Professional Documents
Culture Documents
By Heria Windasuri
Posted On Oct 16, 2018
Pernah menonton film Dangerous Mind? Kalau belum, penulis sangat merekomendasikan film
tersebut. Kisahnya sederhana tapi powerfull, tentang seorang guru yang menunjukkan dedikasi
memimpin perubahan dalam pekerjaannya. Memimpin perubahan bagi murid-murid yang ia
cintai. Memimpin perubahan bagi masa depan mereka. Contoh kisah kepemimpinan based on
true story yang sangat inspiratif. Di awal tulisan penulis pernah menyinggung bagaimana setiap
orang akan menjadi leader bagi dirinya sendiri dan bagi kelompok tertentu. Dan kisah LouAnne
Johnson di film Dangerous Mind tersebut menjadi salah satu contoh bentuk kepemimpinan dan
perannya sebagai agen perubahan.
Kunci sukses sebuah perubahan adalah pada sumberdaya manusia, yang berperan sebagai
inisiator dan agen perubahan berkelanjutan, pembentuk proses serta budaya yang secara
bersama meningkatkan kemampuan perubahan organisasi. Sumberdaya manusia yang ada
dalam suatu organisasi memiliki keanekaragaman yang cukup tinggi. Dengan diversitas yang
cukup besar berarti kemampuan sebagai ’agent of change’ juga akan berbeda-beda.
Usaha perubahan organisasi yang membutuhkan partisipasi dari semua karyawan akan tercapai
bila juga ada kemauan dari masing-masing individu untuk berperan sebagai agen perubahan,
tidak hanya sekedar mengandalkan kemampuannya. Kemauan karyawan dalam berpartisipasi
dalam organisasi, biasanya tergantung pada tujuan apa yang ingin diraihnya dengan bergabung
dalam organisasi bersangkutan. Kontribusi karyawan terhadap organisasi akan semakin tinggi
bila organisasi dapat memberikan apa yang menjadi keinginan karyawan. Dengan kata lain,
kemauan karyawan untuk memberi andil pada tempat kerjanya sangat dipengaruhi oleh
kemampuan organisasi dalam memenuhi tujuan dan harapan-harapan karyawan.
Karyawan merupakan aset organisasi yang perlu dipelihara keutuhannya. Mereka memiliki
perasaan, tujuan pribadi, sifat atau karakter yang berbeda-beda. Dalam pekerjaannya karyawan
bisa dilandasi oleh keinginan untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam pengintegrasian antara
tujuan individu karyawan dan tujuan organisasi, sangat dibutuhkan peran dari seseorang
pemimpin yang benar-benar mengerti tujuan masing-masing pihak. Leader diperlukan untuk
menentukan tujuan, mengalokasikan sumberdaya yang langka, memfokuskan perhatian pada
tujuan-tujuan perusahaan, mengkoordinasikan perubahan, membina kontak antar pribadi dengan
pengikutnya, menetapkan arah yang benar atau yang paling baik bila kegagalan terjadi. Jelaslah
disini bahwa leader harus mampu memainkan perannya demi kepentingan organisasi melalui
bawahannya.
Itu artinya, selain bertugas memimpin dan bertanggung jawab terhadap pencapaian goals team
maupun perusahaan, leader juga berperan sebagai agent of change dalam perusahaan. Tentu saja
perubahan yang diharapkan adalah perubahan ke arah yang lebih baik. Perubahan bagi tiap team
member berarti perubahan dalam team. Dan perubahan dalam setiap team tentu berimbas pada
perubahan perusahaan. Small step, for a giant step.
PENDAHULUAN
Sering kita mendengar kata perubahan (change) terutama ketika kita membahas hal-
hal berkaitan dengan upaya organisasi memperbaharui diri dalam situasi mengahadapi
perubahan di lingkungan strategi organisasi, dan setiap perubahan memerlukan orang/individu
yang menjadi pemandu proses berjalannya perubahan yang terjadi dalam suatu organisasi
maupun dalam masyarakat, guna mencapai tujuan sebagaimana diharapkan.
Kehidupan merupakan sesuatu yang kompleks dan majemuk. Terdapat banyak hal
dalam kehidupan yang bisa berubah tiba-tiba atau bahkan berubah dengan waktu yang lama.
