Professional Documents
Culture Documents
Kelompok 4 :
M Septia Budi
Tina Sari
BAB I
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Menurut Mansjoer (2005:356), fraktur tibia (bumper fracture/fraktur tibia plateau) adalah fraktur yang
terjadi akibat trauma langsung dari arah samping lutut dengan kaki yang masih terfiksasi ke tanah. Menurut
pendapat lain yaitu Smeltzer (2002:2357), fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya. Sedangkan menurut Sjamsuhidajat (1996:1138), fraktur adalah terputusnya jaringan tulang
atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Kemudian menurut Tucker (1998:198), fraktur
adalah patah tulang atau terputusnya kontinuitas tulang. Pendapat lain oleh Doenges (1999:761) yang
menerangkan bahwa, fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang.
Kesimpulan yang dapat diambil dari berbagai pengertian tersebut di atas adalah bahwa fraktur merupakan suatu
keadaan terputusnya jaringan atau kontinuitas tulang dan atau tulang rawan yang pada umumnya disebabkan
oleh rudapaksa dan ditentukan sesuai dengan jenis dan luasnya.
1. Fraktur complete adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran
(bergeser pada posisi normal). Fraktur in complete, patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah
tulang.
2. Fraktur tertutup (fraktur simple) tidak menyebabkan robeknya kulit. Fraktur terbuka (fraktur kompleks)
merupakan fraktur dengan luka pada kulit atau membran mukosa sampai ke patahan tulang. Fraktur
terbuka digradasi menjadi:
1. Grade I dengan luka bersih kurang dari l cm panjangnya.
2. Grade II luka lebih besar, luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif.
3. Grade III yang sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensif,
merupakan yang paling kuat.
Menurut Smeltzer (2001:257) fraktur juga digolongkan sesuai pergeseran anatomis fragmen tulang, fraktur
bergeser/tidak bergeser. Jenis ukuran fraktur adalah:
1. Greenstick : fraktur di mana salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainnya membengkok.
2. Transversal : fraktur sepanjang garis tengah tulang.
3. Oblique : fraktur yang membentuk sudut dengan garis tengah tulang (lebih tidak stabil
dibanding batang tulang).
4. Spiral : fraktur memuntir seputar batang tulang.
5. Communitive : fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen.
6. Depresi : fraktur dengan tulang patahan terdorong ke dalam (sering terjadi pada tulang
tengkorak dan tulang wajah).
7. Kompresi : fraktur di mana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang).
8. Patologik : fraktur yang terjadi pada bawah tulang berpenyakit (kista tulang, penyakit paget,
metastasis tumor tulang).
9. Avulasi : tertariknya fragmen tulang dan ligamen atau tendon pada perlekatannya.
10. Impaksi : fraktur di mana fragmen tulang lainnya rusak.
1. C. Etiologi
Menurut Long (1996:357) dan Reeves (2001:248), faktor-faktor yang dapat menyebabkan fraktur adalah:
Sedangkan menurut Appley (1995:212) faktor-faktor yang dapat menyebabkan fraktur adalah:
Terjadi akibat benturan dan cidera yang disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan.
1. Trauma langsung
Tulang dapat patah pada area yang terkena jaringan lunak. Pemukulan menyebabkan fraktur melintang.
Penghancuran menyebabkan fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan lunak yang luas.
Tulang dapat mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang tertekan kekuatan itu. Kekuatan dapat
berupa:
3) Penekukan dan penekanan menyebabkan fraktur yang sebagian melintang tetapi disertai fragmen kupu-
kupu berbentuk segitiga terpisah.
1. Fraktur kelelahan
Terjadi akibat tekanan berulang-ulang sering ditemukan pada tibia, fibula, metatarsal, terutama pada atlet dan
penari.
1. Fraktur patologik
Fraktur yang dapat terjadi oleh tekanan yang normal jika tulang itu lemah (misal: oleh tumor atau tulang itu
sangat rapuh atau osteoporosis).
1. D. Manifestasi Klinis
1. F. Penatalaksanaan Fraktur
1. Tindakan umum menurut Handerson (1997:222) yaitu:
1. Reposisi
Setiap pergeseran atau angulasi pada ujung patahan harus direposisi dengan hati-hati melalui tindakan
manipulasi yang biasanya dengan anestesi umum.
1. Imobilisasi
1) Fiksasi Interna
Ujung patahan tulang disatukan dan difiksasi pada operasi misalnya : dengan sekrup, paku, plat logam.
2) Fiksasi Interna
Untuk memperbaiki otot yang dapat mengecil secara cepat jika tidak dipakai.
