You are on page 1of 27

MAKALAH KERAGAMAN HAYATI

KEANEKARAGAMAN HAYATI MANGROVE

Dosen : Sister Sianturi, S.Si., M.Si.

Disusun Oleh :

Putri Ella Agustina 16330111


Evi Yulia 16330113
Sonia Rizki 17330702
Fitroh Hayati 17330708
Wahyuningtyas 17330710

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2018
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT ,Tuhan yang Maha Esa atas

limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan

makalah ini.

Makalah Mata Kuliah Keragaman Hayati ini dengan judul “Keanekaragaman

Hayati Mangrove” disusun untuk memenuhi Tugas Kuliah Keragaman Hayati.

Selain itu penyusunan makalah ini juga dimaksudkan untuk menambah

pengetahuan mahasiswa tentang keamanan kosmetik.

Penulisan makalah ini belum sempurna untuk itulah kami sebagai penulis

mengharapkan kritikan positif yang membangun demi menyempurnakan makalah

ini. Demikianlah kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah

mendukung pembuatan makalah ini, semoga makalah ini dapat memberi manfaat

bagi kita semua.

Jakarta,

Oktober 2018

Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................

DAFTAR ISI...........................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................

1.1 Latar Belakang...................................................................................................

1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................

1.3 Tujuan................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................

2.1 Hutan Mangrove

2.1.1 Definisi
2.1.2 Klasifikasi
2.1.3 Karakterisik Morfologi dan Fisiologi Tumbuhan Mangrove
2.1.4 Habitat dan Distribusi
2.1.5 Jenis-jenis Mangrove
2.1.6 Fungsi dan Manfaat Hutan Mangrove
2.1.7 Interaksi di Ekosistem Mangrove
2.1.8 Vegetasi di Kawasan Mangrove
2.1.9 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Vegetasi Mangrove
2.1.10 Zonasi Mangrove
2.1.11 Permasalahn Penyebab Kerusakan Mangrove

BAB III PENUTUP................................................................................................

Kesimpulan

Saran

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seperti yang kita ketahui bersama negara Indonesia dikenal sebagai salah

satu yang memiliki tumbuhan dan hewan yang tak terhitung jumlahnya.

Sedangkan di dunia ini tidak ada dua individu yang benar benar sama.
Setiap individu pasti memiliki ciri-ciri khusus yang menyebabkannya

berbeda dari mahluk hidup yang lain sehinggga menimbulkan

keanekaragaman. Kekhasan dan tingginya tingkat keanekaragaman mahluk

hidup sangat bermanfaat untuk kelangsungan hidup manusia.

Keanekaragaman mahluk hidup tersebut kemudian dikenal dengan istilah

keanekaragaman hayati. Karena mempunyai banyak sekali manfaat maka

keanekaragaman hayati akan sering dipergunakan sehingga akan berakibat

pada penurunan jumlah keanekaragaman hayati tersebut.

Ekosistem merupakan penggabungan dari setiap unit biosistem yang

melibatkan interaksi timbal balik antara organisme dan lingkungan fisik

sehingga aliran energi menuju kepada suatu struktur biotik tertentu dan

terjadi suatu siklus materi antara organisme dan anorganisme. Matahari

sebagai sumber dari semua energi yang ada.

Dalam ekosistem, organisme dalam komunitas berkembang bersama-sama

dengan lingkungan fisik sebagai suatu sistem. Organisme akan beradaptasi

dengan lingkungan fisik, sebaliknya organisme juga memengaruhi

lingkungan fisik untuk keperluan hidup. Pengertian ini didasarkan pada

Hipotesis Gaia, yaitu: “organisme, khususnya mikroorganisme, bersama-

sama dengan lingkungan fisik menghasilkan suatu sistem kontrol yang

menjaga keadaan di bumi cocok untuk kehidupan”. Hal ini mengarah pada

kenyataan bahwa kandungan kimia atmosfer dan bumi sangat terkendali dan

sangat berbeda dengan planet lain dalam tata surya.