Perubahan akan selalu terjadi baik itu progesif atau regresif. Dalam kehidupan sosial, perubahan
yang diharapkan tentu perubahan yang progesif, berkembang, dan berdaya guna. Berhubungan
dengan inovasi, setiap inovasi adalah perubahan sosial, tapi setiap perubahan sosial belum tentu
inovasi. Inovasi cangkupannya lebih sempit ketimbang dengan perubahan sosial. Inovasi
merupakan perubahan yang progres dan diharapkan bisa berdaya guna, sedangkan perubahan
sosial mencangkup perubahan yang baik maupun yang buruk.
Pengertian agen perubahan (The Change Agent) adalah individu atau seseorang yang
bertugas mempengaruhi target/sasaran perubahan agar mereka mengambil keputusan sesuai
dengan arah yang dikehendakinya. Agen perubahan menghubungkan antara sumber perubahan
(Inovasi, Kebijakan Publik dll) dengan sistem masyarakat yang menjadi target perubahan.
Dengan demikian komunikasi adalah alat strategi bagi tercapainya suatu perubahan dalam
organisasi maupun sistem sosial dalam masyarakat.
Komunikasi adalah proses berbagi informasi dalam sistem sosial masyarakat yang
menciptakan temuan (innovator) dengan target perubahan (kelompok masyarakat) dan atau
proses berbagi informasi diantara sesama mereka agar mampu membangun situasi saling
pengertian melalui penjelasan/pencerahan dalam menjalin hubungan antara agen perubahan
dengan kelompok masyarakat yang menjadi target perubahan. Ada berbagai profesi yang
mungkin akan menjadi agen perubahan yang efektif dalam organisasi atau masyarakat seperti
pekerja sosial, consultant, widyaiswara, penjual barang & jasa (sales), pekerja kesehatan dan
lain-lain. Dari berbagai profesi tersebut, dalam menjalankan perannya sebagai agen perubahan
dengan cara memfasilitasi proses menyampaikan Inovasi dari sumber inovasi kepada para target
dari inovasi itu.
Proses inovasi itu sendiri tak lepas kaitannya dengan pengusaha perubahan, agen
perubahan, dan masyarakat. Kemajemukan masyarakat akan berdampak pada kesenjangan
antara pengusaha perubahan dengan masyarakat. Kesenjangan tersebut yang dapat menghambat
proses difusi inovasi itu sendiri. Peran agen perubahan seperti jembatan antara pengusaha
perubahan dengan masyarakat dan seperti pelumas agar inovasi bisa berjalan dengan lancar.
Inovasi bisa saja terhambat bahkan gagal tanpa adanya agen perubahan. Agen perubahan
mampu memperdayakan sesama agar turut serta menikmati manfaat inovasi. Kedua kaki agen
perubahan berpijak diantara pengusaha perubahan dengan masyarakat. Agen perubahan sangat
urgen peranannya dalam inovasi. Karena itu perlu pembahasan lebih jauh mengenai agen
perubahan itu sendiri.
PEMBAHASAN
Agen Perubahan sebagai Penghubung
Banyak perbedaan dalam memutuskan bersama definisi dari agen perubahan. Guru-guru,
para konsultan, dokter umum, agen perluasan agrikultural, pekerja pengembangan, dan sales.
Dari kesemua agen perubahan tersebut memberikan suatu hubungan komunikasi antara sebuah
sistem sumber dari beberapa yang serupa dan sistem klien. Salah satu peran utama dari agen
perubahan adalah memfasilitasi aliran/arus inovasi dari agen perubahan sampai kepada
pendengar/audiens dari klien. Agar tipe komunikasi ini dapat efektif, inovasi harus
diseleksi/dipilih agar cocok/sesuai dengan kebutuhan klien. Agar pertalian/hubungan dapat
berjalan efektif,feedback/umpan balik dari sistem klien harus mengalir/mengarah sampai agen
perubahan kepada perwakilan perubahan dengan begitu dapat diatur program yang cocok
dengan kebutuhan klien.
Agen perubahan mungkin saja tidak dibutuhkan dalam difusi inovasi jika didalamnya
tidak terdapat kemasyarakatan dan perbedaan teknis antara agen perubahan (change agency)
dan sistem klien. Sistem agen (agency) perubahan biasanya terdiri/tersusun dari individu-
individu yang memiliki derajat/tingkat yang tinggi dalam menghargai suatu difusi yang sedang
didifusikan; agen perubahan secara personal mungkin dapat berupa Ph.D dalam bidang
agrikultur, science, atau bidang-bidang teknik lainnya.
