You are on page 1of 14

A.

Konsep Dasar Kolelitiasis


1. Definisi
Kolelitiatis (kalkulus/kalkuli, batu empedu) biasanya terbentuk dalam kantung
empedu dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu, batu empedu
memilki ukuran, bentuk dan komposisi yang sangat bervariasi. Batu empedu tidak
lazim dijumpai pada anak-anak dan dewasa muda tetapi insidensnya semakin sering
pada individu berusia diatas 40 tahun. Sesudah itu, insidens kolelitiasis semakin
meningkat hingga suatu tingkat yang diperkirakan bahwa pada usia 75 tahun satu dari
3 orang akan memiliki batu empedu (Brunner, 2003).
Kolelitiasis adalah batu empedu yang terletak pada saluran empedu yang
disebabkan oleh faktor metabolik antara lain terdapat garam-garam empedu, pigmen
empedu dan kolestrol, serta timbulnya peradangan pada kandung empedu ( Barbara C.
Long, 1996 )
Kolelitiasis adalah (kalkulus atau kalkuli, batu empedu) biasanya terbentuk
dalam kandung empedu dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu. Batu
empedu memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang sangat bervariasi. (Smeltzer,
Suzanne, C. 2001)
2. Etiologi / Penyebab
Etiologi batu empedu masih belum diketahui secara pasti, adapun faktor
predisposisi terpenting, yaitu: gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya
perubahan komposisi empedu, statis empedu, dan infeksi kandung empedu,
Perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan faktor terpenting
dalam pembentukan batu empedu karena hati penderita batu empedu kolesterol
mengekresi empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol. Kolesterol yang berlebihan
ini mengendap dalam kandung empedu (dengan cara yang belum diketahui
sepenuhnya) untuk membentuk batu empedu.
Statis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi
progresif, perubahan komposisi kimia, dan pengendapan unsur-insur tersebut.
Gangguan kontraksi kandung empedu atau spasme spingteroddi, atau keduanya dapat
menyebabkan statis. Faktor hormonal (hormon kolesistokinin dan sekretin) dapat
dikaitkan dengan keterlambatan pengosongan kandung empedu.
Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan
batu. Mukus meningkatkan viskositas empedu dan unsur sel atau bakteri dapat
berperan sebagai pusat presipitasi/pengendapan. Infeksi lebih timbul akibat dari
terbentuknya batu, dibanding panyebab terbentuknya batu.
3. Manifestasi Klinis
Gejala kolelitiasis dapat terjadi akut atau kronis dan terjadinya gangguan pada
epigastrium jika makan makanan berlemak, seperti: rasa penuh diperut, distensi
abdomen, dan nyeri samar pada kuadran kanan atas.
a. Rasa nyeri hebat dan kolik bilier
Jika duktus sistikus tersumbat batu, maka kandung empedu mengalami
distensi kemudian akan terjadi infeksi sehingga akan teraba massa pada kuadran I
yang menimbulkan nyeri hebat sampai menjalar ke punggung dan bahu kanan
sehingga menyebabkan rasa gelisah dan tidak menemukan posisi yang nyaman.
Nyeri akan dirasakan persisten (hilang timbul) terutama jika habis makan
makanan berlemak yang disertai rasa mual dan ingin mual muntah pada pagi hari
karena metabolisme di kandung empedu akan meningkat.
b. Ikterik dan BAK berwarna kuning
Akibat adanya obstuksi saluran empedu menyebabkan eksresi cairan empedu ke
duodenum (saluran cerna) menurun sehingga feses tidak diwarnai oleh pigmen
empedu dan feses akan berwarna pucat kelabu dan lengket seperti dempul yang
