You are on page 1of 22

PERAN PEMIMPIN SEBAGAI AGEN PERUBAHAN

By Heria Windasuri
Posted On Oct 16, 2018

Pernah menonton film Dangerous Mind? Kalau belum, penulis sangat merekomendasikan film
tersebut. Kisahnya sederhana tapi powerfull, tentang seorang guru yang menunjukkan dedikasi
memimpin perubahan dalam pekerjaannya. Memimpin perubahan bagi murid-murid yang ia
cintai. Memimpin perubahan bagi masa depan mereka. Contoh kisah kepemimpinan based on
true story yang sangat inspiratif. Di awal tulisan penulis pernah menyinggung bagaimana setiap
orang akan menjadi leader bagi dirinya sendiri dan bagi kelompok tertentu. Dan kisah LouAnne
Johnson di film Dangerous Mind tersebut menjadi salah satu contoh bentuk kepemimpinan dan
perannya sebagai agen perubahan.

Kunci sukses sebuah perubahan adalah pada sumberdaya manusia, yang berperan sebagai
inisiator dan agen perubahan berkelanjutan, pembentuk proses serta budaya yang secara
bersama meningkatkan kemampuan perubahan organisasi. Sumberdaya manusia yang ada
dalam suatu organisasi memiliki keanekaragaman yang cukup tinggi. Dengan diversitas yang
cukup besar berarti kemampuan sebagai ’agent of change’ juga akan berbeda-beda.

Usaha perubahan organisasi yang membutuhkan partisipasi dari semua karyawan akan tercapai
bila juga ada kemauan dari masing-masing individu untuk berperan sebagai agen perubahan,
tidak hanya sekedar mengandalkan kemampuannya. Kemauan karyawan dalam berpartisipasi
dalam organisasi, biasanya tergantung pada tujuan apa yang ingin diraihnya dengan bergabung
dalam organisasi bersangkutan. Kontribusi karyawan terhadap organisasi akan semakin tinggi
bila organisasi dapat memberikan apa yang menjadi keinginan karyawan. Dengan kata lain,
kemauan karyawan untuk memberi andil pada tempat kerjanya sangat dipengaruhi oleh
kemampuan organisasi dalam memenuhi tujuan dan harapan-harapan karyawan.

Karyawan merupakan aset organisasi yang perlu dipelihara keutuhannya. Mereka memiliki
perasaan, tujuan pribadi, sifat atau karakter yang berbeda-beda. Dalam pekerjaannya karyawan
bisa dilandasi oleh keinginan untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam pengintegrasian antara
tujuan individu karyawan dan tujuan organisasi, sangat dibutuhkan peran dari seseorang
pemimpin yang benar-benar mengerti tujuan masing-masing pihak. Leader diperlukan untuk
menentukan tujuan, mengalokasikan sumberdaya yang langka, memfokuskan perhatian pada
tujuan-tujuan perusahaan, mengkoordinasikan perubahan, membina kontak antar pribadi dengan
pengikutnya, menetapkan arah yang benar atau yang paling baik bila kegagalan terjadi. Jelaslah
disini bahwa leader harus mampu memainkan perannya demi kepentingan organisasi melalui
bawahannya.
Itu artinya, selain bertugas memimpin dan bertanggung jawab terhadap pencapaian goals team
maupun perusahaan, leader juga berperan sebagai agent of change dalam perusahaan. Tentu saja
perubahan yang diharapkan adalah perubahan ke arah yang lebih baik. Perubahan bagi tiap team
member berarti perubahan dalam team. Dan perubahan dalam setiap team tentu berimbas pada
perubahan perusahaan. Small step, for a giant step.

PENDAHULUAN
Sering kita mendengar kata perubahan (change) terutama ketika kita membahas hal-
hal berkaitan dengan upaya organisasi memperbaharui diri dalam situasi mengahadapi
perubahan di lingkungan strategi organisasi, dan setiap perubahan memerlukan orang/individu
yang menjadi pemandu proses berjalannya perubahan yang terjadi dalam suatu organisasi
maupun dalam masyarakat, guna mencapai tujuan sebagaimana diharapkan.
Kehidupan merupakan sesuatu yang kompleks dan majemuk. Terdapat banyak hal
dalam kehidupan yang bisa berubah tiba-tiba atau bahkan berubah dengan waktu yang lama.
Perubahan akan selalu terjadi baik itu progesif atau regresif. Dalam kehidupan sosial, perubahan
yang diharapkan tentu perubahan yang progesif, berkembang, dan berdaya guna. Berhubungan
dengan inovasi, setiap inovasi adalah perubahan sosial, tapi setiap perubahan sosial belum tentu
inovasi. Inovasi cangkupannya lebih sempit ketimbang dengan perubahan sosial. Inovasi
merupakan perubahan yang progres dan diharapkan bisa berdaya guna, sedangkan perubahan
sosial mencangkup perubahan yang baik maupun yang buruk.
Pengertian agen perubahan (The Change Agent) adalah individu atau seseorang yang
bertugas mempengaruhi target/sasaran perubahan agar mereka mengambil keputusan sesuai
dengan arah yang dikehendakinya. Agen perubahan menghubungkan antara sumber perubahan
(Inovasi, Kebijakan Publik dll) dengan sistem masyarakat yang menjadi target perubahan.
Dengan demikian komunikasi adalah alat strategi bagi tercapainya suatu perubahan dalam
organisasi maupun sistem sosial dalam masyarakat.
Komunikasi adalah proses berbagi informasi dalam sistem sosial masyarakat yang
menciptakan temuan (innovator) dengan target perubahan (kelompok masyarakat) dan atau
proses berbagi informasi diantara sesama mereka agar mampu membangun situasi saling
pengertian melalui penjelasan/pencerahan dalam menjalin hubungan antara agen perubahan
dengan kelompok masyarakat yang menjadi target perubahan. Ada berbagai profesi yang
mungkin akan menjadi agen perubahan yang efektif dalam organisasi atau masyarakat seperti
pekerja sosial, consultant, widyaiswara, penjual barang & jasa (sales), pekerja kesehatan dan
lain-lain. Dari berbagai profesi tersebut, dalam menjalankan perannya sebagai agen perubahan
dengan cara memfasilitasi proses menyampaikan Inovasi dari sumber inovasi kepada para target
dari inovasi itu.
Proses inovasi itu sendiri tak lepas kaitannya dengan pengusaha perubahan, agen
perubahan, dan masyarakat. Kemajemukan masyarakat akan berdampak pada kesenjangan
antara pengusaha perubahan dengan masyarakat. Kesenjangan tersebut yang dapat menghambat
proses difusi inovasi itu sendiri. Peran agen perubahan seperti jembatan antara pengusaha
perubahan dengan masyarakat dan seperti pelumas agar inovasi bisa berjalan dengan lancar.
Inovasi bisa saja terhambat bahkan gagal tanpa adanya agen perubahan. Agen perubahan
mampu memperdayakan sesama agar turut serta menikmati manfaat inovasi. Kedua kaki agen
perubahan berpijak diantara pengusaha perubahan dengan masyarakat. Agen perubahan sangat
urgen peranannya dalam inovasi. Karena itu perlu pembahasan lebih jauh mengenai agen
perubahan itu sendiri.