Pemimpin mereka (agen perubahan) mengetahui bahwa sulit bagi mereka untuk
mengkomunikasikan secara langsung suatu inovasi dengan klien. Mereka berbeda (heterophily)
dalam sub-kebudayaan bahasa, status sosio-ekonomi, kepercayaan dan nilai-nilai. Jurang
pemisah heterophily ini dari kedua sisi antara agen perubahan membuat peran konflik dan
masalah yang pasti dalam komunikasi. Sebagai jembatan/penengah dua sistem berbeda, agen
perubahan adalah sebuah figur/bentuk yang marginal/terpinggirkan dalam masing-masing dari
dua dunia.
Sebagai tambahan untuk menghadapi masalah marginalitas sosial; agen-agen sosial harus
berhadapan dengan masalah-masalah dari kelebihan informasi (information overload), kondisi
dari individu atau sistem dimana input komunikasi yang berlebihan tidak dapat diproses dan
dimanfaatkan/digunakan dapat menuju kerusakan. Banyaknya volume informasi mengenai
inovasi mengalir/berasal dari agen perubahan (change agency) mungkin dapat mengatasi
kapasitas agen perubahan untuk memilih pesan yang paling relevan untuk sistem klien. Dengan
pemahaman akan kebutuhan dari klien-klien, seorang agen perubahan dapat secara selektif
mengubah mereka hanya menjadi informasi yang relevan.
Setiap inovasi adalah perubahan sosial, tetapi setiap perubahan sosial belum tentu inovasi.
Everett M Rogers, agen perubahan (the chage agent) adalah orang yang bertugas mempengaruhi
klien agar mau menerima inovasi sesuai dengan tujuan yang diinginkan oleh pengusaha
perubahan (change agency). Pekerjaan ini mencakup berbagai macam pekerjaan seperti guru,
konsultan, penyuluh kesehatan, penyuluh pertanian dan sebagainya. Semua agen perubahan
bertugas membuat jalinan komunikasi antara pengusaha perubahan (sumber inovasi) dengan
sistem klien (sasaran inovasi). Dalam kenyataannya pengusaha perubahan biasanya didirikan
oleh orang-orang ahli atau berpendidikan tinggi dalam bidang inovasi yang sedang didifusikan
(digabungkan), misalnya Doktor dalam pertanian, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya. Oleh
karena terdapat perbedaan pengetahuan yang sangat jauh dari klien, maka terjadi hambatan
komunikasi. Bahkan mungkin antara pengusaha perubahan dengan klien bukan hanya
heterophily dalam bidang teknik tetapi juga dalam bidang sosial-ekonomi, adat-istiadat,
kepercayaan, dan sikap.
Agen perubahan justru menjalin hubungan dengan dua sistem inferensial (yang dapat
disimpulkan) dengan kemungkinan keduanya heterophily yaitu hubungan dengan pengusaha
perubahan dan juga dengan sistem klien. Dalam kamus besar bahasa
Indonesia heterophily merupakan suatu keadaan gambaran derajat pasangan orang-orang yang
berinteraksi dalam proses komunikasi yang berbeda-beda dalam sifati-sifat tertentu. Agen
perubahan harus dapat mengatasi situasi tersebut dengan cara mengadakan seleksi informasi
disesuaikan dengan masalah dan kebutuhan klien. Dengan memahami kebutuhan klien, agen
klien dapat membatasi informasi yang disampaikan kepada klien, hanya yang relevan dengan
kebutuhan.
SIMPULAN
Setiap inovasi adalah perubahan sosial, tetapi setiap perubahan sosial belum tentu inovasi.
Everett M Rogers, Agen perubahan (the chage agent) adalah orang yang bertugas
mempengaruhi klien agar mau menerima inovasi sesuai dengan tujuan yang diinginkan oleh
pengusaha perubahanan (change agency). Peran agen perubahan seperti jembatan antara
pengusaha perubahan dengan masyarakat dan seperti pelumas agar inovasi bisa berjalan dengan
lancar. Inovasi bisa saja terhambat bahkan gagal tanpa adanya agen perubahan. Proaktif
dan outstanding result, itulah seharusnya agen perubahan. Orang yang proaktif adalah orang
yang memiliki kepekaan dan inisiatif yang tinggi terhadap sesuatu masalah. Asal hal tersebut
mengacu kepada kebenaran dan kemajuan. Pribadi yang bisa bekerja melebihi target yang
ditetapkan. Itulah pribadi yang outstanding result. Kedua kaki agen perubahan berpijak diantara
pengusaha perubahan dengan masyarakat.