disebut Clay Colored. Selain mengakibatkan peningkatan alkali fosfat serum,
eksresi cairan empedu ke duodenum (saluran cerna) juga mengakibatkan
peningkatan bilirubin serum yang diserap oleh darah dan masuk ke sirkulasi
sistem sehingga terjadi filtrasi oleh ginjal yang menyebabkan bilirubin
dieksresikan oleh ginjal sehingga urin berwarna kuning bahkan kecoklatan.
c. Defisiensi Vitamin.
Obstruksi aliran empedu juga mengganggu absorpsi vitamin A, D, E, dan K yang
larut lemak.Defisiensi vitamin K dapat mengganggu pembekuan darah yang
normal.
4. Patofisiologi
a. Batu pigmen
Batu pigmen terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari keempat anion ini
adalah bilirubinat, karbonat, fosfat dan asam lemak. Pigmen (bilirubin) pada
kondisi normal akan terkonjugasi dalam empedu. Bilirubin terkonjugasi karna
adanya enzim glokuronil tranferase bila bilirubin tak terkonjugasi diakibatkan
karena kurang atau tidak adanya enzim glokuronil tranferase tersebut yang akan
mengakibatkan presipitasi/pengendapan dari bilirubin tersebut. Ini disebabkan
karena bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air tapi larut dalam
lemak.sehingga lama kelamaan terjadi pengendapan bilirubin tak terkonjugasi
yang bisa menyebabkan batu empedu tapi ini jarang terjadi. Batu tersebut tidak
dapat dilarutkan dan harus dikeluarkan dengan jalan operasi.
b. Batu kolesterol
Kolesterol merupakan unsur normal pembentukan empedu dan berpengaruh dalam
pembentukan empedu. Kolesterol bersifat tidak larut dalam air, kelarutan
kolesterol sangat tergantung dari asam empedu dan lesitin (fosfolipid).
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Rontgen abdomen / pemeriksaan sinar X / Foto polos abdomen
Dapat dilakukan pada klien yang dicurigai akan penyakit kandung empedu.
Akurasi pemeriksaannya hanya 15-20 %. Tetapi bukan merupakan pemeriksaan
pilihan.
b. Kolangiogram / kolangiografi transhepatik perkutan
Melalui penyuntikan bahan kontras langsung ke dalam cabang bilier. Karena
konsentrasi bahan kontras yang disuntikan relatif besar maka semua komponen
sistem bilier (duktus hepatikus, D. koledukus, D. sistikus dan kandung empedu)
dapat terlihat.
c. ERCP ( Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatographi)
Sebuah kanul yang dimasukan ke dalam duktus koledukus dan duktus
pancreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus tersebut.
Fungsi ERCP ini memudahkan visualisasi langsung stuktur bilier dan
memudahkan akses ke dalam duktus koledukus bagian distal untuk mengambil
batu empedu, selain itu ERCP berfungsi untuk membedakan ikterus yang
disebabkan oleh penyakit hati (ikterus hepatoseluler dengan ikterus yang
disebabkan oleh obstuksi bilier dan juga dapat digunakan untuk menyelidiki gejala
gastrointestinal pada pasien-pasien yang kandung empedunya sudah
diangkat.ERCP ini berisiko terjadinya tanda-tanda perforasi/ infeksi.
d. Kolangiografi Transhepatik Perkutan.
Pemeriksaan kolangiografi ini meliputi penyuntikan bahan kontras langsung ke
dalam percabangan bilier. Karena konsentrasi bahan kontras yang disuntikan itu
relatif besar, maka semua komponen pada sistem bilier tersebut, yang mencakup
duktus hepatikus dalam hati, keseluruhan pajang duktus koledokus, duktus
sistikus dan kandung empedu, dapat dilihat garis bentuknya dengan jelas.
e. Pemeriksaan Pencitraan Radionuklida atau kolesentografi.