ORIF atau Open Reduction Internal Fixation adalah reduksi terbuka dari fiksasi internal di mana dilakukan
insisi pada tempat yang mengalami fraktur. Kemudian direposisi untuk mendapatkan posisi yang normal dan
setelah direduksi, fragmen-fragmen tulang dipertahankan dengan alat orthopedik berupa pen, sekrup, plat dan
paku (Price,1996:374).
1. Indikasi
3) Fraktur patologik.
4) Fraktur multiple.
5) Fraktur pada pasien yang sulit perawatannya (paraplegi, pasien dengan cidera multiple sangat lanjut usia).
5) Memerlukan anestesi.
Pendapat lain dikemukakan oleh Departemen Kesehatan RI (1996:93), keuntungan ORIF adalah:
Sedangkan kerugian ORIF menurut Price (1996:372) adalah risiko infeksi melalui pen, karena 10% dari jumlah
total pasien yang dipasang internal fiksasi terinfeksi, bila pen terinfeksi maka akan terjadi osteomyelitis yang
sukar disembuhkan. Perawatan luka diberikan 2 kali sehari agar infeksi tidak terjadi.
Kesimpulan yang dapat diambil dari berbagai pengertian di atas bahwa tujuan dari penatalaksanaan ORIF
adalah:
Terapi operatif dengan reposisi anatomis diikuti dengan fiksasi interna (Open Reduction Internal Fixation)
atroplastik, eksisional, eksisi fragmen dan pemasangan endoprostacid.
1. Penatalaksanaan keperawatan
1. G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada pasien fraktur menurut Doenges (2000: 762) adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan Rontgen
Untuk memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
1. Pemeriksaan Laboratorium
1. Hb (Hemoglobin) mungkin meningkat (Hemokonsentrasi) atau juga dapat menurun
(perdarahan).
2. Leukosit meningkat sebagai respon stress normal setelah trauma.
3. Kreatinin, trauma meningkatkan beban kreatinin untuk klien ginjal.
4. Arteriogram, dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
1. H. Konsep Keperawatan
1. 1. Fokus Pengkajian
Menurut Doenges (2000:761), pengkajian pasien post ORIF adalah sebagai berikut:
Tanda : keterbatasan atau kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera, fraktur itu sendiri
atau terjadi secara sekunder dan dari pembengkakan jaringan serta nyeri).
1. Sirkulasi
Tanda : Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri atau ansietas), hipotensi
(kehilangan darah), penurunan atau tidak ada nadi pada bagian distal yang cidera, pengisian kapiler lambat,
pucat pada bagian yang terkena.
1. Neurosensasi
Gejala : Hilang gerakan atau sensori, spasme otot, keras atau kesemutan (parestesis).
Tanda : Perforasi lokal : angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi (bunyi berderit), spasme otot,
terlihat kelemahan/ hilang fungsi.
Gejala : Nyeri berat tiba-tiba pada saat cidera (mungkin terlokalisasi pada area jaringan atau kerusakan
tulang, dapat berkurang pada imobilisasi), tidak ada nyeri akibat kerusakan saraf, spasme atau kram otot
(setelah imobilisasi).
1. Keamanan
Tanda : Laserasi kulit, ovulasi jaringan, perdarahan, perubahan warna, pembengkakan lokal (dapat
meningkat secara bertahap atau tiba-tiba).
1. 2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien post ORIF dengan fraktur tibia 1/3 proksimal dextra menurut
Wilkinson (2007: 629) adalah:
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen-agen yang menyebabkan cidera fisik (cidera jaringan lunak).
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler dan muskuloskeletal, nyeri
post operasi.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi fisik, medikasi, bedah perbaikan, perubahan
pigmentasi dan perubahan sensasi.
1. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, kehancuran jaringan (kehilangan barier kulit) dan
kerusakan respon imun.
2. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, adanya ancaman terhadap konsep diri, gambaran diri,
adanya ancaman kematian (tersedak atau sulit bernafas).
3. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan penurunan atau interupsi aliran darah,
cidera vaskuler langsung, edema berlebihan, pembentukan trombus dan hipovolemia.
4. Kurang perawatan diri berhubungan dengan imobilisasi, traksi atau gips pada ekstremitas.
5. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan aliran darah arteri atau vena,
trauma pada pembuluh darah.
1. 3. Fokus Intervensi
Fokus intervensi keperawatan pada pasien ORIF menurut Doenges (1999: 764-775) dan Engram (1998: 629)
adalah sebagai berikut:
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen-agen yang menyebabkan cidera fisik (cidera jaringan lunak).
Kriteria hasil : Pasien mengatakan nyeri berkurang atau hilang, menunjukkan tindakan santai, dapat
beraktivitas, tidur, istirahat, menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas terapeutik sesuai
indikasi.
Intervensi :
1) Evaluasi keluhan nyeri atau ketidaknyamanan, perhatikan lokasi, karakteristik nyeri dan kaji tingkat nyeri
dengan standar PQRST
Rasional : Untuk memulihkan pengawasan keefektifan intervensi, tingkat ansietas dapat mempengaruhi
persepsi atau reaksi terhadap nyeri.