Seorang agen perubahan adalah seorang individu yang mempengaruhi keputusan inovasi
klien yang arah dianggap diinginkan oleh agen perubahan. Perubahan agen menghadapi dua
masalah utama: (1) keterpinggiran sosial mereka, karena posisi mereka berada di tengah-tengah
antara agen perubahan dan sistem klien, dan (2) informasi yang berlebihan, keadaan seseorang
atau suatu sistern di mana input komunikasi berlebihan tidak dapat diproses dan digunakan,
menyebabkan kerusakan. Tujuh peran agen perubahan adalah:
(1) Membangkitkan kebutuhan untuk berubah
(2) Memantapkan hubungan pertukaran informasi
(3) Mendiagnosa masalah yang dihadapi
4) Membangkitkan kemauan klien untuk berubah
5) Mewujudkan kemauan dalam perbuatan
6) Menjaga kestabilan penerimaan inovasi dan mencegah tidak berkelanjutannya inovasi
7) Mengakhiri hubungan ketergantungan
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi agen perubahan, yaitu sebagai berikut:
. Usaha Agen Perubahan
. Pengusaha Perubahan Versus Orientasi pada klien
. Sesuai dengan kebutuhan klien
. Empati dari Agen Perubahan
. Homophily dengan klien
. Kontak agen perubahan dengan klien yang berstatus lebih rendah
. Pembantu para-profesional
. Kepercayaan klien terhadap agen perubahan (credibility)
. Profesional semu
0. Pemimpin opini
1. Kemampuan klien untuk menilai inovasi
Sistem difusi sentralisasi memiliki ciri ide inovasi muncul dari para ahli yang kemudian
disebarkan dengan bentuk paket yang seragam, klien tinggal menerima atau menolak inovasi
sedangkan sistem difusi disentralisasi dengan ciri ide munculnya inovasi dari siapa saja dan
proses penyebarannya diatur oleh calon penerima inovasi.
Sistem difusi sentralisasi difusi desentralisasi lebih tepat digunakan untuk menyebarkan
inovasi yang tidak melibatkan tenaga ahli tingkat tinggi dan sasaran perubahan heterogen. Jika
sasaran perubahannya homogen secara relatif lebih tepat dengan sistem sentralisasi. Dapat juga
dillakukan kombinasi antar beberapa unsur sistem desentralisasi dan sistem sentralisasi.
Misalnya untuk koordinasi kegiatan menggunakan sistem sentralisasi, tetapi untuk menentukan
mana inovasi yang kan didifusikan berdasarkan kebutuhan dengan sistem desentralisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Ibrahim. (1988). Inovasi pendidikan. Jakarta: Depdikbud Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.
Rogers, E. M. (1983). Diffusion of innovation. New York: The Free Press.
Sadida, D. (2011). Agen perubahan. Diakses pada tanggal 25 Maret 2014 pukul 10.40 melalui
http://sadidadalila.wordpress.com/2011/05/22/agen-perubahan/
Sesuai arahan Presiden Joko Widodo, pendidikan karakter pada jenjang pendidikan dasar mendapatkan
porsi yang lebih besar dibandingkan pendidikan yang mengajarkan pengetahuan. Untuk sekolah dasar
sebesar 70 persen, sedangkan untuk sekolah menengah pertama sebesar 60 persen.
“Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter sebagai fondasi dan ruh utama pendidikan,” pesan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy.
Tak hanya olah pikir (literasi), PPK mendorong agar pendidikan nasional kembali memperhatikan olah hati
(etik dan spiritual) olah rasa (estetik), dan juga olah raga (kinestetik). Keempat dimensi pendidikan ini
hendaknya dapat dilakukan secara utuh-menyeluruh dan serentak. Integrasi proses
pembelajaran intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler di sekolah dapat dilaksanakan dengan
berbasis pada pengembangan budaya sekolah maupun melalui kolaborasi dengan komunitas-komunitas
di luar lingkungan pendidikan.
Terdapat lima nilai karakter utama yang bersumber dari Pancasila, yang menjadi prioritas pengembangan
gerakan PPK; yaitu religius, nasionalisme, integritas, kemandirian dan kegotongroyongan. Masing-masing
nilai tidak berdiri dan berkembang sendiri-sendiri, melainkan saling berinteraksi satu sama lain,
berkembang secara dinamis dan membentuk keutuhan pribadi.
