You are on page 1of 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masalah penyalahgunaan NAPZA semakin banyak dibicarakan baik di kota
besar maupun kota kecil di seluruh wilayah Republik Indonesia. Peredaran
NAPZA sudah sangat mengkhawatirkan sehingga cepat atau lambat
penyalahgunaan NAPZA akan menghancurkan generasi bangsa atau disebut
dengan lost generation.
Faktor individu yang tampak lebih pada kepribadian individu tersebut;
faktor keluarga lebih pada hubungan individu dengan keluarga misalnya kurang
perhatian keluarga terhadap individu, kesibukan keluarga dan lainnya; faktor
lingkungan lebih pada kurang positifnya sikap masyarakat terhadap masalah
tersebut misalnya ketidakpedulian masyarakattentang NAPZA.
Dampak yang terjadi dari faktor-faktor di atas adalah individu mulai
melakukan penyalahgunaan dan ketergantungan akan zat. Hal ini ditunjukkan
dengan makin banyaknya individu yang dirawat di rumah sakit karena
penyalahgunaan dan ketergantungan zat yaitu mengalami intoksikasi zat dan
withdrawal. Peran penting tenaga kesehatan dalam upaya menanggulangi
penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA di rumah sakit khususnya upaya
terapi dan rehabilitasi sering tidak disadari, kecuali mereka yang berminat pada
penanggulangan NAPZA.
Berdasarkan permasalahan yang terjadi di atas, maka perlunya peran serta
tenaga kesehatan khususnya tenaga keperawatan dalam membantu masyarakat
yang sedang dirawat di rumah sakit untuk meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan masyarakat tentang perawatan dan pencegahan kembali
penyalahgunaan NAPZA pada klien. Untuk itu dirasakan perlu perawat
meningkatkan kemampuan merawat klien dengan menggunakan pendekatan
proses keperawatan yaitu asuhan keperawatan klien penyalahgunaan NAPZA.

1
1.2 Tujuan
Tujuan Umum :
Setelah membaca dan mempelajari makalah ini diharapkan mahasiswa dapat
mengerti tentang asuhan keperawatan jiwa pada klien dengan penyalahgunaan
NAPZA.
Tujuan Khusus :
a. Untuk memahami Konsep Dasar tentang gangguan jiwa karena
penyalahgunaan NAPZA.
b. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan jiwa pada klien dengan
penyalahgunaan NAPZA.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian NAPZA
NAPZA merupakan akronim dari Narkoba, Psikotropika dan Zat Adiktif
lainnya yang merupakan jenis obat-obatan yang dapat mempengaruhi
gangguan kesehatan dan kejiwaan.
NAPZA secara umum adalah zat-zat kimiawi yang apabila dimasukkan
kedalam tubuh baik secara oral (diminum, dihisap, dihirup dan disedot)
maupun disuntik, dapat mempengaruhi pikiran, suasana hati, perasaan dan
perilaku seseorang.Hal ini dapat menimbulkan gangguan keadaan sosial
yang ditandai dengan indikasi negatif, waktu pemakaian yang panjang dan
pemakaian yang berlebihan.
2.2 Penyalahgunaan NAPZA
Penyalahgunaan NAPZA yaitu pemakaian obat-obatan untuk sendiri
tanpa indikasi medik, tanpa petunjuk atau resep dokter, baik secara teratur
atau berkala sekurang-kurangnya selama satu bulan. Pada penyalahgunaan
ini cenderung terjadi toleransi tubuh yaitu kecenderungan menambah dosis
obat untuk mendapat khasiat yang sama setelah pemakaian berulang.
Disamping itu menyebabkan sindroma putus obat (withdrawal) apabila
pemakaian dihentikan.
2.3 Jenis NAPZA
1. Narkotika
Narkotika adalah suatu zat atau obat yang berasal dari tanaman
maupun bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang
menyebabkan penurunan dan perubahan kesadaran, mengurangi dan
menghilangkan rasa nyeri serta dapat menimbulkan ketergantungan
secara fisik maupun psikologik.
Menurut UU No. 22 Tahun 1997 tentang narkotika, narkotika
dikelompokkan kedalam tiga golongan yaitu:
 Narkotika golongan I adalah narkotika yang dapat digunakan untuk
tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam

