Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh:
11/324413/KG/08999
Penguji:
2
disebabkan anak laki-laki lebih aktif dan ekstrim dalam melakukan aktivitas fisik
seperti bermain (Andreason dkk., 2007).
Ellis dan Davey membagi penyebab trauma menjadi dua yaitu, gigi secara
langsung terkena benda penyebab trauma dan gigi tidak secara tidak langsung terkena
benda penyebab trauma, misalnya trauma mengenai rahang bawah yang kemudian
menyebabkan kerusakan gigi di rahang bawah.
3
mengenai email, dentin, dan pulpa
II. Kerusakan pada jaringan keras gigi, pulpa, dan tulang alveolar
1. Fraktur mahkota-akar, yaitu suatu fraktur yang mengenai email, dentin,
dansementum. Fraktur mahkota akar yang melibatkan jaringan pulpa disebut fraktur
mahkota-akar yang kompleks (complicated crown-root fracture) dan
fraktur mahkota-akar yang tidak melibatkan jaringan pulpa disebut fraktur mahkota-
akar yang tidak kompleks (uncomplicated crown-root fracture).
2. Fraktur akar, yaitu fraktur yang mengenai dentin, sementum, dan pulpa tanpa
melibatkan lapisan email.
3. Fraktur dinding soket gigi, yaitu fraktur tulang alveolar yang melibatkan dinding
soket labial atau lingual, dibatasi oleh bagian fasial atau lingual dari dinding soket.
4. Fraktur prosesus alveolaris, yaitu fraktur yang mengenai prosesus alveolaris dengan
atau tanpa melibatkan soket alveolar gigi.
5. Fraktur korpus mandibula atau maksila, yaitu fraktur pada korpus mandibular atau
maksila yang melibatkan prosesus alveolaris, dengan atau tanpa melibatkan soket
gigi.
III. Kerusakan pada jaringan periodontal
1. Concusion, yaitu trauma yang mengenai jaringan pendukung gigi yang
menyebabkan gigi lebih sensitif terhadap tekanan dan perkusi tanpa adanya
kegoyangan atau perubahan posisi gigi
2. Subluxation, yaitu kegoyangan gigi tanpa disertai perubahan posisi gigi akibat
trauma pada jaringan pendukung gigi.
3. Luksasi ekstrusi (partial displacement), yaitu pelepasan sebagian gigi ke luar dari
soketnya. Ekstrusi menyebabkan mahkota gigi terlihat lebih panjang.
4. Luksasi, merupakan perubahan letak gigi yang terjadi karena pergerakan gigi ke
arah labial, palatal maupun lateral, hal ini menyebabkan kerusakan atau
fraktur pada soket alveolar gigi tersebut. Trauma gigi yang menyebabkan luksasi
lateral menyebabkan mahkota bergerak ke arah palatal
5. Luksasi intrusi, yaitu pergerakan gigi ke dalam tulang alveolar, dimana
dapatmenyebabkan kerusakan atau fraktur soket alveolar. Luksasi intrusi
menyebabkan mahkota gigi terlihat lebih pendek.
6. Laserasi (hilang atau ekstrartikulasi) yaitu pergerakan seluruh gigi ke luar dari
soket.
4
IV. Kerusakan pada gusi atau jaringan lunak rongga mulut.
1. Laserasi merupakan suatu luka terbuka pada jaringan lunak yang disebabkan oleh
benda tajam seperti pisau atau pecahan luka. Luka terbuka tersebut berupar obeknya
jaringan epitel dan subepitel.
2. Kontusio yaitu luka memar yang biasanya disebabkan oleh pukulan benda tumpul
dan menyebabkan terjadinya perdarahan pada daerah submukosa tanpa disertai
sobeknya daerah mukosa.
3. Luka abrasi, yaitu luka pada daerah superfisial yang disebabkan karena gesekan atau
goresan suatu benda, sehingga terdapat permukaan yang berdarah atau lecet.
(Andreason dkk., 2003).
Pemeriksaan dilakukan pada seluruh tubuh pasien anak yang datang pertama
kali ke dokter gigi setelah kecelakaan karena kemungkinan terdapat cedera di bagian
tubuh lain. Pemeriksaan gigi dan mulut anak yang baru mengalami kecelakaan adalah
sulit. Hal ini disebabkan rasa takut yang masih dirasakannya akibat kecelakaan dan
rasa cemas terhadap kunjungan ke dokter gigi, apalagi bila kunjungan itu merupakan
kunjungan pertama. Pada anak yang tidak koperatif, pemeriksaan dilakukan dengan
cara tersendiri (terutama anak balita). Cara yang biasa dilakukan misalnya:
1. Anak diletakkan dipangkuan ibunya dengan posisi kaki ke arah ibu dan kepala
anak ke arah dokter gigi. Dokter gigi duduk berhadapan dengan ibu, agar anak
tidak meronta-ronta tangannya dipegang oleh ibunya, sehingga dokter gigi mudah
melakukan pemeriksaan dan perawatan
2. Anak dibungkus dengan selimut tangan dilipat dan diletakkan di atas dada, anak tidak
dapat bergerak dan pemeriksaan mudah dilakukan
Pemeriksaan pasien dimulai dengan anamnese pada anak dengan cara
autoanamnesis dan aloanamnesis. Beberapa anamneses yang diperlukan untuk
membantu dalam menegakan diagnosis adalah riwayat penyakit umum, riwayat
penyakit gigi, waktu terjadi trauma, bagaimana terjadi trauma, tempat terjadi trauma,
dan asal perdarahan.