Nilai karakter religius mencerminkan keberimanan terhadap Tuhan yang Maha Esa yang diwujudkan
dalam perilaku melaksanakan ajaran agama dan kepercayaan yang dianut, menghargai perbedaan
agama, menjunjung tinggi sikap toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama dan kepercayaan lain, hidup
rukun dan damai dengan pemeluk agama lain. Implementasi nilai karakter religius ini ditunjukkan dalam
sikap cinta damai, toleransi, menghargai perbedaan agama dan kepercayaan, teguh pendirian, percaya
diri, kerja sama antar pemeluk agama dan kepercayaan, anti perundungan dan kekerasan, persahabatan,
ketulusan, tidak memaksakan kehendak, mencintai lingkungan, melindungi yang kecil dan tersisih.
Nilai karakter nasionalis merupakan cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan,
kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan
politik bangsa, menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
Sikap nasionalis ditunjukkan melalui sikap apresiasi budaya bangsa sendiri, menjaga kekayaan budaya
bangsa, rela berkorban, unggul, dan berprestasi, cinta tanah air, menjaga lingkungan, taat hukum, disiplin,
menghormati keragaman budaya, suku, dan agama.
Adapun nilai karakter integritas merupakan nilai yang mendasari perilaku yang didasarkan pada upaya
menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan,
memiliki komitmen dan kesetiaan pada nilai-nilai kemanusiaan dan moral. Karakter integritas meliputi
sikap tanggung jawab sebagai warga negara, aktif terlibat dalam kehidupan sosial, melalui konsistensi
tindakan dan perkataan yang berdasarkan kebenaran. Seseorang yang berintegritas juga menghargai
martabat individu (terutama penyandang disabilitas), serta mampu menunjukkan keteladanan.
Nilai karakter mandiri merupakan sikap dan perilaku tidak bergantung pada orang lain dan
mempergunakan segala tenaga, pikiran, waktu untuk merealisasikan harapan, mimpi dan cita-cita. Siswa
yang mandiri memiliki etos kerja yang baik, tangguh, berdaya juang, profesional, kreatif, keberanian, dan
menjadi pembelajar sepanjang hayat.
Nilai karakter gotong royong mencerminkan tindakan menghargai semangat kerja sama dan bahu
membahu menyelesaikan persoalan bersama, menjalin komunikasi dan persahabatan, memberi
bantuan/pertolongan pada orang-orang yang membutuhkan. Diharapkan siswa dapat menunjukkan sikap
menghargai sesama, dapat bekerja sama, inklusif, mampu berkomitmen atas keputusan bersama,
musyawarah mufakat, tolong menolong, memiliki empati dan rasa solidaritas, anti diskriminasi, anti
kekerasan, dan sikap kerelawanan.
"PPK ini merupakan pintu masuk untuk melakukan pembenahan secara menyeluruh terhadap pendidikan
kita," disampaikan Mendikbud kepada Tim Implementasi PPK yang terdiri dari berbagai unsur pemangku
pendidikan beberapa waktu yang lalu.
Menurut Mendikbud, PPK tidak mengubah struktur kurikulum, namun memperkuat Kurikukum 2013 yang
sudah memuat pendidikan karakter itu. Dalam penerapannya, dilakukan sedikit modifikasi intrakurikuler
agar lebih memiliki muatan pendidikan karakter. Kemudian ditambahkan kegiatan dalam kokurikuler dan
ekstrakurikuler. Integrasi ketiganya diharapkan dapat menumbuhkan budi pekerti dan menguatkan
karakter positif anak didik.
"Prinsipnya, manajemen berbasis sekolah, lalu lebih banyak melibatkan siswa pada aktivitas daripada
metode ceramah, kemudian kurikulum berbasis luas atau broad based curriculum yang mengoptimalkan
pemanfaatan sumber-sumber belajar," tutur Mendikbud.
PPK mendorong sinergi tiga pusat pendidikan, yaitu sekolah, keluarga (orang tua), serta komunitas
(masyarakat) agar dapat membentuk suatu ekosistem pendidikan. Menurut Mendikbud, selama ini ketiga
seakan berjalan sendiri-sendiri, padahal jika bersinergi dapat menghasilkan sesuatu yang luar biasa.
