunjuk.
D. Membedakan Abortus Buatan Legal dan Ilegal, Kaitannya Dengan proses
Pembuktian
Dari penjabaran di atas secara gamblang kita dapat membedakan antara
abortus buatan legal dan ilegal.
Abortus buatan legal, yaitu abortus buatan yang sesuai dengan ketentuanketentuan
sebagaimana diatur dalam pasal 15 UU No.23 Tahun 1992 tentang
kesehatan, yakni harus memenuhi anasir sebagai berikut :
a. Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan
tersebut;
b. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenagan;
c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau
keluarganya;
d. Pada sarana kesehatan tertentu.
Jika anasir-anasir tersebut tidak terpenuhi atau sebagian tidak terpenuhi, maka
abortus yang dilakukan termasuk golongan abortus buatan ilegal.
Persoalannya adalah bagaimanakah membuktikan bahwa anasir-anasir terpenuhi
atau tidak?
Dalam praktek/kesehatan sangat sedikit sekali kasus-kasus abortus buatan
yang sampai pada tahap penyidikan. Hal ini antara lain disebabkan karena pihak,
baik ibu hamil maupun yang membantu melakukannya sebelumnya pasti sudah
melakukan pemufakatan (jahat) untuk saling tidak melaporkan perbuatannya,
karena pasti akan merugikan diri sendiri. Meskipun bukan delik aduan, tanpa
laporan
dari para pihak, aparat penyidik sangat sulit untuk mengetahui adanya praktek
abortus buatan tersebut.
Untuk menambah pemahaman kita, berikut ini diskenariokan satu ilustrasi
praktek abortus buatan ilegal : "Mona adalah pacar gelap seorang direktur Bank
Pemerintah. Setelah berhubungan lebih kurang satu tehun, ternyata Mona hamil,
dan ia memberitahu Bankir tersebut atas kehamilannya. Bankir terperanjat dan
dicekam rasa kekhawatiran yang teramat sangat, takut jika rahasianya terbongkar
dan akan mengancam kariernya. Dengan modus bujukan, dirayunyalah si Mona
agar
mau menggugurkan kandungannya, tetapi Mona menolak mentah-mentah bujukan
©2003 Digitived By USU digital library 4
tersebut. Bankir panik, dan segala kecemasannnya akhirnya ia minta bantuan
seorang dokter kebidanan dan kandungan, untuk membantunya melakukan aborsi
pada Mona.
Dokter tersebut memberikan semacam obat, dan dengan alasan untuk meningkatka
stamina agar kehamilan Mona terjaga, obat tersebut diminumkannya kepada
Mona.
Selang beberapa hari terjadilah pendarahan, dan si Bankir membawa Mona ke
Klinik
Dokter Kebidanan untuk pura-pura minta pertolongan.
Dokter menjelaskan bahwa kehamilan Mona tidak bisa dipertahankan, dan
harus dilakukan kuretase (pengeluaran janin). Mona terkejut, kenapa harus secepat
itu dilakukan kuretase, padahal pendarahannya hanya sedikit.
Tanpa bisa melakukan perlawanan, Mona pasrah dilakukannya kuretase
meskipun dalam hati kecilnya rencana untuk menjebak Bankir jadi suaminya
terancam gagal.
Setelah Mona sembuh, iapun melaporkan kejadian tersebut ke Kantor Polisi,
dengan isi laporan bahwa suaminya dengan bantuan seorang dokter kebidanan
telah
melakukan aborsi atas kehamilannya. Polisi pun melakukan penyelidikan dan
dilanjutkan ke tahap penyidikan.
Pada saat polisi mengumpulkan alat bukti, polisi mendapatkan catatan medis
Mona berisi bahwa Mona mengalami pendarahan hebat dan akan mengancam
jiwanya, sehingga dengan persetujuan Mona dan (suaminya) dokter melakukan
kuretase.
Dokumen catatan medik lengkap, bukti persetujuan Mona ada, lalu Polisi
menginterogasi dokter kebidanan, dan dokter tersebut bersikukuh bahwa ia harus
menyelamatkan jiwa Mona dan menurutnya perbuatannya tersebut sudah sesuai
dengan Sumpah Profesi dan Kode Etiknya.
Pertanyannya adalah : Dapatkah anda membayangkan bagaimana upaya Polisi
untuk
pembuktian kasus tersebut?
Dalam ilustrasi di atas, Mona adalah wanita pemberani yang mau melaporkan
aibnya kepada pihak berwajib, lalu bagaimana kalau Mona tidak melaporkannya
sama sekali.
Seandainya pun ada saksi lain, misalnya pembantu Mona, ia pasti akan
banyak tahu tentang ulah majikannya tersebut, karena halnya sangat pribadi dan
berjalannya begitu cepat. Berbeda misalnya dengan kasusu penganiayaan,
mungkin
si pembantu bisa mengetahui ada pertengkaran (terdengar) dan mungkin saja ada
bekas tamparan di wajah Mona.
Meskipun tidak mencantumkan angka statistik, penulis yakin bahwa angka
kejadian Abortus Buatan Ilegal ini sangat tinggi, dengan asumsi bahwa banyak
peristiwa seperti yang dialami Mona pada kasus di atas. Belum lagi jika dikaitkan
dengan tekanan ekonomi, sosial dan sebagainya.