Dalam prosedur ini, peraparat radioktif disuntikan secara intravena. Kemudian
diambil oleh hepatosit dan dengan cepat ekskeresikan kedalam sinar bilier.
Memerlukan waktu panjang lebih lama untuk mengerjakannya membuat pasien
terpajan sinar radiasi.
6. Penatalaksanaan
a. Non Bedah, yaitu :
1) Therapi Konservatif
a) Pendukung diit : Cairan rendah lemak
b) Cairan Infus : menjaga kestabilan asupan cairan
c) Analgetik : meringankan rasa nyeri yang timbul akibat gejala penyakit
d) Antibiotik : mencegah adanya infeksi pada saluran kemih
e) Istirahat
2) Farmako Therapi
Pemberian asam ursodeoksikolat dan kenodioksikolat digunakan untuk
melarutkan batu empedu terutama berukuran kecil dan tersusun dari
kolesterol.
Zat pelarut batu empedu hanya digunakan untuk batu kolesterol pada
pasien yang karena sesuatu hal sebab tak bisa dibedah. Batu-batu ini terbentuk
karena terdapat kelebihan kolesterol yang tak dapat dilarutkan lagi oleh
garam-garam empedu dan lesitin. Untuk melarutkan batu empedu tersedia
Kenodeoksikolat dan ursodeoksikolat. Mekanisme kerjanya berdasarkan
penghambatan sekresi kolesterol, sehigga kejenuhannya dalam empedu
berkurang dan batu dapat melarut lagi. Therapi perlu dijalankan lama, yaitu : 3
bulan sampai 2 tahun dan baru dihentikan minimal 3 bulan setelah batu-batu
larut. Recidif dapat terjadi pada 30% dari pasien dalam waktu 1 tahun , dalam
hal ini pengobatan perlu dilanjutkan.
3) Penatalaksanaan Pendukung dan Diet
Suplemen bubuk tinggi protein dan karbohidrat dapat diaduk kedalam
susu skim. Makanan berikut ini ditambahkan jika pasien dapat menerimanya:
buah yang dimasak, nasi atau ketela, daging tanpa lemak, kentang yang
dilumatkan, sayuran yang tidak membentuk gas, roti, kopi atau teh. Makanan
seperti telur, krim, daging babi, gorengan, keju dan bumbu-bumbu yang
berlemak, sayuran yang membentuk gasserta alkohol harus dihindari.
Penatalaksanaan diet merupakan bentuk terapi utama pada pasien yang hanya
mengalami intoleransi terhadap makanan berlemak dan mengeluarkan gejala
gastrointestinal ringan.
4) Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)
Prosedur nononvasif ini menggunakan gelombang kejut berulang
(repeated shock wafes) yang diarahkan kepada batu empedu di dalam kandung
empedu atau doktus koledokus dengan maksud untuk mencegah batu tersebut
menjadi sejumlah fragmen. Gelombang kejut dihasilkan dalam media cairan
oleh percikan listrik, yaitu piezoelelektrik, atau oleh muatan elektromagnetik.
Energy ini di salurkan ke dalam tubuh lewat redaman air atau kantong yang
berisi cairan. Gelombang kejut yang dikonvergensikan tersebut diarahkan
kepada batu empedu yang akan dipecah.Setelah batu dipecah secara bertahap,
pecahannya akan bergeraj spontan dikandung empedu atau doktus koledokus
dan dikeluarkan melalui endoskop atau dilarutkan dengan pelarut atau asam
empedu yang diberikan peroral.
5) Litotripsi Intrakorporeal.
Pada litotripsi intrakorporeal, batu yang ada dalam kandung empedu atau
doktus koledokus dapat dipecah dengan menggunakan grlombang ultrasound,
laser berpulsa atau litotripsi hidrolik yang dipasang pada endoskop, dan
diarahkan langsung pada batu. Kemudian fragmen batu atau derbis
dikeluarkan dengan cara irigasi dan aspirasi. Prosedur tersebut dapat diikuti
dengan pengangkatan kandung empedu melalui luka insisi atau laparoskopi.
Jika kandung empedu tidak di angkat, sebuah drain dapat dipasang selama 7
hari.
b. Pembedahan