3
terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan
ketergantungan. Contoh: heroin, kokain, ganja.
 Narkotika golongan II adalah narkotika yang berkhasiat untuk
pengobatan, digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan
ketergantungan.
Contoh: morfin, petidin, turunan garam dalam golongan tertentu.
 Narkotika golongan III adalah narkotika yang berkhasiat dalam
pengobatan yang banyak digunakan dalam terapi dan atau tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
menyebabkan ketergantungan.
Contoh: kodein, garam-garam narkotika dalam golongan tertentu.
2. Psikotropika
Psikotropika adalah setiap bahan baik alami ataupun buatan bukan
Narkotika, yang berkhasiat psikoaktif mempunyai pengaruh selektif
pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada
aktifitas mental dan perilaku.
Menurut UU No. 5 Tahun 1997 tentang psikotropika yang dapat
dikelompokkan kedalam empat golongan:
 Psikotropika golongan I adalah psikotropika yang hanya digunakan
untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi,
serta mempunyai potensi yang amat kuat mengakibatkan sindroma
ketergantungan.
Contoh : MDMA, ekstasi, LSD, ST
 Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat
untuk pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan atau untuk
tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat
menimbulkan ketergantungan. Contoh: amfetamin, fensiklidin,
sekobarbital, metakualon, metilfenidat (Ritalin).
 Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat
pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan atau untuk

4
tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang
menyebabkan ketergantungan.
Contoh : fenobarbital dan flunitrasepam.
 Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang mempunyai
khasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan atau
untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
mengakibatkan ketergantungan.
Contoh: diazepam, klobazam, bromazepam, klonazepam,
khlordiazepoxiase, nitrazepam (BK, DUM, MG).
3. Zat Adiktif
Zat adiktif merupakan penghantar untuk memasuki dunia
penyalahgunaan Narkoba.Pada mulanya seseorang nyicip zat adiktif ini
sebelum menjadi pecandu aktif.
Zat adiktif yang akrab ditelinga masyarakat ialah nikotin dalam
rokok dan etanol dalam minuman beralkohol dan pelarut lain yang
mudah menguap seperti aseton, thiner dan lain-lain.
Dalam KEPRES tahun 1997, minuman yang mengandung etanol
yang diproses dari bahan hasil pertanian yang mengandung karbohidrat
dengan cara fermentasi dan destilasi atau fermentasi tanpa destilasi,
maupun yang diproses dengan mencampur konsentrat dengan etanol atau
dengan cara pengenceran minuman mengandung etanol.
Minuman alkohol dibagi menjadi 3 golongan sesuai dengan kadar
alkoholnya yaitu:
 Golongan A adalah minuman beralkohol dengan kadar etanol 1% -
5% Contoh : bir, greend sand.
 Golongan B adalah minuman beralkohol dengan kadar etanol 5% -
20% Contoh : anggur kolesom.
 Golongan C adalah minuman beralkohol dengan kadar etanol 20% -
55% Contoh : arak, wisky, vodka.

5
2.4 Rentang Respons Gangguan Penggunaan NAPZA
Rentang respon gangguan penggunaan NAPZA ini berfluktuasi dari
kondisi yang ringan sampai yang berat, indikator rentang respon ini
berdasarkan perilaku yang ditampakan oleh remaja dengan ganggua
penggunaan zat adiktif sebagai berikut :

Keterangan :
 Eksperimental : Kondisi pengguna taraf awal, yang disebabkan rasa
ingin tahu dari remaja. Sesuai kebutuhan pada masa tumbuh
kembangnya, ia biasanya ingin mencari pengalaman yang baru atau
sering pula dikatakan taraf coba-coba.
 Rekreasional : Penggunaan zat adiktif pada waktu berkumpul dengan
dengan teman sebaya. Misalnya pada waktu pertemuan malam
mingguan, acara ulang tahun, Penggunaan ini mempunyai tujuan
rekreasi bersama teman-temannya.
 Situasional : Mempunyai tujuan secara individual, sudah merupakan
kebutuhan bagi dirinya sendiri. Seringkali penggunaan ini merupakan
cara untuk melarikan diri atau mengatasi masalah yang dihadapi.
Misalnya individu menggunakan zat pada saat sedang konflik stress
dan frustasi.
 Penyalahgunaan : Penggunaan zat yang sudah cukup patologis, sudah
mulai digunakan secara rutin, minimal selama 1 bulan, sudah terjadi
penyimpangan perilaku mengganggu fungsi dalam peran di lingkungan
sosial : pendidikan dan pekerjaan.
 Ketergantungan : Penggunaan zat yang sudah cukup berat, telah
terjadi ketergantungan fisik dan psikologis. Ketergantungan fisik
ditandai dengan adanya Toleransi dan Syndroma putus zat ; Suatu

