You are on page 1of 18

1.

Definisi
Gastroenteritis Akut adalah inflamasi lambung dan usus yang disebabkan oleh
berbagai bakteri, virus, dan pathogen parasitic. Gastroenteritis Akut (GEA) diartikan
sebagai buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cairan / setengah cair (setengah
padat) dengan demikian kandungan air pada tinja lebih banyak dari biasanya berlangsung
kurang dari 7 hari, terjadi secara mendadak. (Wicaksono,2011).
Dengan kata lain Gastroenteritis adalah peradangan yang terjadi pada daerah usus
yang menyebabkan bertambahnya keenceran dan frekuensi buang air besar ( BAB ) lebih
dari 3 kali perhari yang dapat menyebabkan dehidrasi. Dehidrasi adalah suatu keadaan
kekurangan atau kehilangan cairan tubuh yang berlebihan.
Gastroenteritis atau diare adalah defekasi encer lebih dari tiga kali sehari dengan atau
tanpalendir dalam tinja. Diare akut adalah diare yang timbul secara mendadak dan
berlangsungkurang dari 7 hari pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat
(Wicaksono, 2011).
2. Anatomi Fisiologi
Anatomi dan Fisiologi Sistem Pencernaan (Guyton & Hall. 2012)
Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus) adalah
sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya
menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta
membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses
tersebut dari tubuh. Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring),
kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan
juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati
dan kandung empedu.
a. Mulut
Mulut adalah suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air pada hewan
dan manusia. Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya merupakan bagian awal
dari sistem pencernaan lengkap yang berakhir di anus. Mulut merupakan jalan masuk
untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir.
Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan lidah.
Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan pahit. Sedangkan
penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung dan teriri dari berbagai macam
bau.
Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi
belakang (molar, geraham) menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna.
Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut
dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga mengandung
antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri
secara langsung. Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis.
b. Tenggorokan ( Faring)
Tenggorokan adalah penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Berasal
dari bahasa yunani yaitu Pharynk. Didalam lengkung faring terdapat tonsil ( amandel )
yaitu kelenjar limfe yang banyak mengandung kelenjar limfosit dan merupakan
pertahanan terhadap infeksi, disini terletak persimpangan antara jalan nafas dan jalan
makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang
belakang. Keatas bagian depan berhubungan dengan rongga hidung, dengan
perantaraan lubang bernama koana, keadaan tekak berhubungan dengan rongga mulut
dengan perantaraan lubang yang disebut ismus fausium. Tekak terdiri dari; Bagian
superior = bagian yang sangat tinggi dengan hidung, bagian media = bagian yang
sama tinggi dengan mulut dan bagian inferior = bagian yang sama tinggi dengan
laring.
Bagian superior disebut nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang
menghubungkan tekak dengan ruang gendang telinga, Bagian media disebut
orofaring, bagian ini berbatas kedepan sampai diakar lidah. Bagian inferior disebut
laring gofaring yang menghubungkan orofaring dengan laring
c. Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu
makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan berjalan melalui
kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. Sering juga disebut
esofagus(dari bahasa Yunani: οiσω, oeso – “membawa”, dan έφαγον, phagus –
“memakan”). Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang.
Menurut histology Esofagus dibagi menjadi tiga bagian: bagian superior (sebagian
besar adalah otot rangka), bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus), serta
bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus).
d. Lambung
Lambung adalah organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti kandang
keledai. Terdiri dari 3 bagian yaitu Kardia, Fundus, Antrum. Makanan masuk ke
dalam lambung dari kerongkongan melalui otot berbentuk cincin (sfinter), yang bisa
membuka dan menutup. Dalam keadaan normal, sfinter menghalangi masuknya
kembali isi lambung ke dalam kerongkongan. Lambung berfungsi sebagai gudang
makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-
enzim.
Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting :
1) Lendir
Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung. Setiap
kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang mengarah
kepada terbentuknya tukak lambung
2) Asam klorida (HCl)
Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh
pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan
sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri.
3) Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein)
a) Usus halus (usus kecil)
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang
terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh
darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta.
Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang
membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus
juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan
lemak. Lapisan usus halus ; lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot
melingkar ( M sirkuler ), lapisan otot memanjang (M Longitidinal) dan lapisan
serosa ( Sebelah Luar ).
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus
kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).
1) Usus dua belas jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang
terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong
(jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari
usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum
Treitz. Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak
terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari
yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari
terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu. Nama
duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum digitorum, yang berarti dua
belas jari. Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari
(duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan
masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang
bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan
sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.
2) Usus Kosong (jejenum)
Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah
bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan
usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus
halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong
dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium.
Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot
usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus. Secara histologis dapat
dibedakan dengan usus dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar
Brunner. Secara hitologis pula dapat dibedakan dengan usus penyerapan,
yakni sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri. Sedikit sulit untuk
membedakan usus kosong dan usus penyerapan secara makroskopis.
Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang berarti “lapar” dalam
bahasa Inggris modern. Arti aslinya berasal dari bahasa Laton, jejunus,
yang berarti “kosong”.
3) Usus Penyerapan (illeum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada
sistem pencernaan manusia, ) ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan
terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu.
Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi
menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu.
e. Usus Besar (Kolon)
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan
rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus besar terdiri dari
: Kolon asendens (kanan), Kolon transversum, Kolon desendens (kiri), Kolon sigmoid
(berhubungan dengan rektum).
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa
bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus besar juga
berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi
normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan
pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa
menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.
f. Usus Buntu (sekum)
Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam istilah anatomi
adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon
menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan beberapa
jenis reptil. Sebagian besar herbivora memiliki sekum yang besar, sedangkan
karnivora eksklusif memiliki sekum yang kecil, yang sebagian atau seluruhnya
digantikan oleh umbai cacing.
g. Umbai Cacing (Appendix)
Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeksi pada
organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing. Apendisitis yang parah dapat
menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau
peritonitis (infeksi rongga abdomen). Dalam anatomi manusia, umbai cacing atau
dalam bahasa Inggris, vermiform appendix (atau hanya appendix) adalah hujung
buntu tabung yang menyambung dengan caecum. Umbai cacing terbentuk dari
caecum pada tahap embrio. Dalam orang dewasa, Umbai cacing berukuran sekitar 10
cm tetapi bisa bervariasi dari 2 sampai 20 cm. Walaupun lokasi apendiks selalu tetap,
lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda – bisa di retrocaecal atau di pinggang (pelvis)
yang jelas tetap terletak di peritoneum. Banyak orang percaya umbai cacing tidak
berguna dan organ vestigial (sisihan), sebagian yang lain percaya bahwa apendiks
mempunyai fungsi dalam sistem limfatik. Operasi membuang umbai cacing dikenal
sebagai appendektomi.
h. Rektum dan anus
Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”) adalah sebuah ruangan
yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus.
Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum
ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon
desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka
timbul keinginan untuk buang air besar (BAB).
Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam rektum
akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi.
Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus besar, di
mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode
yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi.
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar
dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian
lainnya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses
dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar – BAB), yang merupakan
fungsi utama anus.
3. Etiologi
Lebih dari 90% diare akut disebabkan karena infeksi, sedangkan sekitar 10% karena
sebab-sebab lain antara lain obat-obatan, bahan-bahan toksik, iskemik dan sebagainya.
(Mutaqin,2010)
a. Faktor Infeksi
1) Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama
Gastroenteritis. Infeksi enteral meliputi:
a) Infeksi Bakteri :
 Salmonella (Salmonella typhi, Salmonella paratyphi A/B/C, Salmonella
spp)
Infeksinya kebanyakan disebabkan oleh kontaminasi makanan dan
minuman terutama terjadi pada anak-anak, identifikasi salmonella dari
feses penderita.
 Escherichia coli Merupakan suatu kuman penghuni kolon yang tidak
patogen tetapi dapat menjadi patogen pada bagian tubuh yang lain, dapat
menimbulkan radang pada vesika urinaria.