Ekosistem mangrove merupakan ekosistem yang langka karena luasnya

hanya 2 % dari luas permukaan bumi. Indonesia termasuk wilayah yang

memiliki kawasan hutan mangrove terluas di dunia (Setyawan dan Winarno,

2006). Ekosistem ini merupakan karakteristik yang khas karena berada pada

daerah peralihan antara ekosistem darat (terrestrial) dan ekosistem laut,

biasa disebut sebagai ekoton (Alongi, 2009). Hutan mangrove merupakan

suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut, terutama di pantai

yang terlindung, laguna dan muara sungai yang tergenang pada saat pasang

dan bebas genangan pada saat surut yang komunitas tumbuhnya bertoleransi

terhadap garam (Kusmana dkk, 2003). Hutan mangrove memiliki berbagai

peranan penting baik dari segi ekologis, sosial, ekonomi dan budaya.

Peranan yang dimaksud yaitu mampu menjaga stabilitas garis pantai,

perikanan, keanekaragaman hayati. Sumber kayu bakar dan bangunan, serta

memiliki fungsi konservasi, pendidikan, ecotourism dan budaya.

Hutan mangrove merupakan salah satu tipe ekosistem sumberdaya alam

yang sangat spesifik, yang hidup pada peralihan antara darat dan laut

dengan syarat-syarat tertentu antar lain ombak yang relatif kecil, berlumpur,

genangan pasang surut air laut dan masuknya air tawar dari daratan dan atau

air hujan. Ekosistem hutan ini diyakini sangat bermanfaat baik secara

ekonomis maupun ekologis. Hutan mangrove merupakan suatu ekosistem

dengan kekayaan alam yang potensial untuk digali dan digunakan untuk

kepentingan manusia. Dari sudut ekologis hutan mangrove merupakan suatu

bentuk ekosistem yang unik. Di kawasan ini paling tidak berpadu empat
unsur ekologis penting yang fundamental yaitu daratan, air, pepohonan dan

fauna. Hutan mangrove merupakan ekosistem utama pendukung kehidupan

penting wilayah pesisir dan lautan. Selain punya fungsi ekologis sebagai

penyedia nutrisi bagi biota perairan, tempat pemijahan dan asuhan bagi

berbagai macam biota, penahan abrasi, amukan taufan dan tsunami,

penyerap limbah, pencegah intrusi air laut dan lain sebagainya. Hutan

mangrove juga mempunyai fungsi ekonomis penting sebagai penyedia kayu,

daun-daunan sebagai obat-obatan.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang

pembagian ekosistem yang ada di hutan mangrove, organisme atau spesies

yang ada di hutan mangrove dan mekanisme organisme di hutan mangrove

berinteraksi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hutan Mangrove


2.1.1 Definisi

Kata mangrove merupakan kombinasi antara kata mangue (bahasa Portugis)

yang berarti tumbuhan dan grove (bahasa Inggris) yang berarti belukar atau

hutan kecil (Arief, 2003). Menurut Steenis (1978) dalam Rahmawaty (2006)

mangrove adalah vegetasi hutan yang tumbuh diantara garis pasang surut.

Sementara menurut Nybakken (1992) dalam Rochana (2010) bahwa hutan

mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan

suatu varietas komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa


spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai

kemampuan untuk tumbuh pada perairan asin.

Kathiresan dan Bingham (2001) dalam Taher (2011) mendefinisikan hutan

mangrove sebagai hutan yang tumbuh pada tanah lumpur di daerah pantai

dan muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut, dan terdiri atas

jenis-jenis pohon Avicennia sp, Sonneratia sp, Rhizophora sp, Bruguiera sp,

Ceriops sp, Lumnitzera sp, Excoecaria sp, Xylocarpus sp, Aegiceras sp,

Scyphyphora sp dan Nypa sp.

2.1.2 Klasifikasi
Setyawan, dkk, (2002) menyatakan secara taksonomi tumbuhan mangrove

diklasifikasikan sebagai berikut:


- Kingdom: Plantae
- Divisi : Magnoliophyta
- Class : Magnoliopsida
- Ordo : Scrophulariales, Myrtales
- Family: Acanthaceae, Sonneratiaceae, Rhizophoraceae, Arecaceae
- Genus: Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Nypa

Ezwardi (2009) menyatakan bahwa hutan mangrove disebut sebagai hutan

payau atau bakau. Hutan mangrove ini dianggap sebagai salah satu

ekosistem yang khas, menempati habitat pada garis pantai daerah tropis.

