You are on page 1of 9

TUGAS UJIAN KEPANITERAAN

ILMU KEDOKTERAN GIGI ANAK

Disusun oleh:

KHONG MEI XUAN

11/324413/KG/08999

Penguji:

drg. Emut Lukito, Sp. KGA (K)

Dr. drg. Rinaldi Budi Utomo, Sp. KGA (K)

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN GIGI ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2017
1. Pengertian komprehensif, interdisipliner, multidisipliner holistic, total care.
a. Holistik berasal dari ‘whole’ artinya keseluruhan. Menurut konsep Hippocrates
(bapak ilmu kedokteran), pengobatan manusia harusnya juga mengikutsertakan
pengobatan tubuh secara keseluruhan, tidak hanya mengobati gejala penyakit saja.
Oleh itu, holistik dentistry adalah pendekatan pengobatan gigi yang
mempertimbangkan kesehatan fisikal dan jiwa manusia.
b. Komprehensif: Penderita penyakit kronis sering melibatkan beberapa sistem tubuh.
Pendekatan komprehensif adalah perawatan yang memastikan kebutuhan pasien
dipernuhi.
c. Multidisciplinary dentistry: Multidisiplin adalah kombinasi dari berbagai disiplin
ilmu dalam tugas, tidak harusnya berkerja secara terintegrasi atau terkoordinasi,
dimana dalam pemecahan suatu masalah menggunakan berbagai sudut pandang
ilmu yang releven. Tim multidisiplin memanfaatkan ketermpilan dan pengalaman
individu dari berbagai ilmu dan mendekati pasien dari perspekstif sendiri (Santos-
Morales dan Bernardo, 2012)
d. Interdisiplinary dentistry: Adalah rencana perawatan yang melibatkan lebih dari
satu jenis cabang dentistry. Pendekatan ini amat berguna dalam kasus yang
complex dan memerlukan kolaborasi lebih dari satu spesialis. Tim biasanya tidak
hanya mencakup berbagai spesialis gigi (periodontist, spesialis konservasi gigi,
prosthodontist, dokter gigi restoratif, ahli bedah mulut, dokter gigi atau
paedodontist) tetapi juga dokter yang juga dapat berkolaborasi untuk memastikan
kasus dikelola dan dirawat secara efektif (Romeo, 2000).
e. Total patient care adalah pendekatan yang mengacu pada penyediaan layanan
untuk semua kebutuhan pasien termasuk kebutuhan fisik, psikologis, sosial dan
spiritual. Ini berarti mengelola pasien secara keseluruhan.
(https://drdollah.com/clinical-care-processes/)
2. Manajemen trauma pada gigi geligi bercampur
Trauma adalah luka atau jejas baik fisik maupun psikis yang disebabkan oleh
tindakan-tindakan fisik dengan terputusnya kontinuitas normal suatu struktur. Trauma
gigi dan mulut menduduki posisi keempat dari trauma seluruh area tubuh yang terjadi
pada usia 7-30 tahun. Menurut Internastional Association Dental Traumatology, satu
dari dua anak mengalami trauma gigi pada usia 8-12 tahun (Ankola dkk., 2013).
Prevalensi trauma gigi lebih tinggi pada laki-laki dan meningkat dengan usia. Hal ini

2
disebabkan anak laki-laki lebih aktif dan ekstrim dalam melakukan aktivitas fisik
seperti bermain (Andreason dkk., 2007).
Ellis dan Davey membagi penyebab trauma menjadi dua yaitu, gigi secara
langsung terkena benda penyebab trauma dan gigi tidak secara tidak langsung terkena
benda penyebab trauma, misalnya trauma mengenai rahang bawah yang kemudian
menyebabkan kerusakan gigi di rahang bawah.