6
kondisi dimana individu yang yang biasa menggunakan zat adiktif
secara rutin, pada dosis tertentu menurunkan jumlah zat yang
digunakan atau berhenti memakai, sehingga menimbulkan kumpulan
gejala sesuai dengan macam zat yang digunakan, Sedangkan
Toleransi ; suatu kondisi dari individu yang mengalami peningkatan
dosis (jumlah zat), untuk mencapai tujuan yang biasa diinginkannya.
2.5 Penyebab Penyalahgunaan NAPZA
Ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang menjadi pecandu
narkoba yaitu :
 Faktor Internal
a. Faktor Kepribadian
Kepribadian seseorang turut berperan dalam perilaku ini.
Hal ini lebih cenderung terjadi pada usia remaja. Remaja yang
menjadi pecandu biasanya memiliki konsep diri yang negatif dan
harga diri yang rendah. Perkembangan emosi yang terhambat,
dengan ditandai oleh ketidakmampuan mengekspresikan emosinya
secara wajar, mudah cemas, pasif, agresif, dan cenderung depresi,
juga turut mempengaruhi. Selain itu, kemampuan untuk
memecahkan masalah secara adekuat berpengaruh terhadap
bagaimana ia mudah mencari pemecahan masalah dengan cara
melarikan diri.
b. InteligensiaHasil
Penelitian menunjukkan bahwa inteligensia pecandu yang
datang untuk melakukan konseling di klinik rehabilitasi pada
umumnya berada pada taraf di bawah rata-rata dari kelompok
usianya
c. Usia
Mayoritas pecandu narkoba adalah remaja. Alasan remaja
menggunakan narkoba karena kondisi sosial, psikologis yang
membutuhkan pengakuan, dan identitas dan kelabilan emosi;

7
sementara pada usia yang lebih tua, narkoba digunakan sebagai obat
penenang.
d. Dorongan Kenikmatan dan Perasaan Ingin Tahu
Narkoba dapat memberikan kenikmatan yang unik dan
tersendiri.Mulanya merasa enak yang diperoleh dari coba-coba dan
ingin tahu atau ingin merasakan seperti yang diceritakan oleh teman-
teman sebayanya.Lama kelamaan akan menjadi satu kebutuhan yang
utama.
e. Pemecahan Masalah
Pada umumnya para pecandu narkoba menggunakan
narkoba untuk menyelesaikan persoalan. Hal ini disebabkan karena
pengaruh narkoba dapat menurunkan tingkat kesadaran dan
membuatnya lupa pada permasalahan yang ada.
 Faktor Eksternal
a. Keluarga
Keluarga merupakan faktor yang paling sering menjadi
penyebab seseorang menjadi pengguna narkoba. Berdasarkan hasil
penelitian tim UKM Atma Jaya dan Perguruan Tinggi Kepolisian
Jakarta pada tahun 1995, terdapat beberapa tipe keluarga yang
berisiko tinggi anggota keluarganya terlibat penyalahgunaan
narkoba, yaitu:
o Keluarga yang memiliki riwayat (termasuk orang tua) mengalami
ketergantungan narkoba.
o Keluarga dengan manajemen yang kacau, yang terlihat dari
pelaksanaan aturan yang tidak konsisten dijalankan oleh ayah
dan ibu (misalnya ayah bilang ya, ibu bilang tidak).
o Keluarga dengan konflik yang tinggi dan tidak pernah ada upaya
penyelesaian yang memuaskan semua pihak yang berkonflik.
Konflik dapat terjadi antara ayah dan ibu, ayah dan anak, ibu dan
anak, maupun antar saudara.

8
o Keluarga dengan orang tua yang otoriter. Dalam hal ini, peran
orang tua sangat dominan, dengan anak yang hanya sekedar
harus menuruti apa kata orang tua dengan alasan sopan santun,
adat istiadat, atau demi kemajuan dan masa depan anak itu
sendiri – tanpa diberi kesempatan untuk berdialog dan
menyatakan ketidaksetujuannya.
o Keluarga yang perfeksionis, yaitu keluarga yang menuntut
anggotanya mencapai kesempurnaan dengan standar tinggi yang
harus dicapai dalam banyak hal.
o Keluarga yang neurosis, yaitu keluarga yang diliputi kecemasan
dengan alasan yang kurang kuat, mudah cemas dan curiga, sering
berlebihan dalam menanggapi sesuatu.
b. Faktor Kelompok Teman Sebaya (Peer Group)
Kelompok teman sebaya dapat menimbulkan tekanan
kelompok, yaitu cara teman-teman atau orang-orang seumur untuk
mempengaruhi seseorang agar berperilaku seperti kelompok itu. Peer
group terlibat lebih banyak dalam delinquent dan penggunaan
obat-obatan. Dapat dikatakan bahwa faktor-faktor sosial tersebut
memiliki dampak yang berarti kepada keasyikan seseorang dalam
menggunakan obat-obatan, yang kemudian mengakibatkan
timbulnya ketergantungan fisik dan psikologis.
c. Faktor Kesempatan
Ketersediaan narkoba dan kemudahan memperolehnya juga
dapat disebut sebagai pemicu seseorang menjadi pecandu.Indonesia
yang sudah menjadi tujuan pasar narkoba internasional,
menyebabkan obat-obatan ini mudah diperoleh. Bahkan beberapa
media massa melaporkan bahwa para penjual narkotika menjual
barang dagangannya di sekolah-sekolah, termasuk di Sekolah Dasar.
Pengalama feel good saat mencoba drugsakan semakin memperkuat
keinginan untuk memanfaatkan kesempatan dan akhirnya menjadi
pecandu. Seseorang dapat menjadi pecandu karena disebabkan oleh