2.1.3 Karakterisik Morfologi dan Fisiologi Tumbuhan Mangrove

Morfologi dan struktur ekosistem mangrove dapat dilihat pada Gambar

dibawah ini
Gambar Morfologi dan Struktur Ekosistem Mangrove

Ciri-ciri tumbuhan mangrove menurut Setyawan, dkk, (2002) adalah sebagai

berikut :

 Tumbuhan berpembuluh (vaskuler).


 Menggunakan air garam sebagai sumber air, daun keras, tebal, mengkilat,

sukulen, memiliki jaringan penyimpan air dan garam.


 Mencegah masuknya sebagian besar garam ke dalam jaringan dan dapat

mengekskresi atau menyimpan kelebihan garam.


 Menghasilkan biji yang berkecambah saat masih di pohon induk (vivipar)

dan dapat tumbuh dengan cepat setelah jatuh dari pohon, serta dapat

mengapung.
 Akar dapat tumbuh pada tanah anaerob.
 Memiliki struktur akar tertentu (pneumatofora) yang menyerap oksigen

pada saat surut dan mencegah kelebihan air pada saat pasang.

Karakteristik yang menarik dari spesies mangrove dapat dilihat dari sistem

perakaran dan buah. Tanah pada habitat mangrove adalah anaerobik (hampa

udara) bila berada di bawah air. Beberapa species memiliki sistem perakaran

khusus yang disebut akar udara yang cocok untuk kondisi tanah yang

anaerobik.
Ada beberapa tipe perakaran yaitu, akar tunjang, akar napas, akar lutut, dan

akar papan baner. Semua spesies mangrove memproduksi buah yang

biasanya disebarkan melalui air. Ada beberapa macam bentuk buah, seperti

berbentuk silinder (Rhizophoraceae), bulat (Sonneratia dan Xylocarpus) dan

berbentuk kacang (Avicenniaceae).

a. Sistem akar
Pohon mangrove memiliki sistem perakaran yang khas. Bentuk perakaran

tumbuhan mangrove yang khas tersebut adalah sebagai berikut (Onrizal,

2008):
 Akar pasak (Pheumatophore)
Akar pasak berupa akar yang muncul dari sistem akar kabel dan

memanjang keluar ke arah udara seperti pasak, contonya

pada Avicennia, Xylocarpus, dan Sonneratia.


 Akar lutut (knee root)
Akar lutut merupakan modifikasi dari akar kabel yang pada umumnya

tumbuh ke arah permukaan substrat kemudian melengkung menuju ke

substrat lagi, contohnya pada Bruguiera spp.


 Akar tunjang (stilt root)
Akar tanjung merupakan akar (cabang – cabang akar) yang keluar dari

batang dan tumbuh ke dalam substrat,contonya Rhizophora spp.


 Akar papan (buttress root)
Akar papan hampir sama dengan akar tanjung tetapi akar ini melebar

menjadi bentuk lempeng, mirip struktur silet, contohnya Heritiera


 Akar gantung (aerial root)
Akar gantung adalah akar yang tidak bercabang yang muncul dari

batang atau cabang bagian bawah tetepi biasanya tidak mencapai

substrat, contonya Rhizophora, Avicennia, dan Acanthus.


Bentuk – bentuk pengakaran yang sering dijumpai di hutan mangrove

dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar Bentuk – bentuk pengakaran yang sering dijumpai di hutan


mangrove. (a) akar tunjang, (b) akar lutut, (c) akar pasak, (d) akar papan
(Onrizal, 2008).

b. Daun
Daun merupakan organ yang penting pada tumbuhan dan pada

umumnya, setiap tumbuhan mempunyai sebagian besar daun. Daun

hanya terdapat pada bagian batang saja dan tidak pernah terdapat pada

bagian lain tumbuhan. Bagian batang tempat duduknya atau

melekatnya daun dinamakan buku (nodus), dan tempat di atas daun

yang merupakan sudut antara batang dan daun dinamakan ketiak daun

(axilla). Daun biasanya tipis melebar dan kaya akan klorofil, oleh

karena itu daun mangrove biasanya berwarna hijau (Tjitrosoepomo,

1989).