Rasional : Memungkinkan pasien untuk siap secara mental dalam aktivitas, begitu juga berpartisipasi dalam
mengontrol tingkat ketidaknyamanan.
Rasional : Mempertahankan kekuatan atau mobilitas otot yang sakit dan memudahkan resolusi inflamasi pada
jaringan yang cidera.
5) Berikan alternatif tindakan kenyamanan. Contoh : pijatan, perubahan posisi, relaksasi, nafas dalam,
imajinasi dan sentuhan terapeutik.
6) Monitor tanda-tanda vital, observasi kondisi umum pasien dan keluhan pasien.
1. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler dan muskuloskeletal, nyeri
post operasi.
Kriteria hasil : Meningkatkan atau mempertahankan mobilitas pada tingkat yang paling tinggi yang mungkin,
mempertahankan posisi fungsional, meningkatkan kekuatan atau fungsi yang sakit.
Intervensi :
2) Bantu pasien dalam rentang gerak, latih dan bantu ROM(Range Of Motion) pasif/aktif.
Rasional : Mengawasi adanya hipotensi postural karena tirah baring, posisi elevasi dapat mengurangi edema.
6) Ubah posisi secara periodik dan dorong pasien untuk latihan batuk efektif dan nafas dalam.
7) Pertahankan tirah baring dan melatih tangan serta ekstremitas yang sakit dengan lembut.
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi fisik, medikasi, bedah perbaikan, perubahan
pigmentasi dan perubahan sensasi.
Kriteria hasil : Pasien menyatakan ketidaknyamanan hilang dan mencapai penyembuhan luka sesuai waktu.
Intervensi :
1) Kaji/catat ukuran, warna, kedalaman luka, perhatikan jaringan nekrotik dan kondisi di sekitar luka.
Rasional :Untuk menentukan intervensi selanjutnya, mengetahui indikasi, keefektifan intervensi dan terapi
yang diberikan.
Rasional : Meminimalkan tekanan pada area yang terpasang gips atau traksi.
6) Lakukan perawatan pada area kulit yang terpasang gips atau traksi ataupun yang dilakukan tindakan
bedah.
1. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, kehancuran jaringan (kehilangan barier kulit) dan
kerusakan respon imun.
Kriteria hasil : Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase purulen atau eritema dan demam.
Intervensi :
1) Pantau kondisi umum pasien dan monitor tanda-tanda vital, kaji tanda-tanda infeksi.
3) Kaji sisi pen dan kulit. Perhatikan adanya keluhan peningkatan nyeri
4) Observasi keadaan luka terhadap pembentukan bulla, krepitasi dan bau drainase yang tidak enak.
Rasional : Kekakuan otot, spasme tonus otot rahang menunjukkan tanda tetanus.
7) Selidiki adanya nyeri yang muncul secara tiba-tiba, perhatikan adanya keluhan peningkatan nyeri.
8) Berikan perawatan dengan teknik septik dan aseptik pada pen kawat steril dan alat-alat yang terpasang
pada pasien (kateter, infus)
Rasional : Program pengobatan untuk mencegah infeksi, untuk menjamin keseimbangan Nitrogen positif dan
meningkatkan proses penyembuhan.
1. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, adanya ancaman terhadap konsep diri, gambaran diri,
adanya ancaman kematian (tersedak atau sulit bernafas).
Kriteria hasil : Pasien tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun sampai dapat ditangani, pasien
mengakui dan mendiskusikan rasa takut, pasien menunjukkan tentang perasaan yang tepat
Intervensi :
Rasional : Menenangkan dan menurunkan ansietas karena ketidaktahuan dan atau takut menjadi kesepian.
2) Dorong pasien dalam mengekspresikan ketakutan atau masalah.
Rasional : Memberikan dukungan emosi yang dapat membantu pasien melalui penilaian awal, juga selama
pemulihan.
Rasional : Membantu memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan relaksasi dan dapat meningkatkan
kemampuan koping.
1. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan penurunan atau interupsi aliran darah:
cidera vaskuler langsung, edema berlebihan, pembentukan trombus dan hipovolemia.
Kriteria hasil : Terabanya nadi, kulit hangat/kering, sensasi normal, sensasi biasa, tanda vital stabil dan
haluaran urine adekuat untuk situasi individu.
Intervensi :
2) Kaji aliran kapiler, warna kulit dan kehangatan distal pada fraktur
Rasional : Kembalinya warna harus cepat (3-5 detik), warna kulit putih menunjukkan gangguan arterial,
sianosis diduga adanya gangguan vena.
