You are on page 1of 16

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

OVERDOSIS

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4

ANDI ARDIANSYAH
RULYANIS
SRI HARTINA HM
ISLAMIAH
BUNGA LESTARI
A. M ABD WAHAB BR

KEPERAWATAN B

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2019

LAPORAN PENDAHULUAN
OVERDOSIS
A. Definisi
Overdosis atau kelebihan dosis terjadi akibat tubuh mengalami
keracunan akibat obat. Od sering terjadi bila menggunakan narkoba dalam
jumlah banyak dengan rentang waktu terlalu singkat, biasanya digunakan
secara bersamaan antara putaw, pil, heroin digunakan bersama alkohol. Atau
menelan obat tidur seperti golongan barbiturat (luminal) atau obat penenang
(valium, xanax, mogadon/bk).
Overdosis merupakan keadaan dimana seseorang mengalami gejala
terjadinya keracunan yang mengakibatkan ketidaksadaran akibat obat yang
melebihi dosis yang bisa diterima oleh tubuh.
Overdosis merupakan keracunan pada penggunaan obat baik yang tidak
disengaja maupun sengaja, hal ini dapat terjadi pada setiap umur angka
kejadiannya juga mengalami peningkatan pada tahun 2011, diperkirakan
kasus overdosis obat di seluruh dunia berjumlah 50 juta orang, 35 juta orang
diantaranya adalah overdosis NAPZA, dan 80% tinggal di negara
berkembang menurut The International Narcotics Control Board (INCB).
Istilah peptisida pada umumnya dipakai untuk semua bahan yang dipakai
manusia untuk membasmi hama yang merugikan manusia.termasuk peptisida
ini adalah insektisida. Ada 2 macam insektisuda yang paling benyak
digunakan dalam pertanian :
1. Insektisida hidrokarbon khorin (ihk=chlorinated hydrocarbon)
2. Isektida fosfat organic (ifo =organo phosphatase insectisida)
Yang paling sering digunakan adalah ifo yang pemakaiannya terus
menerus meningkat. Sifat dari ifo adalah insektisida poten yang paling
banyak digunakan dalam pertanian dengan toksisitas yang tinggi. Salah
satu derivatnya adalah tabun dan sarin. Bahan ini dapat menembusi kulit
yang normal (intact) juga dapaat diserap diparu dan saluran
makanan,namun tidak berakumulasi dalam jaringan tubuh seperti golongan
ihk. Macam-macam ifo adalah malathion ( tolly ) , Paraathion, diazinon,
basudin, paraoxon dan lain-lain. Ifo ada 2 macam adalah ifo murni dan
golongan carbamate salah satu contoh gol carbamate adalah baygon.
B. Etiologi
1. Keadaan ini sering terjadi dan faktor penyebabnya
adalah :
a) Usia. Lansia sering lupa bahwa ia sudah minum obat, sehingga sering
terjadi kesalahan dosis karena lansia minum lagi
b) Merek dagang. Banyaknya merek dagang untuk obat yang sama,
sehingga pasien bingung, misalnya furosemid (antidiuretik) dikenal
sebagai lasix, uremia dan unex.
c) Penyakit. Penyakit yang menurunkan metabolisme obat dihati atau
sekresi obat melalui ginjal akan meracuni darah.
d) Gangguan emosi dan mental. Menyebabkan ketagihan penggunaan obat
untuk terapi penyakit (habituasi) misalnya barbiturate, antidepresan dan
tranquilizer.
e) Mengkonsumsi lebih dari satu jenis narkoba misalnya mengkonsumsi
putau hamper bersamaan dengan alcohol atau obat tidur seperti valium,
megadom/ BK, dll.
f) Mengkonsumsi obat lebih dari ambang batas kemampuannya, misalnya
jika seseorang memakai narkoba walaupun hanya seminggu, tetapi
apabilah dia memakai lagi dengan takaran yang sama seperti biasanya
kemungkinan besar terjadi OD.
g) Kualitas barang dikonsumsi berbeda.
2. Faktor ketidakpatuhan terhadap pengobatan :
a) Kurang pahamnya pasien tentang tujuan pengobatan itu
b) Tidak mengertinya pasien tentang pentingnya mengikuti aturan
pengobatan yang ditetapkan sehubungan dengan prognosisnya
c) Sukarnya memperoleh obat itu diluar rumah sakit
d) Mahalnya harga obat
e) Kurangnya perhatian dan kepedulian keluarga, yang mungkin
bertanggung jawab atas pembelian atau pemberian obat itu kepada
pasien
f) Efek samping dapat timbul akibat menaikan dosis obat yang biasanya
tidak bereaksi, mengganti cara pemberian obat, atau memakai obat
dengan merek dagang lain.