Klasifikasi Trauma Gigi

Ellis dan Davey menyusun klasifikai trauma pada gigi anterior


menurut banyaknya struktur gigi yang terlibat, yaitu :
Kelas 1 Fraktur mahkota sederhana yang hanya melibatkan jaringan email.
Kelas 2 Fraktur mahkota yang lebih luas yang telah melibatkan jaringan dentin tapi
belum melibatkan pulpa.
Kelas 3 Fraktur mahkota gigi yang melibatkan jaringan dentin dan menyebabkan
terbukanya pulpa.
Kelas 4 Trauma pada gigi yang menyebabkan gigi menjadi non vital dengan atau
tanpa kehilangan struktur mahkota.
Kelas 5 Trauma pada gigi yang menyebabkan kehilangan gigi atau avulsi.
Kelas 6 Fraktur akar dengan atau tanpa kehilangan struktur mahkota.
Kelas 7 Perubahan posisi atau displacement gigi.
Kelas 8 Kerusakan gigi akibat trauma atau benturan pada gigi sulung.

Klasifikasi yang direkomendasikan dari World Health Organization (WHO)


dalam Application of International Classification of Diseases to Dentistry and
Stomatology diterapkan baik gigi sulung dan gigi tetap, yang
meliputi jaringan keras gigi, jaringan pendukung gigi dan jaringan lunak rongga mulut
yaitu sebagai berikut :

I. Kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa


1. Retak mahkota (enamel infraction), yaitu suatu fraktur yang tidak sempurna pada
email tanpa kehilangan struktur gigi dalam arah horizontal atau vertikal.
2. Fraktur email yang tidak kompleks (uncomplicated crown fracture), yaitu fraktur
email yang tidak kompleks (uncomplicated crown fracture) yaitu suatu fraktur yang
hanya mengenai lapisan email saja.
3. Fraktur email-dentin (uncomplicated crown fracture), yaitu fraktur pada mahkota
gigi yang hanya mengenai email dan dentin saja tanpa melibatkan pulpa.
4. Fraktur mahkota yang kompleks (complicated crown fracture), yaitu fraktur yang

3
mengenai email, dentin, dan pulpa
II. Kerusakan pada jaringan keras gigi, pulpa, dan tulang alveolar
1. Fraktur mahkota-akar, yaitu suatu fraktur yang mengenai email, dentin,
dansementum. Fraktur mahkota akar yang melibatkan jaringan pulpa disebut fraktur
mahkota-akar yang kompleks (complicated crown-root fracture) dan
fraktur mahkota-akar yang tidak melibatkan jaringan pulpa disebut fraktur mahkota-
akar yang tidak kompleks (uncomplicated crown-root fracture).
2. Fraktur akar, yaitu fraktur yang mengenai dentin, sementum, dan pulpa tanpa
melibatkan lapisan email.
3. Fraktur dinding soket gigi, yaitu fraktur tulang alveolar yang melibatkan dinding
soket labial atau lingual, dibatasi oleh bagian fasial atau lingual dari dinding soket.
4. Fraktur prosesus alveolaris, yaitu fraktur yang mengenai prosesus alveolaris dengan
atau tanpa melibatkan soket alveolar gigi.
5. Fraktur korpus mandibula atau maksila, yaitu fraktur pada korpus mandibular atau
maksila yang melibatkan prosesus alveolaris, dengan atau tanpa melibatkan soket
gigi.
III. Kerusakan pada jaringan periodontal
1. Concusion, yaitu trauma yang mengenai jaringan pendukung gigi yang
menyebabkan gigi lebih sensitif terhadap tekanan dan perkusi tanpa adanya
kegoyangan atau perubahan posisi gigi
2. Subluxation, yaitu kegoyangan gigi tanpa disertai perubahan posisi gigi akibat
trauma pada jaringan pendukung gigi.
3. Luksasi ekstrusi (partial displacement), yaitu pelepasan sebagian gigi ke luar dari
soketnya. Ekstrusi menyebabkan mahkota gigi terlihat lebih panjang.
4. Luksasi, merupakan perubahan letak gigi yang terjadi karena pergerakan gigi ke
arah labial, palatal maupun lateral, hal ini menyebabkan kerusakan atau
fraktur pada soket alveolar gigi tersebut. Trauma gigi yang menyebabkan luksasi
lateral menyebabkan mahkota bergerak ke arah palatal
5. Luksasi intrusi, yaitu pergerakan gigi ke dalam tulang alveolar, dimana
dapatmenyebabkan kerusakan atau fraktur soket alveolar. Luksasi intrusi
menyebabkan mahkota gigi terlihat lebih pendek.
6. Laserasi (hilang atau ekstrartikulasi) yaitu pergerakan seluruh gigi ke luar dari
soket.