9
beberapa faktor sekaligus atau secara bersamaan.Karena ada juga
faktor yang muncul secara beruntun akibat dari satu faktor tertentu.
2.6 Tanda Dan Gejala Pengaruh NAPZA
Pengaruh NAPZA pada tubuh disebut intoksikasi. Selain intoksikasi, ada
juga sindroma putus zat yaitu sekumpulan gejala yang timbul akibat
penggunaan zat yang dikurangi atau dihentikan. Tanda dan gejala intoksikasi
dan putus zat berbeda pada jenis zat yang berbeda.

2.7 DAMPAK PENYALAHGUNAAN NAPZA


Penyalahgunaan NAPZA mempunyai dampak yang sangat luas bagi
pemakainya (diri sendiri), keluarga, pihak sekolah (pendidikan), serta
masyarakat, bangsa, dan negara.
1. Bagi diri sendiri.
Penyalahgunaan NAPZA dapat mengakibatkan terganggunya
fungsi otak dan perkembangan moral pemakainya, intoksikasi
(keracunan), overdosis (OD), yang dapat menyebabkan kematian karena
terhentinya pernapasan dan perdarahan otak, kekambuhan, gangguan
perilaku (mental sosial), gangguan kesehatan, menurunnya nilai-nilai,
dan masalah ekonomi dan hukum. Sementara itu, dari segi efek dan

10
dampak yang ditimbulkan pada para pemakai narkoba dapat dibedakan
menjadi 3 golongan/jenis :
o Upper yaitu jenis narkoba yang membuat si pemakai menjadi aktif
seperti sabu-sabu, ekstasi dan amfetamin,
o Downer yang merupakan golongan narkoba yang dapat membuat
orang yang memakai jenis narkoba itu jadi tenang dengan sifatnya
yang menenangkan/sedatif seperti obat tidur (hipnotik) dan obat anti
rasa cemas,
o Halusinogen adalah napza yang beracun karena lebih menonjol sifat
racunnya dibandingkan dengan kegunaan medis.
2. Bagi keluarga.
Penyalahgunaan NAPZA dalam keluarga dapat mengakibatkan
suasana nyaman dan tentram dalam keluarga terganggu. Dimana orang
tua akan merasa malu karena memilki anak pecandu, merasa bersalah,
dan berusaha menutupi perbuatan anak mereka. Stres keluarga
meningkat, merasa putus asa karena pengeluaran yang meningkat akibat
pemakaian narkoba ataupun melihat anak yang harus berulangkali
dirawat atau bahkan menjadi penghuni di rumah tahanan maupun
lembaga pemasyarakatan.
3. Bagi pendidikan atau sekolah.
NAPZA akan merusak disiplin dan motivasi yang sangat tinggi
untuk proses belajar. Penyalahgunaan NAPZA berhubungan dengan
kejahatan dan perilaku asosial lain yang menganggu suasana tertib dan
aman, rusaknya barang-barang sekolah dan meningkatnya perkelahian.
4. Bagi masyarakat, bangsa, dan negara.
Penyalahgunaan NAPZA mengakibatkan terciptanya hubungan
pengedar narkoba dengan korbannya sehingga terbentuk pasar gelap
perdagangan NAPZA yang sangat sulit diputuskan mata
rantainya.Masyarakat yang rawan narkoba tidak memiliki daya tahan
dan kesinambungan pembangunan terancam.Akibatnya negara
mengalami kerugian karena masyarakatnya tidak produktif, kejahatan