Rasional : Alat traksi dapat menyebabkan tekanan pada pembuluh darah atau saraf, terutama pada aksila dan
lipat paha, mengakibatkan iskemia dan kerusakan saraf permanen.
Rasional : Meningkatkan sirkulasi dan menurunkan pengumpulan darah, khususnya pada ekstremitas bawah.
5) Awasi tanda vital. Perhatikan tanda-tanda pucat atau sianosis umum, kulit dingin, perubahan mental
Rasional : Menurunkan edema atau pembentukan hematoma yang dapat mengganggu sirkulasi.
1. Kurang perawatan diri berhubungan dengan imobilisasi, traksi atau gips pada ekstremitas
Tujuan : Tidak terjadi defisit perawatan diri.
Intervensi :
1) Dorong pasien dalam mengekspresikan dan mendiskusikan masalah yang berhubungan dengan cidera.
Rasional : Fraktur dapat mempengaruhi kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
Rasional : Rasa harga diri dapat ditingkatkan dengan aktivitas perawatan diri.
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan aliran darah arteri atau vena,
trauma pada pembuluh darah.
Tujuan : Menunjukkan keseimbangan cairan ditandai dengan tekanan darah dalam rentang yang
normal, nadi perifer tidak teraba, edema perifer tidak ada.
Kriteria hasil : Mempertahankan tingkat kesadaran, fungsi kognitif dan motorik/sensorik yang membaik,
menunjukkan tidak terjadinya tanda-tanda peningkatan TIK (Tekanan Intra Kranial).
Intervensi :
1) Melakukan perawatan sirkulasi perifer secara komprehensif misal: periksa nadi perifer, edema, pengisian
kapiler, warna, dan suhu ekstremitas.
3) Tinggikan anggota badan yang terkena 20 derajat atau lebih tinggi dari jantung.
4) Auskultasi frekuensi dan irama jantung, catat terjadinya bunyi jantung ekstra.
Rasional : Takikardia sebagai akibat hipoksemia dan kompensasi upaya peningkatan aliran darah dan perfusi
jaringan.
5) Pantau/catat status neurologis sesering mungkin dan bandingkan dengan keadaan normalnya.
6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian anti trombosit & anti koagulan, contoh: heparin dan warfarin
natrium.
BAB II
TINJAUAN KASUS
1. A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 30 April 2008 hari Rabu jam 09.00 WIB. Data diperoleh dari pasien,
keluarga pasien, catatan keperawatan pasien dan tim kesehatan lainnya dengan metode Autoanamnesa dan
Alloanamnesa.
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. H
Umur : 49 tahun
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SD
Agama : Katholik
No. RM : 147689
Umur : 49 tahun
Pendidikan : SD
3. Keluhan Utama
4. Riwayat Kesehatan
Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien mengalami patah tulang pada tungkai kanan dan mengalami nyeri
berat, skala nyeri 6. Pasien mengalami kecelakaan sepeda motor pada hari Sabtu tanggal 19 April 2008, ± 10
hari yang lalu sewaktu pulang dari bekerja jam 19.00 WIB. Pasien mengatakan mengendarai sepeda motor
sendiri untuk menuju ke rumah kemudian terserempet sepeda motor lain dan terjatuh dengan posisi tengkurap
ke kanan. Kemudian tungkainya yang sebelah kanan terkena aspal jalan karena pasien menggunakan tungkai
kanannya sebagai tumpuan. Oleh sebab itu pasien menderita patah tulang. Saat jatuh pasien tidak pingsan.
Beberapa saat setelah kecelakaan pasien dibawa ke RS Muntilan tidak diberikan pengobatan hanya dilakukan
pembidaian dan diberi perban. Pasien dirawat di RS Muntilan ± 3 hari. Kemudian atas permintaan keluarga
pasien dirujuk ke RSO Prof. Dr. R. Soeharso, Surakarta pada hari Selasa tanggal 22 April 2008 jam 19.00
WIB. Di IGD pasien mendapatkan terapi pemasangan infus RL 20 tpm (tetes per menit) pada tangan kiri
kemudian pukul 22.00 WIB pasien dipindahkan ke bangsal Cempaka. Keesokan harinya pasien dilakukan
pemeriksaan rontgen, laboratorium serta EKG (Elektro Kardio Grafi). Sekarang pada saat pengkajian yaitu
Rabu tanggal 30 April 2008 pasien mengatakan nyeri pada tungkai kakinya sebelah kanan post operasi hari
pertama. Nyeri timbul jika untuk bergerak, nyeri seperti tertusuk-tusuk, nyeri berlangsung terus menerus
berhenti jika posisi nyaman dan tidak bergerak. Saat ini pasien mendapatkan terapi injeksi Cefotaxime 2×1
gram per IV (Intra Venous) dan injeksi Ketorolac 3×1 ampul per IV infus. Selain itu pasien juga mendapatkan
terapi injeksi Actrapid 4 IU setiap sebelum makan.