 Vibrio (Vibrio cholerae 01 dan 0139, Vibrio cholera non 01, Vibrio
parachemolyticus).
Kebanyakan merupakan organisme non patogen, hanya beberapa jenis
yang menimbulkan penyakit pada manusia, seperti vibrio cholera dan
vibrio eltor.
 Shigella (Shigella dysentriae, Shigella Flexneri).
Ditularkan secara oral melalui air dan makanan, lalat yang tercemar oleh
sekresi / feses penderita. Lokalisasi yang paling sering terkena adalah usus
besar dengan bagian terbesar adalah bagian sigmoid.
 Clostridium perfringens, Campylobacter jejuni, Staphlyllococcus spp,
Streptococcus spp, Yersinia intestinalis, Coccidosis.
b) Infeksi Virus :
 Enterovirus (virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis).
 Adenovirus
 Rotavirus
 Norwalk virus
 Astrovirus, dan lain-lain.
c) Infeksi Parasit :
 Cacing, (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, Strongyloides)
 Protozoa (Entamoeba Histtolytica, Giardia Lamblia, Trichomonas
Haminisis)
 Jamur (Candida Albicans).
2) Infeksi Parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alat pencernaan, seperti
Ortitis Media Akut (OMA), Tonsilofaringitis, Bronkopneumonia (Radang Paru),
Encephalitas (Radang Otak) dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada
bayi dan anak berumur dibawah 2 tahun.
b. Faktor Malabsorbsi
1) Malabsorbsi Karbohidrat :
a) Disakarida (Intoleransi Laktosa, Maltosa, Dan Sukrosa)
b) Monosakarida (Intoleransi Glukosa, Fruktosa Dan Galaktosa
2) Malabsorbsi lemak
a) Long Chain Triglyceride
3) Malabsorbsi protein
a) Asam Amino dan B-Laktoglobulin
c. Faktor makanan :
Makanan basi dan Makanan yang belum waktunya diberikan.
d. Keracunan
e. Alergi :
1) Alergi Susu
2) Alergi Makanan
3) Cow's Milk Potein Sensitive Enteropathy (CMPSE)
f. Imunodefisiensi
Faktor lain :
1) psikis
2) lingkungan
3) cuaca
4. Tanda dan Gejala
Secara umum, tanda dan gejala Gastroenteritis adalah :
a. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer
b. Terdapat tanda dan gejala dehidrasi : Turgor kulit jelek (elastisitas kulit menurun),
ubun-ubun dan mata cekung, membran mukosa kering.
c. Demam
d. Nafsu makan berkurang
e. Mual dan muntah
f. Anoreksia
g. Lemah
h. Pucat
i. Nyeri abdomen
j. Perih di ulu hati
k. Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan pernafasan cepat
l. Menurun atau tidak adanya pengeluaran urine.
5. Kompliksi
a. Dehidrasi
b. Renjatan hipovolemik
c. Kejang
d. Bakterimia
e. Mal nutrisi
f. Hipoglikemia
g. Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus
6. Patofisiologi
Sebanyak sekitar 9 - 10 liter cairan memasuki saluran cerna setiap harinya, berasal
dari luar (diet) dan dari dalam tubuh kita (sekresi cairan lambung, empedu dan
sebagainya). Sebagian besar (75 - 85%) dari jumlah tersebut akan diresorbsi kembali di
usus halus dan sisanya sebanyak 1500 ml akan memasuki usus besar. Sejumlah 90 %
dari cairan tersebut di usus besar akan diresorbsi, sehingga tersisa jumlah 150 - 250 ml
cairan yang akan ikut membentuk tinja. (Williams,2013)
Faktor-faktor faali yang menyebabkan Gastro Enteritis sangat erat hubungannya satu
sama lain, misalnya saja, cairan intra luminal yang meningkat menyebabkan
terangsangnya usus secara mekanisme meningkatnya volume, sehingga motilitas usus
meningkat.
Sebaliknya bila waktu henti makanan di usus terlalu cepat akan menyebabkan
gangguan waktu penyentuhan makanan dengan mukosa usus sehingga waktu penyerapan
elektrolit, air dan zat-zat lain terganggu.
