You are on page 1of 15

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN

GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN PADA KASUS ILEUS


OBSTRUKTIF DI RUANG GILI TRAWANGAN RSUP NTB

1. Konsep Dasar Teori


1.1 Definisi
Ileus adalah suatu kondisi hipomotilitas (kelumpuhan) saluran
gastrointestinal tanpa disertai adanya obstruksi mekanik pada intestinal.
Pada kondisi klinik sering disebut dengan ileus paralitik. Obstruksi Ileus
adalah gangguan aliran normal isi usus sepanjang saluran usus. (Selvia
A.Price, 2007).
Illeus adalah obstruksi intestinal, khususnya menyebabkan gangguan
peristaltik usus. Biasanya terjadi akibat gangguan pada stimulasi saraf usus.
Gejala utama ileus adalah nyeri, distensi abdomen, konstipasi dan muntah-
muntah (muntahnya dapat mengandunng bahan feses). (Barbara, F. W,
2006)
Ileus adalah obstruksi usus yang ditandai oleh distensi abdomen,
muntah dan tidak ada nyeri. (Chris, B, 2009).
1.2 Klasifikasi
a. Ileus Obstruktif
Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus
dimana merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau
menganggu jalannya isi usus (Sabara, 2007). Suatu penyebab fisik
menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh peristaltik. Ileus obstruktif
ini dapat akut seperti pada hernia stragulata atau kronis akibat karsinoma
yang melingkari. Misalnya intusepsi, tumor polipoid dan neoplasma
stenosis, obstruksi batu empedu, striktura, perlengketan, hernia dan
abses.
b. Ileus Paralitik
Ileus paralitik adalah ileus yang disebabkan gerakan (peristaltik)
usus yang menghilang, disini tidak ada sumbatan. Ileus paralitik adalah
istilah gawat abdomen atau gawat perut yang biasanya timbul mendadak
dengan nyeri sebagai keluhan utama karena usus tidak dapat bergerak
(mengalami motilitas) dan menyebabkan pasien tidak dapat buang air
besar. Obstruksi yang terjadi karena suplai saraf ototnom mengalami
paralisis dan peristaltik usus terhenti sehingga tidak mampu mendorong
isi sepanjang usus. Contohnya amiloidosis, distropi otot, gangguan
endokrin seperti diabetes mellitus, atau gangguan neurologis seperti
penyakit parkinson.
1.3 Etiologi
1.3.1 Illeus obstruktif
a. Kelainan di dalam lumen usus akibat benda asing
b. Kelainan pada dinding usus seperti stenosis, resiao congenital
strictora.
1.3.2 Illeus paralytica
a. Kimiawi seperti obat-obatan dan alkohol
b. Gangguan saraf usus
c. Gangguan metabolik
1.4 Manifestasi Klinis
Gejala-gejala penting dari obstruksi Ileus adalah :
a. Nyeri daerah umbilicus
b. Muntah, sering terjadi bila obstruksi pada usus halus bagian atas
c. Dehidrasi
d. Konstipasi absolut
e. Distensi abdomen
f. BAB darah dan lendir tapi tidak ada feses dan flatus
1.5 Patofisiologi
Semua peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus
adalah sama, tanpa memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh
penyebab mekanik atau non mekanik. Perbedaan utama adalah pada
obstruksi paralitik peristaltik dihambat dari permulaan, sedangkan pada
obstruksi mekanik peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermitten,
dan akhirnya hilang. Sekitar 6-8 liter cairan diekskresikan ke dalam saluran
cerna setiap hari. Sebagian besar cairan diasorbsi sebelum mendekati
kolon. Perubahan patofisiologi utama pada obstruksi usus adalah adanya
lumen usus yang tersumbat, ini menjadi tempat perkembangan bakteri
sehingga terjadi akumulasi gas dan cairan (70% dari gas yang tertelan).
Akumulasi gas dan cairan dapat terjadi di bagian proksimal atau distal usus.
Apabila akumulasi terjadi di daerah distal mengakibatkan terjadinya
peningkatan tekanan intra abdomen dan intra lumen. Hal ini dapat
meningkatkan terjadinya peningkatan permeabilitas kapiler dan ekstravasasi
air dan elektrolit di peritoneal. Dengan peningkatan permeabilitas dan
ekstravasasi menimbulkan retensi cairan di usus dan rongga peritoneum
mengakibatakan terjadi penurunan sirkulasi dan volume darah. Akumulasi
gas dan cairan di bagian proksimal mengakibatkan kolapsnya usus sehingga
terjadi distensi abdomen. Terjadi penekanan pada vena mesenterika yang
mengakibatkan kegagalan oksigenasi dinding usus sehingga aliran darah ke
usus menurun, terjadilah iskemi dan kemudian nekrotik usus. Pada usus
yang mengalami nekrotik terjadi peningkatan permeabilitas kapiler dan
pelepasan bakteri dan toksin sehingga terjadi perforasi. Dengan adanya
perforais akan menyebabkan bakteri akan masuk ke dalam sirkulasi
sehingga terjadi sepsis dan peritonitis.
Masalah lain yang timbul dari distensi abdomen adalah penurunan
fungsi usus dan peningkatan sekresi sehingga terjadi peminbunan di intra
lumen secara progresif yang akan menyebabkan terjadinya retrograde
peristaltic sehingga terjadi kehilangan cairan dan elektrolit. Bila hal ini tidak
ditangani dapat menyebabkan syok hipovolemik. Kehilangan cairan dan
elektrolit yang berlebih berdampak pada penurunanan curah jantung
sehingga darah yang dipompakan tidak dapat memenuhi kebutuhan seluruh
tubuh sehingga terjadi gangguan perfusi jaringan pada otak, sel dan ginjal.
Penurunan perfusi dalam sel menyebabkan terjadinya metabolisme anaerob
yang akan meningkatkan asam laktat dan menyebabkan asidosis metabolic.
Bila terjadi pada otak akan menyebabkan hipoksia jaringan otak, iskemik
dan infark. Bila terjadi pada ginjal akan merangsang pertukaran natrium dan
hydrogen di tubulus prksimal dan pelepasan aldosteron, merangsang sekresi
hidrogen di nefron bagian distal sehingga terjadi peningaktan reabsorbsi
HCO3- dan penurunan kemampuan ginjal untuk membuang HCO3. Hal ini
akan menyebabkan terjadinya alkalosis metabolic.
1.6 Pathway
Kelainan pada usus akibat benda asing,
gangguan metabolik, gangguan saraf
usus