Pasien mengatakan sebelumnya tidak pernah dirawat inap di RS. Bila sakit pasien langsung dibawa ke
Puskesmas/ mantri di daerahnya. Keluarga pasien mengatakan bahwa sebelumnya pasien tidak pernah
mengalami kecelakaan sepeda motor seperti sekarang ini dan belum pernah dioperasi. Pasien tidak memiliki
riwayat penyakit asma, jantung dan hipertensi. Tetapi sekarang ini pasien menderita penyakit DM (Diabetes
Mellitus) terbukti dengan kadar GDS (Gula Darah Sewaktu) tanggal 29 April 2008 yaitu 198 mg/dl dan gula
darah 2 jam PP (Post Prandial) yaitu 225 mg/dl.
Sebelum sakit : Pasien mengatakan bahwa ia dan keluarganya sangat memperhatikan masalah kesehatan.
Jika ada anggota keluarga yang sakit, segera diberi obat atau diperiksakan ke Puskesmas atau mantri.
Selama sakit : Keluarga pasien mengatakan bahwa kesehatan itu mahal harganya jadi keluarga akan
merawat Tn. H dengan baik. Pasien mengatakan jika sudah sembuh nanti akan lebih memperhatikan kesehatan
dan akan berhati-hati jika naik kendaraan.
1. Pola Nutrisi
Sebelum sakit : Pasien mengatakan biasanya makan 3x/ hari dengan menu nasi, sayur (bayam, buncis,
wortel, kangkung), lauk (tempe, telur, tahu, daging). Porsi 1 piring habis. Pasien tidak suka makanan (sayuran
yang bersantan contohnya: sayur nangka, kluwih, dan opor). Pasien biasa minum 6-7 gelas perhari ± 1400 cc,
pasien biasanya minum air putih dan teh.
Selama sakit : Pasien mengatakan makan 3 kali sehari dengan menu yang disediakan RS yaitu nasi, sayur,
lauk, buah, porsi makan sedang tetapi pasien hanya makan dan habis ½ porsi makanan karena masakan yang
disediakan dari RS tidak enak. Setiap sebelum makan pasien selalu diberikan injeksi Actrapid 4 IU (IntraUnit)
pada lengannya secara SC (SubCutan). Pasien minum air putih ± 5-6 gelas setiap harinya ± 1200 cc. Diit dari
RS yaitu RKTP ( Rendah Kalori Tinggi Protein ).
1. Pola Eliminasi
Sebelum sakit : Pasien mengatakan BAB (Buang Air Besar) 1 kali sehari biasanya saat pagi hari dengan
konsistensi feses lunak, warna kuning kecoklatan, bau khas, tidak ada lendir/ darah, tidak ada keluhan. Pasien
mengatakan sehari BAK (Buang Air Kecil) 7-8 x/ hari dengan konsistensi jernih, kekuningan dan bau khas.
Selama sakit : Pasien mengatakan semenjak dirawat, BAB tidak ada masalah tetap 1 kali dalam sehari
tetapi waktunya tidak tentu. Warna feses kuning kecoklatan, bau khas dan tidak ada lendir/ darah. Pasien
mengatakan BAK 4-5 x/ hari dengan konsistensi jernih, kekuningan dan bau khas. Pasien BAB dan BAK
dibantu oleh keluarga dengan menggunakan pispot.
Sebelum sakit : Pasien mengatakan tidur malam ± 5-6 jam dimulai pukul 22.00–04.00 WIB, tidurnya tidak
ada gangguan. Pasien mengatakan bahwa dirinya tidak pernah tidur siang.
Selama sakit : Pasien mengatakan tidur setelah minum obat. Selama di RS Ortopedi pasien bisa tidur
tetapi jika nyeri bekas operasi kambuh pasien terbangun. Pasien tidur malam ± 8 jam dimulai pukul 21.00–
05.00 WIB dan tidur siang ± 2 jam dimulai pukul 12.00–14.00 WIB. Pasien tidur dengan posisi elevasi tungkai.
1. Pola Aktivitas dan Latihan
Sebelum sakit : Pasien mengatakan sehari-hari bekerja sebagai sopir. Berangkat jam 06.00 pagi dan pulang
tidak tentu, tapi rata-rata pulang jam 20.00 WIB. Keseharian pasien hanya dilakukan untuk bekerja mencari
nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Pasien tidak pernah mengikuti kegiatan yang ada di desanya
karena pekerjaannya yang selalu pulang malam.
Selama sakit : Pasien mengatakan izin bekerja selama masih sakit. Pasien mengatakan aktivitas sehari-
harinya dibantu keluarga yang tidak lain adalah istrinya (Ny. I). Untuk makan disuapi, minum diambilkan,
BAK dan BAB dengan pispot. Pasien dibantu keluarga karena tidak bisa bergerak. Pasien setiap pagi disibin
oleh istrinya.