C. Patofisiologi
Ifo bekerja dengan cara menghambat (inaktivasi) enzim
asetikolinesterase tubuh dalam keadaan normal enzim khe bekerja untuk
menghidrolisis arakhnoid dengan jalan mengikat akh –khe yang bersifat
inaktif. Bila konsentrasi racun lebih tinggi dengan ikatan ifo- khe lebih
banyak terjadi. Akibatnya akan terjadi penumpukan akh ditempat-tempat
tertentu, sehingga timbul gejala gejala ransangan akh yang berlebihan, yang
akan menimbulkan efek muscarinik, nikotinik dan ssp (menimbulkan
stimulasi kemudian depresi ssp )
Pada keracunan ifo, ikatan ikatan ifo – khe bersifat menetap (ireversibel),
sedangkan keracunan carbamate ikatan ini bersifat sementara (reversible).
Secara farmakologis efek akh dapat dibagi 3 golongan :
a. Muskarini, terutama pada saluran pencernaan, kelenjar ludah dan keringat,
pupil, bronkus dan jantung.
b. Nikotinik, terutama pada otot-otot skeletal, bola mata, lidah, kelopak mata
dan otot pernafasan.
c. Ssp, menimbulkan nyeri kepala, perubahan emosi, kejang-kejang
(konvulsi) sampai koma.

D. Manifestasi Klinis
1. Yang paling menonjol adalah kelainan visus,
hiperaktifitas kelenjar ludah, keringat dan gangguan saluran pencernaan,
serta kesukaran bernafas. Gejala ringan meliputi : anoreksia, nyeri kepala,
rasa lemah, rasa takut, tremor pada lidah, kelopak mata, pupil miosis.
2. Keracunan sedang : nausea, muntah-muntah,
kejang atau kram perut, hipersaliva, hiperhidrosis,fasikulasi otot dan
bradikardi.
3. Keracunan berat : diare, pupil pi- poin, reaksi
cahaya negatif,sesak nafas, sianosis, edema paru .inkontenesia urine dan
feces, kovulsi,koma, blokade jantung akhirnya meninggal. (Kemenkes RI :
2013)

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorik.
Pengukuran kadar KhE dengan sel darah merah dan plasma, penting untuk
memastikan diagnosis keracunan IFO akut maupun kronik (Menurun
sekian % dari harga normal ).
Kercunan akut : Ringan : 40 - 70 %
Sedang : 20 - 40 %
Berat : < 20 %
Keracunan kronik bila kadar KhE menurun sampai 25 - 50 % setiap
individu yang berhubungan dengan insektisida ini harus segara
disingkirkan dan baru diizinkan bekerja kemballi kadar KhE telah
meningkat > 75 % N
2. Patologi Anatomi ( PA ).
Pada keracunan akut, hasil pemeriksaan patologi biasanya tidak khas
sering hanya ditemukan edema paru, dilatsi kapiler, hiperemi paru, otak
dan organ-oragan lainnya.