Mekanisme dasar yang menimbulkan Gastro Enteritis :
a. Gangguan Osmotik
Akibat terdapat makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan
tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan
elektrolit kedalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang
usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
b. Gangguan Sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi air dan elektrolit kedalam rongga usus dan selanjutnya diare
timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
c. Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk
menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun
akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan
diare pula (Latief dkk, 2005 ).
Meningkatnya motilitas dan cepatnya pengosongan pada intestinal merupakan
akibat dari gangguan absorbsi dan ekskresi cairan dan elektrolit yang berlebihan.
(Suriadi, 2006)
Gastro Enteritis juga dapat terjadi karena Kuman Patogen masuk ke dalam traktus
gastro intestinal melalui makanan dan minuman yang telah terkontaminasi kuman
tersebut, kemudian merusak sel-sel mukosa usus, khususnya melibatkan ileum dan
kolon, sehingga akan terjadi peradangan.
Gastro Enteritis yang disebabkan infeksi bakteri terbagi dua yaitu :
1. Bakteri noninvasif (enterotoksigenik)
Bakteri masuk ke dalam makanan atau minuman yang tercemar oleh bakteri
tersebut. Bakteri kemudian tertelan dan masuk kedalam lambung, didalam
lambung bakteri akan dibunuh oleh asam lambung, namun bila jumlah bakteri
terlalu banyak maka akan ada yang lolos ke dalam usus 12 jari (duodenum).
Di dalam duodenum bakteri akan berkembang biak sehingga jumlahnya
mencapai 100 juta koloni atau lebih per-ml cairan usus. Dengan memproduksi
enzim muicinase bakteri berhasil mencairkan lapisan lendir yang menutupi
permukaan sel epitel usus sehingga bakteri dapat masuk ke dalam membrane
(dinding sel epitel). Di dalam membrane bakteri mengeluarkan toksin yang
disebut sub unit A dan sub unit B. Sub unit B melekat di dalam membrane dari
sub unit A dan akan bersentuhan dengan membrane sel serta mengeluarkan cAMP
(cyclic Adenosin Monophospate). cAMP berkhasiat merangsang sekresi cairan
usus di bagian kripta vili dan menghambat absorbsi cairan di bagian kripta vili,
tanpa menimbulkan kerusakan sel epitel tersebut.
Sebagai akibat adanya rangsangan sekresi cairan dan hambatan absorbsi cairan
tersebut, volume cairan didalam lumen usus akan bertambah banyak. Cairan ini
akan menyebabkan dinding usus menggelembung dan tegang dan sebagai reaksi
dinding usus akan megadakan kontraksi sehingga terjadi hipermotilitas atau
hiperperistaltik untuk mengalirkan cairan ke baeah atau ke usus besar.
Dalam keadaan normal usus besar akan meningkatkan kemampuannya untuk
menyerap cairan yang bertambah banyak, tetapi tentu saja ada batasannya. Bila
jumlah cairan meningkat sampai dengan 4500 ml (4,5 liter), masih belum terjadi
diare, tetapi bila jumlah tersebut melampaui kapasitasnya menyerap, maka akan
terjadi diare.
2. Bakteri Enteroinvasif
Diare menyebabkan kerusakan dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi, dan
bersifat sekretorik eksudatif. Cairan diare dapat bercampur lendir dan darah.
Bakteri yang termasuk dalam golongan ini adalah Enteroinvasif E. Coli (EIEC), S.
Paratyphi B, S. Typhimurium, S. Enteriditis, S. Choleraesuis, Shigela, Yersinia
dan Perfringens tipe C.
Penyebab diare lainnya, seperti parasit menyebabkan kerusakan berupa usus
besar (E. Histolytica) kerusakan vili yang penting menyerap air, elektrolit dan zat
makanan (lamdia) patofisologi kandida menyebabkan gastroenteritis belum jelas,
mungkin karena superinfeksi dengan jasad renik lain.