Bentuk daun mangrove tipe lanceloate contohnya adalah Acanthus

ilicifolius, Avicennia alba, Nypa fruticans. Bentuk daun elliptical

contohnya dari famili Euphorbiaceae adalah Excoecaria agallocha,

Avicennia marina, Bruguiera gymnorrhiza, Rhizophora mucronata,

Rhizophora apiculata, Rhizophora stylosa, Heritiera littoralis. Bentuk

daun oval contohnya Sonneratia caseolaris. Bentuk daun obovate


contohnya Ceriops tagal, Xylocarpus granatum, Sonneratia alba,

Aegiceras corniculatum, Ceriops decandra, Lumnitzera racemosa.

Bentuk daun tipe cordate adalah Hibisscus tiliaceus, Thespesia

populnea (Hidayat, 1994).

c. Buah
Semua jenis mangrove menghasilkan buah yang penyebarannya

dilakukan oleh air (arus). Bentuk-bentuk buah tersebut antara lain

berbentuk bola, biji buncis, dan silinder atau tongkat. Avicennia

memiliki bentuk buah seperti biji buncis, Aegiceras buahnya

berbentuk silinder dan Nypa memiliki buah yang bertipe

cryptovivipar, yaitu kecambahnya masih terbungkus oleh kulit buah

sebelum lepas dari tanaman induknya. Buah Sonneratia dan

Xylocarpus berbentuk seperti bola yang terdiri dari perkecambahan

normal (Noor dkk, 1999).

2.1.4 Habitat dan Distribusi


Hutan mangrove menyebar luas di bagian yang cukup panas di dunia,

terutama di sekeliling khatulistiwa di wilayah tropika dan sedikit di

subtropika. Luas hutan mangrove di Indonesia antara 2,5 hingga 4,5

juta hektar, merupakan mangrove yang terluas di dunia. Melebihi

Brazil (1,3 juta ha), Nigeria (1,1 juta ha) dan Australia (0,97 ha)

(Nontji, 1987).

2.1.5 Jenis – Jenis Mangrove


Sejauh ini di Indonesia tercatat setidaknya 202 jenis tumbuhan

mangrove, meliputi 89 jenis pohon, 5 jenis palma, 19 jenis pemanjat,

44 jenis herba tanah, 44 jenis efipit, dan 1 jenis paku. Dari 202 jenis

tersebut, 43 jenis ditemukan sebagai mangrove sejati, sementara jenis

lain ditemukan disekitar mangrove dan dikenal sebagai mangrove

ikutan (Noor dkk, 2006).

Yang termasuk mangrove sejati menurut Noor dkk (2006),

meliputi : Acanthaceae; Pteridaceae, Plumbaginaceae, Myrsinaceae,

Laranthaceae, Avicenniaceae, Rhizophorzceae, Bombacaceae,

Euphorbiaceae, Asclepiadaceae, Sterculiaceae, Combretaceae,

Arecaceae, Nyrtaceae, Lythraceae, Rubiaceae, Sonneriatiaceae,

Meliaceae. Sedangkan untuk mangrove tiruan

meliputi : Lecythidaceae, Guttiferae, Apocynaceae, Verbenaceae,

Leguminosae, Malvaceae, Convolvulaceae, Melastomataceae.