F. Penatalaksanaan
a. Tindakan emergensi
Airway : bebask an jalan nafas, kalau perlu lakukan intubasi.
Breathing : berikan pernafasan buatan bila penderita tidak bernafas
spontanatau pernapasan tidak adekuat.
Circulation: pasang infus bila keadaan penderita gawat dan perbaiki
perfusi jaringan.
b. Identifikasi penyebab keracunan
Bila mungkin lakukan identifikasi penyebab keracunan, tapi hendaknya
usahamencari penyebab keracunan ini tidak sampai menunda usaha-usaha
penyelamatan penderita yang harus segera dilakukan.
c. Eliminasi racun.
d. Racun yang ditelan, dilakukan dengan cara:
1) Rangsang muntah akan sangat bermanfaat bila dilakukan dalam 1 jam
pertama sesudah menelanbahan beracun, bila sudah lebih dari 1 jam
tidak perlu dilakukan rangsangmuntah kecuali bila bahan beracun
tersebut mempunyai efek yang menghambatmotilitas (memperpanjang
pengosongan) lambung. Rangsang muntah dapat dilakukan secara
mekanis dengan merangsang palatum mole atau dinding belakang
faring,atau dapat dilakukan dengan pemberian obat- obatan : a) sirup
ipecac, diberikan sesuai dosis yang telah ditetapkan.
2) Apomorphine
Sangat efektif dengan tingkat keberhasilan hampir 100%,dapat
menyebabkanmuntah dalam 2 - 5 menit. Dapat diberikan dengan dosis
0,07 mg/kg bb secara subkutan. Kontraindikasi rangsang muntah :
a. Keracunan hidrokarbon, kecuali bila hidrokarbon tersebut
mengandungbahan-bahan yang berbahaya seperti camphor, produk-
produk yang mengandunghalogenat atau aromatik, logam berat dan
pestisida. Keracunan bahan korossif keracunan bahan - bahan
perangsang cns ( cns stimulant, seperti strichnin)
b. Penderita kejang
c. Penderita dengan gangguan kesadaran
3) Kumbah lambung akan berguna bila dilakukan dalam 1-2 jam sesudah
menelan bahan beracun, kecuali bila menelan bahan yang dapat
menghambat pengosonganl ambung. Kumbah lambung seperti pada
rangsang muntah tidak boleh dilakukan pada :
a) Keracunan bahan korosif
b) Keracunan hidrokarbon
c) Kejang pada penderita dengan gangguan kesadaran atau penderita-
penderita dengan resiko aspirasi jalan nafas harus dilindungi dengan
cara pemasangan pipa endotracheal. Penderita diletakkan dalam
posisi trendelenburg dan miring kekiri, kemudian di masukkan pipa
orogastrik dengan ukuran yang sesuai dengan pasien, pencucian
lambung dilakukan dengan cairan garam fisiologis ( normal saline/
pz ) atau ½ normal saline 100 ml atau kurang berulang-ulang sampai
bersih
4) Pemberian norit ( activated charcoal )jangan diberikan bersama obat
muntah, pemberian norit harus menunggu paling tidak 30 - 60 menit
sesudah emesis. Indikasi pemberian norit untuk keracunan :
a. Obat2 analgesik/ antiinflammasi : acetamenophen, salisilat,
antiinflamasi non steroid, morphine, propoxyphene.·
b. anticonvulsants/sedative: barbiturat, carbamazepine,
chlordiazepoxide, diazepam phenytoin, sodium valproate.·
c. lain-lain : amphetamine, chlorpheniramine, cocaine,
digitalis,quinine, theophylline, cyclic anti – depressants norit tidak
efektif pada keracunan fe, lithium, cyanida, asam basa kuat dan
alkohol.
d. Catharsis efektivitasnya masih dipertanyakan. Jangan diberikan bila
ada gagal ginjal,diare yang berat (severe diarrhea), ileus paralitik
atau trauma abdomen.
e. Diuretika paksa (forced diuretic)diberikan pada keracunan salisilat
dan phenobarbital (alkalinisasi urine).tujuan adalah untuk
mendapatkan produksi urine 5,0 ml/kg/jam,hati-hatijangan sampai
terjadi overload cairan. Harus dilakukan monitor dari elektrolit
serum pada pemberian diuresis paksa.kontraindikasi : udema otak
dan gagal ginjal
f. Pengobatan supportif pemberian cairan dan elektrolit perhatikan
nutrisi penderita pengobatan simtomatik (kejang, hipoglikemia,
kelainan elektrolit dsb.)

G. Komplikasi
1. Gagal ginjal
2. Kerusakan hati
3. Gangguan pencernaan
4. Gangguan pernafasan
H. Pathway
DAFTAR PUSTAKA

Anshari, M. 2009. Aplikasi Manajemen Pengelolaan Obat dan Makanan.