Pemeriksaan klinis dilakukan setelah daerah trauma telah dibersihkan dengan
berhati-hati. Pemeriksaan yang dilakukan mencakup palpasi dan observasi luka pada
jaringan lunak seperti pada muka, bibir dan gingiva, luka pada jaringan keras gigi dan
processus alveolaris, mobility gigi, perluasan fraktur gigi, reaksi gigi terhadapat
5
perkusi, dan warna gigi. Pemeriksaan vitalitas gigi pada segera setelah terjadi trauma
tidak dianjurkan karena akan menambah beban pulpa dan pulpa yang baru mengalami
trauma biasanya dalma keadaan syok sehingga tes vitalitas menjadi tidak akut.
Pemeriksaan radiologis juga dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan dan
perkembangan gigi, bentuk pulpa, perluasan fraktur serta adanya fraktur akar, fraktur
tulang alveolar, adanya benda asing dalam jaringan dan kelainan-kelainan lain di
daerah tersebut. Selain itu pemeriksaan radiologis berguna untuk menentukan
diagnosis yang akan dibandingkan dengan pemeriksaan pada saat kontrol yang akan
datang. Dengan pemeriksaan yang teliti dan lengkap akan diperoleh diagnosis yang
lengkap sesuai dengan klasifikasi kerusakan gigi akibat trauma sehingga dapat
direncanakan perawatan secara lengkap dan tepat.
6
Strategi perawatan setelah injuri pada gigi tetap ditentukan oleh vitalitas
ligamen periodontal dan pulpa. Setelah perawatan inisial, berikutnya adalah observasi
secara periodik untuk melihat fakta klinis dan radiografi dari keberhasilan perawatan
(misalnya asimptomatis, tes sensitivitas pulpa positif, berlanjutnya perkembangan
akar pada gigi yang permanen muda, tidak adamobiliti, tidak ada lesi periapikal).
7
5. Concussion: mengutamakan penyembuhan periodontal ligament dan
mempertahankan vitalitas.
6. Subluxation: Stabilisasi gigi dengan splinting maksimal 2 minggu dan
menghilangkan gangguan oklusal.
7. Intrusion:
a. Gigi sulung: Membiarkan untuk reerupsi spontan kecuali teleh masuk
mengganggu gigi perman, harus diekstraksi.
b. Gigi permanen: Reposisi dan splinting selama 4 minggu
8. Extrusion:
a. Gigi sulung: Membiarkan gigi reposisi semula untuk gigi yang sedang tumbuh.
Extraksi gigi diindikasi kalo gigi terlalu goyah dan udah dekat waktu tanggal.
b. Gigi permanen: Mereposisi gigi dengan segera dan menstabilisasi gigi di
posisi anatomi yang benar. Splinting selama 2 minggu.
9. Avulsion:
a. Gigi sulung: Tidak dilakukan replantasi karena berpontensi untuk melukai
benih gigi permanen
b. Gigi permanen: Replantasi gigi segera dan stabilisasi gigi dengan splinting
selama 2 minggu.
3. Kesulitan yang dihadapi semasa mengerjakan pasien anak adalah semasa perawatan
opdent karena kesulitan untuk mempertahankan daerah perawatan supaya tidak
terkontaminasi dari saliva. Kesulitan ini dapat diatasi dengan penggunaan suction, isolasi
dengan cotton roll dibantui dengan cotton holder. Perawatan opdent penting dalam
perawatan anak sebab akan membantu mempertahankan gigi yang sudah mempunyai
kavitas dan mengembalikan fungsi mastikasi, bicara dan estetik pasien. Perawatan opdent
dapat membantu menghindari pencabutan gigi yang terlalu awal sehingga menyebabkan
early loss gigi yang akan menyebabkan hilangnya tempat erupsi gigi permanen sehingga
mengakibatkan crowding karena mesialisasi gigi.
Restorasi gigi sulung berbeda dengan gigi permanen karena perbedaan morfologi
gigi. Diameter mesiodistal gigi molar sulung lebih besar dari dimensi serviko-oklusal.
Enamel gigi dan dentin juga lebih tipis berbanding gigi permanen. Pulpa gigi sulung juga
lebih besar dan dekat dengan permukaan. Mahkota klinis gigi sulung yang lebih pendek
juga menjejaskan kekuatan gigi untuk mendukung restorasi intracoronal. Gigi permanen
yang muda juga mempunyai kamar pulpa yang besar dan kontak area yang besar
8
DAFTAR PUSTAKA
Andreasen, J.O., Andreasen, F.M., Bakland, L.K., Flores, M. T. Traumatic dental injuries a
manual. 2nd edition. Munksgaard : Blackwell PublishingCompany. 2003.
Romeo, J.H., 2000, Comprehensive versus Holistic Care Case Studies of Chronic Disease,
Journal of Holistic Nursing , 18(4): 352 - 361
Salleh, A., 2017, Clinical Care Precesses and The Total Patient Care Concept Available from:
https://drdollah.com/clinical-care-processes/, 27/7/2017