Keterangan :
0 : Mandiri
4 : Tergantung sepenuhnya
1. Pola Kognitif
Sebelum sakit : Pasien mengatakan tidak tahu bahaya dari patah tulang jika tidak segera diatasi.
Selama sakit : Pasien mengatakan sudah tahu tentang tindakan penangananan dari patah tulang yang
sedang dideritanya, pasien mendapatkan informasi dari dokter dan perawat yang merawatnya.
1) Gambaran diri : Pasien mengatakan sedih dengan keadaannya saat ini, tetapi pasien bisa menerima
kondisinya saat ini karena masih banyak orang yang lebih menderita.
2) Harga diri : Pasien mengatakan tidak malu/ rendah diri dengan keadaannya sekarang ini, keluarga
dan sahabat selalu memberi semangat menjalani hidup.
3) Peran : Pasien mengatakan perannya sebagai ayah, kepala keluarga, dan pencari nafkah.
Sekarang ini pasien tidak bisa lagi bekerja karena kondisi pasien yang sedang sakit. Untuk biaya RS pasien
menggunakan uang tabungannya di Bank.
4) Identitas : Pasien mengatakan bahwa dirinya sebagai seorang ayah yang berumur 49 tahun dan
beragama Katholik.
5) Ideal diri : Pasien berharap untuk cepat sembuh sehingga dapat beraktivitas seperti sediakala
sebelum sakit dan dapat berkumpul dengan keluarga, saudara, dan sahabat.
Sebelum sakit : Pasien mengatakan hubungan dengan keluarga, teman, tetangga baik tidak ada masalah.
Selama sakit : Pasien mengatakan hubungan dengan dokter, perawat di RS Ortopedi dan dengan pasien lain
baik. Istri selalu setia menunggu pasien di RS (Rumah Sakit).
Sebelum sakit : Pasien mengatakan tidak ada keluhan dengan alat genetalianya. Pasien mengatakan masih
melakukan hubungan seksual dengan istrinya ± 2 kali dalam seminggu.
Selama sakit : Pasien mengatakan tidak ada keluhan dengan alat genetalianya. Pasien mengatakan selama
dirinya dirawat di RS pasien belum melakukan hubungan seksual dengan istrinya karena saat ini yang
dipikirkan pasien adalah tungkai kakinya bisa cepat sembuh.
Sebelum sakit : Bila ada masalah, pasien menceritakan kepada keluarga. Pasien mengatakan bila ada
masalah maka diselesaikan secara musyawarah.
Selama sakit : Pasien mengatakan berusaha sabar, pasrah dan menerima keadaannya serta menyerahkan
kepada Tuhan dengan keadaannya saat ini, serta menyerahkan pengobatannya kepada tim medis RS Ortopedi.
Sebelum sakit : Pasien mengatakan selalu rajin sembahyang ke gereja setiap 1 minggu sekali pada hari
Sabtu sore bersama istri dan anak-anaknya.
Selama sakit : Pasien mengatakan tidak bisa menjalankan ibadah karena keadaannya sekarang ini tetapi
pasien selalu berdo’a kepada Tuhan agar cepat diberi kesembuhan.
2) N (Nadi) : 80 x/ menit
3) S (Suhu) : 367 oC
4) RR (Respirasi) : 24 x/ menit
7. Pemeriksaan Fisik
1) Jantung :
d) Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal terdengar lupdup, bising negatif, tidak ada suara tambahan.
2) Paru-paru :
b) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, gerakan fokal fremitus antara kanan dan kiri sama.
d) Auskultasi : Suara dasar paru normal, terdengar vesikuler, tidak ada whezzing.
1. Abdomen :
a) Inspeksi : Tidak ada asites, tidak ada nodul, bentuk simetris, kontur kulit lentur, tidak ada
benjolan/ massa.
1. Genetalia : Menolak dilakukan pemeriksaan. Tidak terpasang kateter. Untuk BAB dan BAK
dengan pispot.
1. Ekstremitas : 5 5
2 5
1) Ekstremitas atas: Tangan kanan dan kiri dapat melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan maksimal,
tangan kiri terpasang infus RL 20 tpm (tetes per menit), tidak ada luka pada ekstremitas atas, dapat digerakkan
dengan bebas, dan tidak ada edema.
2) Ekstremitas bawah :
a) Kanan : Ada gerakan pada sendi tetapi tidak dapat melawan gravitasi, tungkai kanan terpasang balutan
bekas operasi hari pertama, balutan kering, tidak tambas, tampak pada jari-jari kaki kanan mengalami
pembengkakan, tidak terpasang drain.
R (Regio) : tungkai sebelah kanan menempel lutut (sebelah 1/3 proksimal pada tulang tibia).