11
meningkat serta sarana dan prasarana yang harus disediakan untuk
mengatasi masalah tersebut.
2.8 Penanggulangan Masalah NAPZA
Penanggulangan masalah NAPZA dilakukan mulai dari pencegahan,
pengobatan sampai pemulihan (rehabilitasi).
1. Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan, misalnya dengan:
o Memberikan informasi dan pendidikan yang efektif tentang
NAPZA
o Deteksi dini perubahan perilaku
o Menolak tegas untuk mencoba (“Say no to drugs”) atau “Katakan
tidak pada narkoba”

2. Pengobatan
Terapi pengobatan bagi klien NAPZA misalnya dengan
detoksifikasi. Detoksifikasi adalah upaya untuk mengurangi atau
menghentikan gejala putus zat, dengan dua cara yaitu:
o Detoksifikasi tanpa subsitusi
Klien ketergantungan putau (heroin) yang berhenti menggunakan zat
yang mengalami gajala putus zat tidak diberi obat untuk
menghilangkan gejala putus zat tersebut.Klien hanya dibiarkan saja
sampai gejala putus zat tersebut berhenti sendiri.
o Detoksifikasi dengan substitusi
Putau atau heroin dapat disubstitusi dengan memberikan jenis opiat
misalnya kodein, bufremorfin, dan metadon. Substitusi bagi
pengguna sedatif-hipnotik dan alkohol dapat dari jenis anti ansietas,
misalnya diazepam. Pemberian substitusi adalah dengan cara
penurunan dosis secara bertahap sampai berhenti sama sekali.
Selama pemberian substitusi dapat juga diberikan obat yang
menghilangkan gejala simptomatik, misalnya obat penghilang rasa

12
nyeri, rasa mual, dan obat tidur atau sesuai dengan gejala yang
ditimbulkan akibat putus zat tersebut.
3. Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah upaya kesehatan yang dilakukan secara utuh dan
terpadu melalui pendekatan non medis, psikologis, sosial dan religi agar
pengguna NAPZA yang menderita sindroma ketergantungan dapat
mencapai kemampuan fungsional seoptimal mungkin. Tujuannya
pemulihan dan pengembangan pasien baik fisik, mental, sosial, dan
spiritual.Sarana rehabilitasi yang disediakan harus memiliki tenaga
kesehatan sesuai dengan kebutuhan (Depkes, 2001).
Sesudah klien penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA menjalani
program terapi (detoksifikasi) dan konsultasi medik selama 1 (satu)
minggu dan dilanjutkan dengan program pemantapan
(pascadetoksifikasi) selama 2 (dua) minggu, maka yang bersangkutan
dapat melanjutkan ke program berikutnya yaitu rehabilitasi (Hawari,
2003). Lama rawat di unit rehabilitasi untuk setiap rumah sakit tidak
sama karena tergantung pada jumlah dan kemampuan sumber daya,
fasilitas, dan sarana penunjang kegiatan yang tersedia di rumah sakit.
Menurut Hawari (2003), bahwa setelah klien mengalami perawatan
selama 1 minggu menjalani program terapi dan dilanjutkan dengan
pemantapan terapi selama 2 minggu maka klien tersebut akan dirawat di
unit rehabilitasi (rumah sakit, pusat rehabilitasi, dan unit lainnya) selama
3-6 bulan. Sedangkan lama rawat di unit rehabilitasi berdasarkan
parameter sembuh menurut medis bisa beragam 6 bulan dan 1 tahun,
mungkin saja bisa sampai 2 tahun.. Berdasarkan pengertian dan lama
rawat di atas, maka perawatan di ruang rehabilitasi tidak terlepas dari
perawatan sebelumnya yaitu di ruang detoksifikasi.
Untuk lebih jelas dapat dilihat pada bagan di bawah ini :

13
Kenyataan menunjukkan bahwa mereka yang telah selesai menjalani
detoksifikasi sebagian besar akan mengulangi kebiasaan menggunakan
NAPZA, oleh karena rasa rindu (craving) terhadap NAPZA yang selalu
terjadi (DepKes, 2001).
Dengan rehabilitasi diharapkan pengguna NAPZA dapat:
1. Mempunyai motivasi kuat untuk tidak menyalahgunakan NAPZA
lagi
2. Mampu menolak tawaran penyalahgunaan NAPZA
3. Pulih kepercayaan dirinya, hilang rasa rendah dirinya
4. Mampu mengelola waktu dan berubah perilaku sehari-hari dengan
baik
5. Dapat berkonsentrasi untuk belajar atau bekerja
6. Dapat diterima dan dapat membawa diri dengan baik dalam
pergaulan dengan lingkungannya
Jenis program rehabilitasi:
1. Rehabilitasi Psikososial
Program rehabilitasi psikososial merupakan persiapan untuk kembali
ke masyarakat (reentry program).Oleh karena itu, klien perlu
dilengkapi dengan pengetahuan dan keterampilan misalnya dengan
berbagai kursus atau balai latihan kerja di pusat-pusat
rehabilitasi.Dengan demikian diharapkan bila klien selesai menjalani
program rehabilitasi dapat melanjutkan kembali sekolah/kuliah atau
bekerja.