1) Cholesistektomy
Merupakan tindakan pembedahan yang dilakukan atas indikasi cholesistitis
atau pada cholelitisis, baik akut /kronis yang tidak sembuh dengan tindakan
konservatif .
Tujuan perawatan pre operasi pada bedah cholesistectomy :
a) Meningkatkan pemahaman klien dan keluarga tentang prosedur operasi.
b) Meningkatkan kesehatan klien baik fisik maupun psikologis
c) Meningkatkan pemahaman klien dan keluarga tentang hal-hal yang akan
dilakukan pada post operasi.
Tindakan Keperawatan Pada Cholecystotomy
a) Posisi semi Fowler
b) Menjelaskan tujuan penggunaan tube atau drain dan lamanya
c) Menjelaskan dan mengajarkan cara mengurangi nyeri
2) Kolesistektomi
Dalam prosedur ini kandung empedu diangkat setelah arteri dan duktus
sistikus diligasi. Kolesistektomi dilakukan pada sebagian besar kasus
kolesistis akut dan kronis. Sebuah drain (Penrose) ditempatkan dalam kandung
empedu dan dibiarkan menjulur keluar lewat luka operasi untuk mengalirkan
darah, cairan serosanguinus dan getah empedu ke dalam kasa absorben.
3) Minikolesistektomi
Merupakan prosedur bedah untuk mengeluarkan kandung empedu lewat luka
insisi selebar 4cm. kolesistektomi Laparoskopik (atau endoskopik), dilakukan
lewat luka insisi yang kecil atau luka tusukan melalui dinding abdomen pada
umbilicus. Pada prosedur kolesistektomi endoskopik, rongga abdomen ditiup
dengan gas karbon dioksida (pneumoperitoneum) umtuk membantu
pemasangan endoskop dan menolong dokter bedah melihat struktur abdomen.
Sebuah endoskop serat optic dipasang melalui luka insisi umbilicus yang
kecil. Beberapa luka tusukan atau insisi kecil tambahan dibuat pada dinding
abdomen untuk memasukkan instrumen bedah lainnya ke dalam bidang
operasi.
4) Koledokostomi
Dalam koledokostomi, insisi dilakukan pada duktus koledokus untuk
mengeluarkan batu. Setelah batu dikeluarkan, biasanya dipasang sebuah
kateter ke dalam duktus tersebut untuk drainase getah empedu sampai edema
mereda. Keteter ini dihubungkan dengan selang drainase gravitas. Kandung
empedu biasanya juga mengandung batu, dan umumnya koledokostomi
dilakukan bersama-sama kolesistektomi.
7. Komplikasi
a. Asimtomatik
b. Obstruksi duktus sistikus
c. Kolik bilier
d. Kolesistitis akut
e. Perikolesistitis
f. Peradangan pankreas (pankreatitis)
g. Perforasi
h. Kolesistitis kronis
i. Hidrop kandung empedu
j. Empiema kandung empedu
k. Fistel kolesistoenterik
l. Batu empedu sekunder (Pada 2-6% penderita, saluran menciut kembali dan batu
empedu muncul lagi)
m. Ileus batu empedu (gallstone ileus)
Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya makanan
menghasilkan kontraksi kandung empedu, sehingga batu yang tadi ada dalam
kandung empedu terdorong dan dapat menutupi duktus sistikus, batu dapat
menetap ataupun dapat terlepas lagi. Apabila batu menutupi duktus sistikus secara
menetap maka mungkin akan dapat terjadi mukokel, bila terjadi infeksi maka
mukokel dapat menjadi suatu empiema, biasanya kandung empedu dikelilingi dan
ditutupi oleh alat-alat perut (kolon, omentum), dan dapat juga membentuk suatu
fistel kolesistoduodenal. Penyumbatan duktus sistikus dapat juga berakibat
terjadinya kolesistitis akut yang dapat sembuh atau dapat mengakibatkan nekrosis
sebagian dinding (dapat ditutupi alat sekiatrnya) dan dapat membentuk suatu fistel
kolesistoduodenal ataupun dapat terjadi perforasi kandung empedu yang berakibat
terjadinya peritonitis generalisata.