Pada Gastro Enteritis yang disebabkan oleh virus, lapisan mukosa usus
menjadi merah dan meradang, dan terjadi edema. Biasanya hanya terbatas pada
lapisan mukosa usus, terjadi pengrusakan terhadap sel-sel epithel yang matang dan
kemudian digantikan oleh absorbsi, yang tidak matang yang tidak dapat menyerap
karbohidrat atau gizi lain dan air secara efisien.
Mekanisme yang dilakukan virus masih belum jelas kemungkinan dengan
merusak sel epitel mukosa walaupun hanya superfisial, sehingga mengganggu
absorpsi air, dan elektrolit. Sebaliknya sel-sel kripti akan berpoliferasi dan
menyebabkan bertambahnya sekresi cairan ke dalam lumen usus. Selain itu terjadi
pula kerusakan enzim-enzim disakarida yang menyebabkan intoleransi yang
akhirnya memperlama diare.
Gastroenteritis Akut dapat terjadi disebabkan oleh infeksi langsung virus
ataupun oleh efek neurotoksik yang dihasilkan oleh bakteri. Akibatnya terjadi
peningkatan frekuensi buang air besar.
Pathway
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium meliputi :
a. Pemeriksaan Feses
1) Makroskopis dan mikroskopis.
2) pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet dinistest, bila
diduga terdapat intoleransi gula.
3) Bila diperlukan, lakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.
b. Pemeriksaan Darah
1) pH darah dan cadangan dikali dan elektrolit (Natrium, Kalium, Kalsium dan
Fosfor) dalam serum untuk menentukan keseimbangan asama basa.
2) Kadar ureum dan kreatmin untuk mengetahui faal ginjal.
c. Doudenal Intubation
Untuk mengatahui jasad renik atau parasit secara kualitatif dan kuantitatif, terutama
dilakukan pada penderita diare kronik.

8. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan medis primer diarahkan pada pengontrolan dan menyembuhkan
penyakit yang mendasari (Baughman, 2000).
1. Untuk diare ringan, tingkatkan masukan cairan per oral; mungkin diresepkan glukosa
oral dan larutan elektrolit.
2. Untuk diare sedang, obat-obatan non-spesifik, difenoksilat (Lomotif) dan loperamid
(Imodium) untuk menurunkan motilitas dari sumber-sumber non-infeksius.
3. Diresepkan antimicrobial jika telah teridentifikasi preparat infeksius atau diare
memburuk.
4. Terapi intravena untuk hidrasi cepat, terutama untuk pasien yang sangat muda atau
lansia.
Penatalaksanaan diare akut pada anak:
1. Rehidrasi sebagai prioritas utama terapi.
Ada 4 hal yang penting diperhatikan agar dapat memberikan rehidrasi yang cepat
dan akurat, yaitu:
a. Jenis cairan yang hendak digunakan.
Pada saat ini cairan Ringer Laktat merupakan cairan pilihan karena tersedia
cukup banyak di pasaran meskipun jumlah kaliumnya rendah bila
dibandingkan dengan kadar kalium tinja. Bila RL tidak tersedia dapat
diberiakn NaCl isotonik (0,9%) yang sebaiknya ditambahkan dengan 1 ampul
Nabik 7,5% 50 ml pada setiap satu liter NaCl isotonik. Pada keadaan diare
akut awal yang ringan dapat diberikan cairan oralit untuk mencegah dehidrasi
dengan segala akibatnya.
b. Jumlah cairan yang hendak diberikan.
Pada prinsipnya jumlah cairan pengganti yang hendak diberikan harus sesuai
dengan jumlah cairan yang keluar dari badan.
9. Konsep asuhan keperawatan
A. Pengkajian
Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data,analisa data dan penentuan
masalah. Pengumpulan data diperoleh dengan cara intervensi,observasi, dan
pemeriksaan fisik . Kaji data menurut Cyndi Smith Greenberg,1992 adalah :
1. Identitas klien.
2. Riwayat keperawatan.
a. Awal kejadian: Awalnya suhu tubuh meningkat,anoreksia kemudian timbul
diare.
b. Keluhan utama : Feses semakin cair,muntah,bila kehilangan banyak air dan
elektrolit terjadi gejala dehidrasi,berat badan menurun. Turgor kulit
berkurang,selaput lendir mulut dan bibir kering,frekwensi BAB lebih dari 4
kali dengan konsistensi encer
3. Riwayat kesehatan masa lalu.
4. Riwayat penyakit keluarga.
5. Diagnosis Medis dan Terapi : Gastroenteritis Akut dan terapi obat antidiare,
terapi intravena, dan antibiotic.