E. Upaya Mengurangi Abortus Buatan Ilegal Di Kalangan Tenaga Kesehatan
Para dokter dan tenaga medis lainnya, hendaklah selalu menjaga sumpah
profesi dan kode etiknya dalam melakukan pekerjaan. Jika hal ini secara
konsekwen
dilakukan pengurangan kejadian abortus buatan ilegal akan secara signifikan
dapat
dikurangi.
Dalam deklarasi Oslo (1970) tentang pengguguran kandungan atas indikasi
medik, disebutkan bahwa moral dasar yang dijiwai seorang dokter adalah butir
Lafal
Sumpah Dokter yang berbunyi : "Saya akan menghormati hidup insani sejak
saat pembuahan : oleh karena itu Abortus buatan dengan indikasi medik,
hanya dapat dilakukan dengan syarat-syarat berikut":
1. Pengguguran hanya dilakukan sebagai suatu tindakan terapeutik.
©2003 Digitived By USU digital library 5
2. Suatu keputusan untuk menghentikan kehamilan, sedapat mungkin disetujui
secara tertulis oleh dua orang dokter yang dipilih berkat kompetensi
profesional mereka.
3. Prosedur itu hendaklah dilakukan seorang dokter yang kompeten di instalasi
yang diakui oleh suatu otoritas yang sah.
4. Jika dokter itu merasa bahwa hati nuraninya tidak memberanikan ia
melakukan pengguguran tersebut, maka ia hendak mengundurkan diri dan
menyerahkan pelaksanaan tindakan medik itu kepada sejawatnya yang lain
yang kompeten.
5. Selain memahami dan menghayati sumpah profesi dan kode etik, para tenaga
kesehatan perlu pula meningkatkan pemahaman agama yang dianutnya.
Melalui pemahaman agama yang benar, diharapkan para tenaga kesehatan
dalam menjalankan profesinya selalu mendasarkan tindakannya kepada
tuntunan agama.
F. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas dapatlah kiranya kita menarik kesimpulan sebagai
berikut :
1. Abortus secara umum dibagi atas dua macam yaitu Abortus Spontan dan
Abortus Buatan.
2. Abortus Buatan, dilihat dari aspek hukum dapat digolongkan menjadi dua
golongan yaitu Abortus Buatan Legal (Abortus Provocatus Therapeticus) dan
Abortus Buatan Ilegal (Abortus Provocatus Criminalis).
3. Dalam perundang-undangan Negara Republik Indonesia pengaturan tentang
abortus terdapat dalam dua Undang-undang yakni Kitab Undang-undang
Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan.
4. Dalam KUHP hanya mengatur tentang ancaman hukuman melakukan Abortus
Buatan (Ilegal), sedangkan tentang Abortus Buatan Legal diatur dalam
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
5. Proses pembuktian atas kasus Abortus Buatan Ilegal sangat sulit dan rumit,
mengingat para pihak dalam melakukan perbuatan tersebut selalu didahului
pemukatan (jahat) untuk saling merahasiakan.
6. Berdasarkan poin 3 di atas, maka sangat sedikit kasus Abortus Buatan Ilegal
yang sampai ke tahap penyidikan dan tuntutan.
7. Bagi tenaga kesehatan, khususnya Dokter, Bidan dan Juru Obat, ancaman
pidana melakukan perbuatan Abortus Buatan Ilegal dapat ditambah sepertiga
dari ancaman hukumannya.
8. Penghayatan dan pengamalan Sumpah Profesi dan Kode Etik masing-masing
tenaga kesehatan secara tidak langsung dapat mengurangi terjadinya Abortus
Buatan Ilegal, lebih lagi jika dibarengi dengan pendalaman dan pengamatan
ajaran agama.
G. Saran
Sesuai dengan kesimpulan di atas maka penulis memberi saran agar :
1. Hendaknya para dokter dan tenaga medis lainnya menghindari melakukan
tindakan abortus ilegal, karena itu merupakan tindakan kejahatan dan
bertentangan dengan ajaran agama.
2. Hendaknya para dokter dan tenaga medis lainnya dalam menjalankan
profesinya harus sesuai dengan standar profesi medis, karena sebagai akibat
adanya standar profesi medis ini timbul suatu kewajiban untuk selalu
©2003 Digitived By USU digital library 6
meng"up to date" dalam semua perkembangan medis yang ada dalam bidang
keahliannya.
3. Hendaknya para dokter dan tenaga medis lainnya selalu menjaga sumpah
profesi dan kode etiknya dalam melakukan pekerjaan, sehingga pengurangan
kejadian Abortus Buatan Ilegal dapat dikurangi.
DAFTAR PUSTAKA
Hamzah, Andi, Dr.SH., 1984, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Ghalia
Indonesia, Jakarta.
Hanafiah, M. Yusuf., Prof.Dr.SPOG & Amri Amir, Dr.SpF., 1999, Etika Kedokteran
&
Hukum Kesehatan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Mochtar, Rustam, 1987, Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Valentino Group, Medan
Sholeh, Soeaidy, SH., 1992, Himpunan Peraturan Kesehatan, Penerbit Arcan,
Jakarta.
http://library.usu.ac.id/download/fh/pid-syafruddin6.pdf
Diposkan oleh piurnema di 16:28 0 komentar

You might also like