B. Asuhan Keperawatan Kolelitiasis


Proses Keperawatan adalah pendekatan penyelesaian masalah yang sistematik untuk
merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan yang melibatkan lima fase berikut :
pengkajian, identifikasi masalah, perencanaan, implementasi, evaluasi.
Proses Asuhan Keperawatan terdiri dari beberapa tahap :
1. Pengkajian
Pengkajian adalah fase pertama proses keperawatan .
Data yang dikumpulkan meliputi :
a. Identitas
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan,
pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register, diagnosa
medik, alamat, semua data mengenai identitaas klien tersebut untuk
menentukan tindakan selanjutnya.
2) Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan jadi
penanggung jawab klien selama perawatan, data yang terkumpul meliputi
nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat
pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah nyeri abdomen
pada kuadran kanan atas.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode PQRST,
paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan klien, quality atau
kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri/gatal dirasakan oleh klien, regional (R)
yaitu nyeri/gatal menjalar kemana, Safety (S) yaitu posisi yang bagaimana
yang dapat mengurangi nyeri/gatal atau klien merasa nyaman dan Time (T)
yaitu sejak kapan klien merasakan nyeri/gatal tersebut.
3) Riwayat kesehatan yang lalu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah di
riwayat sebelumnya.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah menderita penyakit
kolelitiasis
c. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan Umum
a) Penampilan Umum
Mengkaji tentang berat badan dan tinggi badan klien
b) Kesadaran
Kesadaran mencakup tentang kualitas dan kuantitas keadaan klien.
c) Tanda-tanda Vital
Mengkaji mengenai tekanan darah, suhu, nadi dan respirasi.
2) Sistem endokrin
Mengkaji tentang keadaan abdomen dan kantung empedu. Biasanya pada
penyakit ini kantung empedu dapat terlihat dan teraba oleh tangan karena
terjadi pembengkakan pada kandung empedu.
d. Pola aktivitas
1) Nutrisi
Dikaji tentang porsi makan, nafsu makan
2) Aktivitas
Dikaji tentang aktivitas sehari-hari, kesulitan melakukan aktivitas dan anjuran
bedrest
3) Aspek Psikologis
Kaji tentang emosi, Pengetahuan terhadap penyakit, dan suasana hati
4) Aspek penunjang
a) Hasil pemeriksaan Laboratorium (bilirubin,amylase serum meningkat)
b) Obat-obatan satu terapi sesuai dengan anjuran dokter.
2. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
Diagnosa Dan Intervensi Keperawatan Menurut Nic&Noc

No Diagnosa Tujuan Intervensi


Keperawatan
1 Nyeri akut b/d Setelah dilakukan Manajemen nyeri :
agen injuri Asuhan a. Kaji tingkat nyeri secara komprehensif
fisik keperawatan jam termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
tingkat frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.
kenyamanan klien b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidak
meningkat dengan nyamanan.
kriteria hasil: c. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
a. Klien mengetahui pengalaman nyeri klien
melaporkan sebelumnya.
nyeri d. Kontrol faktor lingkungan yang
berkurang mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
dengan skala pencahayaan, kebisingan.
2-3 e. Kurangi faktor presipitasi nyeri.
b. Ekspresi f. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
wajah tenang (farmakologis/non farmakologis)
c. Klien dapat g. Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi,
istirahat dan distraksi dll) untuk mengetasi nyeri..
tidur h. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
i. Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol
nyeri.
j. Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain
tentang pemberian analgetik tidak berhasil.
Administrasi analgetik :.
a. Cek program pemberian analogetik; jenis,
dosis, dan frekuensi.
b. Cek riwayat alergi
c. Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian
dan dosis optimal.
d. Monitor TTV
e. Berikan analgetik tepat waktu terutama
saat nyeri muncul.
f. Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan
gejala efek samping.
2 Ketidakseimba Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi
ngan nutrisi asuhan a. Kaji adanya alergi makanan.
kurang dari keperawatan jam b. Kaji makanan yang disukai oleh klien.
kebutuhan klien menunjukan c. Kolaborasi team gizi untuk penyediaan
tubuh status nutrisi nutrisi terpilih sesuai dengan kebutuhan
adekuat dengan klien.
KH: d. Anjurkan klien untuk meningkatkan
a. BB stabil, asupan nutrisinya.
b. Nilai e. Yakinkan diet yang dikonsumsi
laboratori mengandung cukup serat untuk mencegah
um terkait konstipasi.
normal, f. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan
c. Tingkat kalori.
energi g. Berikan informasi tentang kebutuhan
adekuat, nutrisi.
masukan Monitor Nutrisi
nutrisi a. Monitor BB jika memungkinkan
adekuat b. Monitor respon klien terhadap situasi yang
mengharuskan klien makan.
c. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak
bersamaan dengan waktu klien makan.
d. Monitor adanya mual muntah.
e. Monitor adanya gangguan dalam input
makanan misalnya perdarahan, bengkak
dsb.
f. Monitor intake nutrisi dan kalori.
g. Monitor kadar energi, kelemahan dan
kelelahan.
3 Risiko infeksi Setelah dilakukan Kontrol infeksi :
b/d imunitas asuhan a. Bersihkan lingkungan setelah dipakai
tubuh keperawatan … pasien lain.
menurun, jam tidak terdapat b. Batasi pengunjung bila perlu.
prosedur faktor risiko c. Intruksikan kepada pengunjung untuk
invasive. infeksi dan dg mencuci tangan saat berkunjung dan
KH: sesudahnya.
· Tdk ada tanda- d. Gunakan sabun anti mikroba untuk
tanda infeksi mencuci tangan.
· AL normal e. Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah
· V/S dbn tindakan keperawatan.
f. Gunakan baju dan sarung tangan sebagai
alat pelindung.
g. Pertahankan lingkungan yang aseptik
selama pemasangan alat.
h. Lakukan dresing infus dan dan kateter
setiap hari Sesuai indikasi
i. Tingkatkan intake nutrisi dan cairan
j. Berikan antibiotik sesuai program.