PEMBAHASAN
Agen Perubahan sebagai Penghubung
Banyak perbedaan dalam memutuskan bersama definisi dari agen perubahan. Guru-guru,
para konsultan, dokter umum, agen perluasan agrikultural, pekerja pengembangan, dan sales.
Dari kesemua agen perubahan tersebut memberikan suatu hubungan komunikasi antara sebuah
sistem sumber dari beberapa yang serupa dan sistem klien. Salah satu peran utama dari agen
perubahan adalah memfasilitasi aliran/arus inovasi dari agen perubahan sampai kepada
pendengar/audiens dari klien. Agar tipe komunikasi ini dapat efektif, inovasi harus
diseleksi/dipilih agar cocok/sesuai dengan kebutuhan klien. Agar pertalian/hubungan dapat
berjalan efektif,feedback/umpan balik dari sistem klien harus mengalir/mengarah sampai agen
perubahan kepada perwakilan perubahan dengan begitu dapat diatur program yang cocok
dengan kebutuhan klien.
Agen perubahan mungkin saja tidak dibutuhkan dalam difusi inovasi jika didalamnya
tidak terdapat kemasyarakatan dan perbedaan teknis antara agen perubahan (change agency)
dan sistem klien. Sistem agen (agency) perubahan biasanya terdiri/tersusun dari individu-
individu yang memiliki derajat/tingkat yang tinggi dalam menghargai suatu difusi yang sedang
didifusikan; agen perubahan secara personal mungkin dapat berupa Ph.D dalam bidang
agrikultur, science, atau bidang-bidang teknik lainnya.
Pemimpin mereka (agen perubahan) mengetahui bahwa sulit bagi mereka untuk
mengkomunikasikan secara langsung suatu inovasi dengan klien. Mereka berbeda (heterophily)
dalam sub-kebudayaan bahasa, status sosio-ekonomi, kepercayaan dan nilai-nilai. Jurang
pemisah heterophily ini dari kedua sisi antara agen perubahan membuat peran konflik dan
masalah yang pasti dalam komunikasi. Sebagai jembatan/penengah dua sistem berbeda, agen
perubahan adalah sebuah figur/bentuk yang marginal/terpinggirkan dalam masing-masing dari
dua dunia.
Sebagai tambahan untuk menghadapi masalah marginalitas sosial; agen-agen sosial harus
berhadapan dengan masalah-masalah dari kelebihan informasi (information overload), kondisi
dari individu atau sistem dimana input komunikasi yang berlebihan tidak dapat diproses dan
dimanfaatkan/digunakan dapat menuju kerusakan. Banyaknya volume informasi mengenai
inovasi mengalir/berasal dari agen perubahan (change agency) mungkin dapat mengatasi
kapasitas agen perubahan untuk memilih pesan yang paling relevan untuk sistem klien. Dengan
pemahaman akan kebutuhan dari klien-klien, seorang agen perubahan dapat secara selektif
mengubah mereka hanya menjadi informasi yang relevan.
Setiap inovasi adalah perubahan sosial, tetapi setiap perubahan sosial belum tentu inovasi.
Everett M Rogers, agen perubahan (the chage agent) adalah orang yang bertugas mempengaruhi
klien agar mau menerima inovasi sesuai dengan tujuan yang diinginkan oleh pengusaha
perubahan (change agency). Pekerjaan ini mencakup berbagai macam pekerjaan seperti guru,
konsultan, penyuluh kesehatan, penyuluh pertanian dan sebagainya. Semua agen perubahan
bertugas membuat jalinan komunikasi antara pengusaha perubahan (sumber inovasi) dengan
sistem klien (sasaran inovasi). Dalam kenyataannya pengusaha perubahan biasanya didirikan
oleh orang-orang ahli atau berpendidikan tinggi dalam bidang inovasi yang sedang didifusikan
(digabungkan), misalnya Doktor dalam pertanian, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya. Oleh
karena terdapat perbedaan pengetahuan yang sangat jauh dari klien, maka terjadi hambatan
komunikasi. Bahkan mungkin antara pengusaha perubahan dengan klien bukan hanya
heterophily dalam bidang teknik tetapi juga dalam bidang sosial-ekonomi, adat-istiadat,
kepercayaan, dan sikap.
Agen perubahan justru menjalin hubungan dengan dua sistem inferensial (yang dapat
disimpulkan) dengan kemungkinan keduanya heterophily yaitu hubungan dengan pengusaha
perubahan dan juga dengan sistem klien. Dalam kamus besar bahasa
Indonesia heterophily merupakan suatu keadaan gambaran derajat pasangan orang-orang yang
berinteraksi dalam proses komunikasi yang berbeda-beda dalam sifati-sifat tertentu. Agen
perubahan harus dapat mengatasi situasi tersebut dengan cara mengadakan seleksi informasi
disesuaikan dengan masalah dan kebutuhan klien. Dengan memahami kebutuhan klien, agen
klien dapat membatasi informasi yang disampaikan kepada klien, hanya yang relevan dengan
kebutuhan.

Urutan Peran Agen Perubahan


Dalam melaksanakan tugasnya agen perubahan mempunyai peran-peran. Ada tujuh peran
agen perubahan yang dapat diidentifikasi dalam proses mengenalkan sebuah inovasi kepada
suatu sistem klien.
. Membangkitkan kebutuhan untuk berubah
Seorang agen perubahan awalnya sering membantu klien menjadi sadar akan kebutuhan
untuk merubah sikap/tingkah laku mereka. Dalam tujuan untuk memulai proses perubahan, agen
perubahan mengusulkan alternatif baru dari masalah yang terjadi, menguraikan dengan baik dan
jelas pentingnya masalah tersebut untuk diatasi, dan meyakinkan klien bahwa mereka mampu
untuk menghadapi masalah tersebut. Agen perubahan menilai kebutuhan klien sangat penting
pada tahap ini dan juga mencoba membantu klien untuk mendapat kebutuhan yang lebih baik.
. Memantapkan hubungan pertukaran informasi
Ketika kebutuhan akan perubahan dibuat/diciptakan, seorang agen perubahan harus
mengembangkan hubungan dengan kliennya. Agen perubahan dapat meningkatkan hubungan
dengan klien dengan sikap dapat dipercaya (credible), kompeten, dan terpercaya (trustworthy)
dan juga empati terhadap kebutuhan dan masalah klien. Klien harus menerima agen perubahan
sebelum mereka akan menerima inovasi yang dipromosikannya. Inovasi dinilai pada dasar
bagaimana agen perubahan itu dirasakan oleh klien.
. Mendiagnosa masalah yang dihadapi
Agen perubahan bertanggungjawab untuk menganalisis masalah para klien untuk
menentukan mengapa alternatif yang ada tidak cocok dengan kebutuhan mereka. Dalam menuju
kesimpulan analisis, agen perubahan harus melihat situasi dengan empatik dari sudut pandang
klien. Disini agen perubahan akan mencoba untuk mengetahui masalah apa yang dihadapi klien
dan mencoba menemukan inovasi yang paling tepat. Agen perubahan melihat masalah dengan
kacamata klien, artinya kesimpulan diagnosa harus berdasarkan analisa situasi dan psikologi
klien, bukan berdasarkan pandangan pribadi agen perubahan.
. Membangkitkan kemauan klien untuk berubah
Setelah agen perubahan mengeksplorasi/menyelidiki bermacam-macam kesempatan dari
tindakan yang dapat mengantarkan klien mencapai tujuan mereka, agen perubahan mencari cara
agar mereka tertarik dengan inovasi. Namun, cara yang digunakan harus tetap berorientasi pada
klien, artinya berpusat pada kebutuhan klien jangan terlalu menonjolkan inovasi (tersirat).
. Mewujudkan kemauan dalam perbuatan
Agen perubahan mencoba untuk mempengaruhi sikap klien dalam menyesuaikan
saran/rekomendasi berdasarkan kebutuhan para klien. Jaringan interpersonal mempengaruhi dari
pengamatan jarak dekat yang paling penting pada tahap persuasi dan keputusan dalam proses
pengambilan keputusan inovasi. Agen perubahan dapat secara efektif menstabilkan perilaku
baru di kalangan sistem klien melalui penguatan pesan kepada klien yang sudah mengadopsi.
Komunikasi interpersonal akan lebih efektif kalau dilakukan antar teman yang dekat dan sangat
bermanfaat kalau dimanfaatkan pada tahap persuasi dan tahap keputusan inovasi. Oleh kerena
itu dalam hal tindakan agen perubahan yang paling tepat menggunakan pengaruh secara tidak
langsung, yaitu dapat menggunakan pemuka masyarakat agar mengaktifkan kegiatan kelompok
lain.
. Menjaga kestabilan penerimaan inovasi dan mencegah tidak berkelanjutannya inovasi
Agen perubahan mungkin secara efektif menstabilkan tingkah laku baru sampai
menguatkan pesan kepada klien yang telah mengadopsi, dengan demikian seperti
“membekukan” tingkah laku/sikap baru dari klien. Bantuan ini diberikan ketika seorang klien
sedang berada pada tahap implementasi atau konfirmasi dalam proses keputusan inovasi.
. Mengakhiri hubungan ketergantungan
Tujuan akhir dari agen perubahan adalah untuk mengembangkan sikap memperbaharui
diri (self-renewing) dalam bagian dari klien. Ketika perubahan telah terjadi pada klien dan
dipandang telah stabil, maka seorang agen perubahan harus dapat menarik dirinya untuk keluar
dari urusan dengan mengembangkan kemampuan klien untuk menjadi change agent bagi dirinya
sendiri. Dengan kata lain, change agent berusaha untuk merubah sistem klien dari posisi
mempercayai change agent menjadi mempercayai dirinya sendiri atau seseorang dari kalangan
mereka sendiri.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesuksesan Agen Perubahan


Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan agen perubahan, berkenaan
dengan hal-hal sebagai berikut:

. Usaha Agen Perubahan


Sebagai indikator untuk mengetahui kegigihan (besarnya) usaha agen perubahan ialah:
jumlah klien yang dihubungi untuk berkomunikasi, banyaknya waktu yang digunakan untuk
berpartisipasi di desa (tempat tinggal) klien dibandingkan dengan waktu di kantor atau di rumah
sendiri, banyaknya keaktifan yang dilakukan dalam proses difusi inovasi, ketepatan memilih
waktu untuk berkomunikasi dengan klien dan sebagainya. Makin banyak jumlah klien yang
dihubungi, makin banyak waktu yang digunakan di tempat tinggal klien, makin banyak
keaktifan yang dilakukan dalam proses difusi dan makin tepat agen perubahan memilih waktu
untuk berkomunikasi dengan klien, dikatakan makin gigih atau makin besar usaha klien untuk
kontak dengan klien. Dari berbagai bukti dirumuskan generalisasi bahwa Keberhasilan agen
perubahan berhubungan positif dengan besarnya usaha mengadakan kontak dengan klien.
. Pengusaha Perubahan Versus Orientasi pada klien
Sebagaimana telah kita ketahui posisi agen perubahan berada ditengah-tengah antara
pengusaha perubahanan dan sistem klien. Agen perubahan harus mempertanggungjawabkan
pekerjaannya kepada pengusaha perubahanan, tetapi dilain pihak ia juga harus bekerja bersama
dan untuk memenuhi kepentingan klien. Agen perubahan akan mengalami kesukaran jika apa
yang diminta oleh pengusaha perubahan tidak sesusai dengan kebutuhan klien. Namun
demikian agen perubahan akan berhasil melaksanakan tugasnya jika ia mampu untuk
mengambil kebijakan dengan lebih berorientasi pada klien. Agen perubahan harus menunjukan
keakraban dengan klien, memperhatikan kebutuhan klien, sehingga memperoleh kepercayaan
yang tinggi dari klien. Dengan dasar hubungan yang baik itu agen perubahan dapat mengambil
kebijakan menyesuaikan kebutuhan klien dengan kemauan pengusaha Perubahanan. Tetapi jika
agen perubahan tidak berorientasi pada pengusaha perubahanan, maka akan dianggap lawan
oleh klien dan sama sekali tidak dapat mengadakan kontak atau komunikasi. Dari berbagai bukti
hasil pengamatan dan penelitian dirumuskan generalisasi (9-2) “Keberhasilan agen perubahan
berhubungan positif dengan orientasi pada klien dari pada orientasi pada pengusaha
perubahanan”.
. Sesuai dengan kebutuhan klien
Salah satu tugas agen perubahan yang sangat penting dan sukar melaksanakannya ialah
mendiagnosa kebutuhan klien. Banyak terbukti usaha difusi inovasi gagal karena tidak
mendasarkan kebutuhan klien, tetapi lebih mengutamakan pada target inovasi sesuai kehendak
pengusaha perubahanan. Sebagai contoh, disebuah desa suku Indian, mendapat dana dari
pemerintah untuk membangun irigasi agar dapat meningkatkan hasil pertaniannya. Tetapi
sangat dibutuhkan orang di desa itu tendon air untuk minum, karena mereka harus berjalan
sejauh 3 km untuk mendapatkan air sungai. Maka akhirnya penduduk membangun waduk air
bukan di sawah tetapi didekat desa dan menggunakan air itu untuk minum bukan untuk irigasi.
(Rogers, 1983, hal 320).
Dari berbagai bukti itu, dirumuskan generalisasi (9-3) “Keberhasilan agen perubahan
berhubungan positif dengan kesesuaian program difusi dengan kebutuhan klien”.
. Empati dari Agen Perubahan
Seperti telah kita ketahui bahwa empati akan mempengaruhi efektifitas komunikasi.
Komunikasi yang efektif akan mempercepat diterimanya inovasi. Generalisasi (9-4)
“Keberhasilan agen perubahan berhubungan positif dengan empatik terhadapat klien”.
Perlu diperhatikan bahwa makin banyak perbedaan antara agen perubahan dengan klien
makin sukar agen perubahan menunjukan empatik. Untuk mengatasi hal ini biasanya diadakan
pemilihan calon agen perubahan dipilihkan orang yang mempunyai latar belakang kehidupan
sesuai dengan klien dimana agen perubahan akan bekerja.
. Homophily dengan klien
Sebagaimana telah kita ketahui yang dimaksud dengan homophily ialah pasangan
individu yang berinteraksi dengan mimiliki ciri-ciri atau karakteristik yang sama (sama bahasa,
kepercayaan, adat istiadat dan sebagainya). Heterophily ialah pasangan individu yang
berinteraksi dengan memiliki ciri-ciri atau karakteristik yang berbeda. Biasanya agen perubahan
yang berbeda dengan klien lebih disegani, dan lebih suka mengadakan dengan klien yang
memiliki persamaan dengan dia. Dari pernyataan umum ini melahirkan serangkaian generalisasi
yang ditunjang dengan bukti-bukti berdasarkan pengalaman para ahli.
Generalisasi (9-5) “Kontak yang dilakukan agen perubahan berhubungan positif dengan status
sosial antara klien‟.
Generalisasi (9-6) “Kontak yang dilakulkan agen perubahan berhubungan positif dengan
besarnya partisipasi sosial antar klien”.
Generalisasi (9-7) “Kontak yang dilakukan agen perubahan berhubungan positif dengan
tingginya tingkat pendidikan antara klien‟.
Generalisasi (9-8) “Kontak yang dilakukan agen perubahan, berhungan positif dengan sifat
cosmopolitan antara klien. Generalisasi tersebut berdasarkan pemikiran bahwa kontak
komunikasi antara agen perubahan dengan klien akan lebih efektif jika homophily‟.
. Kontak agen perubahan dengan klien yang berstatus lebih rendah
Sebenarnya klien yang kurang mampu ekonominya, rendah pendidikannya, harus
mendapat lebih banyak bantuan dan bimbingan dari agen perubahan. Tetapi sesuai dengan
prinsip homophily maka justru agen perubahan lebih banyak kontak dengan klien yang berstatus
lebih tinggi baik pendidikan maupun ekonominya. Sehingga dapat timbul pendapat yang kurang
benar dari agen perubahan yang menyatakan bahwa klien yang berstatus lebih rendah tidak
termasuk tanggungjawabnya dalam pelaksanaan difusi inovasi. Jika ini terjadi maka akibatnya
makin parah, karena makin terbuka kemungkinan klien yang berstatus lebih rendah tidak
terjamah sama sekali oleh bantuan agen perubahan. Salah satu cara untuk mengatasi dengan
jalan memilih perubahan yang sedapat mungkin sama dengan klien atau paling tidak mendekati,
misalnya sama daerahnya, sama bahasanya, sama kepercayaannya dan sebagainya. Dengan
dasar itu maka dirumuskan generalisasi (9-9) ‟Keberhasilan agen perubahan berhubungan
positif dengan klien yang homophily‟.
Dalam pelaksanaan difusi inovasi sering diadakan latihan atau penataran agen perubahan.
Dalam penataran atau latihan itu diberi petunjuk tentang cara pelaksanaan penyebaran inovasi
dengan berbagai macam teknik yang dianggap relevan dengan klien. Tetapi tidak selalu
menunjukan bahwa hasil latihan akan meningkatkan kemampuan dalam penampilan
berkomunikasi dengan klien, bahkan makin tinggi jarak pengetahuan agen perubahan dengan
klien. Jadi terjadi masalah hubungan agen perubahan dengan klien heterophily. Salah satu cara
mengatasi ini dengan mengadakan pembantu profesional.
. Pembantu para-profesional
Pembantu para-profesional ialah orang yang bertugas membantu agen perubahan agar
terjadi kontak dengan klien yang berstatus lebih rendah. Pembantu para-profesional dari segi
pengetahuan tentang inovasi dan teknik penyebaran inovasi, kurang dari agen perubahan. Tetapi
dengan mengangkat pembantu para-profesional ada keuntungannya yaitu biaya lebih rendah
dapat kontak dengan klien yang berstatus lebih rendah dari agen perubahan, karena para
pembantu para-profesional lebih dekat dengan klien (homophily).
. Kepercayaan klien terhadap agen perubahan (credibility)
Pembantu agen perubahan (aide) kurang memperoleh kepercayaan dari klien, jika ditinjau
dari segi kompentensi profesional karena ia memang kurang profesional. Tetapi pembantu agen
perubahan, memiliki kepercayaan dari klien karena adanya hubungan yang akrab sehingga tidak
timbul kecurigaan. Klien percaya pada pembantu agen perubahan karena keyakinannya akan
membawa kebaikan bagi dirinya, yang disebut: kepercayaan, keselamatan (savety, credibility).
Pada umumnya agen perubahan (profesional dan hetrophily) memiliki kepercayaan kompetensi
(competency credibility), sedangkan pembantu agen perubahan (tidak profesional dan
homophily) memiliki kepercayaan keselamatan (savety, credibility). Seharusnya agen perubahan
yang ideal harus memiliki kedua kepercayaan tersebut secara seimbang. Tetapi hal ini susah
diperoleh, karena jika agen perubahan itu profesional berarti ia sarjana yang menguasai ilmu
dan teknik, maka timbul perbedaan dengan klain yang berpendidikan rendah (heterophily).
Salah satu cara untuk mengatasinya yaitu dengan jalan mengangkat orang yang telah
menerima dan menerapkan inovasi, sebagai pembantu agen perubahan mempengaruhi teman-
temannya (anggota sistem klien yang lain) untuk menerima inovasi. Cara ini telah terbukti
berhasil di India dalam difusi inovasi keluarga berencana dengan cara vasektomi. Pengusaha
perubahan memberi upah kepada orang yang sudah melaksanakan vasektomi yang mau
dijadikan Canvasser (membantu mencari pengikut KB). Ternyata canvasser di India ini
memiliki keseimbangan antara kepercayaan kompetensi dan kepercayaan keselamatan. Ia
dimata klien telah memiliki kopetensi karena telah berpengalaman manjalani operasi vasektomi.
Canvasser juga memperoleh kepercayaan keselamatan, karena ia memiliki banyak persamaan
dengan klien (homophily), sama dari status ekonomi lemah, sama tingkat pendidikannya, sama
asal daerahnya, sama bahasanya dan sebagainya. Jadi Canvasser di India berhasil karena
pembantu agen perubahan memiliki keseimbangan kepercayaan baik kompetensi maupun
keselamatan, ditambah lagi biaya honor lebih murah dari pada agen perubahan yang profesional.
Dengan pengalaman itu dirumuskan generalisasi (9-10) ‟Keberhasilan agen perubahan
berhubung positif dengan kepercayaan (credibility) dari sudut pandang klien”.
. Profesional semu
Sebagaimana kita ketahui bahwa pembantu agen perubahan dapat memberikan beberapa
keuntungan seperti biaya operasional rendah dan dapat menjembatani kesenjangan heterophily,
namum tidak berarti bahwa agen perubahan lalu sama sekali tidak diperlukan. Agen perubahan
tetap masih sangat dibutuhkan untuk menatar atau mamilih pembantu agen perubahan,
engadakan super visi, dan juga membantu mencegah masalah yang tidak dapat diselesaikan oleh
pembantu agen perubahan. Satu masalah yang sering dijumpai pembantu agen perubahan ialah
timbulnya profesional semu yang terjadi karena pembantu agen perubahan bergaya seperti agen
perubahan profesional. Ia memakai pakaian, cara bertindak, dan sebagainya yang menyamai
tenaga agen perubahan profesional. Secara psikologis hal ini wajar, karena ia mengagumi
kehebatan kopetensi profesional agen perubahan, sehingga berusaha meniru agar menambah
wibawa. Tetapi sebenarnya yang diperoleh justru terbalik, karena dengan bergaya seperti tenaga
profesional akan menghilangkan fungsinya untuk menjembatani kesenjangan heterophily.
Biasanya jika pembantu agen perubahan menyadari adanya masalah profesional semu, mereka
akan berusaha dan berhati-hati dalam bertindak sehingga terhindar dari hambatan terjadinya
profesional semu tersebut.
0. Pemimpin opini
Dimuka masyarakat atau sistem sosial sering terdapat orang yang pendapat-pendapatnya
mudah diikuti oleh teman-teman sekelompoknya. Orang memiliki kemampuan untuk
mempengaruhi perubahan pengetahuan, sikap, dan tingkah laku orang lain secara informal,
dengan tujuan tertentu, disebut pemuka pendapat. Dari berbagai pengalaman dan pengamatan
para ahli menunjukan bahwa banyak difusi inovasi berhasil dengan cara memanfaatkan pemuka
pendapat yang ada didalam sistem sosial. Maka dirumuskan generalisasi (9-11) “Keberhasilan
agen perubahan berhubungan positif dengan besarnya usaha untuk bekerja sama dengan pemuka
pendapat”. Waktu bagi agen perubahan merupakan sumber yang sangat berharga. Dengan
memusatkan komunikasi pada pemuka pendapat yang terdapat dalam sistem sosial, agen
perubahan dapat mempercepat penerimaan inovasi. Usaha ini lebih ekonomis karena akan
menghemat waktu.
Agen perubahan cukup berkomunikasi dengan beberapa orang pemuka pendapat, tidak
perlu berkomunikasi dengan semua anggota sistem sosial satu persatu, juga banyak difusi
inovasi yang menunjukkan jika pemuka pendapat telah menerima dan menerapkan inovasi akan
segera diikuti oleh anggota sistem sosial yang lain, bahkan mungkin sukar untuk
menghentikannya. Berdasarkan pengamatan dan pengalaman para ahli sering terjadi agen
perubahan salah menunjuk inovator sebagai pemuka pendapat. Mungkin ciri-cirinya hampir
sama, bahwa inovator mempunyai sifat-sifat lebih terbuka, lebih modern tapi belum tentu orang
itu sebagai pemuka pendapat. Bedanya cukup jelas bahwa pemuka pendapat tingkah lakunya
mudah diikuti oleh orang lain, sedangkan inovator hanya lebih dulu menerima inovasi. Jika
agen perubahan lebih memusatkan kegiatan komunikasinya pada inovator dari pada pemuka
pendapat, maka hasilnya akan tampak dapat meningkatkan kesadaran dan pengetahuan tentang
inovasi, tetapi tidak banyak pengikutnya. Tingkah laku inovator tidak menjamin diikutinya oleh
anggota klien pada umumnya.
Kesukaran lain yang sering dijumpai agen perubahan jika agen perubahan terlalu ketat
dalam menentukan persyaratan untuk memilih pemuka pendapat dan kemudian perhatian hanya
dipusatkan pada sekelompok pemuka pendapat tersebut, maka yang akan terjadi ialah pemuka
pendapat itu menjadi lebih inovatif dan juga menjadi kelompoknya agen perubahan dari sudut
pandang klien. Jika ini yang terjadi kasusnya sama dengan profesional semu, yang diperoleh
justru merusak hubungan antara pemuka pendapat dengan pengikutnya dan juga ada
kemungkinan agen perubahan tidak diperlukan lagi.
1. Kemampuan klien untuk menilai inovasi
Salah satu keunikan agen perubahan dalam proses difusi inovasi, ialah memiliki
kompetensi teknik, yang menyebabkan ia berwenang untuk bertindak sesuai dengan
keahliannya dalamengaruhi klien untuk menerima inovasi. Tetapi jika agen perubahan
melakukan pendekatan jangka panjang dalam mencapai tujuan inovasi, maka ia harus berusaha
membangkitkan klien agar memiliki kemampuan teknik dan kemampuan menilai potensi
inovasi yang dicapainya sendiri. Dengan kata lain agen perubahan harus berusaha menjadikan
klien menjadi agen perubahan dirinya sendiri. Bahwa keberhasilan agen perubahan
berhubungan positif dengan meningkatnya kemampuan klien untuk menilai inovasi. Tetapi pada
umumnya agen perubahan hanya bekerja dalam jangka pendek, terutama untuk melancarkan
proses kecepatan diterimanya inovasi. Kesadaran dan kemampuan memperbaharui diri dengan
percaya kepada kemampuan sendiri menjadi tujuan dari pengusaha perubahanan, sedangkan
seberapa kadar yang dapat dicapai tergantung pada usaha agen perubahan.