Diharapkan manajemen berbasis sekolah semakin menguat, di mana sekolah berperan menjadi sentral,
dan lingkungan sekitar dapat dioptimalkan untuk menjadi sumber-sumber belajar.
“Peran guru sangat penting dalam pendidikan dan ia harus menjadi sosok yang mencerahkan, yang
membuka alam dan pikir serta jiwa, memupuk nilai-nilai kasih sayang, nilai-nilai keteladanan, nilai-nilai
perilaku, nilai-nilai moralitas, nilai-nilai kebhinnekaan. Inilah sejatinya pendidikan karakter yang menjadi inti
dari pendidikan yang sesungguhnya,” disampaikan Presiden Joko Widodo dalam pembukaan Rembuk
Nasional Pendidikan dan Kebudayaan 2017 beberapa waktu yang lalu.
Menurut Mendikbud, kunci kesuksesan pendidikan karakter terletak pada peran guru. Sebagaimana
ajaran Ki Hajar Dewantara, “ing ngarso sung tuladho, ing madyo mbangun karso, tut wuri handayani”,
maka seorang guru idealnya memiliki kedekatan dengan anak didiknya. Guru hendaknya dapat melekat
dengan anak didiknya sehingga dapat mengetahui perkembangan anak didiknya. Tidak hanya dimensi
intelektualitas saja, namun juga kepribadian setiap anak didiknya.
Tak hanya sebagai pengajar mata pelajaran saja, namun guru mampu berperan sebagai fasilitator yang
membantu anak didik mencapai target pembelajaran. Guru juga harus mampu bertindak sebagai penjaga
gawang yang membantu anak didik menyaring berbagai pengaruh negatif yang berdampak tidak baik
bagi perkembangannya. Seorang guru juga mampu berperan sebagai penghubung anak didik dengan
berbagai sumber-sumber belajar yang tidak hanya ada di dalam kelas atau sekolah. Dan
sebagai katalisator, guru juga mampu menggali dan mengoptimalkan potensi setiap anak didik.
Saat ini, melalui revisi Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2008 menjadi PP Nomor 19 Tahun 2017,
Kemendikbud mendorong perubahan paradigma para guru agar mampu melaksanakan perannya sebagai
pendidik profesional yang tidak hanya mampu mencerdaskan anak didik, namun juga membentuk karakter
positif mereka agar menjadi generasi emas Indonesia dengan kecakapan abad ke-21.
Berdasarkan pasal 15 PP Nomor 19 Tahun 2017, pemenuhan beban kerja guru dapat diperoleh dari
ekuivalensi beban kerja tugas tambahan. Kegiatan lain di luar kelas yang berkaitan dengan pembelajaran
juga dapat dikonversi ke jam tatap muka. "Guru tidak perlu lagi cari-cari jam tambahan mengajar di luar
sekolahnya untuk memenuhi beban kerja mengajar. Dia harus bertanggungjawab terhadap perkembangan
siswanya." kata Mendikbud. (*)
18 Nilai Dalam Pendidikan Karakter Versi Kemendiknas | Pendidikan dewasa ini dituntut
untuk dapat merubah peserta didik ke arah yang lebih baik. Oleh karena itu,
Kementerian Pendidikan Nasional telah merumuskan 18 Nilai Karakter yang akan
ditamamkan dalam diri peserta didik sebagai upaya membangun karakter bangsa.
Berikut akan dipaparkan mengenai 18 Nilai Dalam Pendidikan Karakter Versi
Kemendiknas :
1. Religius, yakni ketaatan dan kepatuahan dalam memahami dan
melaksanakan ajaran agama (aliran kepercayaan) yang dianut, termasuk
dalam hal ini adalah sikap toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama
(aliran kepercayaan) lain, serta hidup rukun dan berdampingan.
2. Jujur, yakni sikap dan perilaku yang menceminkan kesatuan antara
pengetahuan, perkataan, dan perbuatan (mengetahui apa yang benar,
mengatakan yang benar, dan melakukan yang benar) sehingga menjadikan
orang yang bersangkutan sebagai pribadi yang dapat dipercaya.
3. Toleransi, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan penghargaan
terhadap perbedaan agama, aliran kepercayaan, suku, adat, bahasa, ras,
etnis, pendapat, dan hal-hal lain yang berbeda dengan dirinya secara sadar
dan terbuka, serta dapat hidup tenang di tengah perbedaan tersebut.