14
2. Rehabilitasi Kejiwaan
Dengan menjalani rehabilitasi diharapkan agar klien rehabilitasi yang
semua berperilaku maladaptif berubah menjadi adaptif atau dengan
kata lain sikap dan tindakan antisosial dapat dihilangkan, sehingga
mereka dapat bersosialisasi dengan sesama rekannya maupun
personil yang membimbing dan mengasuhnya. Meskipun klien telah
menjalani terapi detoksifikasi, seringkali perilaku maladaptif tadi
belum hilang, keinginan untuk menggunakan NAPZA kembali atau
craving masih sering muncul, juga keluhan lain seperti kecemasan
dan depresi serta tidak dapat tidur (insomnia) merupakan keluhan
yang sering disampaikan ketika melakukan konsultasi dengan
psikiater. Oleh karena itu, terapi psikofarmaka masih dapat
dilanjutkan, dengan catatan jenis obat psikofarmaka yang diberikan
tidak bersifat adiktif (menimbulkan ketagihan) dan tidak
menimbulkan ketergantungan. Dalam rehabilitasi kejiwaan ini yang
penting adalah psikoterapi baik secara individual maupun secara
kelompok.Untuk mencapai tujuan psikoterapi, waktu 2 minggu
(program pascadetoksifikasi) memang tidak cukup; oleh karena itu,
perlu dilanjutkan dalam rentang waktu 3 – 6 bulan (program
rehabilitasi).Dengan demikian dapat dilaksanakan bentuk psikoterapi
yang tepat bagi masing-masing klien rehabilitasi. Yang termasuk
rehabilitasi kejiwaan ini adalah psikoterapi/konsultasi keluarga yang
dapat dianggap sebagai rehabilitasi keluarga terutama keluarga
brokenhome.Gerber (1983 dikutip dari Hawari, 2003) menyatakan
bahwa konsultasi keluarga perlu dilakukan agar keluarga dapat
memahami aspek-aspek kepribadian anaknya yang mengalami
penyalahgunaan NAPZA.
3. Rehabilitasi Komunitas
Berupa program terstruktur yang diikuti oleh mereka yang tinggal
dalam satu tempat.Dipimpin oleh mantan pemakai yang dinyatakan

15
memenuhi syarat sebagai koselor, setelah mengikuti pendidikan dan
pelatihan.Tenaga profesional hanya sebagai konsultan saja. Di sini
klien dilatih keterampilan mengelola waktu dan perilakunya secara
efektif dalam kehidupannya sehari-hari, sehingga dapat mengatasi
keinginan mengunakan narkoba lagi atau nagih (craving ) dan
mencegah relaps. Dalam program ini semua klien ikut aktif dalam
proses terapi. Mereka bebas menyatakan perasaan dan perilaku
sejauh tidak membahayakan orang lain. Tiap anggota bertanggung
jawab terhadap perbuatannya, penghargaan bagi yang berperilaku
positif dan hukuman bagi yang berperilaku negatif diatur oleh
mereka sendiri.
4 . Rehabilitasi Keagamaan
Rehabilitasi keagamaan masih perlu dilanjutkan karena waktu
detoksifikasi tidaklah cukup untuk memulihkan klien rehabilitasi
menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinan agamanya masing-
masing. Pendalaman, penghayatan, dan pengamalan keagamaan atau
keimanan ini dapat menumbuhkan kerohanian ( spiritual power )
pada diri seseorang sehingga mampu menekan risiko seminimal
mungkin terlibat kembali dalam penyalahgunaan NAPZA apabila
taat dan rajin menjalankan ibadah, risiko kekambuhan hanya 6,83%;
bila kadang-kadang beribadah risiko kekambuhan 21,50%, dan
apabila tidak sama sekali menjalankan ibadah agama risiko
kekambuhan mencapai 71,6%.
2.9 Asuhan Keperawatan Pada Klien Penyalahgunaan NAPZA
1. PENGKAJIAN
o Identitas Klien
Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan kontrak
dengan klien tentang: nama klien, panggilan klien, jenis kelamin
(pria > wanita), usia (biasanya pada usia produktif), pendidikan
(segala jenis/ tingkat pendidikan beresiko menggunakan NAPZA),
pekerjaan (tingkat keseriusan/ tuntutan dalam pekerjaannya dapat