Sistem Difusi Sentralisasi dan Desentralisasi


Sistem difusi yang telah berpuluh-puluh tahun digunakan ialah sistem difusi sentralisasi,
yang sering disebut juga sistem difusi model klasik. Adapun ciri-ciri pokok sistem difusi
sentralisasi ialah dengan adanya ide inovasi muncul dari para ahli yang kemudian
disebarluaskan dalam bentuk paket yang seragam kepada anggota sistem sosial yang mungkin
akan menerima atau menolak inovasi. Peranan klien dalam proses difusi sebagai penerima yang
pasif. Sistem difusi sentralisasi ini pada mulanya dianggap telah berhasil dengan baik untuk
menyebarluaskan inovasi di bidang pertanian. Para ahli pertanian yang menemukan suatu ide
baru, kemudian ditentukan bagaimana cara penyebarannya, siapa yang menyebarkan, siapa
sasaran utama untuk menerima ide baru tersebut, dan perencanaan lainya, semuanya ditentukan
oleh sekelompok ahli.
Kemudian mulai 1970 Rogers menyadari bahwa sistem difusi sentaralisasi tidak dapat
terlaksana persis seperti apa yang telah direncanakan oleh penemunya, tapi kenyataannya
banyak terjadi modifikasi atau re-invensi dalam penerapannya di lapangan. Demikian pula
Schon pada tahun 1971 mengatakan bahwa teori difusi jauh lebih tertinggal dari kenyataan
timbulnya tantangan, perlu sistem difusi yang baru. Ia menyatakan bahwa sistem sentralisasi
tidak dapat menampung munculnya ide-ide baru dari berbagai bidang yang sangat komplek, dan
terjadinya difusi melalui jalur yang horizontal. Maka kemudian timbul sistem difusi
desentralisasi yang ditandai dengan munculnya ide baru tidak dari seorang atau sekelompok
ahli, tetapi dapat dari siapa saja dan juga proses penyebarannya diatur oleh calon penerima
inovasi sendiri. Jadi sasaran inovasi juga berperan sebagai agen perubahan.
Perbandingan antara sistem difusi sentralisasi dan difusi desentralisasi, diuraikan secara
singkat sebagai berikut. Analisa dari Buku Diffusion Of Inovation