Lumen usus tersumbat P↓ atau hilangnya peristaltik usus

Perkembangan bakteri

Distensi abdomen
Akumulasi cairan dan gas

Distal Proksimal Gangguan absorbsi

P↑ tekanan intra abdomen


Kolaps usus dan
dan intra lumen P↓ suplai nutrisi
distensi abdomen
dalam jaringan

P↑ pemeabilitas Penekanan
Penekanan vena pada lambung
kapiler dan
mesenterika
ekstravasi air P↓ metabolisme
dan elektrolit
Kegagalan oksigenasi Mual dan muntah
Retensi cairan dinding usus
di usus

P↓aliran darah
ke usus Resti nutrisi
P↓ cairan
intravaskuler kurang dari
kebutuhan tubuh
Iskemik dan
nekrotik usus
Rx. Kekurangan
volume cairan
Perforasi
Gg. Eliminasi: Nyeri
dinding usus
konstipasi

Sumber: Modifikasi Pierce and Wilson, 2007


1.7 Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Peningkatan kadar Haemoglobin (indikasi dari dehidrasi),
leukositosis, peningkatan PCO2 / asidosis metabolik.
b. Foto polos abdomen (BOF)
Dengan posisi tegak atau lateral dekubitus tampak distensi usus
proksimal dari hambatan dan fenomena anak tangga. Pada volvulus
sigmoid tampak sigmoid yang distensi berbentuk U yang terbalik dan
dapat juga di dapatkan :
1) Gambaran usus melebar (Darm Courtur)
2) Gambaran seperti duri ikan
3) Gambaran seperti anak tangga (Air Fluid Level)
c. Pemeriksaan CT scan
Dikerjakan secara klinis dan foto polos abdomen dicurigai adanya
strangulasi. CT scan akan mempertunjukkan secara lebih teliti adanya
kelainan pada dinding usus (obstruksi komplet, abses, keganasan),
kelainan mesenterikus, dan peritoneum. Pada pemeriksaan ini dapat
diketahui derajat dan lokasi dari obstruksi.
d. Pemeriksaan radiologi dengan barium enema.
Pemeriksaan ini mempunyai suatu peran terbatas pada klien dengan
obstruksi usus halus. Pengujian enema barium terutama sekali
bermanfaat jika suatu obstruksi letak rendah yang tidak dapat pada
pemeriksaan foto polos abdomen.
e. Pemeriksaan USG.
Pemeriksaan ini akan mempertunjukkan gambaran penyebab dari
obstruksi.
1.8 Komplikasi
a. Peritonitis
Peritonitis adalah inflamasi pada peritoneum yang biasanya di
akibatkan oleh infeksi bakteri, organisme yang berasal dari penyakit
saluran pencernaan.
b. Syok hipovolemia
Syok hipovolemik adalah suatu keadaan akut dimana tubuh
kehilangan cairan dengan cepat, cairan ini dapat berupa darah, plasma,
dan elektrolit sehingga dapat mengakibatkan multiple organ failure
akibat perfusi yang tidak adekuat.
c. Perforasi usus
Perforasi usus adalah suatu keadaan terbentuknya lubang pada
dinding usus sehingga menyebabkan kebocoran isi usus ke dalam
rongga perut.
d. Nekrosis usus
Nekrosis usus adalah suatu keadaan dimana terjadi kematian pada
sel-sel jaringan pada usus.
1.9 Penatalaksanaan
a. Dekompresi dengan pipa lambung.
b. Pemasangan infus untuk koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit
juga keseimbangan asam basa.
c. Latihan direncanakan untuk membantu mengurangi ansietas dan
meningkatkan motilitas usus
d. Koreksi bedah, tindakan bedah yang di lakukan sesuai dengan kelainan
patologinya.
e. Antibiotika profilaksis atau terapeutik tergantung proses patologi
penyebabnya.