Yogyakarta: Nuha Medika.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) 2013. Kementrian Kesehatan RI, Jakarta.
PCNE, 2017, Classification for Drug related problems, Zuidlaren.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KEGAWAT DARURATAN
DENGAN KLIEN “ OVERDOSIS”
A. Pengkajian
1. Primary survey
Sebelum penyalahgunaan terjadi biasanya dalam bentuk
pendidikan, penyebaran informasi mengenai bahaya narkoba,
pendekatan melalui kekuarga, dan lain-lain. Instansi pemerintah
seperti halnya BKKBN, lebih banyak berperan pada tahap intervensi
ini. Kegiatan yang dilakukan seputar pemberian informasi melalui
berbagai bentuk materi KTE yang di tunjukkan kepada remaja
langsung dan keluarga.
B1 : Breath, kaji pernapasana klien. Apakah klien mengalami
gangguan dalam bernapas
B2 : Blood, kaji apakah terjadi perdarahan yang menyumbat jalan
napas dan cek tekanan darah pasien.
B3 : Brain, kaji apakah klien mengalami gangguan pada proses
berfikir.
B4 : Bladder, kaji apakah ada terjadi kerusakan pada daerah ginjal
yang dikarenakan overdosis karna keasaman obat tersebut.
B5 : Bowel, kaji intake dan output pasien
a. Airway support
Pada klien dengan overdosis yang perlu diperhatikan adalah
ada tidaknya sumbatan pada jalan napas seperti lidah. Lidah
merupakan penyebab utama tertutupnya jalan napas pada klien
tidak sadar karena pada kondisi ini lidah klien akan terjatuh ke
belakang rongga mulut. Hal ini akan mengakibatkan tertutupnya
trakea sebagai jalan napas. Sebelum diberikan bantuan pernapasan,
jalan napas harus terbuka. Teknik yg dapat digunakan adalah cross
finger (silang jari). Jika terdapat sumbatan bersihkan dengan teknik
finger sweep (sapuan jari).
Gbr. 3.1 cross finger

Gbr. finger sweep


Adapun Teknik untuk membuka jalan napas :
1) Head tilt / chin lift
Teknik ini dapat digunakan jika penderita tidak mengalami
cedera kepala, leher dan tulang belakang

Gbr. headtilt/chinlift

2) Jaw trust
Gbr. jaw trust
b. Breathing support
Setelah dipastikan bahwa jalan napas aman, maka langkah
selanjutnya adalah melakukan penilaian status pernapasan klien,
apakah masih bernapas atau tidak. Teknik yg digunakan adalah
LOOK, LISTEN and FEEL (LLF). LLF dilakukan tidak lebih dari
10 menit, jika klien masih bernapas, tindakan yg dilakukan adalah
pertahankan jalan napas agar tetap terbuka, jika klien tidak
bernapas, berikan 2 x bantuan pernapasan dgn volume yg cukup.
c. Circulation support Circulation support adalah
pemberian ventilasi buatan dan kompresi dada luar yang diberikan
pada klien yang mengalami henti jantung. Selain itu untuk
mempertahankan sirkulasi spontan dan mempertahankan sistem
jantung paru agar dapat berfungsi optimal dilakukan bantuan hidup
lanjut (advance life support).
d. Disability
Pemantauan status neurologis secara cepat meliputi tingkatan
kesadaran dan GCS, dan ukur reaksi pupil serta tanda-tanda vital.
e. Exposure
Lakukan pengkajian head to toe.
f. Folley kateter
Pemasangan kateter pada klien overdosis biasanya dilakukan untuk
melakukan perhitungan balance cairan.
g. Gastric tube
Salah satu Penatalaksanaan yang bisa dilakukan adalah kumbah
lambung yang bertujuan untuk membersihkan lambung serta
menghilangkan racun dari dalam lambung.
h. Heart monitor Lakukan pemantauan peningkatan
detak jantung, peningkatan tekanan darah dan kerusakan sistem
kardiovaskuler.
Setelah primary survey dan intervensi krisis selesai, perawat harus
mengkaji riwayat pasien :
A : Allergies ( jika pasien tidak dapat memberikan informasi
perawat bisa menanyakan keluarga atau teman dekat tentang
riwayat alergi pasien )
M : Medication ( overdosis obat : ekstasi )
P : Past medical history ( riwayat medis lalu seperti masalah
kardiovaskuler atau pernapasan
L : Last oral intake ( obat terakhir yang dikonsumsi : ekstasi)
E : Even ( kejadian overdosisnya obat, dekskripsi gejala, keluhan
utama, dan mekanisme overdosis)
2. Secondary survey
Pada saat penggunaan sesudah terjadi dan diperlukan upaya
penyembuhan (treatmen). Fase ini meliputi : fase penerimaan awal
(intialintek) antara 1-3 hari dengan melakukan pemeriksaan fisik dan
mental dan fase detoksifikasi dan terapi komplikasi medic, antara 1-3
minggu untuk melakukan pengurangan ketergantungan bahan-bahan
adiktif secara bertahap. Tindakan yang harus dilakukan adalah
melakukan tindakan keperawatan head to toe.