4
IV. Kerusakan pada gusi atau jaringan lunak rongga mulut.
1. Laserasi merupakan suatu luka terbuka pada jaringan lunak yang disebabkan oleh
benda tajam seperti pisau atau pecahan luka. Luka terbuka tersebut berupar obeknya
jaringan epitel dan subepitel.
2. Kontusio yaitu luka memar yang biasanya disebabkan oleh pukulan benda tumpul
dan menyebabkan terjadinya perdarahan pada daerah submukosa tanpa disertai
sobeknya daerah mukosa.
3. Luka abrasi, yaitu luka pada daerah superfisial yang disebabkan karena gesekan atau
goresan suatu benda, sehingga terdapat permukaan yang berdarah atau lecet.
(Andreason dkk., 2003).

Pemeriksaan Klinis dan Penegakkan diagnosis

Pemeriksaan dilakukan pada seluruh tubuh pasien anak yang datang pertama
kali ke dokter gigi setelah kecelakaan karena kemungkinan terdapat cedera di bagian
tubuh lain. Pemeriksaan gigi dan mulut anak yang baru mengalami kecelakaan adalah
sulit. Hal ini disebabkan rasa takut yang masih dirasakannya akibat kecelakaan dan
rasa cemas terhadap kunjungan ke dokter gigi, apalagi bila kunjungan itu merupakan
kunjungan pertama. Pada anak yang tidak koperatif, pemeriksaan dilakukan dengan
cara tersendiri (terutama anak balita). Cara yang biasa dilakukan misalnya:
1. Anak diletakkan dipangkuan ibunya dengan posisi kaki ke arah ibu dan kepala
anak ke arah dokter gigi. Dokter gigi duduk berhadapan dengan ibu, agar anak
tidak meronta-ronta tangannya dipegang oleh ibunya, sehingga dokter gigi mudah
melakukan pemeriksaan dan perawatan
2. Anak dibungkus dengan selimut tangan dilipat dan diletakkan di atas dada, anak tidak
dapat bergerak dan pemeriksaan mudah dilakukan
Pemeriksaan pasien dimulai dengan anamnese pada anak dengan cara
autoanamnesis dan aloanamnesis. Beberapa anamneses yang diperlukan untuk
membantu dalam menegakan diagnosis adalah riwayat penyakit umum, riwayat
penyakit gigi, waktu terjadi trauma, bagaimana terjadi trauma, tempat terjadi trauma,
dan asal perdarahan.
Pemeriksaan klinis dilakukan setelah daerah trauma telah dibersihkan dengan
berhati-hati. Pemeriksaan yang dilakukan mencakup palpasi dan observasi luka pada
jaringan lunak seperti pada muka, bibir dan gingiva, luka pada jaringan keras gigi dan
processus alveolaris, mobility gigi, perluasan fraktur gigi, reaksi gigi terhadapat
5
perkusi, dan warna gigi. Pemeriksaan vitalitas gigi pada segera setelah terjadi trauma
tidak dianjurkan karena akan menambah beban pulpa dan pulpa yang baru mengalami
trauma biasanya dalma keadaan syok sehingga tes vitalitas menjadi tidak akut.
Pemeriksaan radiologis juga dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan dan
perkembangan gigi, bentuk pulpa, perluasan fraktur serta adanya fraktur akar, fraktur
tulang alveolar, adanya benda asing dalam jaringan dan kelainan-kelainan lain di
daerah tersebut. Selain itu pemeriksaan radiologis berguna untuk menentukan
diagnosis yang akan dibandingkan dengan pemeriksaan pada saat kontrol yang akan
datang. Dengan pemeriksaan yang teliti dan lengkap akan diperoleh diagnosis yang
lengkap sesuai dengan klasifikasi kerusakan gigi akibat trauma sehingga dapat
direncanakan perawatan secara lengkap dan tepat.