2. Konsep Dasar Askep


2.1 Pengkajian
1. Data Biografi
Data biografi pasien biasanya meliputi nama, alamat, umur, agama,
suku/bangsa,pekerjaan, tanggal MRS dan diagnosa medis.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Biasanya tidak bisa BAB dan nyeri lokal pada perut.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya pasien datang ke RS dengan keluhan tidak bisa BAB
selama 3 hari, perut kembung dan terasa nyeri pada perut.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada RPS dikaji adanya riwayat pembedahan abdominal, jenis
pembedahan, adanya penyakit sistemik yang memperberat, seperti
adanya sepsis, gangguan metabolik, prosedur bedah saraf, dan
trauma abdominal berat.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Kaji apakah ada keluarga yang menderita penyakit yang sama
dan apakah ada eluarga yang memounyai riwayat penyakit
keturunan seperti DM, hipertensi dan penyakit jantung.
e. Riwayat Bio-Psiko-Sosial Spiritual
1) Aktivitas atau istirahat
Gejala : Kelelahan dan ngantuk.
Tanda : Kesulitan ambulasi
2) Sirkulasi
Gejala : Takikardia, pucat, hipotensi (tanda syok)
3) Eliminasi
Gejala : Distensi abdomen, ketidakmampuan defekasi dan
Flatus
Tanda : Perubahan warna urine dan feces
4) Nutrisi
Gejala : anoreksia, mual, muntah dan haus terus menerus
Tanda : muntah berwarna hitam dan fekal, membran
mukosa pecah- pecah, kulit buruk.
5) Nyeri atau Kenyamanan
Gejala : Nyeri abdomen terasa seperti gelombang dan bersifat
kolik
Tanda : Distensi abdomen dan nyeri tekan
6) Pernapasan
Gejala : Peningkatan frekuensi pernafasan
Tanda : Napas pendek dan dangkal
3. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
Tampak simetris, tidak tampak lesi, tidak tampak pembesaran pada
kepala, tidal teraba massa, tidak ada nyeri tekan.
b. Mata
Tampak simetris, sklera tampak bersih, konjungtiva tidak anemis,
tidak ada lesi, tidak ada nyeri tekan.
c. Hidung
Tampak simetris, septum tampak utuh, tidak ada lesi, tidak ada
pernafasan cuping hidung, tidak teraba massa, tidak ada nyeri tekan.
d. Mulut
Mukosa bibir tampak kering, tidak ada lesi, tudak ada nyeri tekan.
e. Telinga
Aurikula tampak utuh, tidak tampak lesi, tidak ada nyeri tekan.
f. Leher
Tidak tampak pembesan kelenjar tiroid, tidak tampak lesi, tidak
teraba massa, tidak ada nyeri tekan.
g. Thorax
Tampak simetris, tidak tampak pembesaran, gerakan dinding dada
simetris, tidak ada lesi, tidak teraba massa, tidak ada nyeri tekan,
perkusi terdengar sonor, auskultasi terdengar vesikuler.
h. Abdomen
Tampak kembung, tidak tampak lesi, tidak teraba massa, terdapat
nyeri tekan, perkusi terdengar tympani, aukultasi bising usus
menurun atau tidak ada (bising usus normal 12x/mnt).
i. Ekstremitas
Tidak ada lesi, tidak ada fraktur, tidak ada nyeri tekan
4. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium
Peningkatan kadar Haemoglobin (indikasi dari dehidrasi),
leukositosis, peningkatan PCO2 / asidosis metabolik.
b. Foto polos abdomen (BOF) dengan posisi tegak atau lateral
dekubitus tampak distensi usus proksimal dari hambatan dan
fenomena anak tangga. Pada volvulus sigmoid tampak sigmoid yang
distensi berbentuk U yang terbalik dan dapat juga di dapatkan :
4) Gambaran usus melebar (Darm Courtur)
5) Gambaran seperti duri ikan
6) Gambaran seperti anak tangga (Air Fluid Level)
c. Pemeriksaan CT scan, dikerjakan secara klinis dan foto polos
abdomen dicurigai adanya strangulasi. CT scan akan
mempertunjukkan secara lebih teliti adanya kelainan pada dinding
usus (obstruksi komplet, abses, keganasan), kelainan mesenterikus,
dan peritoneum. Pada pemeriksaan ini dapat diketahui derajat dan
lokasi dari obstruksi.
d. Pemeriksaan radiologi dengan barium enema. Pemeriksaan ini
mempunyai suatu peran terbatas pada klien dengan obstruksi usus
halus. Pengujian enema barium terutama sekali bermanfaat jika
suatu obstruksi letak rendah yang tidak dapat pada pemeriksaan foto
polos abdomen.
e. Pemeriksaan USG. Pemeriksaan ini akan mempertunjukkan
gambaran penyebab dari obstruksi.