6. Pengkajian Pola Gordon (Pola Fungsi Kesehatan).
a. Persepsi Kesehatan : pasien tidak mengetahui penyebab penyakitnya,
higienitas pasien sehari-sehari kurang baik.
b. Nutrisi metabolic : diawali dengan mual,muntah,anopreksia,menyebabkan
penurunan berat badan pasien.
c. Pola eliminasi : akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4 kali
sehari,BAK sedikit atau jarang.
d. Aktivitas : akan terganggu karena kondisi tubuh yang lemah dan adanya nyeri
akibat distensi abdomen yakni dibantu oleh orang lain.
e. Tidur/istirahat : akan terganggu karena adanya distensi abdomen yang akan
menimbulkan rasa tidak nyaman.
f. Kognitif/perceptual : pasien masih dapat menerima informasi namun kurang
berkonsentrasi karena nyeri abdomen.
g. Persepsi diri/konsep diri : pasien mengalami gangguan konsep diri karena
kebutuhan fisiologis nya terganggu sehingga aktualisasi diri tidak tercapai
pada fase sakit.
h. Seksual/reproduksi : mengalami penurunan libido akibat terfokus pada
penyakit.
i. Peran hubungan : pasien memiliki hubungan yang baik dengan keluarga dan
peran pasien pada kehidupan sehari-hari mengalami gangguan.
j. Manajemen koping/stress : pasien mengalami kecemasan yang berangsur-
angsur dapat menjadi pencetus stress. Pasien memiliki koping yang adekuat.
k. Keyakinan/nilai : pasien memiliki kepercayaan, pasien jarang sembahyang
karena gejala penyakit.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan output berlebih
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
makanan yang tidak adekuat
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kelembapan
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri.
C. Rencana Keperawatan (Swanson,2010)
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Kekurangan volume cairan Setelah dilakukan tindakan Fluide management
berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 1. Timbang
output berlebih jam, diharapkan kebutuhan popok/pembalut jika
cairan dan elektrolit dalam diperlukan
tubuh pasien dapat teratasi 2. Pertahankan catatan
dengan kriteria hasil: intake dan output
1. Input dan output cairan yang akurat
elektrolit seimbang. 3. Monitor status
2. Menunjukkan hidrasi (kelembaban
membran mukosa membran mukosa,
lembab dan turgor nadi adekuat,
jaringan normal. tekanan ortostatik),
jika diperlukan
4. Monitor vital sign
5. Kolaborasikan
cairan IV
6. Monitor status
nutrisi
7. Dorong masukan
oral
8. Kolaborasi dengan
dokter.