4. Disiplin, yakni kebiasaan dan tindakan yang konsisten terhadap
segala bentuk peraturan atau tata tertib yang berlaku.
5. Kerja keras, yakni perilaku yang menunjukkan upaya secara
sungguh-sungguh (berjuang hingga titik darah penghabisan) dalam
menyelesaikan berbagai tugas, permasalahan, pekerjaan, dan lain-lain
dengan sebaik-baiknya.
6. Keratif, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan inovasi dalam
berbagai segi dalam memecahkan masalah, sehingga selalu menemukan
cara-cara baru, bahkan hasil-hasil baru yang lebih baik dari sebelumnya.
7. Mandiri, yakni sikap dan perilaku yang tidak tergantung pada orang
lain dalam menyelesaikan berbagai tugas maupun persoalan. Namun hal ini
bukan berarti tidak boleh bekerjasama secara kolaboratif, melainkan tidak
boleh melemparkan tugas dan tanggung jawab kepada orang lain.
8. Demokratis, yakni sikap dan cara berpikir yang mencerminkan
persamaan hak dan kewajiban secara adil dan merata antara dirinya dengan
orang lain.
9. Rasa ingin tahu, yakni cara berpikir, sikap, dan perilaku yang
mencerminkan penasaran dan keingintahuan terhadap segala hal yang
dilihat, didengar, dan dipelajari secara lebih mendalam.
10. Semangat kebangsaan atau nasionalisme, yakni sikap dan tindakan
yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan
pribadi atau individu dan golongan.
11. Cinta tanah air, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan rasa
bangga, setia, peduli, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa,
budaya, ekomoni, politik, dan sebagainya, sehingga tidak mudah menerima
tawaran bangsa lain yang dapat merugikan bangsa sendiri.
12. Menghargai prestasi, yakni sikap terbuka terhadap prestasi orang lain
dan mengakui kekurangan diri sendiri tanpa mengurangi semangat
berprestasi yang lebih tinggi.
13. Komunikatif, senang bersahabat atau proaktif, yakni sikap dan
tindakan terbuka terhadap orang lain melalui komunikasi yang santun
sehingga tercipta kerja sama secara kolaboratif dengan baik.
14. Cinta damai, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan suasana
damai, aman, tenang, dan nyaman atas kehadiran dirinya dalam komunitas
atau masyarakat tertentu.
15. Gemar membaca, yakni kebiasaan dengan tanpa paksaan untuk
menyediakan waktu secara khusus guna membaca berbagai informasi, baik
buku, jurnal, majalah, koran, dan sebagainya, sehingga menimbulkan
kebijakan bagi dirinya.
16. Peduli lingkungan, yakni sikap dan tindakan yang selalu berupaya
menjaga dan melestarikan lingkungan sekitar.
17. Peduli sosial, yakni sikap dan perbuatan yang mencerminkan
kepedulian terhadap orang lain maupun masyarakat yang
membutuhkannya.
18. Tanggung jawab, yakni sikap dan perilaku seseorang dalam
melaksanakan tugas dan kewajibannya, baik yang berkaitan dengan diri
sendiri, sosial, masyarakat, bangsa, negara, maupun agama.
Demikian 18 Nilai Dalam Pendidikan Karakter Versi Kemendiknas dalam upaya
membangun karakter bangsa melalui pendidikan di sekolah atau madrasah.
Tidak ada yang perlu disalahkan dengan realita tersebut karena ia merupakan bukti bahwa pendidikan
karakter yang sedang dibumikan oleh pemerintah kita ibarat api jauh dari panggang. Sampai sekarang
belum ada keynote yang jelas untuk dijadikan pedoman yang dapat diimplementasikan secara nyata,
karena memang bangsa kita saat ini baru “sadar” dan “belajar” untuk bangkit dan mengejar
keterbelakangan kualitas pendidikannya.
Maka dari itu, penulis tergerak hatinya untuk mencoba menawarkan sebuah solusi untuk menjawab
berbagai paradoks yang telah dipaparkan di atas. Membangun karakter bangsa melalui dunia pendidikan
berarti membangun insan pendidikan agar memiliki karakter unggul untuk mewujudkan tujuan nasional.
Ada sebuah kata kunci yang bagus, “orang yang berkarakter pastilah orang yang baik, tetapi orang yang
baik belum tentu berkarakter” karena orang yang berkarakter adalah orang yang baik dan memiliki
kapasitas untuk mengaktualisasikan kebaikannya. Sesuai dengan latar belakang sebagai calon pendidik
bidang ilmu fisika dan IPA, maka penulis menawarkan sebuah konsep implementasi pembelajaran
fisika terintegrasi untuk membentuk pemahaman holistik dan karakter sadar lingkungan bagi
siswa SMA.