2.2 Diagnosa
a. Nyeri b.d. perforasi usus, distensi abdomen
b. Gangguan eliminasi: konstipasi b.d. hipomotilitas/kelumpuhan
intestinal, penurunan peristaltik usus
c. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual, muntah,
demam dan gangguan absorbsi oleh usus
d. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual, muntah, intake
makanan, inadekuat.
2.3 Intervensi
a. Nyeri b.d. perforasi usus, distensi abdomen
Tujuan : menunjukkan rasa nyeri berkurang sampai hilang
Kriteria hasil :
- Nyeri berkurang sampai hilang.
- Ekspresi wajah rileks.
- TTV dalam batas normal.
- Skala nyeri 3-0 (0-10)
Intervensi Rasional

1. Observasi status nyeri (lokasi, 1. Memberikan data dasar untuk


lamanya intensitas skala nyeri 0- mengevaluasi kebutuhan atau
10). keefektifan intervensi
2. Untuk mengenali indikasi
2. Observasi tanda-tanda vital kemajuan atau penyimpangan
hasil yang diharapkan
3. Memberikan data yang akurat
3. Observasi respon verbal dan non
tentang nyeri yang dirasakan
verbal terhadap nyeri
4. Mengalihkan atau mengurangi
4. Anjurkan pasien untuk
nyeri yang dirasakan pasien.
menggunakan tehnik pengalihan
saat merasa nyeri hebat
5. Analgetik dapat membantu
5. Kolaborasi dengan medic untuk
mengurangi rasa nyeri
terapi analgetik

b. Gangguan eliminasi: konstipasi b.d hipomotilitas/kelumpuhan


intestinal, penurunan peristaltik usus
Tujuan : peristaltik usus meningkat atau normal
Kriteria hasil:
- Laporan pasien sudah mampu flatus dan keinginan untuk
melakukan BAB.
- Bising usus terdengar normal, frekuensi 12x / menit.
- Gambaran foto polos abdomen tidak terdapat adanya akumulasi gas
di dalam intestinal.
Intervensi Rasional

1. Observasi factor predisposisi 1. Mengetahui faktor


terjadinya ileus. predisposisi untuk intervensi
selanjutnya
2. Monitoring status cairan. 2. Penurunan volume cairan
akan meningkatkan resiko
ileus semakin parah karena
terjadi gangguan elektrolit.
3. Evaluasi secara berkala laporan 3. Pemantauan secara rutin
pasien tentang flatus dan dapat memberikan data dasar
periksa kondisi bising usus. tentang perkembangan pasien
4. Lakukan teknik ambulasi. 4. Mencegah pembentukan
atelektasis, obstruksi vena
profunda, dan pneumonia.
5. Kolaborasi : 5. Alvimopan ini ditunjukkan
Opioid antagonis selektif. untuk membantu mencegah
ileus post operatif reseksi
usus
c. Resiko ketidakseimbangan cairan tubuh b.d. keluar cairan tubuh dari
muntah, ketidakmampuan absorpsi air oleh intestinal.
Tujuan : Tidak terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
Kriteria evaluasi :
- Pasien tidak mengeluh pusing, membrane mukosa lembap, turgor
kulit normal.
- TTV dalam batas normal.
- Produksi urin > 600 ml/hari.
- Laboratorium : Nilai elektrolit normal.
Intervensi Rasional