Karakteristik Sistem Difusi Sistem difusi


No
sistem difusi Sentralisasi Desentralisasi
1 Pemegang Dipegang oleh Pengambilan
kekuasaan pemerintah dan keputusan
dan orang yang ahli berdasarkan
pengambil dari anggota.
keputusan Banyak difusi
yang bersifat
spontan dan
tidak
terencana
2 Arah difusi Bersifat top- Dilakukan
down dari orang dengan unit
yang ahli kepada lokal dan
masyarakat/klien lewat jaringan
lokal horizontal
3 Sumber Inovasi berasal Inovasi
inovasi dari orang-orang berasal dari
yang ahli pengalaman
(penelitian dan dan uji coba
pengembangan) yang
dilakukan oleh
inovator lokal
4 Siapa yang Keputusan Unit lokal
memutuskan mengenai yang akan
untuk bagaimana memutuskan
mendifusikan pendifusian berdasarkan
inovasi inovasi evaluasi yang
dilakukan oleh mereka
pemerintah dan lakukan
orang yang ahli terhadap
inovasi
5 Seberapa Inovasi berdasar Inovasi
penting pada dikembangkan
kebutuhan perkembangan berdasarkan
klien dalam teknologi dan masalah yang
mendorong menekankan terjadi,
proses difusi kebutuhan pada berdasarkan
tersedianya kebutuhan
inovasi yang ingin
dipenuhi
6 Jumlah Penemuan lebih Penemuan
penemuan sedikit lebih banyak
kembali terjadi

) Sistem difusi sentralisasi


a) Wewenang pengambil keputusan dan kebijakan, berada pada administrator pemerintah pusat
dan para ahli bidang ilmu (technical subject-matter expert).
b) Arah difusi dari pusat ke bawah (top-down), artinya dari para ahli (penemu inovasi)
disebarkan ke para sasaran penerima inovasi di daerah.
c) Sumber inovasi, dari organisasi formal “Penelitian dan Pengembangan” yang ditangani oleh
para ahli.
d) Penetapan difusi inovasi dilakukan oleh tenaga administrator di pusat dan para ahli di bidang
ilmu.
e) Pendekatan yang digunakan berorientasi pada inovasi, penentuan kebutuhan klien berdasarkan
adanya inovasi, dengan teknik pelaksanaan didorong dari atas.
f) Tidak banyak terjadi re-inversi serta modifikasi untuk disesuaikan dengan kondisi setempat
selama dalam proses difusi inovasi.

) Sistem difusi desentralisasi


a) Keputusan dan kebijakan diambil secara bersama oleh anggota-anggota sistem difusi. Klien
dikontrol oleh pimpinan masyarakat setempat.
b) Arah difusi secara horizontal dari kelompok ke kelompok (peer diffusion).
c) Sumber inovasi dating dari percobaan bukan mesti orang ahli dari wilayah setempat, yang
juga sering jadi pemakainya.
d) Penetapan difusi inovasi oleh kelompok masyarakat setempat (lokal) berdasarkan penilaian
inovasi secara informal.
e) Menggunakan pendekatan yang berorientasi kepada pemecahan masalah, yang timbul dari apa
yang diamati dan dirasakan oleh masyarakat setempat, teknik pelaksanaan ditarik dari bawah.
f) Banyak terjadi reinversi dan penyesuaian dengan kondisi setempat selama dalam proses difusi
antar anggota sistem sosial.
Dalam pelaksanaan difusi inovasi tidak dapat dibedakan secara tegas mana yang
Sentralisasi dan yang desentralisasi, biasanya mana yan lebih dominant dari ciri-ciri tersebut,
sehingga difusi cenderung yang sentralisasi atau desentralisasi. Rogers menggambarkan
rentangan difusi inovasi yang merupakan continuum dari desentralisasi ke sentralisasi.
Kelebihan dan kelemahan sistem difusi desentralisasi. Sistem difusi desentralisasi
disamping memiliki kelebihan juga memiliki kelemahan jika dibandingkan dengan sistem
sentralisasi. Adapun kelebihan sistem desentralisasi ialah bahwa difusi inovasi yang
dilakukannya sesuai dengan kebutuhan klien. Hal ini terjadi karena klien sebagai pemakai juga
turut ikut berpartisipasi dalam membuat berbagai keputusan, seperti masalah yang paling
mendesak, bagaimana inovasi akan diterima, perlukah modifikasi atau re-invensi dilakukan
untuk menyesuaikan dengan kondisi setempat, dan juga klien ikut mengontrol pelaksanaan
difusi. Masalah kesenjangan klien agen perubahan heterophily tidak terjadi, atau kalau ada
sangat kecil kemungkinannya. Motivasi untuk menerima inovasi datang dari klien sendiri, dan
kemungkinan besar biaya operasional lebih murah, yang jelas tidak perlu biaya untuk memberi
upah tenaga ahli. Dan juga pengembangan sikap percaya pada kemampuan sendiri terpupuk
dalam difusi desentralisasi.
Kelemahan sistem difusi desentralisasi jika dibandingkan dengan sistem difusi sentralisasi
antara lain:
1) Jika inovasi yang akan disebarluaskan memerlukan tenaga ahli (sarjana bidang ilmu tertentu),
maka sistem ilmu desentralisasi kurang tepat digunakan karena akan terjadi kesukaran mencari
tenaga ahli.
2) Sistem difusi desentralisasi yang dilaksanakan secara ekstrim memiliki kelemahan kurang
adanya koordinasi, untuk menentukan mana masalah yang dihadapi, inovasi mana yang tepat
digunakan, siapa yang mengontrol pelaksanaan difusi, dan sebagainya.
3) Pada suatu saat kadang-kadang memang diperlukan menyebarkan inovasi yang klien tidak
merasa\memerlukanya. Maka jika menggunakan sistem desentralisasi tidak akan terjadi difusi.
Misalnya program KB di negara-negara berkembang seperti: Afrika, Amerika Latin, dan Asia,
semuanya dengan sentralisasi. Kalau menggunakan desentralisasi maka tidak akan terjadi difusi,
karena klien belum merasa perlu KB.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa


a) Sistem difusi desentralisasi lebih tepat digunakan untuk menyebarkan inovasi yang tidak
melibatkan tenaga ahli tingkat tinggi dan sasaran perubahan heterogen. Jika sasaran
perubahannya homogen secara relatif lebih tepat dengan sistem sentralisasi.
b) Dapat juga dillakukan kombinasi antar beberapa unsure sistem desentralisasi dan sistem
sentralisasi. Misalnya untuk koordinasi kegiatan menggunakan sistem sentralisasi, tetapi untuk
menentukan mana inovasi yang akan didifusikan berdasarkan kebutuhan dengan sistem
desentralisasi.

SIMPULAN
Setiap inovasi adalah perubahan sosial, tetapi setiap perubahan sosial belum tentu inovasi.
Everett M Rogers, Agen perubahan (the chage agent) adalah orang yang bertugas
mempengaruhi klien agar mau menerima inovasi sesuai dengan tujuan yang diinginkan oleh
pengusaha perubahanan (change agency). Peran agen perubahan seperti jembatan antara
pengusaha perubahan dengan masyarakat dan seperti pelumas agar inovasi bisa berjalan dengan
lancar. Inovasi bisa saja terhambat bahkan gagal tanpa adanya agen perubahan. Proaktif
dan outstanding result, itulah seharusnya agen perubahan. Orang yang proaktif adalah orang
yang memiliki kepekaan dan inisiatif yang tinggi terhadap sesuatu masalah. Asal hal tersebut
mengacu kepada kebenaran dan kemajuan. Pribadi yang bisa bekerja melebihi target yang
ditetapkan. Itulah pribadi yang outstanding result. Kedua kaki agen perubahan berpijak diantara
pengusaha perubahan dengan masyarakat.
Seorang agen perubahan adalah seorang individu yang mempengaruhi keputusan inovasi
klien yang arah dianggap diinginkan oleh agen perubahan. Perubahan agen menghadapi dua
masalah utama: (1) keterpinggiran sosial mereka, karena posisi mereka berada di tengah-tengah
antara agen perubahan dan sistem klien, dan (2) informasi yang berlebihan, keadaan seseorang
atau suatu sistern di mana input komunikasi berlebihan tidak dapat diproses dan digunakan,
menyebabkan kerusakan. Tujuh peran agen perubahan adalah:
(1) Membangkitkan kebutuhan untuk berubah
(2) Memantapkan hubungan pertukaran informasi
(3) Mendiagnosa masalah yang dihadapi
4) Membangkitkan kemauan klien untuk berubah
5) Mewujudkan kemauan dalam perbuatan
6) Menjaga kestabilan penerimaan inovasi dan mencegah tidak berkelanjutannya inovasi
7) Mengakhiri hubungan ketergantungan
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi agen perubahan, yaitu sebagai berikut:
. Usaha Agen Perubahan
. Pengusaha Perubahan Versus Orientasi pada klien
. Sesuai dengan kebutuhan klien
. Empati dari Agen Perubahan
. Homophily dengan klien
. Kontak agen perubahan dengan klien yang berstatus lebih rendah
. Pembantu para-profesional
. Kepercayaan klien terhadap agen perubahan (credibility)
. Profesional semu
0. Pemimpin opini
1. Kemampuan klien untuk menilai inovasi

Sistem difusi sentralisasi memiliki ciri ide inovasi muncul dari para ahli yang kemudian
disebarkan dengan bentuk paket yang seragam, klien tinggal menerima atau menolak inovasi
sedangkan sistem difusi disentralisasi dengan ciri ide munculnya inovasi dari siapa saja dan
proses penyebarannya diatur oleh calon penerima inovasi.
Sistem difusi sentralisasi difusi desentralisasi lebih tepat digunakan untuk menyebarkan
inovasi yang tidak melibatkan tenaga ahli tingkat tinggi dan sasaran perubahan heterogen. Jika
sasaran perubahannya homogen secara relatif lebih tepat dengan sistem sentralisasi. Dapat juga
dillakukan kombinasi antar beberapa unsur sistem desentralisasi dan sistem sentralisasi.
Misalnya untuk koordinasi kegiatan menggunakan sistem sentralisasi, tetapi untuk menentukan
mana inovasi yang kan didifusikan berdasarkan kebutuhan dengan sistem desentralisasi.