16
menimbulkan masalah), status (belum menikah, menikah atau
bercerai), kemudian nama perawat, tujuan, waktu, tempat
pertemuan, topik yang akan dibicarakan.
o Alasan Masuk
Biasanya karena timbul gejala-gejala penyalahgunaan NAPZA
(fsikososial) atau mungkin klien mengatakan tidak tahu, karena yang
membawanya ke RS adalah keluarganya.Alasan masuk tanyakan
kepada klien dan keluarga.
o Faktor Predisposisi
Kaji hal-hal yang menyebabkan perubahan perilaku klien menjadi
pecandu/ pengguna NAPZA, baik dari pasien maupun keluarga.
o Fisik
Pengkajian fisik difokuskan pada sistem dan fungsi organ akibat
gejala yang biasa timbul dari jenis NAPZA yang digunakan seperti
tanda-tanda vital, berat badan,dll.
o Psikososial
Genogram
Buatlah genogram minimal tiga gcncrasi yang dapat menggambarkan
hubungan klien dan keluarga.
Konsep diri
Gambaran diri : Klien mungkin merasa tubuhnya baik-baik saja
Identitas : Klien mungkin kurang puas terhadap dirinya
sendiri
Peran : Klien merupakan anak pertama dari dua
bersaudara
Ideal diri : Klien menginginkan keluarga dan orang lain
menghargainya
Harga diri : Kurangnya penghargaan keluarga terhadap
perannya

17
Hubungan social
Klien penyalahgunaan NAPZA biasanya menarik diri dari aktivitas
keluarga maupun masyarakat.Klien sering menyendiri, menghindari
kontak mata langsung, sering berbohong dan lain sebagainya.
Spiritual
Nilai dan keyakinan : Menurut masyarakat, NAPZA tidak baik
untuk kesehatan.
Kegiatan ibadah : Tidak menjalankan ibadah selama
menggunakan NAPZA.

o Status Mental
Penampilan.
Penampilan tidak rapi, tidak sesuai dan cara berpakaian tidak seperti
biasanya dijelaskan.
Pembicaraan
Amati pembicaraan yang ditemukan pada klien, apakah cepat, keras,
gagap, membisu, apatis dan atau lambat.Biasanya klien menghindari
kontak mata langsung, berbohog atau memanipulasi keadaa,
bengong/linglung.
Aktivitas motorik
Klien biasanya menunjukkan keadaan lesu, tegang, gelisah, agitasi,
Tik, grimasen, termor dan atau komfulsif akibat penggunaan atau
tidak menggunakan NAPZA
Alam perasaan
Klien bisa menunjukkan ekspresi gembira berlebihan pada saat
mengkonsumsi jenis psikotropika atau mungkin gelisah pada
pecandu shabu.
Afek

18
Pada umumnya, afek yang muncul adalah emosi yang tidak
terkendai.Afek datar muncul pada pecandu morfin karena mengalami
penurunan kesadaran.
lnteraksi selama wawancara
Secara umum, sering menghindari kontak mata dan mudah
tersingung.Pecandu amfetamin menunjukkan perasaan curiga.
Persepsi.
Pada pecandu ganja dapat mengalami halusinasi pengelihatan
Proses pikir
Klien pecandu ganja mungkin akan banyak bicara dan tertawa
sehingga menunjukkan tangensial. Beberapa NAPZA menimbulkan
penurunan kesadaran, sehingga klien mungkin kehilangan asosiasi
dalam berkomunikasi dan berpikir.
lsi pikir
Pecandu ganja mudah percaya mistik, sedangkan amfetamin
menyebabkan paranoid sehingga menunjukkan perilaku phobia.
Pecandu amfetamin dapat mengalami waham curiga akibat
paranoidnya.
Tingkat kesadaran
Menunjukkan perilaku bingung, disoreientasi dan sedasi akibat
pengaruh NAPZA.
Memori.
Golongan NAPZA yang menimbulkan penurunan kesadaran
mungkin akan menunjukkan gangguan daya ingat jangka pendek.
Tingkat konsentrasi dan berhitung
Secara umum klien NAPZA mengalami penurunan
konsentrasi.Pecandu ganja mengalami penurunan berhitung.
Kemampuan penilaian
Penurunan kemampuan menilai terutama dialami oleh klien
alkoholik.Gangguan kemampuan penilaian dapat ringan maupun
bermakna.