Hypovolemia
Management
1. Monitor status
cairan termasuk
intake dan output
cairan
2. Monitor tingkat HB
dan hematokrit
3. Monitor respon
pasien terhadap
penambahan cairan
4. Monitor berat badan
2. Gangguan nutrisi kurang Setelah dilakukan tindakan Nutrition management
dari kebutuhan tubuh keperawatan selama 3 x 24 1. Kaji adanya alergi
berhubungan dengan intake jam, diharapkan kebutuhan makanan
makanan yang tidak nutrisi pasien dapat teratasi 2. Kolaborasi dengan
adekuat dengan kriteria hasil: ahli gizi untuk
1. Berat menentukan jumlah
badan ideal sesuai kalori dan nutrisi
dengan tinggi badan yang dibutuhkan
2. Tidak ada tanda-tanda pasien
malnutrisi 3. Anjurukan pasien
3. Menunjukan untuk meningkatkan
peningkatan fungsi intake IV
pengecapan dari 4. Anjurkan pasien
menelan untuk meningkatkan
4. Tidak protein dan vitamin
terjadi penurunan berat C
badan yang berarti 5. Berikan substansi
gula
6. Monitor jumlah
nutrisi dan
kandungan kalori
7. Berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi
Nutrition
Monitoring
1. BB pasien dalam
batas normal
2. Monitor adanya
penurunan berat
badan
3. Monitor tipe dan
jumlah aktivitas
yang biasa
dilakukan
4. Monitor interaksi
anak atau orang tua
selama makan
5. Monitor lingkungan
selama makan
6. Jadwalkan
pengobatan dan
tindakan tidak
selama jam makan
7. Monitor kulit kering
dan perubahan
pigmentasi
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor kekeringan,
rambut kusam, dan
mudah patah
10. Monitor kadar
albumin, total
protein, HB, dan
kadar HT
11. Monitor
pertumbuhan dan
perkembangan
12. Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva

3. Kerusakan integritas kulit Setelah dilakukan tindakan Pressure Management:


berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 1. Anjurkan pasien untuk
kelembapan jam, diharapkan kerusakan menggunakan pakaian
integritas kulit pasien dapat yang longgar
teratasi dengan kriteria hasi;
2. Jaga kebersihan kulit agar
1. Integritas kulit yang tetap bersih dan kering
baik bisa dipertahankan 3. Mobilisasi pasien (
(sensasi, elastisitas, ubah posisi pasien)
temperatur, hidrasi, setiap 2 jam sekali
pigmentasi 4. Oleskan lotion atau
2. Tidak ada luka atau lesi minyak/baby oil
pada kulit pada daerah tertekan
3. Perfusi jaringan baik 5. Monitor aktivitas dan
4. Menunjukkan mobilisasi pasien
pemahaman dalam 6. Memandikan pasien
proses perbaikan kulit dengan sabun dan
dan mencegah air hangat
terjadinya cidere
berulang
5. Mampu melindungi
kulit danmempertahank
an kelembaban kulit
dan perawatan alami
4 Nyeri akut berhubungan Control nyeri Manajemen nyeri
dengan agen injuri. Indicator: Aktivitas:
1. Mengenali factor 1. Lakukan pengkajian
penyebab nyeri secara
2. Adanya perubahan komperhensif
nyeri termasuk lokasi,
Level nyeri karakteristik, durasi,
Indicator: frekuensi, kualitas,
1. Nyeri berkurang dan factor presipitasi
2. Pola istirahat cukup 2. Tingkatkan istirahat
adekuat 3. Evaluasi
3. Ekspresi wajah saat pengalaman nyeri
nyeri normal masa lampau
4. Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri
Analgesic
administarton
Aktivitas:
1. Tentukan lokasi,
karakteristik,
kualitas, dan derajat
nyeri sebelum
pemberian obat
2. Cek orderan tentang
jens obat, dosis, dan
frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Monitor TTV
sebelum dan
sesudah pemebrian
analgesic

D. Evaluasi
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan mencakup pencapaian terhadap tujuan
apakah masalah teratasi atau tidak, dan apabila tidak berhasil perlu dikaji,
direncanakan dan dilaksanakan dalam jangka waktu panjang dan pendek tergantung
respon dalam keefektifan intervensi
DAFTAR PUSTAKA
Guyton & Hall. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (terjemahan). Jakarta:EGC
Muttaqin, Arif. 2010. Pengkajian Keperawatan (Aplikasi Pada Praktek Klinis). Jakarta:
Salemba Medika
Swanson, Elizabeth. dkk. 2010. Nursing Outcome Classification (NOC). Fourth Edition.
Missouri: Mosby Elsevier
Wicaksono, A. D. 2011. Pemilihan Obat dan Outcome Terapi Gastroenteritis Akut Pada
Pasien Pediatri di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr.Soeradji Tirtonegoro Klaten Tahun
2009 Jawa Tengah. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Williams & Wilkins. 2013. Nursing: Memahami Berbagai Macam Penyakit. Jakarta Barat:
Indeks.

You might also like