DAFTAR PUSTAKA
Ibrahim. (1988). Inovasi pendidikan. Jakarta: Depdikbud Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.
Rogers, E. M. (1983). Diffusion of innovation. New York: The Free Press.
Sadida, D. (2011). Agen perubahan. Diakses pada tanggal 25 Maret 2014 pukul 10.40 melalui
http://sadidadalila.wordpress.com/2011/05/22/agen-perubahan/

Penguatan Pendidikan Karakter Jadi Pintu Masuk


Pembenahan Pendidikan Nasional 17 Juli 2017 ← Back
Penguatan karakter menjadi salah satu program prioritas Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil
Presiden Jusuf Kalla. Dalam nawa cita disebutkan bahwa pemerintah akan melakukan revolusi karakter
bangsa. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengimplementasikan penguatan karakter penerus
bangsa melalui gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang digulirkan sejak tahun 2016.

Sesuai arahan Presiden Joko Widodo, pendidikan karakter pada jenjang pendidikan dasar mendapatkan
porsi yang lebih besar dibandingkan pendidikan yang mengajarkan pengetahuan. Untuk sekolah dasar
sebesar 70 persen, sedangkan untuk sekolah menengah pertama sebesar 60 persen.

“Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter sebagai fondasi dan ruh utama pendidikan,” pesan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy.

Tak hanya olah pikir (literasi), PPK mendorong agar pendidikan nasional kembali memperhatikan olah hati
(etik dan spiritual) olah rasa (estetik), dan juga olah raga (kinestetik). Keempat dimensi pendidikan ini
hendaknya dapat dilakukan secara utuh-menyeluruh dan serentak. Integrasi proses
pembelajaran intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler di sekolah dapat dilaksanakan dengan
berbasis pada pengembangan budaya sekolah maupun melalui kolaborasi dengan komunitas-komunitas
di luar lingkungan pendidikan.

Lima Nilai Karakter Utama

Terdapat lima nilai karakter utama yang bersumber dari Pancasila, yang menjadi prioritas pengembangan
gerakan PPK; yaitu religius, nasionalisme, integritas, kemandirian dan kegotongroyongan. Masing-masing
nilai tidak berdiri dan berkembang sendiri-sendiri, melainkan saling berinteraksi satu sama lain,
berkembang secara dinamis dan membentuk keutuhan pribadi.

Nilai karakter religius mencerminkan keberimanan terhadap Tuhan yang Maha Esa yang diwujudkan
dalam perilaku melaksanakan ajaran agama dan kepercayaan yang dianut, menghargai perbedaan
agama, menjunjung tinggi sikap toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama dan kepercayaan lain, hidup
rukun dan damai dengan pemeluk agama lain. Implementasi nilai karakter religius ini ditunjukkan dalam
sikap cinta damai, toleransi, menghargai perbedaan agama dan kepercayaan, teguh pendirian, percaya
diri, kerja sama antar pemeluk agama dan kepercayaan, anti perundungan dan kekerasan, persahabatan,
ketulusan, tidak memaksakan kehendak, mencintai lingkungan, melindungi yang kecil dan tersisih.
Nilai karakter nasionalis merupakan cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan,
kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan
politik bangsa, menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
Sikap nasionalis ditunjukkan melalui sikap apresiasi budaya bangsa sendiri, menjaga kekayaan budaya
bangsa, rela berkorban, unggul, dan berprestasi, cinta tanah air, menjaga lingkungan, taat hukum, disiplin,
menghormati keragaman budaya, suku, dan agama.

Adapun nilai karakter integritas merupakan nilai yang mendasari perilaku yang didasarkan pada upaya
menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan,
memiliki komitmen dan kesetiaan pada nilai-nilai kemanusiaan dan moral. Karakter integritas meliputi
sikap tanggung jawab sebagai warga negara, aktif terlibat dalam kehidupan sosial, melalui konsistensi
tindakan dan perkataan yang berdasarkan kebenaran. Seseorang yang berintegritas juga menghargai
martabat individu (terutama penyandang disabilitas), serta mampu menunjukkan keteladanan.

Nilai karakter mandiri merupakan sikap dan perilaku tidak bergantung pada orang lain dan
mempergunakan segala tenaga, pikiran, waktu untuk merealisasikan harapan, mimpi dan cita-cita. Siswa
yang mandiri memiliki etos kerja yang baik, tangguh, berdaya juang, profesional, kreatif, keberanian, dan
menjadi pembelajar sepanjang hayat.

Nilai karakter gotong royong mencerminkan tindakan menghargai semangat kerja sama dan bahu
membahu menyelesaikan persoalan bersama, menjalin komunikasi dan persahabatan, memberi
bantuan/pertolongan pada orang-orang yang membutuhkan. Diharapkan siswa dapat menunjukkan sikap
menghargai sesama, dapat bekerja sama, inklusif, mampu berkomitmen atas keputusan bersama,
musyawarah mufakat, tolong menolong, memiliki empati dan rasa solidaritas, anti diskriminasi, anti
kekerasan, dan sikap kerelawanan.

Penguatan Tri Pusat Pendidikan

"PPK ini merupakan pintu masuk untuk melakukan pembenahan secara menyeluruh terhadap pendidikan
kita," disampaikan Mendikbud kepada Tim Implementasi PPK yang terdiri dari berbagai unsur pemangku
pendidikan beberapa waktu yang lalu.

Menurut Mendikbud, PPK tidak mengubah struktur kurikulum, namun memperkuat Kurikukum 2013 yang
sudah memuat pendidikan karakter itu. Dalam penerapannya, dilakukan sedikit modifikasi intrakurikuler
agar lebih memiliki muatan pendidikan karakter. Kemudian ditambahkan kegiatan dalam kokurikuler dan
ekstrakurikuler. Integrasi ketiganya diharapkan dapat menumbuhkan budi pekerti dan menguatkan
karakter positif anak didik.

"Prinsipnya, manajemen berbasis sekolah, lalu lebih banyak melibatkan siswa pada aktivitas daripada
metode ceramah, kemudian kurikulum berbasis luas atau broad based curriculum yang mengoptimalkan
pemanfaatan sumber-sumber belajar," tutur Mendikbud.

PPK mendorong sinergi tiga pusat pendidikan, yaitu sekolah, keluarga (orang tua), serta komunitas
(masyarakat) agar dapat membentuk suatu ekosistem pendidikan. Menurut Mendikbud, selama ini ketiga
seakan berjalan sendiri-sendiri, padahal jika bersinergi dapat menghasilkan sesuatu yang luar biasa.
Diharapkan manajemen berbasis sekolah semakin menguat, di mana sekolah berperan menjadi sentral,
dan lingkungan sekitar dapat dioptimalkan untuk menjadi sumber-sumber belajar.

Mengembalikan Jati Diri Guru

“Peran guru sangat penting dalam pendidikan dan ia harus menjadi sosok yang mencerahkan, yang
membuka alam dan pikir serta jiwa, memupuk nilai-nilai kasih sayang, nilai-nilai keteladanan, nilai-nilai
perilaku, nilai-nilai moralitas, nilai-nilai kebhinnekaan. Inilah sejatinya pendidikan karakter yang menjadi inti
dari pendidikan yang sesungguhnya,” disampaikan Presiden Joko Widodo dalam pembukaan Rembuk
Nasional Pendidikan dan Kebudayaan 2017 beberapa waktu yang lalu.

Menurut Mendikbud, kunci kesuksesan pendidikan karakter terletak pada peran guru. Sebagaimana
ajaran Ki Hajar Dewantara, “ing ngarso sung tuladho, ing madyo mbangun karso, tut wuri handayani”,
maka seorang guru idealnya memiliki kedekatan dengan anak didiknya. Guru hendaknya dapat melekat
dengan anak didiknya sehingga dapat mengetahui perkembangan anak didiknya. Tidak hanya dimensi
intelektualitas saja, namun juga kepribadian setiap anak didiknya.