19
Daya tilik diri
Apakah mengingkari penyakit yang diderita atau menyalahkan hal-
hal diluar dirinya.
o Kebutuhan Persiapan Pulang
Lakukan observasi tentang
1. Makan
2. BAB/BAK
3. Mandi
4. Berpakaian
5. lstirahat dan tidur
6. Penggunaan obat
7. Pemeliharaan kesehatan
8. Kegiatan di dalam rumah
9. Kegiatan di luar rumah
o Mekanisme Koping
Maladaptif.
o Masalah Psikososial dan Lingkungan
Klien NAPZA tentu bermasalah dengan psikososial maupun
lingkungannya.
o Pengetahuan Kurang
Biasanya tentang mekanisme koping dan akibat penyalahgunaan
NAPZA
o Aspek Medik
Sesuaikan dengan terapi medik yang diberikan.

20
2. POHON MASALAH

Resiko Perilaku Kekerasan

Intoksikasi

Penyalahgunaan Zat

Harga Diri Rendah

Gangguan Konsep Diri

Koping Individu Tidak Efektif

3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Resiko perilaku kekerasan
Intoksikasi
Penyalahgunaan zat
Harga diri rendah
Gangguan konsep diri
Koping individu tidak efektif
4. INTERVENSI

21
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Dari hasil uraian pembahasan makalah ini dapat disimpulkan bahwa banyak sekali
dampak atau bahaya yang ditimbulkan dari pemakaian napza. Napza adalah
Narkotika, Alkohol, Psikotropika dan Zat Adiktif, NAPZA dibagi menjadi:

A. Narkotika Adalah zat atau obat yang dapat menyebabkan penurunan atau pe-
rubahan kesadaran dan dapat menyebabkan hilangnya rasa atau mengurangi nyeri
dan dapat menimbulkan rasa ketergantungan.Contoh narkotika :
Opioid, Kokain

B. Alkohol adalah cairan yang dihasilkan dari fermentasi atau peragian dan men-
gandung etanol. Cairan yang mengandung etanol yang tinggi disebut minuman
keras dan bila diminum memabukkan dan merusak tubuh.

C. Psikotropika Adalah zat atau obat yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh
selektif pada susunan saraf pusat. Contoh Psikotropika : Ekstasi, Sabu-sabu, Kan-
abis

D. Zat adiktif lainnya Adalah zat atau obat yang berpotensi menimbulkan rasa
ketergantungan. Contoh zat adiktif : Inhalasi, Nikotin, Kafein

Secara umum, NAPZA dibedakan dari efek yang dihasilkannya, yaitu :

a. Stimulan (Perangsang).

b. Anti Depresan.

c. Halusinogen.

22
3.2 SARAN-SARAN

Saya sebagai penulis menyadari bahwa dalam pembuatan dan penyusunan


makalah ini masih banyak kekurangan maka dari itu penulis mengaharapkan saran
dan kritikan yang bersifat membangun dari pembaca, tidak lupa penulis mengu-
capkan terima kasih atas dukungan dan dorongan dari semua teman-teman yang
telah membantu juga kepada pihak-pihak yang telah meluangkan waktunya se-
hingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik.

Penulis berharap semoga dengan makalah ini dapat menyadarkan pentingnya


menjauhkan diri dari NAPZA yang dapat merusak tubuh dan juga tidak hanya
akan merugikan diri sendiri tapi juga kepada orang lain. Penulis berharap agar
generasi muda menjauhi, tidak mengkonsumsi narkoba karena akan mengaki-
batkan kecanduan, bahkan kematian. Semoga makalah yang telah penulis buat da-
pat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.

23
DAFTAR PUSTAKA

Joewana, S. (2005).Gangguan Mental dan Prilaku Akibat Penggunaan Zat


Psikoaktif (Edisi 2).Jakarta : EGC.

Hawari, D. H. (2009).Penyalahgunaan Dan Ketergantungan Naza(Edisi Kedua).


Jakarta : FK. UI.

Doenges, Marilynn E., et all. 2007. Rencana Asuhan Keperawatan Psikiatri Edisi
3. Jakarta: EGC

Keliat, Budi A., dkk. 2011. Manajemen Kasus Gangguan Jiwa CMHN (Interme-
diate Course). Jakarta: EGC

Martono lydia harlina, dkk. 2006. Pemulihan pecandu narkoba berbasis


masyarakat. Jakarta: Balai Pustaka.

Saddock, Benjamin J. dan Virginia A. Saddock. 2010. Buku Ajar Psikiatri Klinis
Edisi 2. Jakarta: EGC.

24

You might also like