Perawatan trauma pada gigi permanen muda

Sebelum perawatan dilakukan, adalah penting menenangkan emosi pasien


(anak) dan orang tuanya. Biasanya setelah terjadi kecelakaan, anak akan shock
sehingga bila dokter gigi langsung melakukan perawatan terhadap luka/trauma yang
terjadi, sementara rasa takut dan cemas yang dirasakan anak belum hilang,
kemungkinan anak akan menunjukkan sikap yang tidak koperatif.

Tindakan selanjutnya adalah menanggulangi keadaan yang gawat akibat


trauma, misalnya menghentikan perdarahan, penanggulangan fraktur tulang rahang
(jika ada) serta meredakan rasa sakit. Luka pada jaringan dibersihkan dari kotoran
dengan menggunakan air garam hangat (warm saline dapat menghilangkan rasa sakit),
H2O2 3 %, Betadine Solution atau air.

Setelah pemeriksaan terhadap gigi sulung yang mengalami injuri, strategi


selanjutnya difokuskan pada keselamatan pertumbuhan gigi tetap. Jika dipastikan
bahwa dislokasi gigi sulung mengganggu pertumbuhan benih gigi tetap, maka
diindikasikan untuk dicabut. Perawatan fraktur pada gigi sulung berbeda dengan gigi
tetap, antaranya koperatif pasien. Misalnya, ada anak yang tidak koperatif lebih baik
dicabut giginya yang rusak daripada merawatnya. Namun demikian perawatan gigi
sulung akibat trauma penting dirawat untuk mengembalikan estetika dan mencegah
gangguan perkembangan bicara.

6
Strategi perawatan setelah injuri pada gigi tetap ditentukan oleh vitalitas
ligamen periodontal dan pulpa. Setelah perawatan inisial, berikutnya adalah observasi
secara periodik untuk melihat fakta klinis dan radiografi dari keberhasilan perawatan
(misalnya asimptomatis, tes sensitivitas pulpa positif, berlanjutnya perkembangan
akar pada gigi yang permanen muda, tidak adamobiliti, tidak ada lesi periapikal).

Pertimbangan lain ketika pasien telah diperiksa, diskusikan kebutuhan


perawatan yang akan dilakukan, juga kemungkinan terjadinya hal lain seperti
kematian pulpa, resorpsi dari gigi yang intrusi dan pembengkakan pada wajah.

Perawatan endodonti diindikasikan bila terdapat sakit yang spontan, respon


abnormal pada tes pulpa, tidak berlanjutnya proses pembentukan akar. Untuk
memperbaiki estetis dan fungsi normal pada gigi yang fraktur, perlekatan kembali
fragmen mahkota merupakan alternatif yang perlu dipertimbangkan.

Perawatan fraktur pada periode gigi bercampur:

1. Infraction: mempertahankan integritas structural dan vitalitas pulpa


2. Crown fracture-uncomplicated: Mempertahankan vitalitas pulpa dan memulihkan
estetika danfungsi normal bibir, lidah dan gingiva yang terluka. Struktur gigi yang
hilang direstorasi.
3. Crown fracture-complicated:
a. Gigi sulung: Mengevaluasi vitalitas jaringan gigi. Alternatif pengobatan
adalah pulpotomy, pulpectomy dan extraksi.
b. Gigi permanen: Perawatan dengan pulp capping, partial pupotomy, full
pulpotomy, dan pulpectomy (Perawatan apeksifikasi dilakukan dahulu jika
ujung akar masih terbuka)
4. Fraktur mahkota/ akar:
a. Ketika gigi primer tidak dapat atau tidak bias direstorasi, seluruh gigi harus
diambil kecuali pengambilan fragmen apikal dapat mengakibatkan kerusakan
pada gigi succedaneous.
b. Gigi permanen: Perawatan darurat adalah mengstabilkan fragmen koronal
diikuti dengan pemulihan supragingiva atau gingivektomi, osteotomy atau
ekstrusi. Kalo terkena pulpa boleh dirawat dengan capping pulpa, pulpotomi
dan perawatan saluran akar.