Dari sekian banyak jenis mangrove di Indonesia, jenis yang palng banyak di

temukan adalah Avicennia sp.,Rhizophora sp., Bruguiera sp dan Sonneratia

Sp. Jenis – jenis mangrove ini merupakan kelompok mangrove yang

menangkap, menahan endapan dan menstabilkan atanah habitatnya

(Irwanto, 2006).
Gambar Jenis Mangrove yang banyak ditemukan di Indonesia

(Sumber: Noor, dkk, 2006)

2.1.6 Fungsi dan Manfaat Hutan Mangrove


Menurut Arief (2003) bahwa kawasan mangrove mempunyai beberapa

keterkaitan dalam pemenuhan kebutuhan manusia sebagai penyedia

bahan pangan, papan, dan kesehatan, serta lingkungan dibedakan

menjadi lima fungsi :


a. Fungsi fisik kawasan mangrove adalah sebagai berikut :
- Menjaga garis pantai agar tetap stabil.
- Melindungi pantai dan tebing sungai dari proses erosi atau

abrasi, serta menahan atau menyerap tiupan angin kencang dari

laut ke darat.
- Menahan sedimen secara periodik sampai terbentuk lahan baru.
- Kawasan penyangga proses intrusi atau rembesan air laut ke

darat, atau sebagai filter air asin menjadi tawar.


b. Fungsi kimia kawasan mangrove adalah sebagai berikut :
- Tempat terjadinya proses daur ulang yang menghasilkan

oksigen.
- Penyerap karbondioksida.
- Pengolah bahan-bahan limbah hasil pencemaran industri dan

kapal-kapal di lautan.
c. Fungsi biologis kawasan mangrove adalah sebagai berikut :
- Penghasil bahan pelapukan yang merupakan sumber makanan

penting bagi invertebrata kecil pemakan bahan pelapukan

(detritus), yang kemudian berperan sebagai sumber makanan

bagi hewan yang lebih besar.


- Kawasan pemijah atau asuhan (nursery ground) bagi udang,

ikan, kepiting, kerang dan sebagainya..


- Kawasan untuk berlindung, bersarang, serta berkembang biak

bagi burung dan satwa lain.


- Sumber plasma nutfah atau sumber genetika.
- Habitat alami bagi berbagai jenis biota darat dan laut lainnya.
d. Fungsi ekonomi kawasan mangrove adalah sebagai berikut :
- Penghasil kayu, misalnya kayu bakar, arang, serta kayu untuk

bahan bangunan dan perabot rumah tangga.


- Penghasil bahan baku industri, misalnya pulp, kertas, tekstil,

makanan, obat-obatan, alkohol, penyamak kulit, kosmetika, dan

zat warna.
- Penghasil bibit ikan, udang, kerang, kepiting, telur burung, dan

madu
e. Fungsi lain (wanawisata) kawasan mangrove adalah sebagai

berikut :
- Kawasan wisata alam pantai dengan keindahan vegetasi dan

satwa, serta berperahu di sekitar mangrove.


- Tempat pendidikan, konservasi, dan penelitian.
2.1.7 Interaksi di Ekosistem Mangrove

Secara umum di perairan terdapat dua tipe rantai makanan yaitu

rantai makanan langsung dan rantai makanan detritus. Di ekosistem

mangrove rantai makanan yang ada untuk biota perairan adalah rantai

makanan detritus. Detritus diperoleh dari guguran daun mangrove yang

jatuh ke perairan kemudian mengalami penguraian dan berubah menjadi


partikel kecil yang dilakukan oleh mikroorganisme seperti bakteri dan

jamur. Keberhasilan dari pengaturan menggabungkan dari mangrove

berupa sumber penghasil kayu dan bukan kayu, bergantung dari

pemahaman kepada; satu parameter dari ekologi dan budaya untuk

pengelolaan kawasan hutan (produksi primer) dan yang kedua secara

biologi dimana produksi primer dari hutan mangrove merupakan

sumber makanan bagi organisme air (produksi sekunder). Pemahaman

aturan tersebut merupakan kunci dalam memelihara keseimbangan

spesies yang merupakan bagian dari ekosistem yang penting.Rantai ini

dimulai dengan produksi karbohidrat dan karbon oleh tumbuhan

melalui proses Fotosintesis. Sampah daun kemudian dihancurkan oleh

amphipoda dan kepiting. (Head, 1971; Sasekumar, 1984). Proses

dekomposisi berlanjut melalui pembusukan daun detritus secara

mikrobial dan jamur (Fell et al., 1975; Cundel et al., 1979) dan

penggunaan ulang partikel detrital (dalam wujud feses) oleh bermacam-

macam detritivor (Odum dan Heald, 1975), diawali dengan invertebrata

meiofauna dan diakhiri dengan suatu spesies semacam cacing, moluska,

udang-udangan dan kepiting yang selanjutnya dalam siklus dimangsa

oleh karnivora tingkat rendah. Rantai makanan diakhiri dengan

karnivora tingkat tinggi seperti ikan besar, burung pemangsa, kucing

liar atau manusia.