Tak hanya sebagai pengajar mata pelajaran saja, namun guru mampu berperan sebagai fasilitator yang
membantu anak didik mencapai target pembelajaran. Guru juga harus mampu bertindak sebagai penjaga
gawang yang membantu anak didik menyaring berbagai pengaruh negatif yang berdampak tidak baik
bagi perkembangannya. Seorang guru juga mampu berperan sebagai penghubung anak didik dengan
berbagai sumber-sumber belajar yang tidak hanya ada di dalam kelas atau sekolah. Dan
sebagai katalisator, guru juga mampu menggali dan mengoptimalkan potensi setiap anak didik.

Saat ini, melalui revisi Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2008 menjadi PP Nomor 19 Tahun 2017,
Kemendikbud mendorong perubahan paradigma para guru agar mampu melaksanakan perannya sebagai
pendidik profesional yang tidak hanya mampu mencerdaskan anak didik, namun juga membentuk karakter
positif mereka agar menjadi generasi emas Indonesia dengan kecakapan abad ke-21.

Berdasarkan pasal 15 PP Nomor 19 Tahun 2017, pemenuhan beban kerja guru dapat diperoleh dari
ekuivalensi beban kerja tugas tambahan. Kegiatan lain di luar kelas yang berkaitan dengan pembelajaran
juga dapat dikonversi ke jam tatap muka. "Guru tidak perlu lagi cari-cari jam tambahan mengajar di luar
sekolahnya untuk memenuhi beban kerja mengajar. Dia harus bertanggungjawab terhadap perkembangan
siswanya." kata Mendikbud. (*)

Jakarta, 17 Juli 2017

18 Nilai Dalam Pendidikan Karakter Versi Kemendiknas | Pendidikan dewasa ini dituntut
untuk dapat merubah peserta didik ke arah yang lebih baik. Oleh karena itu,
Kementerian Pendidikan Nasional telah merumuskan 18 Nilai Karakter yang akan
ditamamkan dalam diri peserta didik sebagai upaya membangun karakter bangsa.
Berikut akan dipaparkan mengenai 18 Nilai Dalam Pendidikan Karakter Versi
Kemendiknas :
1. Religius, yakni ketaatan dan kepatuahan dalam memahami dan
melaksanakan ajaran agama (aliran kepercayaan) yang dianut, termasuk
dalam hal ini adalah sikap toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama
(aliran kepercayaan) lain, serta hidup rukun dan berdampingan.
2. Jujur, yakni sikap dan perilaku yang menceminkan kesatuan antara
pengetahuan, perkataan, dan perbuatan (mengetahui apa yang benar,
mengatakan yang benar, dan melakukan yang benar) sehingga menjadikan
orang yang bersangkutan sebagai pribadi yang dapat dipercaya.
3. Toleransi, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan penghargaan
terhadap perbedaan agama, aliran kepercayaan, suku, adat, bahasa, ras,
etnis, pendapat, dan hal-hal lain yang berbeda dengan dirinya secara sadar
dan terbuka, serta dapat hidup tenang di tengah perbedaan tersebut.
4. Disiplin, yakni kebiasaan dan tindakan yang konsisten terhadap
segala bentuk peraturan atau tata tertib yang berlaku.
5. Kerja keras, yakni perilaku yang menunjukkan upaya secara
sungguh-sungguh (berjuang hingga titik darah penghabisan) dalam
menyelesaikan berbagai tugas, permasalahan, pekerjaan, dan lain-lain
dengan sebaik-baiknya.
6. Keratif, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan inovasi dalam
berbagai segi dalam memecahkan masalah, sehingga selalu menemukan
cara-cara baru, bahkan hasil-hasil baru yang lebih baik dari sebelumnya.
7. Mandiri, yakni sikap dan perilaku yang tidak tergantung pada orang
lain dalam menyelesaikan berbagai tugas maupun persoalan. Namun hal ini
bukan berarti tidak boleh bekerjasama secara kolaboratif, melainkan tidak
boleh melemparkan tugas dan tanggung jawab kepada orang lain.
8. Demokratis, yakni sikap dan cara berpikir yang mencerminkan
persamaan hak dan kewajiban secara adil dan merata antara dirinya dengan
orang lain.
9. Rasa ingin tahu, yakni cara berpikir, sikap, dan perilaku yang
mencerminkan penasaran dan keingintahuan terhadap segala hal yang
dilihat, didengar, dan dipelajari secara lebih mendalam.
10. Semangat kebangsaan atau nasionalisme, yakni sikap dan tindakan
yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan
pribadi atau individu dan golongan.
11. Cinta tanah air, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan rasa
bangga, setia, peduli, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa,
budaya, ekomoni, politik, dan sebagainya, sehingga tidak mudah menerima
tawaran bangsa lain yang dapat merugikan bangsa sendiri.
12. Menghargai prestasi, yakni sikap terbuka terhadap prestasi orang lain
dan mengakui kekurangan diri sendiri tanpa mengurangi semangat
berprestasi yang lebih tinggi.
13. Komunikatif, senang bersahabat atau proaktif, yakni sikap dan
tindakan terbuka terhadap orang lain melalui komunikasi yang santun
sehingga tercipta kerja sama secara kolaboratif dengan baik.
14. Cinta damai, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan suasana
damai, aman, tenang, dan nyaman atas kehadiran dirinya dalam komunitas
atau masyarakat tertentu.
15. Gemar membaca, yakni kebiasaan dengan tanpa paksaan untuk
menyediakan waktu secara khusus guna membaca berbagai informasi, baik
buku, jurnal, majalah, koran, dan sebagainya, sehingga menimbulkan
kebijakan bagi dirinya.
16. Peduli lingkungan, yakni sikap dan tindakan yang selalu berupaya
menjaga dan melestarikan lingkungan sekitar.
17. Peduli sosial, yakni sikap dan perbuatan yang mencerminkan
kepedulian terhadap orang lain maupun masyarakat yang
membutuhkannya.
18. Tanggung jawab, yakni sikap dan perilaku seseorang dalam
melaksanakan tugas dan kewajibannya, baik yang berkaitan dengan diri
sendiri, sosial, masyarakat, bangsa, negara, maupun agama.
Demikian 18 Nilai Dalam Pendidikan Karakter Versi Kemendiknas dalam upaya
membangun karakter bangsa melalui pendidikan di sekolah atau madrasah.

Sumber rujukan : Kementerian Pendidikan Nasional, dalam Suyadi. 2013. Strategi


Pemebelajaran Pendidikan Karakter. Bandung: Remaja Rosdakarya. Hal 8-9.

Implementasi Pembelajaran Fisika Terintegrasi untuk


Membentuk Pemahaman Holistik dan Karakter Sadar
Lingkungan bagi Siswa SMA
 Pendidikan
 Mas Dika
Berbicara tentang pendidikan karakter yang sekarang tengah marak dikaji untuk dimplementasikan dalam
dunia pendidikan di Indonesia ibarat lautan yang selalu berbuih kemudian hilang kembali jika tidak
segera diikuti dengan langkah implementatif. Sudah cukup banyak seminar, lokakarya, workshop, dan
berbagai acara pertemuan para ahli untuk mengkaji masalah pendidikan karakter dan implementasinya
pada berbagai disiplin ilmu dalam pendidikan namun sampai sekarang belum terlihat proses secara nyata
untuk mewujudkan pendidikan karakter yang integral di dunia pendidikan. Justru terkadang pendidikan
karakter hanya menjadi isapan jempol bagi para siswa karena memang tidak ada perbedaan antara
sebelum dan sesudah diaplikasikannya pembelajaran berbasis karakter.
Misalnya dalam pembelajaran IPA, khususnya fisika, sejak pendidikan karakter mulai dicanangkan dan
diimplementasikan oleh sekolah sampai sekarang belum memberikan perubahan yang signifikan. Realita
yang ada di lapangan masih banyak siswa yang terbiasa membuang sampah sembarangan, merusak
tanaman, jajan makanan yang banyak mengandung zat kimia, dan sebagainya. Bukankah pendidikan IPA
seharusnya menumbuhkan karakter siswa untuk lebih bersahabat dengan lingkungan dan memanfaatkan
lingkungan sesuai dengan kadar yang aman. Hal ini tidak mengherankan, karena masih banyak juga guru
IPA yang merokok saat mengajar, mengendarai mobil ke sekolah, dan berbagai tingkah aneh yang tidak
mencerminkan seorang cendekiawan dalam bidang IPA.