7
5. Concussion: mengutamakan penyembuhan periodontal ligament dan
mempertahankan vitalitas.
6. Subluxation: Stabilisasi gigi dengan splinting maksimal 2 minggu dan
menghilangkan gangguan oklusal.
7. Intrusion:
a. Gigi sulung: Membiarkan untuk reerupsi spontan kecuali teleh masuk
mengganggu gigi perman, harus diekstraksi.
b. Gigi permanen: Reposisi dan splinting selama 4 minggu
8. Extrusion:
a. Gigi sulung: Membiarkan gigi reposisi semula untuk gigi yang sedang tumbuh.
Extraksi gigi diindikasi kalo gigi terlalu goyah dan udah dekat waktu tanggal.
b. Gigi permanen: Mereposisi gigi dengan segera dan menstabilisasi gigi di
posisi anatomi yang benar. Splinting selama 2 minggu.
9. Avulsion:
a. Gigi sulung: Tidak dilakukan replantasi karena berpontensi untuk melukai
benih gigi permanen
b. Gigi permanen: Replantasi gigi segera dan stabilisasi gigi dengan splinting
selama 2 minggu.

3. Kesulitan yang dihadapi semasa mengerjakan pasien anak adalah semasa perawatan
opdent karena kesulitan untuk mempertahankan daerah perawatan supaya tidak
terkontaminasi dari saliva. Kesulitan ini dapat diatasi dengan penggunaan suction, isolasi
dengan cotton roll dibantui dengan cotton holder. Perawatan opdent penting dalam
perawatan anak sebab akan membantu mempertahankan gigi yang sudah mempunyai
kavitas dan mengembalikan fungsi mastikasi, bicara dan estetik pasien. Perawatan opdent
dapat membantu menghindari pencabutan gigi yang terlalu awal sehingga menyebabkan
early loss gigi yang akan menyebabkan hilangnya tempat erupsi gigi permanen sehingga
mengakibatkan crowding karena mesialisasi gigi.
Restorasi gigi sulung berbeda dengan gigi permanen karena perbedaan morfologi
gigi. Diameter mesiodistal gigi molar sulung lebih besar dari dimensi serviko-oklusal.
Enamel gigi dan dentin juga lebih tipis berbanding gigi permanen. Pulpa gigi sulung juga
lebih besar dan dekat dengan permukaan. Mahkota klinis gigi sulung yang lebih pendek
juga menjejaskan kekuatan gigi untuk mendukung restorasi intracoronal. Gigi permanen
yang muda juga mempunyai kamar pulpa yang besar dan kontak area yang besar
8
DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Pediatric Dentistry, 2012, Guideline on Pediatric Restorative


Dentistry, Clinical Guidlines, 3(6): 214-222.

American Academy of Pediatric Dentistry, 2011, Guideline on Management of Acute Dental


Trauma, Refference Manual, 34(6)230-238

Andreasen, J.O., Andreasen, F.M., Bakland, L.K., Flores, M. T. Traumatic dental injuries a
manual. 2nd edition. Munksgaard : Blackwell PublishingCompany. 2003.

Romeo, J.H., 2000, Comprehensive versus Holistic Care Case Studies of Chronic Disease,
Journal of Holistic Nursing , 18(4): 352 - 361

Santos-Morales, R. and Bernado, O.V., 2012, Multidisciplinary dentistry: Taking Dentistry to


The Next Level, Asian Pacific Society of Periodontology, Australia, p.34

Salleh, A., 2017, Clinical Care Precesses and The Total Patient Care Concept Available from:
https://drdollah.com/clinical-care-processes/, 27/7/2017

You might also like