2.1.8 Vegetasi di Kawasan Mangrove


Menurut Nontji (1987) dalam Thalib (2008) bahwa vegetasi mangrove

di Indonesia merupakan yang tertinggi di dunia, seluruhnya tercatat 89

spesies yang terbagi menjadi 35 jenis pohon, 5 jenis palem, 9 jenis

perdu, 9 jenis liana, 29 jenis epifit dan 2 jenis parasit. Beberapa jenis

mangrove yang dijumpai di pesisir Indonesia adalah bakau

(Rhizophora sp), api-api (Avicennia sp), bogem (Sonneratia sp),

tancang (Bruguiera sp), nyirih (Xylocarpus sp), tengar (Ceriops sp),

dan buta-buta (Excoecaria sp).


Formasi hutan mangrove terdiri atas empat genus utama,

yaitu Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, dan Bruguiera (Nybaken,

1993), terdapat pula Aegiceras, Lumnitzera, Acanthus illicifolius,

Acrosticum aureum, dan Pluchea indica. Pada perbatasan hutan

mangrove dengan rawa air tawar tumbuh Nypa fruticans dan beberapa

jenis Cyperaceae (Setyawan, dkk, 2002).

2.1.9 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Vegetasi

Mangrove
Kusmana (2005) dalam Taher (2011) menyatakan bahwa terdapat

beberapa faktor lingkungan yang mendukung/ mempengaruhi

mangrove (struktur vegetasi, komposisi dan distribusi spesies, pola

pertumbuhan, serta zonasi) yakni sebagai berikut:


a. Topografi pantai
Topografi pantai merupakan faktor penting yang mempengaruhi

karakteristik struktur vegetasi, komposisi spesies, distribusi spesies

dan ukuran serta luas mangrove. Semakin datar pantai dan semakin

besar pasang surut maka semakin lebar mangrove yang tumbuh.


b. Angin
Angin berpengaruh terhadap gelombang dan arus pantai, yang

dapat menyebabkan abrasi dan mengubah struktur vegetasi

mangrove, meningkatkan evapotranspirasi dan angin kuat dapat

menghalangi pertumbuhan dan menyebabkan karakteristik

fisiologis abnormal, tetapi angin diperlukan untuk penyebaran

benih tanaman.
c. Pasang surut
Pasang surut menentukan zonasi dan komunitas flora dan fauna

mangrove. Durasi pasang surut berpengaruh besar terhadap

perubahan salinitas pada areal mangrove. Perubahan tingkat

salinitas pada saat pasang merupakan salah satu faktor yang

membatasi distribusi spesies mangrove terutama distribusi

horizontal. Pada area yang selalu tergenang hanya Rhizophora sp,

yang tumbuh baik, sedangkan Bruguiera sp

dan Xylocarpus sp, jarang mendominasi daerah yang sering

tergenang.
d. Suplai air tawar dan salinitas
Suplai air tawar dan salinitas merupakan faktor penting dari

pertumbuhan, vegetasi, daya tahan dan zonasi spesies mangrove.