B. Diagnosa keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d intoksikasi
2. Pola napas tidak efektif b.d depresi susunan syaraf pusat
3. Gangguan perfusi jaringan perifer b.d penurunan konsentrasi
hemoglobin dalam darah
4. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif (konsumsi
psikotropika yang berlebihan secara terus menerus)
5. Resiko distress pernapasan b.d asidosis metabolic

C. Intervensi keperawatan
Diagnosa 1
Tujuan : pasien menunjukkan bersihan jalan napas yang efektif
Kriteria : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, pasien
menunjukkan kemudahan bernapas, pergerakan sumbatan keluar dari jalan
napas
Intervensi :
1. Kaji frekuensi, kedalaman dan upaya pernapasan
2. Pengisapan jalan napas : mengeluarkan sekret dari jalan napas dengan
memasukkan sebuah kateter pengisap ke dalam jalan napas oral
dan/atau trakea
3. Auskultasi bagian dada anterior dan posterior untuk mengetahui
penurunan atau ketiadaan ventilasi dan adanya suara napas tambahan
4. Ajarkan pasien dan keluarga tentang makna perubahan pada sputum,
seperti warna, karakter jumlah dan bau
5. Konsultasikan dengan tim medis dalam pemerian oksigen, jika perlu
Diagnosa 2
Tujuan : Pasien menunjukkan pola pernapasan efektif
Kriteria : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam,
pasien menunjukkan status pernapasan : status ventilasi dan pernapasan
yang tidak terganggu, kedalaman inspirasi dan kemudahan bernapas
Intervensi :
1. Pantau kecepatan, irama, kedalaman dan upaya pernapasan
2. Pantau pola pernapasan
3. Auskultasi suara napas, perhatikan area penurunan/tidak adanya
ventilasi dan adanya suara napas tambahan
4. Informasikan kepada pasien dan keluarga tentang teknik relaksasi untuk
memperbaiki pola pernapasan
Diagnosa 3
Tujuan : keadekuatan aliran darah melalui pembuluh darah kecul
ekstremitas untuk mempertahankan fungsi jaringan.
Kriteria : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam suhu, hidrasi,
warna kulit, nadi perifer, tekanan darah, dan pengisisan kapiler baik dan
lancar dan dalam batas normal
Intervensi:
1. Kaji terhadap sirkulasi perifer pasien (nadi perifer, edema, warna,
suhu dan pengisisan ulang kapiler pada ekstremitas) R/
Rasional : memantau sirkulasi perifer
2. Manajemen sensasi perifer
Rasional : mencegah atau meminimalkan ketidaknyamanan pasien
3. Ajarkan pasien / keluarga tentang : menghindari suhu
ekstrempada ekstremitas
Rasional : jika ada tanda dan gejalanya dapat langsung dilaporkan ke
ruang perawat
4. Kolaborasi : berikan obat antitrombosit atau antikoagulan
Rasional : untuk mencegah pembekuan darah karena infusiensi arteri
dan vena
Diagnosa 4
Tujuan : pengembalian volume cairan klien
Kriteria : setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam hidrasi
adekuat dan status nutrisi adekuat maupun keseimbangan cairan pasien
dalam batas normal
Intervensi :
1. Pantau cairan elektrolit pasien (intake/output)
Rasional : mengumpulkan dan menganalisis data pasien untuk mengatur
keseimbangan elektrolit.
2. Manajemen cairan (timbang berat badan, ttv, intake/output)
Rasional : meningkatkan keseimbangan cairan dan mencegah
komplikasi akibat dari kadar elektrolit serum yang tidak diharapkan.
3. Anjurkan pasien untuk menginformasikan perawat bila haus
Rasional : agar dapat mencatat intake pasien
4. Kolaborasi : laporkan dan catat haluaran kurang/lebih dari batas normal
dan berikan terapi IV sesuai program.

Diagnosa 5
Tujuan :Pasien mempertahankan pernapasannya secara efektif .
Kriteria : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam,
pasien bebas dari sianosis dan tanda – tanda syok.
Intervensi :
1. Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernapasan
Rasional : mendeteksi derajat trauma
2. Angkat kepala tempat tidur sesuai aturannya (semi/fowler)
Rasional : memudahkan ekspansi paru
3. Anjurkan pasien melakukan latihan napas dalam
Rasional : mencegah atau menurunkan atelektasis
4. Kolaborasi : pemberian oksigen (non rebirthing)
Rasional : mempertahankan breathing pasien

You might also like