Proteksi terhadap infeksi


a. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik
dan lokal.
b. Monitor hitung granulosit dan WBC.
c. Monitor kerentanan terhadap infeksi
d. Pertahankan teknik aseptik untuk setiap
tindakan.
e. Inspeksi kulit dan mebran mukosa
terhadap kemerahan, panas.
f. Ambil kultur, dan laporkan bila hasil
positip jika perlu
g. Dorong istirahat yang cukup.
h. Dorong peningkatan mobilitas dan latihan.
i. Instruksikan klien untuk minum antibiotik
sesuai program.
j. Ajarkan keluarga/klien tentang tanda dan
gejala infeksi.
k. Laporkan kecurigaan infeksi.
4 Sindrom Setelah dilakukan Self Care Assistence
defisit self care askep jam ADLs a. Bantu ADL klien selagi klien belum
b.d kelemahan terpenuhi dg KH: mampu mandiri
1. Klien b. Pahami semua kebutuhan ADL klien
bersih, c. Pahami bahasa-bahasa atau pengungkapan
tidak bau non verbal klien akan kebutuhan ADL
2. Kebutuha d. Libatkan klien dalam pemenuhan ADLnya
n sehari- e. Libatkan orang yang berarti dan layanan
hari pendukung bila dibutuhkan
terpenuhi f. Gunakan sumber-sumber atau fasilitas
yang ada untuk mendukung self care
g. Ajari klien untuk melakukan self care
secara bertahap
h. Ajarkan penggunaan modalitas terapi dan
bantuan mobilisasi secara aman (lakukan
supervisi agar keamnanannya terjamin)
i. Evaluasi kemampuan klien untuk
melakukan self care di RS
j. Beri reinforcement atas upaya dan
keberhasilan dalam melakukan self care
5 Kurang Setelah dilakukan Mengajarkan proses penyakit
pengetahuan askep jam a. Kaji pengetahuan keluarga tentang proses
keluarga pengetahuan penyakit
berhubungan keluarga klien b. Jelaskan tentang patofisiologi penyakit dan
dengan kurang meningkat dg tanda gejala penyakit
paparan dan KH: c. Beri gambaran tentaang tanda gejala
keterbatasan 1. Keluarga penyakit kalau memungkinkan
kognitif menjelask d. Identifikasi penyebab penyakit
keluarga an e. Berikan informasi pada keluarga tentang
tentang p keadaan pasien, komplikasi penyakit.
enyakit, p f. Diskusikan tentang pilihan therapy pada
erlunya p keluarga dan rasional therapy yang
engobatan diberikan.
dan g. Berikan dukungan pada keluarga untuk
memaham memilih atau mendapatkan pengobatan
i lain yang lebih baik.
perawatan h. Jelaskan pada keluarga tentang persiapan /
2. Keluarga tindakan yang akan dilakukan
kooperativ
e dan mau
kerjasama
saat
dilakukan
tindakan

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Sudarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Guyton, H., 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Penerbit buku
Kedokteran EGC. Jakarta

Keperawatan, Diagnosa NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC (9 ed.). Jakarta,EGC.

Price, S, Lorraine, M., 2006. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Volume 1.
Edisi 6. Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta

Muttaqin, A., 2010. Pengkajian Keperawatan. Penerbit Salemba Medika.


Jakarta

Nurman, A., 2011. Penatalaksanaan Batu Empedu. http://www.univmed.org.

Sjamsuhidajat R, de Jong W., 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta

Tengadi, K, dkk., 1994. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 7. Bagian III.
Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta

You might also like