Kusmana (2005) dalam Taher (2011) menyatakan bahwa kisaran

salinitas optimum yang dibutuhkan mangrove untuk tumbuh

berkisar antara 10‰-30‰. Beberapa spesies dapat tumbuh

didaerah dengan salinitas yang tinggi. Menurut Dahuri (2003)

bahwa spesies vegetasi mangrove memiliki mekanisme adaptasi


yang tinggi terhadap salinitas, namun bila suplai air tawar tidak

tersedia, hal ini akan meyebabkan kadar garam dalam tanah dan air

mencapai kondisi ekstrim sehingga mengancam kelangsungan

hidup mangrove. Faktor yang mempengaruhi fluktuasi salinitas

yaitu pola sirkulasi air, ketersediaan dan pasokan air tawar,

penguapan, curah hujan, dan aliran sungai (Nontji, 2003).


e. Suhu
Suhu berperan penting dalam proses fisiologi yang dapat

mempengaruhi proses-proses dalam suatu ekosistem mangrove

seperti fotosintesis dan respirasi. Aksornkoae (1993) dalam Taher

(2011) mengemukakan bahwa tinggi rendahnya suhu pada habitat

mangrove disebabkan oleh intensitas cahaya matahari yang

diterima oleh badan air, banyak sedikitnya volume air yang

tergenang pada habitat mangrove, keadaan cuaca, dan ada tidaknya

naungan (penutupan) oleh tumbuhan. Kisaran suhu optimum untuk

pertumbuhan mangrove adalah 18-30ºC (Saenger,

1979 dalam Setyawan, dkk, 2002).


f. Derajat Keasaman (pH) tanah
Nilai pH didefinisikan sebagai logaritma dari aktivitas-aktivitas ion

hidrogen. Derajat keasaman tanah mempengaruhi transportasi dan

keberadaan nutrien yang diperlukan tanaman. Arief (2003)

mengatakan bahwa jenis tanah banyak dipengaruhi oleh keasaman

tanah yang berlebihan, yang mengakibatkan tanah sangat peka

terhadap terjadinya proses biologi. Jika keadaan lingkungan

berubah dari keadaan alaminya, keadaan pH tanah juga akan dapat


berubah. Proses dekomposisi bahan organik pada umumnya akan

mengurangi suasana asam. Menurut Murdiyanto

(2003) dalam Kristoper (2011) bahwa umumnya pH tanah

tmangrove berkisar antara 6-7, kadang-kadang turun menjadi lebih

rendah dari 5.
g. Substrat
Substrat mangrove dibentuk oleh akumulasi sedimen yang berasal

dari pantai dan erosi hulu sungai. Secara umum hutan mangrove

dapat tumbuh pada berbagai macam substrat (tanah berpasir,

lempung, tanah lumpur, tanah lumpur berpasir, tanah berbatu dan

sebagainya). Dahuri (2001) mengemukakan bahwa mangrove dapat

tumbuh pada berbagai jenis substrat yang bergantung pada proses

pertukaran air untuk memelihara pertumbuhan mangrove. Soeroyo

(1993) dalam Bahri (2007) menyatakan bahwa Rhizophora dapat

tumbuh baik pada substrat yang dalam/tebal dan berlumpur.

Menurut Irwanto (2006) bahwa tanah mangrove merupakan tanah

alluvial yang dibawa sebagai sedimen dan diendapkan oleh sungai

dan laut. Tanah ini dapat diklasifikasikan sebagai pasir (sand),

lumpur/debu halus (silt) dan lempung/tanah liat (clay). Tanah

disusun oleh ketiganya dengan komposisi berbeda-beda, sedangkan

lumpur (mud) merupakan campuran dari lumpur halus dan lempung

yang keduanya kaya bahan organik (detritus).

2.1.10 Zonasi Mangrove


Pertumbuhan komunitas vegetasi mangrove secara umum mengikuti

suatu pola zonasi. Pola zonasi berkaitan erat dengan faktor lingkungan

seperti tipe tanah, keterbukaan terhadap hempasan gelombang,

salinitas, serta pengaruh pasut (Dahuri, 2003). Jalur – jalur atau zonasi

vegetasi hutan mangrove disebutkan secara berurutan dari ang paling

dekat dengan laut ke arah darat sebagai berikut (Indriyanto, 2006):


- Jalur padada yang terbentuk oleh spesies tumbuhan Avicennia sp.

dan Sonneratia sp.


- Jalur bakau yang terbentuk oleh spesies tumbuhan Rhizophora sp.

dan kadang-kadang Bruguiera sp., Ceriops sp., dan Xylocarpus sp.