S (Scale) : skala nyeri: 6 saat dilakukan pengkajian post operasi hari kedua.
T (Time) : terus menerus berhenti jika posisi enak dan tidak bergerak.
b) Kiri : Pasien dapat melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan maksimal, tampak pada lutut dan di
bawah lutut sebelah kiri luka-luka post trauma, luka sedikit kering dan warna merah.
1. Kulit : Warna kulit sawo matang, turgor kulit baik (< 2 detik), tidak ada biang keringat, tidak
ada decubitus, pada tungkai kaki kanan yang telah di operasi ORIF tampak adanya 10 jahitan, daerah
luka tampak berwarna kemerahan dan bengkak.
2. Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 22 April 2008
8. Pemeriksaan penunjang
16. Globulin
– % 2-6
17. SGOT
18. SGPT 67 % 50-70
19. Alkali fosfat
20. Ureum 28 % 20-40
21. Kreatinin
4 % 2-8
22. GDS
23. Uric acid 6,6 gr/dl 6-8
24. Cholesterol acid
25. Trigliserid 3,6 gr/dl 3,5-5,5
26. HBSAg
3 gr/dl 1,3-3,3
27. Golongan darah : O
14 U/L < 37
17 U/L < 42
47 mg/dl 10-50
173 £ 220
290 £ 150
Negatif Negatif
1. Pemeriksaan GDS (Gula Darah Sewaktu) dan GDP (Gula Darah Puasa) tanggal 29 April 2008
1. Pemeriksaan Rontgen pada tanggal 30 April 2008 (post operasi ORIF dan debridement).
Gambar tibia 1/3 proksimal post platting dengan 5 sekrup dan pinning os fibula 1/3 proksimal dengan 4 sekrup.
1. Infus RL 20 tpm
2. Injeksi Cefotaxime 2×1 gram per Intra Venous
3. Injeksi Ketorolac 3×1 ampul per Intra Venous
4. Injeksi Actrapid 4 IU sebelum makan 3×1 di lengan kanan/kiri.
5. Diit RKTP
6. Posisi elevasi tungkai
7. Observasi VS (Vital Sign)/ KU (Kondisi Umum) dan perdarahan
8. Ambulasi dengan menggunakan walker
9. Perawatan luka
10. Fisioterapi
11. Jenis tindakan operasi : ORIF dan dedridement
12. Obat oral :
1. Analisa Data
DO :
4. S : Skala nyeri: 6
N : 80 x/ menit
S : 367 oC
RR : 24 x/ menit
DO :
1-05-08 DS :Pasien mengatakan ini hari Risiko Luka insisi bedah, Juritha
kedua post operasi infeksi prosedur invasif,
08.00
kehancuran jaringan
WIB DO :
1 Mei ‘08 2 Setelah dilakukan tindakan (Range Of Motion) pasif dan 1. Posisi elevasi Jurith
keperawatan selama 3×24 jam aktif. mengurangi a
08.00 WIB
diharapkan masalah hambatan edema.
1. Bantu dan dorong pasien
mobilitas fisik dapat teratasi dengan 2. Meningkatkan
untuk melakukan
kriteria hasil: kekuatan otot.
aktivitas perawatan
1. Kemampuan mobilitas secara bertahap. 1. Meningkatkan
pasien meningkat. 2. Beri bantuan dalam kekuatan otot.
2. Pasien menjadi tidak takut menggunakan alat
1. Mobilisasi
untuk bergerak. gerak.
menurunkan
3. Pasien mampu beraktivitas 3. Kolaborasi dengan ahli
komplikasi.
secara bertahap. fisioterapi untuk melatih
2. Melatih otot
4. Pasien mampu pasien.
dan sendi-
menggunakan alat bantu 1. Meminimalkan
sendi agar
gerak. nyeri dan
tidak
5. Pertahankan tirah baring mencegah salah
mengalami
dan melatih tangan serta posisi.
kontraktur dan
ekstremitas sakit dengan
komplikasi.
lembut.
6. Atur posisi elevasi tungkai.
7. Latih dan bantu ROM
Untuk menjamin
keseimbangan
nitrogen positif dan
meningkatkan proses
penyembuhan.
1. Implementasi
Obyektif:
1. Pasien tampak
memperagakan nafas dalam
dengan benar.
2. Pasien tampak posisi
terlentang, kaki kanan
khususnya pada tungkai atas
dan lutut diganjal dengan
bantal.
3. Pasien tampak rileks.
Subyektif:
Obyektif:
Obyektif:
Subyektif:
Obyektif:
TD : 110/ 70 mmHg
S : 36 6 o C
N : 84 x/ menit
RR : 22 x/ menit
14.30 WIB 1,2 Mengatur posisi yang aman Subyektif:Pasien mengatakan Ari,AmKAri,
dan nyaman pada pasien nyaman dengan posisi tidur seperti AmK
15.30 WIB 1
dengan elevasi ini.