Pembelajaran fisika terintegrasi merupakan sebuah gagasan yang digulirkan untuk memperbaiki kualitas
pendidikan di Indonesia agar para siswa SMA memiliki pemahaman dan cara berpikir yang holistik
terhadap permasalahan yang ada di lingkungan mereka. Gagasan ini muncul karena para siswa
mengalami dikotomi atau trikotomi atau mungkin banyak kotomi pengetahuan. Mereka mengkotak-
kotakan pengetahuan yang mereka pelajari di sekolah dan seoalah-olah tidak ada kaitannya sama sekali.
Sehingga pembelajaran yang mereka ikuti hanyalah bagaimana mengerti sebuah teori kemudian
menggunakan dalam sebuah soal yang sederhana dan mungkin lebih tepatnya penuh dengan khayalan
karena barangkali soal-soal ulangan yang mereka kerjakan tidak pernah terealisasi dalam kehidupan
nyata. Maka dari itu, pembelajaran Fisika terintegrasi ditawarkan sebagai solusi untuk mengatasi
permasalahan tersebut.
Bagaimana bentuk kombinasi keterpaduan SK dan KD dalam pembelajaran Fisika terintegrasi untuk
kajian tentang nuklir tersebut? Berdasarkan uraian sebelumnya, model keterpaduan yang paling sesuai
dalam mengkombinasikan SK dan KD untuk pembelajaran fisika teringrasi adalah keterpaduan jaringan
(network), yaitu keterpaduan yang melibatkan SK dan KD dari berbagai mata pelajaran yang berbeda
rumpun karena dalam pembahasan nuklir SK dan KD mata pelajaran ilmu alam, sosial, statistika, bahkan
kajian keagamaan juga bisa masuk di dalamnya, meskipun kajian sains paling dominan di dalamnya.
Kemudian bagaimana membuat derivasi kajian tentang nuklir tersebut? Hal ini dapat dilakukan dengan
cara membuat tabel derivasi agar kita lebih mudah merumuskan indikator dan metode pembelajaran yang
akan digunakan. Tabel identifikasinya misalnya adalah sebagai berikut:
Akhirnya, dengan pembelajaran fisika terintegrasi ini, akan lahir jiwa-jiwa baru yang sadar akan kondisi
sekelilingnya dan kemudian diwujudkan dalam berbagai aksi kepedulian terhadap lingkungan. Inilah
karakter yang seharusnya terbentuk dari siswa yang sudah sekian tahun sekolah. Bukan sekedar tahu dan
pandai mengerjakan soal di atas kertas, tetapi bagaimana mereka turun ke lapangan dan menyelesaikan
permasalahan sesuai dengan ilmu yang mereka dapatkan di bangku belajar. Fisika, kimia, biologi,
matematika, ekonomi, geografi, dan yang lainnya hendaknya dapat dipahami sebagai ilmu yang saling
melengkapi dan akan digunakan dalam menyelesaikan berbagai masalah kehidupan. Ilmu-ilmu tersebut
tidak dapat berdiri sendiri sebagai pedoman penyelesaian masalah yang kompleks, tetapi saling berkait
menjadi sebuah solusi,
Demikianlah sedikit uraian tentang Implementasi pembelajaran fisika terintegrasi dalam rangka
membentuk pemahaman holistic dan karakter sadar lingkungan bagi siswa SMA. Tulisan ini hanyalah
sebagai pemicu otak kita untuk berpikir dan tidak akan berarti apa-apa ketika orang-orang yang membaca
tulisan ini tidak tergerak hatinya untuk segera mengambil peran dalam memperbaiki kualitas pendidikan
kita. Semoga tulisan ini dapat menjadi salah satu sumber inspirasi bagi para calon pendidik di negeri ini
untuk melahirkan generasi-generasi penerus yang hebat dan bertanggung jawab atas lingkungannya.
Referensi:
Kemendiknas. 2009. Pendidikan Karakter : Kumpulan Artikel di Media Massa 2009. Jakarta :
Kemendiknas
Permendiknas RI nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan beserta lampirannya
(diikutsertakan dalam lomba esai Science Week HMP Grafitasi 2011)