Tidak ada yang perlu disalahkan dengan realita tersebut karena ia merupakan bukti bahwa pendidikan
karakter yang sedang dibumikan oleh pemerintah kita ibarat api jauh dari panggang. Sampai sekarang
belum ada keynote yang jelas untuk dijadikan pedoman yang dapat diimplementasikan secara nyata,
karena memang bangsa kita saat ini baru “sadar” dan “belajar” untuk bangkit dan mengejar
keterbelakangan kualitas pendidikannya.
Maka dari itu, penulis tergerak hatinya untuk mencoba menawarkan sebuah solusi untuk menjawab
berbagai paradoks yang telah dipaparkan di atas. Membangun karakter bangsa melalui dunia pendidikan
berarti membangun insan pendidikan agar memiliki karakter unggul untuk mewujudkan tujuan nasional.
Ada sebuah kata kunci yang bagus, “orang yang berkarakter pastilah orang yang baik, tetapi orang yang
baik belum tentu berkarakter” karena orang yang berkarakter adalah orang yang baik dan memiliki
kapasitas untuk mengaktualisasikan kebaikannya. Sesuai dengan latar belakang sebagai calon pendidik
bidang ilmu fisika dan IPA, maka penulis menawarkan sebuah konsep implementasi pembelajaran
fisika terintegrasi untuk membentuk pemahaman holistik dan karakter sadar lingkungan bagi
siswa SMA.
Pembelajaran fisika terintegrasi merupakan sebuah gagasan yang digulirkan untuk memperbaiki kualitas
pendidikan di Indonesia agar para siswa SMA memiliki pemahaman dan cara berpikir yang holistik
terhadap permasalahan yang ada di lingkungan mereka. Gagasan ini muncul karena para siswa
mengalami dikotomi atau trikotomi atau mungkin banyak kotomi pengetahuan. Mereka mengkotak-
kotakan pengetahuan yang mereka pelajari di sekolah dan seoalah-olah tidak ada kaitannya sama sekali.
Sehingga pembelajaran yang mereka ikuti hanyalah bagaimana mengerti sebuah teori kemudian
menggunakan dalam sebuah soal yang sederhana dan mungkin lebih tepatnya penuh dengan khayalan
karena barangkali soal-soal ulangan yang mereka kerjakan tidak pernah terealisasi dalam kehidupan
nyata. Maka dari itu, pembelajaran Fisika terintegrasi ditawarkan sebagai solusi untuk mengatasi
permasalahan tersebut.

Permasalahan selanjutnya, bagaimana cara mengimplementasikan pembelajaran Fisika terintegrasi


tersebut? Sebelum kita kaji lebih jauh ada baiknya kita ulas tentang standar kompetensi (SK) dan
kompetensi dasar (KD). Dalam Permendiknas RI nomor 23 tahun 2006 dijelaskan bahwa standar
kompetensi digunakan sebagai pedoman untuk menentukan kualitas lulusan/ peserta didik. Kompetensi
dasar adalah rincian dari standar kompetensi yang berupa poin-poin kompetensi yang harus dikuasai
peserta didik agar dapat dinyatakan lulus atau telah menjalani proses belajar dengan baik. Masing-masing
SK dan KD tersebut terbagi dalam berbagai mata pelajaran yang tersusun secara berjenjang mulai dari
pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Adapun konsep fisika terintegrasi adalah sebuah cara untuk
mengkombinasikan berbagai SK dan KD dalam pembelajaran fisika dalam sebuah obyek kajian nyata
yang ada di lingkungan sekitar sehingga mampu memicu pikiran peserta didik untuk berpikir holistik,
realistis dan solutif. Fisika terintegrasi dapat diaplikasikan untuk jenjang pendidikan menengah yaitu
SMA
Contoh aplikasi pembelajaran Fisika terintegrasi adalah pada pembahasan tentang Pembangkit Listrik
Tenaga Nuklir (PLTN) dan dampaknya terhadap lingkungan. Adalah suatu kesalahan jika pembahasan
nuklir hanya milik orang fisika. Dan lebih salah lagi jika nuklir hanya boleh dipelajari dalam fisika.
Dengan model pembelajaran fisika terintegrasi, pembahasan tentang nuklir adalah sebuah pembahasan
yang sangat menakjubkan karena di dalamnya akan ada observasi, eksplorasi, dan refleksi. Dimensi yang
akan dirasakan para peserta didik tidak hanya bagaimana mereka memahami nuklir sebagai sebuah hal
yang menakjubkan di alam, tetapi juga dimensi kekaguman terhadap kekuasaan Allah yang Maha
Mengatur dan Maha Memelihara.

Bagaimana bentuk kombinasi keterpaduan SK dan KD dalam pembelajaran Fisika terintegrasi untuk
kajian tentang nuklir tersebut? Berdasarkan uraian sebelumnya, model keterpaduan yang paling sesuai
dalam mengkombinasikan SK dan KD untuk pembelajaran fisika teringrasi adalah keterpaduan jaringan
(network), yaitu keterpaduan yang melibatkan SK dan KD dari berbagai mata pelajaran yang berbeda
rumpun karena dalam pembahasan nuklir SK dan KD mata pelajaran ilmu alam, sosial, statistika, bahkan
kajian keagamaan juga bisa masuk di dalamnya, meskipun kajian sains paling dominan di dalamnya.
Kemudian bagaimana membuat derivasi kajian tentang nuklir tersebut? Hal ini dapat dilakukan dengan
cara membuat tabel derivasi agar kita lebih mudah merumuskan indikator dan metode pembelajaran yang
akan digunakan. Tabel identifikasinya misalnya adalah sebagai berikut:

No. Derivasi Permasalahan Disiplin Ilmu dan SK-KD

FisikaSK :Menunjukkan penerapan


konsep fisika inti dan radioaktivitas
dalam teknologi dan kehidupan sehari-
1. hariKD :Mengidentifikasi karakteristik
Radioaktivitas dan perhitungan matematisnya inti atom dan radioaktivitas
FisikaSK :Menunjukkan penerapan
konsep fisika inti dan radioaktivitas
dalam teknologi dan kehidupan sehari-
hariKD :Mendeskripsikan pemanfaatan
2. radoaktif dalam teknologi dan
Reaktor Nuklir dan teknik pembangunan PLTN kehidupan seharihari
3.
Sumber daya alam – efisiensi sumber energy ……………..
4.
Analisis dampak lingkungan pembangunan PLTN …………………
5. Analisis dampak sosial ekonomi sebelum dan sesudah
pembangunan PLTN ……………….
6.
dst ……………….
Dengan adanya derivasi kajian di atas, maka pembahasan tentang nuklir menjadi lebih jelas dan terarah.
Selanjutnya, pembelajaran dapat direncanakan secara fragmented berdasarkan table tersebut dengan
diawali sebuah pertemuan untuk menjelaskan keseluruhan materi yang akan dibahas. Dengan cara ini,
pembelajaran Fisika akan terasa menyenangkan dan bermakna. Siswa akan mengenal permasalahan di
sekitarnya dalam dimensi yang kompleks karena pemahaman yang holistic.
Dalam realisasinya, guru fisika dapat mengajak guru lain secara tim untuk mengkaji permasalahan yang
diluar kajian fisika sehingga sekaligus dapat menyampaikan konsep materi dalam disiplin ilmu yang lain.
Jadi model pembelajaran ini tidak menutup kemungkinan terjadinya kolaborasi dan kombinasi antar mata
pelajaran dalam satu pekan pembelajaran di sekolah.

Akhirnya, dengan pembelajaran fisika terintegrasi ini, akan lahir jiwa-jiwa baru yang sadar akan kondisi
sekelilingnya dan kemudian diwujudkan dalam berbagai aksi kepedulian terhadap lingkungan. Inilah
karakter yang seharusnya terbentuk dari siswa yang sudah sekian tahun sekolah. Bukan sekedar tahu dan
pandai mengerjakan soal di atas kertas, tetapi bagaimana mereka turun ke lapangan dan menyelesaikan
permasalahan sesuai dengan ilmu yang mereka dapatkan di bangku belajar. Fisika, kimia, biologi,
matematika, ekonomi, geografi, dan yang lainnya hendaknya dapat dipahami sebagai ilmu yang saling
melengkapi dan akan digunakan dalam menyelesaikan berbagai masalah kehidupan. Ilmu-ilmu tersebut
tidak dapat berdiri sendiri sebagai pedoman penyelesaian masalah yang kompleks, tetapi saling berkait
menjadi sebuah solusi,

Demikianlah sedikit uraian tentang Implementasi pembelajaran fisika terintegrasi dalam rangka
membentuk pemahaman holistic dan karakter sadar lingkungan bagi siswa SMA. Tulisan ini hanyalah
sebagai pemicu otak kita untuk berpikir dan tidak akan berarti apa-apa ketika orang-orang yang membaca
tulisan ini tidak tergerak hatinya untuk segera mengambil peran dalam memperbaiki kualitas pendidikan
kita. Semoga tulisan ini dapat menjadi salah satu sumber inspirasi bagi para calon pendidik di negeri ini
untuk melahirkan generasi-generasi penerus yang hebat dan bertanggung jawab atas lingkungannya.

Referensi:
Kemendiknas. 2009. Pendidikan Karakter : Kumpulan Artikel di Media Massa 2009. Jakarta :
Kemendiknas
Permendiknas RI nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan beserta lampirannya
(diikutsertakan dalam lomba esai Science Week HMP Grafitasi 2011)

You might also like