Ari,AmK
tungkaiMengkaji tingkat nyeri
16.00 WIB 4
Obyektif:
Ari,AmK
Memantau tanda-tanda infeksi
17.00 WIB 1,3,4
Pasien tampak tertidur.
yaitu rubor, kalor, dolor,
Ari,AmK
19.30 WIB 4 tumor dan fungsiolesa serta
Subyektif:
mengobservasi keadaan luka
terhadap pembentukan bulla, Pasien mengatakan nyeri pada
krepitasi dan drainase. pangkal tungkai kaki sebelah kanan
kadang masih terasa jika untuk
Memberikan injeksi sesuai
bergerak dan berkurang dengan
dengan advise dokter yaitu:
nafas dalam, skala nyeri: 6.
Obyektif:
2 5
Subyektif:
Obyektif:
Subyektif:
Obyektif:
21.30 WIB 4 Mengkaji reflek tendon dan Subyektif:Pasien mengatakan mau Heru,AmKHe
tonus ototMembantu dan untuk diperiksa. ru,AmK
06.00 WIB 2
mendorong pasien untuk
Obyektif: Heru,AmK
melakukan aktivitas perawatan
05.00 WIB 1,3,4
diri secara bertahap.
1. Kekuatan otot 5 5
Subyektif:
Obyektif:
Subyektif:
Obyektif :
2 5
Melakukan aff infus karena
obat telah habis maka obat
Subyektif:
diganti dengan oral yaitu:
Asam mefenamat 3×1 tablet, Pasien mengatakan telah
Cascidin 2×1 tablet, menghabiskan 2/3 dari porsi yang
Ciprofloxacin 2×1 tablet dan disediakan oleh RS.
Glibenclamid 3×1.
Obyektif:
Mengobservasi KU pasien dan
Pasien tampak mengangguk, tampak
TTVnya.
mendengarkan dan menuruti
Mengkaji nyeri. perintah perawat.
Subyektif:
Obyektif:
1. TD : 110/ 70 mmHg
2. RR : 20 x/ menit
3. N : 80 x/ menit
4. S : 362 oC
Subyektif:
Obyektif:
Subyektif:
Obyektif:
Subyektif :
Obyektif:
Subyektif:
Obyektif:
Subyektif:
Obyektif:
Obyektif:
Subyektif:
Obyektif:
1. Pasien tampak
memperagakan nafas dalam
dengan benar.
2. Pasien tampak dalam posisi
terlentang, kaki kanan
khususnya pada tungkai atas
dan lutut diganjal dengan
bantal.
Subyektif:
Obyektif:
Obyektif:
Subyektif:
Obyektif:
Subyektif:
Obyektif:
Obyektif:
Subyektif:
Obyektif:
Obyektif:
1. P : nyeri jika untuk bergerak
2. Q : nyeri seperti tertusuk-
tusuk
3. R : nyeri pada tungkai kanan
1/3 proksimal
4. S : skala nyeri 4
5. T : nyeri kadang-kadang saja
jika digunakan untuk
bergerak
Subyektif:
Obyektif:
1. Evaluasi Formatif
4 Juritha
R : Nyeri pada luka post operasi hari kedua pada tungkai
sebelah kanan, 1/3 proksimal mendekati lutut.
S : Skala nyeri 6
P : Lanjutkan intevensi:
Kekuatan otot
5 5
2 5
P : Lanjutkan intevensi:
P : Lanjutkan intervensi:
P : Lanjutkan intervensi:
Jum’at 1 S : Pasien mengatakan nyeri pada luka post operasi hari ketiga Juritha
sudah berkurang.O : P : masih sedikit nyeri jika untuk
2 Mei ‘08 2 Juritha
bergerak
4 Juritha
R : nyeri pada tungkai kanan 1/3 proksimal
S : skala nyeri 5
P : Lanjutkan intervensi:
Kekuatan otot
5 5
2 5
P : Lanjutkan intervensi:
P : Lanjutkan intervensi:
P : Pertahankan intervensi:
4 Juritha
R : Nyeri pada luka post operasi pada tungkai kanan 1/3
proksimal
S : Skala nyeri : 4
P : Pertahankan intervensi:
5 5
2 5
A : Masalah hambatan mobilitas fisik teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi:
P : Lanjutkan intervensi:
O : Luka tambas, kering, tidak ada pus, tidak ada bengkak, tidak
ada tanda-tanda infeksi, TD : 110/ 70 mmHg, N : 84 x/ menit, S :
365 OC, RR : 22 x/ menit, masih terpasang pinning dan platting.
P : Lanjutkan intervensi:
DAFTAR PUSTAKA