- Jalur tancang yang terbentuk oleh spesies tumbuhan Bruguiera sp.

dan kadang-kadang Kandelia sp., Xylocarpus sp., dan Aegiceras sp.


- Jalur transisi antara hutan payau dengan hutan rendah yang

umumnya adalah hutan nipah dengan spesies Nypa fruticans

Gambar Zonasi vegetasi Mangrove (White dkk, 1989 dalam Noor dkk, 2006)

2.1.11 Permasalahn Penyebab Kerusakan Mangrove


Terkait dengan faktor-faktor penyebab kerusakan ekosistem

mangrove, Kusmana (2003) menambahkan ada tiga faktor utama


penyebab kerusakan mangrove, yaitu (1) pencemaran, (2) konversi

hutan mangrove yang kurang memperhatikan faktor lingkungan dan

(3) penebangan yang berlebihan. Selain itu kerusakan mangrove

menurut Tirtakusumah (1994), juga disebabkan oleh Faktor alam,

seperti : banjir, kekeringan dan hama penyakit, yang merupakan faktor

penyebab yang relatif kecil. Faktor penyebab yang relatif besar adalah

kegiatan Manusia.
a. Penebangan yang berlebihan
Kegiatan penebangan untuk pemanfaatan kayu bakar atau kegiatan

lainnya ini secara langsung akan berdampak pada kerusakan

ekosistem mangrove.

Gambar penebangan pohon mangrove yang berlebihan

b. Konservasi menjadi lahan perikanan yang berlebihan


Kegiatan perikanan yang dilakukan dilahan mangrove adalah

kegiatan budidaya perairan payau yang mana sebagian besar

kegiatan ini mengkonfersi lahan mengrove menjadi petakan-

petakan tambak. Hal ini pula dapat merusak mangrove.


Gambar Mangrove yang dikonfersi menjadi tambak

c. Reklamasi
Reklamasi merupakan kegiatan pembangunan diwilayah pesisir

yang menutupi laut untuk pengadaan atau pembuatan daratan.

Kegiatan reklamasi dapat merusak mangrove karena lahan yang di

buatkan daratan sebagian besar merupakan lahan mangrove.

Gambar Reklamasi di lahan Mangrove.

d. Pencemaran limbah minyak


Pencemaran minyak di wilayah ekosistem pesisir terurama

ekosistem mangrove akan menyebabkan kematian pada mangrove.


Gambar tumpahan minyak pada ekosistem mangrove

e. Pembuangan sampah padat


Pembuangan sampah padat memungkinan

terlapisnya pneumatofora yang akan mengakibatkan kematian

pohon-pohon mangrove karena karakteristik sampah padat yang

tidak mudah terurai.

Gambar pencemaran sampah padat di ekosistem Mangrove


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan penyusunan makalah di atas dapat saya simpulkan antara lain

sebagai berikut :
a. Mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk

menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik yang

didominasi oleh beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau

semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh pada

perairan asin.
b. Mangrove menpunyai 5 sistem akar akar pasak (pheumatophore),

akar lutut (knee root), akar tunjang (stilt root), akar papan (buttress

root), dan akar gantung (aerial root). Selain itu juga mempunyai

buah, daun, dan batang.


c. Fungsi mangrove diantaranya fungsi fisik; fungsi biologis; fungsi

kimia; dan fungsi ekonomi.


d. Faktor pembatas pertumbuhan mangrove diantaranya topografi

pantai, salinitas, aliran air masuk, suhu, ph, substrat, pasut, dan angin.
e. kerusakan mangrove disebabkan oleh Faktor alam, seperti : banjir,

kekeringan dan hama penyakit, yang merupakan faktor penyebab

yang relatif kecil. Faktor penyebab yang relatif besar adalah kegiatan

Manusia.
3.2 Saran
Manusia tidak luput dari keslahan dan rasa khilaf. Barangkali hanya ini

yang dapat saya ungkapkan. Jika ada kesalahan materi maupun merugikan

pihak-pihak tertentu saya meminta kritik dan sarannya, kritik maupun saran
nya sangatlah penting untuk pengintrospesikan diri melengkapi makalah ini.

Terima kasih.

You might also like