1. Monitoring status cairan (turgor 1. Penurunan volume cairan


kulit, membrane mukosa, urine mengakibatkan menurunnya
output). produksi urin, monitoring yang ketat
pada produksi urin < 600 ml/hari
merupakan tanda-tanda terjadinya
syok hipovolemik.
2. Observasi sumber kehilangan 2. Kehilangan cairan dari muntah dapat
cairan. disertai dengan keluarnya natrium
via oral yang juga akan
meningkatkan resiko gangguan
elektrolit.
3. Dokumentasikan intake dan 3. Sebagai data dasar dalam pemberian
output cairan. terapi cairan dan pemenuhan hidrasi
tubuh secara umum.
4. Monitor TTV secara berkala. 4. Hipotensi dapat terjadi pada
hipovolemi yang memberikan
manifestasi sudah terlibatnya system
kardiovaskular untuk melakukan
kompensasi mempertahankan
tekanan darah.
5. Kaji warna kulit, suhu, sianosis, 5. Mengetahui adanya pengaruh
nadi perifer dan diaphoresis adanya peningkatan tahanan perifer.
secara teratur. 6. - Jalur yang paten penting
6. Kolaborasi : untuk pemberian cairan cepat dan
- Pertahankan pemberian cairan memudahkan perawat dalam
secara intravena. melakukan control intake dan
- Evaluasi kadar elektrolit. output cairan.
- Sebagai deteksi awal menghindari
gangguan elektrolit sekunder dari
muntah pada pasien peritonitis.
d. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d.
kurangnya intake makanan yang adekuat.
Tujuan : Asupan nutrisi tetap optimal sesuai kebutuhan tubuh
Kriteria evaluasi :
- Bising usus kembali normal dengan frekuensi 12x/menit.
- Pasien bisa menghabiskan porsi makanan yang disediakan RS
- Gejala kembung dan distensi abdomen menurun atau hilang
- Tidak terjadi penurunan BB yang signifikan
Intervensi Rasional

1. Evaluasi secara berkala kondisi 1. Sebagai data dasar teknik


motilitas usus. pemberian asupan nutrisi.
2. Hindari intake apapun secara oral. 2. Umumnya, menunda intake
makanan oral sampai tanda klinis
ileus berakhir.
3. Berikan nutrisi parenteral. 3. Pemberian enteral diberikan
secara hati-hati dan lakukan
secara bertahap sesuai tingkat
toleransi dari pasien.
4. Pantau intake dan output, 4. Berguna untuk mengukur
anjurkan untuk timbang berat keefektifan nutrisi dan dukungan
badan secara periodik cairan.
5. Lakukan perawatan mulut. 5. Intervensi ini untuk menurunkan
resiko infeksi oral.
6. Kolaborasi dengan ahli gizi 6. Ahli gizi harus terlibat dalam
mengenai jenis nitrisi yang akan penentuan komposisi dan jenis
digunakan pasien. makanan yang akan diberikan
sesuai dengan kebutuhan
individu.
2.4 Implementasi
Pelaksanaan asuhan kerawatan merupakan realisasi dari pada rencana
tindakan keperawatan yang telah di terapkan meliputi tindakan idependent,
dependetn, interdependent. Pada pelaksanaan terdiri dari bebrapa kegiatan,
validasi, rencana keperawatan, mendokumentasikan rencana keperawatan
memberikan asuhan keperawatan dan pengumpulan data, (Susan Martin,
1998).
2.5 Evaluasi
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematik
dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan
dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan
tenaga kesehatan lainnya.
Hasil yang diharapkan setelah dilakukan tindakan keperawatan adalah
sebagai berikut :
a. Nyeri berkurang atau hilang
b. Kemampuan motilitas pasien meningkat dan konstipasi dapat teratasi
c. Tidak terjadi ketidakseimbangan cairan tubuh
d. Asupan nutrisi tubuh optimal
DAFTAR PUSTAKA

Aplikasi Asuhan Keperawatan Bedasarkan NANDA & NIC-NOC Edisi Revisi.


(2012). Yogyakarta: Media Hardy

Brooker, Chris. (2009). Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta: EGC

Doengoes, Marilynn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran, EGC.

Price & Wilson, (2007). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi
6, Volume1. Jakarta: EGC.

Weller, Barbara F. (2006). Kamus Saku Perawat Edisi 22. Jakarta: EGC

You might also like